Bab 37Setelah membuka pintu kamar, Albian menghela napas berat. Dia berusaha menahan tawa ketika melihat istrinya sedang mengamuk pada tembok. Ada apa? Mungkinkah sesuatu tengah mengusik pikirannya?Albian merasa istrinya semakin cantik ketika merajuk. Bibir itu terlihat mungil sekali."Mas, kamu udah balik?" Sonia yang baru menyadari kehadiran suaminya seketika memperbaiki posisi duduk sambil merapikan rambut yang dia acak sendiri tadi.Bagaimana tidak, lelaki itu selalu berhasil membuatnya kesal. Kenapa harus keluar dari kamar setelah semua yang terjadi?Sonia menunduk ketika mereka beradu pandang untuk waktu yang lama, kemudian diam-diam mengukir senyum. Dalam hati bertanya, bisakah dia melakukan apa yang dia mau? Menemani hari-hari Albian hingga maut memisahkan?Tidak dapat disangkal, Sonia merasa nyaman berada di dekat suaminya. Andai Jessica mencintai dengan tulus, maka perasaan itu akan berusaha dia bunuh. Namun, pengkhianatan dibalas pengkhianatan terdengar lebih menarik."Ke
Bab 38Entah kenapa Albian sekarang lebih perhatian pada wanita yang sedang berbadan dua itu. Setiap kali dibutuhkan, dia selalu berusaha ada. Tidak seperti dulu di mana dia melakukannya karena terpaksa, didesak Jessica dengan alasan ibu hamil itu harus dituruti.Hari-hari yang dilalui penuh canda dan tawa, seperti saat Albian sedang dimabuk cinta Jessica. Dia merasakan bunga-bunga bermekaran dalam hatinya ketika berada di dekat Sonia. Lelaki itu tidak mampu mengelak, dia benar-benar terpesona, berhasil dibuat nyaman.Bukan hanya lelaki itu, Sonia pun sesungguhnya merasakan hal yang sama. Setiap kali berada di dekat Albian, jantungnya seketika berdetak tidak normal sampai harus menghela napas kasar. Setiap waktu bersama membuat Sonia merasa dilindungi.Beberapa hari yang lalu dia merasa telah jahat karena merebut lelaki itu dari Jessica, tetapi hatinya menepis rasa bersalah itu mengingat Jessica adalah wanita licik. Jika Sonia tidak menyerang lebih dulu, maka dia akan diserang habis-h
Bab 39Indah menatap dalam pada kedua mata Asri yang terlihat tidak tenang. Tentu saja karena sebenarnya wanita itu khawatir ketahuan dirinya sengaja mendukung Jessica melakukan kejahatan. Namun, setelah beberapa saat dalam keheningan, perlahan dia bisa menguasai diri hingga membalas tatapan itu."Aku nanya, Airin mana? Nggak adil kalau kita capek kerja, sedangkan dia santai-santai." Asri kembali membuka suara, kali ini terdengar penuh penekanan."Bibi suruh keluar beli bahan yang diperlukan di pasar." Bi Sumi yang menjawab ketika menyadari mereka hanya diam.Asri mendelik kesal. Dia merasa telah dibodohi oleh wanita tua itu. Akan tetapi, dia tidak bisa bertindak banyak mengingat Dea pun sedang berada di luar rumah dan jika mereka menanyakan itu, apa yang harus dia jawab? Sungguh dia tidak begitu pandai berbohong apalagi jika mendapat tatapan menghujam.Andai saja mau, baik Indah atau Bi Sumi bisa menanyakan keberadaan Dea karena mereka ada senior di sana. Sayang sekali, semua dirasa
Bu Laura berdecih mendengar ucapan itu. Dia tahu betul kalau Jessica adalah rubah yang licik dan memang harus diusir dari sana. Andai saja anaknya patuh sejak lama, maka tidak akan ada perdebatan panjang setiap kali mereka bertemu, sengaja atau tidak.Suasana semakin menegangkan karena Jessica pun terkadang menabuh genderang perang lebih dulu. Mereka tidak pernah akur sekali pun dan tentu saja Albian selalu membela istri tercintanya membuat wanita itu tidak takut sama sekali.Sebentar lagi mereka akan berpisah selamanya, mungkin tidak salah jika saling melontarkan kata-kata hina sekarang, begitu pikir Jessica. Namun, dia mengingat satu hal bahwa Albian akan menaruh rasa benci apabila ternyata mereka memang sengaja melakukan jebakan dan menunjukkan bukti kalau Jessica pun tidak sebaik yang dibayangkan"Jadi, siapa perempuan tadi, Jessica?" Bu Laura bertanya dengan tatapan penuh intimidasi.Wanita yang memakai lipstick merah menyala itu tersenyum lebar, menampilkan gigi yang berderet ra
"Ibu, memangnya apa salah Jessica sampai Sonia yang lebih baik menemani aku? Apa Ibu lupa kalau Jessica adalah menantu—""Menantu siapa? Memangnya sejak kapan Ibu nganggap dia itu menantu?" potong Bu Laura menatap tidak suka. Dadanya naik turun karena amarah terus membuncah. Dia berdoa agar Tuhan segera memberi jalan keluar m dari masalah itu.Ya, Jessica adalah masalah menurut keluarga Albian. Mereka tahu betul bahwa wanita licik itu selalu memanfaatkan kecintaan Albian padanya. Beberapa kali pula Elsa memergokinya menelepon seseorang dan berulang kali menyebut tentang warisan. Namun, ketika memberitahu sang kakak, justru dia yang dianggap menjatuhkan fitnah.Mereka sedang menanti saat paling tepat untuk menjatuhkan Jessica karena kesalahan kecil tidaklah berarti. Wanita itu tidak mudah dijatuhkan karena dia pandai menjual air mata dan kesedihan yang membuat Albian semakin jatuh cinta, sayang, dan percaya kepadanya."Nggak apa-apa, Mas. Kalau misal Ibu emang maunya kamu ngajak Sonia,
Bab 42Jessica dan Sonia berdiri tidak jauh dari kamar mereka, pastinya menjamin bahwa sang suami tidak akan mendengar. Tatapan mereka tidak lagi bersahabat, seperti dulu.Mungkin memang sudah ditakdirkan bahwa Jessica akan membawa saingannya sendiri dalam rumah itu sehingga harus bekerja lebih keras. Sonia mulai mendapatkan hati Albian, maka tidak menutup kemungkinan suatu hari memiliki tempat pertama."Ini acara keluarga pertamamu, Sonia. Nggak ada alesan kamu menghindarinya. Ibu lebih memilih kamu, aku yakin nggak ada kesulitan seperti yang kamu takutkan." Jessica tersenyum, tetapi kedua matanya seolah-olah ingin menerkam wanita berbadan dua itu."Tapi aku sedang tidak enak badan, Kak. Sebaiknya Kak Jessi sebagai istri pertama yang ke sana. Aku ini dinikahi cuman buat ngelahirin anak, mereka pun ngiranya aku orang lain, kan?""Nggak, Sonia. Kamu punya tempat di hati Mas Al dan sebenarnya pun Mas Al pengin kamu datang sama dia. Lihat aja dia berusaha ngebujuk kamu, kan? Terlepas dar
Bab 43Kendaraan roda empat melaju dengan kecepatan sedang. Sonia menggenggam erat tangan sang suami karena merasa gugup. Dia tahu bahwa tidak mudah menghadapi perangai orang kaya apabila merasa paling berpengaruh, terutama karena sudah melihat sikap mertua dan adik iparnya kemarin.Jantung berdegup tidak normal bagai pacuan kuda, tetapi Sonia merasa harus menyembunyikan kegelisahannya itu. Sesekali dia menatap suaminya yang sedang mengobrol dengan supir pribadi mereka."Kamu khawatir, Sonia?""Nggak, Mas. Cuman agak gugup. Dulu aku tuh gak pernah hadir di acara ultah orang kaya, baru kali ini. Apalagi status udah jadi istri, tapi harus bersikap seolah-olah aku bukan istrimu, Mas. Itu mudah aja, aku cuma takut mereka ngerjain aku.""Emang iya ada orang kaya yang ngerjain orang lain?""Mas kayak nggak tau aja. Banyak orang kaya yang mandang remeh orang miskin, bahkan bisa nganggep mereka itu kek sampah dunia. Kalau mereka tahu aku ini miskin, mungkin bakal dicaci, Mas. Misal disebut ga
Bu Laura balas menampar Sonia. Kedua matanya memancarkan semburat merah pertanda amarah sedang memuncak. Mereka menjadi pusat perhatian dan beruntung saja sang ayah sedang berada di halaman depan rumah karena urusan penting.Suasana yang semula dipenuhi kebahagiaan menjadi tegang. Dada Sonia pun naik turun karena sebenarnya muak melihat sikap orang kaya yang selalu seenaknya ingin mempermalukan orang miskin. Tidak, dia tidak boleh mengalah sampai diinjak-injak, dia memiliki harga diri meskipun bukan dari keluarga terpandang."Kamu sadar posisimu di sini? Elsa adalah tuan rumah, yang punya acara, adik dari Albian tempatmu mengadu nasib dan menumpang hidup. Elsa adalah putri keluarga—""Aku tahu, Nyonya, bahkan sangat tahu. Elsa orang kaya dan berpendidikan. Seharusnya dia tahu bagaimana cara memperlakukan orang lain, terlebih itu adalah tamu sendiri. Aku memang bukan orang penting, tetapi datang karena diundang. Aku bukan orang kaya, tetapi hatiku bukan keturunan rendah." Sonia sengaja
Baru saja ingin merebahkan diri di tempat tidur, pintu kamar terketuk pelan. Sonia terpaksa bangun lagi begitu mendengar suara suaminya dari luar.Daun pintu terbuka lebar menampilkan sosok lelaki bertubuh tinggi tegap itu. Dia tersenyum lalu melangkah masuk sebelum berbicara sepatah kata pun. Sonia mengikuti dari belakang, tentu setelah mengunci pintu."Mas, malem ini nggak mau sama Kak Jes?""Kenapa? Kamu nggak suka aku ada di sini?""Bukan gitu, tapi aku rasa Kak Jes pasti ngerasa sedih. Aku gak masalah kalau misal Mas Al lebih banyak menghabiskan waktu sama Kak Jes karena aku ini cuman istri kedua yang—""Yang apa?"Sonia menghela napas berat. Sesuai saran dari Megan, dia harus tahu bagaimana perasaan lelaki itu yang sebenarnya. Jika masih ragu, mereka tentu sulit bertindak lebih jauh karena khawatir cinta menutup mata Albian dan membiarkan kejahatan Jessica begitu saja."Mas.""Sonia, mungkin kamu harus tahu perasaan aku yang sebenarnya sama kamu," kata Albian dengan suara pelan,
Sonia baru saja keluar dari kamar mandi ketika seseorang mengetuk pintu kamarnya. Dia tidak penasaran dan memang tidak ingin membukanya karena masih memakai handuk. Dia harus mengurus diri sendiri terlebih dahulu sebelum mengetahui apa yang akan terjadi di luar sana.Dia ingin mengganti pakaian, bahkan menyisir rambut dengan santai dulu. Selama bukan sesuatu yang darurat, Sonia menganggap semua masih bisa ditunda. Dia harus bisa rileks agar pikiran tidak mempengaruhi kesehatan jiwanya.Bagaimana dengan keberadaan Jessica dan Megan yang masih tanda tanya? Entahlah, mungkin semua akan berlalu sesuai apa yang digariskan oleh Tuhan. Dia hanya perlu hati-hati dalam mengambil keputusan. Selama belum cukup yakin kalau wanita yang mengaku sebagai bodyguard-nya itu memang jujur, maka dia tidak ingin terbuka lebih banyak.Ketukan pintu tidak lagi terdengar. Sekarang Sonia mengulum senyum, kemudian menyisir rambut dan mengikatnya serapi mungkin. Dia merasa gerah, padahal ada pendingin ruangan. E
Begitu Kamila datang membawa ponsel wanita berbadan dua itu, wajahnya terlihat pucat, tetapi tiada siapa pun yang bertanya. Sonia pun menganggap dia sedang lelah saja dan butuh istirahat.Menekan tombol power, ada pesan dari nomor yang tidak dikenal.[Hati-hati. Dia tidak sebaik yang kamu kira.]Siapa pengirim itu dan mengapa memberi peringatan? Sonia juga tidak mengerti kata "dia" mengacu pada siapa sehingga memilih mengabaikan pesan itu lantas memasuki kolom chat Albian. Dia segera menyampaikan maksudnya tanpa berbasa-basi.Lama menunggu tanpa balasan, Indah menyarankan Sonia agar mengecek pemilik kontak itu di salah satu aplikasi berwarna biru muda. Dia menurut, tetapi sayang sekali karena tidak ada penanda di sana.Nomor baru? Siapa?"Mungkin Megan, Non. Siapa tahu dia udah save nomer Non Sonia duluan," kata Kamila setelah berpikir lama."Jangan yakin juga. Selama bukan Megan langsung yang ngaku, kita harus hati-hati, Non. Aku malah khawatir pemilik pesan itu Bu Jessi. Selain Bu J
"Sonia, aku rasa kamu menginjak pada tanah yang basah."Sonia mengerutkan kening ketika mendengar apa yang dikatakan oleh kakak madunya. Dia salah telah mengira bahwa seseorang tadi adalah Dea. Rupanya wanita licik itu masih berada di rumah. Sekarang apa yang harus dia lakukan, menuruti saran dari wanita yang mengaku sebagai bodyguard-nya atau melawan sesuka hati?Bukan tanpa alasan, tetapi wanita berbadan dua itu jauh lebih khawatir apabila nanti ada kesalahan di mana dirinya yang bersalah, sebut saja merusak sebuah rencana besar di mana Jessica tidak akan memiliki kesempatan mengelak."Aku ngantuk, nggak ngerti Kak Jes ngomong apa." Sonia pun pura-pura menguap, kedua mata mendadak sayu.Baru saja wanita berbadan dua itu ingin melangkah cepat ke lantai dua ketika Jessica menghalangi jalannya. Dia tersenyum miring untuk sesaat dengan raut wajah yang jelas sekali menunjukkan kemarahan. Detik selanjutnya, suasana tegang itu berubah menjadi lebih santai ketika Indah dan Kamila mendekat u
"Kamu siapa? Kalau gak ada kepentingan sama Non Sonia, lebih baik menjauh!" perintah Megan dengan tegas tanpa senyuman. Dia memang tidak ingin percaya pada pelayan di rumah itu karena ada kemungkinan suatu hari berpaling pada Jessica."Itu siapa, Meg?""Aku nggak tahu, Non, tapi dia kayak mencurigakan. Apa dia yang namanya Dea?" Wanita itu membuka pintu semakin lebar seraya sedikit bergeser agar Sonia bisa melihat siapa yang berdiri di sana."Mbak Indah?" Sonia mengerutkan kening lantas menghampiri mereka. "Kenapa, Mbak? Ada sesuatu yang mencurigakan?""Itu ... itu ...." Indah tidak bisa melanjutkan apa yang akan dia ucap karena ada Megan. Dia pun memberi isyarat dengan mata agar wanita berbadan dua itu segera keluar dari kamar karena ada hal yang harus mereka bicarakan.Melihat wajah pucat Indah membuat wanita itu menurut. Dia pun meminta Megan menunggu di kamar sendiri dan nanti akan dipanggil. Namun, wanita itu menolak. Dia tahu ada sesuatu yang Indah curigai darinya."Aku tahu kam
Bab 56"Ini pasti Bu Jessi yang Pak Al ceritakan itu, ya?" Megan tersenyum manis pada wanita licik itu."Nggak usah pura-pura, ya. Tujuan kamu ke sini apa? Aku ragu kalau Mas Al yang nyari kamu."Megan menatap Sonia sekilas, kemudian melangkah panjang menuju taman dan itu membuat Jessica mengerti, dia pun mengikuti dari belakang seolah-olah dirinya bukan pemilik rumah.Sementara itu, wanita berbadan dua tadi hanya bisa mematung dengan seribu tanya yang bersarang dalam pikiran. Kalau benar Megan tidak memiliki rahasia, mengapa harus menjauh sekadar memberi jawaban mengapa dia ada di sini? Lantas apa alasannya pura-pura tidak mengenali Jessica tadi?"Pasti ada yang nggak beres," gumam wanita itu lalu melangkah panjang menuju dapur sekadar mencari seseorang yang bisa membantunya.Sial, dia tidak menemukan indah, tetapi waktu mendesaknya untuk segera menemukan seseorang. Melihat Dewi, dia segera memanggil gadis itu dan menceritakan semuanya dengan cepat pun suara pelan. Dewi mengangguk pa
Daun pintu terbuka lebar menampilkan seorang wanita dengan penampilan yang tidak mengejutkan lagi bagi seorang bodyguard. Dia memakai kacamata hitam, rambut panjangnya digulung rapi sehingga leher jenjang itu terlihat semakin indah."Non Sonia?" tebaknya membuat wanita berbadan dua itu mengangguk ragu, "kenalin, aku Megan."Ketika wanita bernama Megan itu mengulurkan tangan, Sonia menyambut beriring senyum penuh paksaan. Dia berusaha meyakinkan diri bahwa semua akan baik-baik saja. Ketika kaca mata hitam itu dilepas, ternyata mata Megan lebih tajam dari yang dibayangkan.Menyadari mereka harus terbiasa bersama membuat wanita berbadan dua itu menyilakan Megan masuk. Mereka duduk di ruang tamu, sekadar berbasa-basi; Megan berusaha mengenali bagaimana watak Sonia, begitu juga sebaliknya."Non Sonia nggak perlu khawatir." Megan mendekat agar bisa memelankan suara. "Aku memang kenal sama Jessica, tapi bukan orang yang percaya sama dia.""Maksud kamu?""Ada kisah di masa lalu yang buat aku
Bab 54Begitu tiba di rumah, Albian langsung naik ke lantai dua karena harus segera berangkat, sementara sang istri muda memilih mencari salah seorang pelayan yang sudah dianggap sebagai keluarga itu. Rupanya mereka sedang sibuk dengan tugas masing-masing.Sonia menghela napas panjang tatkala teringat lelaki tua itu. Apakah memang Jessica terlibat tentang kejadian tadi malam? Rencana yang berubah di tengah jalan karena rasa cemburu yang mungkin merajai hati ataukah ketakutan membelenggu jiwa?Tidak ada yang tahu pasti tujuan wanita licik itu melakukan segalanya, kecuali dia sendiri. Ada kemungkinan lain bahwa dia sedang tersudut. Secepat itu?"Sayang, aku berangkat dulu, kamu baik-baik di sini. Jangan sendirian, jangan melamun, jangan lupa makan." Albian membuyarkan lamunan Sonia. Saat melihat jam dinding, ternyata sudah satu jam berlalu. Waktu bergerak cepat karena lelaki yang dia cintai akan meninggalkan rumah meskipun sejatinya akan kembali.Setelah pamit, Albian menemui istri terc
Mereka berdua duduk di meja makan dengan posisi saling berhadapan. Bu Siti menampilkan air muka serius membuat Sonia semakin bertanya-tanya."Sebenarnya siang tadi waktu ketemu bapakmu, Ibu curiga dia ada kerja sama dengan Jessica, Nak.""Kenapa Ibu mikir gitu? Ada buktinya?""Entahlah, tapi waktu Ibu ngasih tahu kalau Ibu nggak akan bantu sepeser pun, ada yang nelfon bapak ... maksud Ibu, ada yang nelfon Pak Haris.""Lalu Ibu langsung nyimpulin itu Kak Jes?"Bu Siti menggeleng cepat, kemudian memberitahu bahwa di kontak tertera nama Jessica Albian. Jika bukan wanita yang dia kenali, lantas siapa? Hanya saja yang menjadi pertanyaan adalah bagaimana mereka saling mengenal, kemudian bertemu di mana, serta apa tujuannya?Mendengar semua penjelasan itu, bahkan termasuk obrolan yang Bu Siti dengar, Sonia terperanjat. Dia menduga kalau kakak madunya memang sengaja melenyapkan mereka dengan tangan Pak Haris sendiri agar dirinya dianggap tidak tahu apa-apa.Tujuannya tentu agar Sonia hidup se