Davinka hanya menggeleng. Ia sama sekali tidak tahu siapa anak itu. Sebelumnya ia sudah bicara dengan Esti bahwa mereka akan mengunjungi wanita itu dan mempertemukannya dengan Renhart. Tapi apa ini?"Aku tidak tau," sahutnya dengan terus menatap mereka yang tengah berjalan menuruni tangga. Wajah Davinka terlihat sangat serius.Pemandangan ini sama persis seperti saat ia pertama kali datang ke rumah itu untuk bertemu dengan Renhart. Hanya saja wajah Esti yang terlihat tenang dan anggun kini sangat panik dengan bola matanya yang terus bergerak kesana kemari.Apa ini? Davinda sedikit memiringkan kepalanya berbisik kepada suaminya tentang apa yang ia lihat."Apa ini Sanja? Kenapa ada anak kecil di sini?" Pria itu hanya diam membisu, bahan tidak mengeluarkan sedikit pun desis suaranya.Tidak juga mendapatkan jawaban akhirnya Davinka berbisik di telinga Renhart, "Itu Mommy-mu, kan?" Anak itu mengangguk, "cepat lari dan peluk dia dan katakan maaf!"Davinka tidak ingin Renhart menahan perasaa
Sanjaya mendesah panjang. Bagaimana bisa ia mengabaikan wajah istrinya yang begitu penuh permohonan."Oke." Setelah itu Sanjaya menurunkan Renhart dan melihat anak itu berlari kencang mengejar Esti."Mommy … mommy … tunggu aku Mommy!" Anak itu terus berlari dan berlari mengejar ibunya. Tapi, Esti berpaling saja tidak.Hatinya begitu sakit manakala melihat putranya begitu tersiksa dengan keadaan ini. Davinka hanya dapat Memeluk suaminya dari ambang pintu dan melihat putranya mengejar ibu lain."Kapan ia akan memanggilku penuh cinta seperti itu, Sanja?""Segera, sayang … segera. Setelah dia lebih mengerti apa yang sebenarnya terjadi, ia akan lebih mencintaimu lebih dari siapapun, sayang …." 'Segera setelah ia tahu bahwa kamu adalah ibu kandung yang sesungguhnya!'Pria itu hanya mampu menenangkan hati istrinya dan mengabaikan perasaannya sendiri. Suatu saat ia pun berharap Renhart akan mencintainya sama besarnya dengan dunia ini.Renhart tidak menyerah, anak itu berlari semakin kencang hi
Davinka menatap suaminya penuh selidik dengan bibirnya mengerucut tajam. "Kamu sudah tahu ini semua akan terjadi. Sekarang dia membenciku karena ini!"Tidak peduli kata-katanya akan mengecewakan Sanjaya atau tidak, tapi Davinka saat kecewa kepada pria itu. Davinka hanya tidak ingin anaknya tumbuh dalam kebencian dan mentalnya yang tersiksa karena perpisahan dengan wanita yang sudah dianggap seperti ibu kandungnya sendiri.Padahal, sebelumnya Wanita itu sudah mempersiapkan beberapa patah kata agar membuat Esti mengerti dan mau untuk tetap tinggal di rumahnya untuk sementara waktu hingga membuat putranya benar-benar siap untuk berpisah dengannya walaupun itu sangat tidak mungkin. Tapi apa ini? Sanjaya malah membuat anak itu membenci mereka berdua dan menyalahkan dirinya karena telah terlahir dari orang asing.Davinka bergegas masuk ke dalam mobil dan mengabaikan pria itu yang hendak membujuknya. Tapi hari ini ia tidak ingin dibujuk, dengan arogan Davinka meninggalkan suaminya seorang d
Tanpa disangka Renhart melakukan apapun yang dilakukan oleh Davinka. Namun, nada suara anak itu sangat berbeda. Nada suaranya terdengar lirih dan begitu memilukan hati walau Davinka tidak tahu apa yang tengah diteriakkan oleh anak itu, tapi sedikit banyak ia mengerti bahwa putranya tengah mengutarakan rasa kecewa dan dukanya pada alam."Teriaklah, Nak … ungkapkan seluruh rasa kecewa dan sesak di dadamu. Jangan pernah menahannya atau memendamnya seorang diri. Aku ingin kamu jadi anak yang kuat untuk menatap masa depan yang keras ini."Davinka berharap di masa depan putranya tidak akan pernah menyalahkan ia dan Sanjaya atas apa yang mereka lakukan hari ini. Renhart mungkin akan membenci mereka berdua selama beberapa tahun ini, tapi ia yakin lambat laun semakin besar semakin Renhart dapat mengerti bahwa ini juga tidak pernah mudah untuk mereka lalui. Saat melihat Renhart hendak membalikkan tubuhnya, dengan gerakan cepat Davinka menghapus jejak air matanya. "Sudah?" Anak itu mengangguk
Ponsel Venti berbunyi dan itu adalah dari rumah sakit. Namun, Venti selalu mengabaikannya. Hingga panggilan ke 10 wanita itu baru mengangkatnya dengan kasar. Venti tahu pihak rumah sakit menghubunginya pasti ada sesuatu yang berhubungan dengan Laura. Venti sudah malas melihat gadis itu lagi. Laura adalah orang yang berusaha membunuh putranya. Jadi, untuk apa membership baik padanya!"Ya, katakan!" Venti tidak ingin basa-basi."Nyonya, tahanan yang bernama Laura sudah sandarkan diri dan selalu menyebut nama Anda," tukas petugas yang ditugaskan untuk mengawasi Laura."Bilang padanya, aku dan dia sudah tidak ada urusan!" Wanita itu langsung menutup telepon tanpa mendengarkan sisa kalimat yang ingin disampaikan oleh petugas itu."Seharusnya aku tahu wanita itu tidak cocok untuk Jay. Ternyata Laura begitu berambisi!" Dengusnya lagi sambil memasuki kamarnya.Davinka yang hendak turun kelantai bawah sempat mendengar gumaman ibu mertuanya. "Kenapa sekarang Mama benci banget sama Laura? Apa
Sanjaya menatap sinis ibunya dengan sudut bibirnya yang sedikit terangkat, dengan berdecak dia berkata, "Cek, apa Mama benar-benar tidak tau, atau Mama yang tidak mau tau? Laura itu sepupu Diandra, anak tiri Mama!" Setelah mengatakan itu dengan wajah penuh kepuasan Sanjaya meninggalkan ibunya yang masih menatapnya tajam.Akan tetapi, langkah pria itu lagi-lagi terhenti karena perkataan ibunya. "Apa yang coba kamu klarifikasi, Jay?" Tatapan ibunya terlihat berbeda jika sudah membicarakan masa lalunya, kebencian itu selalu membunuhnya sedikit demi sedikit dengan cekikikan dan hujaman kuat di dadanya."Tidak ada, tapi itulah kenyataannya … semua orang di panti asuhan tempat Diandra dan Laura besar, semua mengetahui. Mereka saudara sepupu!"Benarkah? 'Sepertinya aku terlalu lengah, untungnya mereka tidak jadi menikah!' "Dan Laura bukan anak tiriku. Dia tidak lebih dari seorang penipu sama seperti Jalangmu itu, Jay!""Dia istriku, M
Jantungnya benar-benar berhenti berdetak dengan napasnya yang tercekat di tenggorokan. Bahkan, bola mata wanita itu sama sekali tidak bergerak, menatap Sanjaya lekat dengan sedikit rasa takut dihatinya. Apa Sanja benar-benar tahu siapa dirinya? Atau hanya berusaha mempermainkan perasaan dan terus menggodanya?Venti yang menderanya saja sempat merasa takut akan apa yang dikatakan Sanjaya. Entah putranya ini berkata yang sebenarnya atau hanya menggoda Davinka saja? Sebentar lagi ia akan mengetahuinya.Riak air yang hampir tumpah di bola matanya yang sebening embun pagi serta wajahnya yang mulai seperti kapas dan bibirnya yang gemetar hebat membuat Sanjaya yakin bahwa istrinya sudah benar-benar mengingat dirinya dan tengah berpura-pura dihadapan ibunya."Ka-kamu—" Suaranya yang gemetar langsung dibenamkan ke dalam dekapan dadanya.Dengan cepat Sanjaya merengkuh tubuh istrinya dan memeluknya erat hingga isak tangis wanita itu keluar nyaris seperti suara orang yang baru saja kehilangan. S
Davinka hanya memejamkan matanya saat bibir tipis itu menyapu bibirnya yang gemetar dan dingin, dan terus mencari celah agar dapat terselip diantaranya, lalu menyesapnya kuat dan sangat dalam hingga lengkuhan kecil lolos dari bibir tebal itu.Untuk sesaat mereka terhanyut dalam kelembutan, kehangatan, dan rasa rindu mereka yang tidak bisa dibendung lagi. Namun, saat permainan dua kelompok bibir itu semakin panas dan berkobar, dua deheman tajam menghentikan mereka dari kenikmatan yang begitu memabukkan."Ehem!" Suara kedua bocah itu "Mommy!""Mama!""Apa yang kalian lakukan?" Dalam dua bahasa yang berbeda.Davinka menarik wajahnya dan menghapus jejak basah itu dengan cepat. Merasa sangat malu."Hanya ciuman selamat pagi pada ayah kalian," sahutnya dengan suara parau. Davinka berdeham, berusaha membersihkan tenggorokannya dan memutar tubuh, lalu menatap keduanya bergantian. "Dan aku akan memberikan ciuman untuk kalian sebentar lagi. Kemari lah!"Keduanya datang menghampiri Davinka dan
Davinka kembali menoleh pada Wulan dan menggenggam tangannya, menatap wanita itu penuh hormat, berkata dengan suara yang lembut dan penuh permohonan, "Mah, aku tidak dibesarkan oleh seorang ibu dan tidak banyak orang yang aku kenal. Sekarang aku memanggilmu Mama. Emm, Mama mau, kan, menjadi ibuku dan merestui pernikahanku!"Pupil matanya melebar, terus menatap Wulan penuh harap. Akankah Wulan memenuhi keinginannya?Wulan sendiri kehilangan kata-katanya. Air mata kembali mengalir deras dengan isakkan tertahan. Wanita itu hanya mengangguk sebagai jawaban.Bodoh! Anak sebaik ini, bagaimana ia bisa menyakitinya dan menolaknya berulang kali!Davinka mengangguk dengan senyum lebarnya, lalu memeluk tubuh gemetar itu dengan penuh kehangatan."Terima kasih, mulai sekarang aku punya Mama." Bisik Davinka dengan elusan lembut di punggung Wulan.Davinka mengurai pelukan, menarik tangan Sanjaya agar menjabat tangan Wulan, "Sekarang Mama Wulan adalah ibu mertuamu, cepat sungkem!"Sanjaya tercengang.
Mendengar ibunya berkata seperti itu membuat Yudha bangun dari duduknya dan meraih tangannya."Ini semua karena Yudha. Mama hanya korban dari obsesi Yudha! Sudah, semua sudah selesai. Biar Yudha yang menanggung semua ini!" Tegas pria itu. Kini aura kehidupan sudah terlihat di wajahnya. Davinka yang asli sering menolaknya dengan kata-kata kasar karena ke keraskepalaannya.Penyesalan, kekecewaan, dan amarah terpancar jelas. Akan tetapi, semua ditujukan kepada dirinya sendiri."Tidak ada yang akan masuk penjara. Semua hanya karena kesalahpahaman!" tanam Sandy, "Tuan Sanjaya mengembalikan semua yang sudah diambilnya," ujarnya lagi yang membuat mereka semua tercengang."Mak-maksudnya?"Kebingungan jelas terlihat dari bagaimana cara mereka bereaksi. Entah apa yang diambil dan harus dikembalikan."Toko elektronik suami Anda beserta isinya dan beberapa calon investor sudah ada di dalam dokumen ini. Kalian tidak bisa menolak! Ja
"Udah malem! bye, Rani …." Davinka langsung menutup pintunya rapat.Rani membalikkan tubuhnya, kamar itu sudah temaram. Yang membuat ia menggigit bibir bawahnya adalah, Sandy berada di tengah ranjang dengan memeluk Inggi. Putrinya malah ada di sisi lainnya ranjang itu.'Ais … jadi gue harus tidur disamping dia?' jerit Rani dalam hatinya.Bersentuhan dengan kulitnya saja sudah hampir membuatnya seperti terbakar. Tapi ini ….Pikirannya terhenti."Mau sampai kapan kamu di sana!" Suara bariton itu menggema dalam remangnya kamar hingga mampu membuat bulu kuduk Rani meremang sempurna.Suara serak Sandy menandakan bahwa pria itu sudah sempat tertidur, terdengar sangat menggoda di telinganya hingga jantungnya mulai berdetak lebih hebat. Rani mulai melangkah dengan kaki beratnya. Ia tahu malam ini harus tidur di ranjang yang sama dengan Sandy. Mampukah?Ini memang bukan malam pertama mereka. Tapi, tidur tepat di sisi pria itu hampir tidak pernah terjadi selama tiga Minggu mereka menikah."Di-d
'Aku tahu, aku sedang dihukum atas semua kejahatan-kejahatanku. Tapi kenapa tidak ambil saja nyawaku daripada membuat semua orang menderita bersamaku!'Venti mulai merasa depresi dengan keadaannya. Kata-kata berikutnya semakin membuatnya tenggelam."Itu jauh lebih bagus. Di kantor Papa bisa fokus bekerja. Tadinya Papa hanya akan pergi saat mendesak saja. Tapi melihat cinta kalian, Papa merasa sangat lega!"Davinka melihat suster membawa sesuatu di tangannya. "Apa itu, Sus? Apa makan siang mama?""Ya, Nyon—""Panggil ibu saja. Saya lebih nyaman dengan itu!" pangkas Davinka cepat. Dia sudah sangat risih dengan sebutan nyonya-nonyaan.Suster itu mengangguk dan berjalan mendekati Davinka, memperlihatkan apa yang ia bawa."Ini bubur cair. Nyonya Venti hanya dapat makan ini sementara waktu sampai bisa mengunyah kembali," jelas suster itu.Dengan wajah murung dan dan air mata yang hampir jatuh, Davinka terus menatap ib
"Keadaannya tidak akan membaik hanya karena kamu membatalkan resepsi kita, Ra!" Dan ini akan selalu menjadi panggilan untuk Diandra walaupun kini sudah mengganti nama Davinka dan melupakan panggilan Davin-nya."Baiklah, aku kalah dari kalian!" desahnya sambil menatap kelima pria ini yang sekarang berada dikamar perawatan Venti."Ayo! Rasty dan yang lainnya sudah menunggu di rumah," ujar Noel mengingatkan.Mereka akan pulang ke apartemen mewah Sanjaya. Noel sendiri setelah resepsi akan kembali ke Singapura dan menetap disana. Insiden berdarah di rumahnya sama sekali tidak pernah terpublikasikan. Ada keinginan untuk menjual rumah itu, tapi Davinka menolaknya. Bagaimanapun, rumah itu memiliki kenangan untuk Davinka ataupun Diandra.Brata menyewa satu jasa suster untuk merawat istrinya. Sebenarnya ia ingin dua orang agar mereka bisa bergantian menjaga. Tapi, menantunya ini menolak dengan alasan Venti sekarang memiliki empat orang anak. Satu suster sudah cukup."Kenapa tidak pulang kerumah
Ketika semua tidak seperti apa yang kita rencanakan maka, pasrahkan, serahkan, ikhlaskan …. Biarkan tangan Tuhan yang melanjutkan karena, seberapa gigih pun kita mencoba, tanpa jamahan tangannya semua akan sia-sia.Venti sudah mengerahkan seluruh kemampuannya untuk menyingkirkan Diandra agar menjauh dari putranya. Tapi apa? Semakin ia berusaha, semakin mendekatkan mereka hingga akhirnya membuat dirinya seperti ini sekarang. Bahkan, kematian lebih baik daripada kehidupan yang menyiksa ini.Dari tempatnya berbaring, Venti terus menatap wajah Davinka. Wajah cantik itu memang sangat berbeda dengan milik Diandra kecuali, mata, bibir, siluet dan suaranya yang sangat ia kenal.Seharusnya dia tahu akan hal ini karena Noel adalah bedah plastik terbaik di negaranya hingga mendapatkan pekerjaan di Singapura."Kita harus mencari dokter terapis terbaik, mama tidak bisa terus seperti ini!" bujuk Davinka disela isak tangisnya.'Apa dia menangis untukku? Menangisi aku yang jahat ini?' bagaimana mana
Para polisi langsung mengamankan Laura. Peluru mengenai dadanya dan langsung tembus ke jantung. Bukan hanya satu, tapi dua sekaligus hingga menewaskan wanita itu.Ambulance dan beberapa polisi sudah datang, mereka ditelpon oleh Noel dan Brata."Sanja!" panggil Davinka saat melihat suaminya terbaring lemas. Noel dan Sandy sudah ada disana memberikan pertolongan pertama."Aku gak papa," sahutnya menenangkan.Dengan kaki gemetar, Davinka membawa Renhart mendekat pada Sanjaya dan bersimpuh di hadapannya. Sanjay menyentuh wajah putranya dan bertanya dengan suara yang parau. Berusaha untuk tetap tersadar, "Kamu gak papa, kan? Apa ada yang sakit?"Pria itu melihat bagaimana Renhart di bekap oleh Laura.Renhart menggeleng, "Papa pasti kesakitan. Itu pasti sakit."Anak itu bicara di sela isak tangisnya. Merasa sangat khawatir. Renhart tahu Papanya sengaja melakukan itu agar peluru tidak mengenai tubuhnya. Ia melihat sendiri Papanya langsung melompat saat wanita jahat itu berteriak memintanya u
Suhu di ruangan itu mendadak berubah dibawah nol derajat. Suasananya lebih dingin dari kutub Utara. Siapapun tidak berani mengambil napas dengan semaunya. Mereka hanya tidak ingin mengeluarkan suara dan mengganggu konsentrasi.Laura masih menatap puas apa yang ada di hadapannya, bagaimana musuh terbesar ibunya kini sudah tidak terselamatkan lagi. Wajah Venti sudah terlihat bengkok dan kaku, napasnya sedikit terengah-engah, terlihat sangat kesakitan.Venti masih belum bisa memalingkan wajahnya dari tempat Davinka berdiri. Hanya suara geraman yang lolos dari bibir wanita itu yang sedikit membiru."Ini lebih bagus dari kematian. Kamu tersiksa sebelum ajal menjemput! Hahah!" Sandy melangkah maju. Tapi sial, ternyata telinga Laura sangat peka. Wanita itu kembali fokus pada Renhart dalam dekapan lengangnya."Apa kalian gila!" teriak wanita itu. Laura memutar tubuhnya dengan Renhart dalam lengannya, pistol terus menempel pada kepala anak itu dan siapa di tekan kapanpun. Ia menatap semua y
Suara benda jatuh dan teriakan menggema dari arah pintu dapur. Suara langkah kaki mulai terdengar semakin dekat. Venti yang masih menggenggam tangan Davinka merasa sangat bingung dengan nama ayah Davinka yang sama persis seperti nama ayah Diandra. Wanita itu masih berpikir keras dan berusaha mengenyahkan semua ketakutannya.'Ini pasti hanya kebetulan, kan?' tanyanya dalam hati, 'apa mereka saudara, satu ayah, atau—' Suaranya terhenti. Venti melihat genggaman tangannya yang masih menggenggam tangan Davinka yang kini dipaksa lepas oleh suaminya sudah terbuka dan tangan Davinka hilang dalam genggaman tangannya."Apa yang kamu pikirkan? Sekarang putra kita sudah sah menjadi suami Davinka," tukas pria berusia mengingat istrinya yang masih diam membisu. Pikirannya bahkan terlihat kosong.Brata membantu Davinka agar duduk disisi Sanjaya. Mereka mulai menandatangani berkas pernikahan. Namun, saat penghulu menyerahkan dua buku merah dan hijau, teriakan seseorang menghentikan pergerakannya.