Melissa berpapasan dengan sang ibu saat ia keluar dari ruangan. Wajah masamnya pun tak dapat dirinya sembunyikan dari Deswita. Kini hari-harinya terasa begitu rumit, sang suami terus-terusan meneror akan bagian yang akan diberikan untuknya apabila orang tua Melissa telah tiada. Jelas sebagai anak dirinya merasa tersinggung saat Dion menanyakan akan hal itu. Suaminya begitu gila akan harta dan jabatan. Sudah dijelaskan jika ayahnya tak mungkin memberikan jabatannya kepada ia apalagi Dion, tetapi tetap tak peduli. "Ada apa? Wajahmu seperti asam jawa begitu?" tanya Deswita. Melissa berusaha terlihat biasa, tak mau membuka aib rumah tangganya di hadapan sang ibu. Biarkan ia yang menangani sendiri, apabila orang tuanya tau makan akan semakin rumit. "Hanya sedikit problem kerjaan, Ma," kilah Melissa. Ia tak mungkin mengatakan hal yang sebenarnya pada sang ibu jika dirinya tengah kesal akibat pertengkarannya dengan Dion tidak pernah usai. Dion seolah tidak pernah lelah membahas perihal
Pak Ferdinan datang untuk mencari Elvaro, tetapi lelaki itu tidak ada di tempat. Mencoba menghubunginya. Namun, tidak mendapatkan jawaban, mencari asisten pribadinya David pun tidak ada. Heran ke mana perginya sang putra. Tak biasanya Elvaro tidak ada di ruangan. Lelaki yang begitu pekerja keras tak mudah membuang waktunya begitu saja. "Ke mana anak itu," gumam Pak Ferdinan. Sangat sulit sekali menemui anak sendiri. Menghilang bak ditelan bumi. Ia langsung menemui sekretaris Elvaro untuk menanyakan di mana keberadaan lelaki itu. "Apa Elvaro ada pekerjaan di luar?" tanya Pak Ferdinan. Sang sekretaris mengernyitkan dahi, apa lelaki paruh baya itu tidak mengetahui keberadaan putranya sendiri? "Pak El, kemarin lusa sedang melakukan rapat. Namun, ia pulang ditengah acara berlangsung karena calon istrinya mengalami kecelakaan dan segera dilarikan ke rumah sakit dan beberapa hari ini dia sedang izin."Pak Ferdinan mengernyitkan kening, memikirkan apa yang dikatakan sekertaris Elvaro. S
"Dosa Pak berbohong pada orang tua," papar Bella.Ya, ada benarnya juga apa yang diucapkan oleh calon istrinya itu. Namun, ia harus bagaimana lagi? Orang tuanya yang berusaha menghalangi pernikahan mereka, tidak setuju karena masalah status sosial sungguh tidak adil untuk Bella. "Mau bagaimana lagi," jawab Elvaro. Seperti biasa, selepas makan dan meminum obat keduanya akan menghabiskan waktu bersama. Mengobrol dan bercerita satu sama lain. Semakin lama Bella semakin yakin jika Elvaro adalah lelaki yang baik, tak pernah kata kasar pun dia lontarkan untuk dirinya. Perlakuannya begitu baik. "Aku yakin papa pasti sangat kebingungan mencari tahu informasi tentang kamu," ungkap Elvaro. "Sepertinya, soalnya Tuan tidak mau membalas atau menjawab teleponnya sih," ujar Bella. Elvaro juga bingung jika membalas akan membalas apa? Menjawab telepon akan semakin banyak kebohongan yang dilakukannya. Lagi dan lagi keduanya tertawa terbahak-bahak. Bella kembali berpikir jika mereka pasti menduga
Melanie bergeming mendengar ucapan sang ibu. Mau menyesal pun tidak mungkin karena nasi sudah menjadi bubur. Apa yang telah terjadi tidak bisa dirubah kembali, semuanya sudah hancur. Ia kehilangan apa yang dulu telah digenggam. Mengejar cinta Elvaro kini sudah sia-sia, semua hancur karier pun hancur. Ia meratapi nasibnya yang tragis tidak pernah terbayangkan jika semuanya akan berakhir seperti ini. Ia masih terdiam, mencerna apa yang telah terjadi. Semua adalah kesalahannya, mengapa sampai terlena hingga akhirnya tersungkur dan tertimpa tangga. Benar-benar sial, dirinya saat ini. Melanie pun bergegas berganti baju dan mengambil tas. Pikirannya tertuju pada satu orang. "Mau ke mana kamu?" Sang ibu bertanya karena ia merasa pembicaraan mereka belum selesai.Ya, putrinya selalu seperti itu, tidak mau mendengarkan apa yang ia ucapkan. Nasihatnya pun tak pernah Melanie turuti, Melanie selalu mengikuti egonya sendiri. Jika hancur, akan seperti orang yang tak punya pikiran. Bu Marta ha
Satu bulan berlalu hubungannya dengan Bella semakin dekat. Bahkan wanita itu sudah berani mengadukan apa saja yang membuat hatinya gundah. "Apa sulitnya menandatangani surat cerai itu." Kali ini Elvaro dipusingkan oleh urusan perceraiannya dengan Melanie. Wanita itu tetap tidak mau bercerai darinya. Sudah salah dan kini mempersulit perceraian mereka. Benar-benar menyusahkan. Elvaro merasa geram akan hal itu. "Tidak masalah jika Pak El menikah dengan Bella masih berstatus suami Melani, sah sah saja," ujar Pak Hanung. Ya, tidak ada masalah jika Elvaro menikah dengan Bella walaupun ia belum resmi bercerai dengan Melanie. Agama pun tak melarang, hukum juga. "Aku ingin benar-benar bebas dari wanita itu," ungkap Elvaro. Pak Hanung mengerti, mungkin keliennya tak ingin ada masalah d8 kemudian hari karena Melanie. Elvaro mengusap wajahnya dengan gusar. Ia mencoba untuk berpikir bagaimana membuat Melanie setuju. Kini itulah yang mengganggu pikirannya. Orang tuanya berhenti ikut campur,
Masih dengan emosi, Melanie ke luar dari ruangan Elvaro. Wanita elegan itu bertemu di lobi dengan Dion, suami Mellisa. Pria dengan kemeja biru laut itu begitu senang melihat Melanie.“Sepertinya ada yang sedang kesal, kita bicara di kafe depan. Kali saja aku bisa mencari solusi seperti waktu itu,” ujar Dion. Melanie melirik ke sekitar, ia melihat tidak ada yang curiga dengan keduanya. Wanita itu menunduk, lalu mengikuti Dion yang sudah berjalan lebih dahulu. Sepeti biasa, tidak ketinggalan kaca mata dan masker untuk menutupi dirinya yang sebagai aktris terkenal. Tidak jauh dari tempat keduanya duduk, David yang tidak sengaja melihat Melanie dan Dion pun berpikir untuk tetap di tempatnya. Padahal pria itu segera inginkan kembali ke ruangannya. Namun, jarak mereka jauh dari jangkauan telinga David. Pria itu hanya bisa melihat tanpa mendengarnya.Melanie pun mencoba memperhatikan sekitarnya. Sementara, Dion sudah memesan minuman. Pria itu langsung mengajak bicara Melanie untuk me
“Kita bicarakan nanti. Aku mau mandi lebih dulu,” ujar Tuan El.Pria itu bangkit lalu melangkah menuju kamarnya. Sementara, Bella menatap Bu Siti, ia merasa bersalah karena salah bicara pada Tuan El. Harusnya, tidak ada pertanyaan sepeti itu pikir Bella. Namun, semua sudah terjadi, tapi ia meyakinkan dirinya jika sejatinya pertanyaan itu memang harus di pertanyakan.Bella pun merapikan bekas minum sang tuan. Sedikit berpikir, ia memilih tidak bertanya hal itu lagi. Bella menarik napas panjang, lalu duduk kembali setelah mencuci piring. “Kamu kecewa?” tanya Bu Siti. “Entah, aku merasa takdir pernikahan tidak berpihak padaku. Menikah dengan Edo, malah di jual. Sekarang, seperti tergantung. Bahkan, sampai sekarang aku tidak pernah bertemu Edo.”“Untuk apa berharap bertemu dia?” “Hanya memastikan, apa dia berpikir saat menjualku.”“Setelah itu, apa lagi yang akan Nona lakukan?” tanya Bu Siti.“Entah.”Perasaan Bella tidak menentu, ia pun memilih untuk menikmati udara malam di
Setelah pembicaraannya dengan sang istri, Ferdinan akhirnya menemui Elvaro di ruangan kerjanya pagi dini hari. Elvaro bingung dengan kehadiran sang ayah yang tidak memberikan kabar.Elvaro mempersilahkan masuk Ferdinan. Pria dengan dasi hitam dan jas senada itu pun duduk di sofa ruangan itu. Sepertinya ia tidak ingin basa basi dan langsung ingin membahas masalah pernikahan kedua sang anak.“Bisa aku tebak kedatangan Papa ke sini untuk membahas pekerjaan atau pernikahan aku dan Bella,” tebak Elvaro.“Papa tahu kamu bisa menduga kedatangan Papa kali ini akan membahas apa. Papa tidak suka basa basi, apa kamu sudah pertimbangkan dengan baik dengan pernikahan itu?”Elvaro menarik napas, benar dugaannya sang ayah akan membahas masalah Bella. Sudah berulang kali ia tak ingin berdebat dengan masalah ini, tapi Ferdinan terus saja memaksa untuk membahasnya. “Aku sudah memikirkan dengan baik, apa salahnya menikah dengan Bella? Toh sama saja dengan Melanie. Perselingkuhan yang membuat semua
Setelah mendapat ancaman dari suaminya, Deswita pun diam. Kali ini apa yang di katakan Ferdinand membuat wanita itu tidak berkutik. Ibu dari Elvaro itu bungkam seribu bahasa dan memilih masuk kamar. Terdengar suara pintu begitu keras hingga membuat telinga sang suami perih. Ferdinan hanya menggeleng melihat apa yang di lakukan oleh Deswita. Ia sudah sangat muak dan tidak bisa mentolerir semua perbuatannya. Hanya itu yang bisa ia lakukan, mengancam dengan cara itu yang bisa membuatnya diam dan bungkam. Ferdinand pun terduduk lesu membayangkan bagaimana nasib Elvaro kini. Dengan kaki yang lumpuh, apa bisa dia melakukan aktivitas, pikirnya. Pria itu mendesah, mungkin besok ia bisa berpikir jernih jika sudah beristirahat.Sementara, di kamar Deswita beberapa kali bergumam kesal kenapa bisa hanya karena Bella sang suami dan anaknya sampai membuat dirinya tersudut. Ia kali ini kalah dengan ancaman sang suami yang baginya adalah musibah dan perkara terbesar jika hal itu terjadi. "Lebih ba
Bella menahan emosinya dengan ucapan Melani kali ini. Di hadapan semua orang mantan istri suaminya mencoba mempermalukan dirinya. Bella bukan wanita lemah seperti dulu, ia kini siap melawan siapapun yang ingin merusak rumah tangganya maksud Melani."Jangan mengarang cerita, anak yang kau kamu ini adalah anak Elvaro. Kamu pikir dengan mengatakan hal itu suamiku akan peduli dan lebih percaya dengan ucapan dari wanita yang berselingkuh di belakangnya."Wajah Melani mulai panik dengan setiap ucapan yang terlontar dari mulut Bella. Gimana bisa wanita kampung itu membuat dirinya tidak berkutik."Bahkan menunda punya anak dengan alasan karir padahal dirinya hanya ingin bebas bermain dengan pria manapun tanpa takut hamil dan tahu anak siapa yang akan ia kandung." Lagi Bella mulai mempermalukan Melani. Lagi Bella siapa yang memulai Ia yang harus menanggung semua resikonya.Elvaro meminta Bella untuk sabar dengan menggenggam tangannya. Sang suami meminta untuknya diam dan tidak meladeni setiap
Dua jam perjalanan, mereka akhirnya sampai di rumah. Bella menatap sekeliling halaman tempat di mana lima bulan lalu ia meninggalkannya. Sembari tersenyum, Bella menggenggam tangan sang suami lalu mendorong kursi rodanya masuk. Sekian lama akhirnya Bella sadar jika dirinya begitu merindukan rumah itu. Begitu pun dengan sang suami. Mereka pernah salah paham, tapi kini semua telah berlalu. Bella bersama Elvaro masuk ke kamar, dia tidak menyangka akan kembali ke kamarnya. Setelah itu ia mulai merapikan pakaiannya. Lalu, menghampiri sang suami yang kini duduk memperhatikannya dirinya."Kamu bahagia?" tanya Elvaro."Aku sangat bahagia apalagi bisa kembali bersama kamu dan merasa dicintai saat sedang hamil.""Kondisiku seperti ini tidak bisa berjalan," ujar Elvaro terlihat murung.Bella menggenggam tangan sang suami, dirinya tidak tega melihat Elvaro bersedih sepeti itu. Ia menyesal karena ulah Edo telah membuat Elvaro menderita.Bella mencoba menyajikan sang suami untuk tetap bersabar. Y
Walau masih sangat gengsi, Sinta pun menemui Bella di kamar. Ia pun langsung mengajak Bella berbicara empat mata. Memang harusnya dirinya ikut senang dengan permasalahan Bella yang sudah selesai. Bella pun sedikit canggung dengan kondisi keduanya setelah pertengkaran di rumah sakit kemarin."Aku tahu kalau semua yang terjadi salah. Aku pun mau mengakui jika memang selama ini aku begitu egois mementingkan perasaan sendiri dari pada kamu dan Mas Bagas."Sinta menatap kembali Bella yang masih bergeming di hadapannya. Apa yang terjadi kemarin sebenarnya masih membuat dirinya kecewa. Hanya saja, Bella sadar jika tidak usah memperpanjang masalah karena ia tahu sebenarnya Sinta itu orang baik.Sebenarnya tidak terpikirkan oleh Bella jika majikannya itu akan datang dan meminta maaf. "Sekali lagi aku meminta maaf, jika kamu tidak berkenan, setidaknya aku sudah meminta maaf." "Nyonya, sebelum itu aku pun mau meminta maaf. Aku paham apa yang di pikirkan oleh nyonya, hanya saja aku juga memili
Sementara, di ruangan tidak jauh dari ruang Elvaro, Sinta sedikit kecewa karena sang suami mengizinkan Bella untuk menemui sang suami. Ia mesti nggak rela ketika Bella kembali pada Elvaro."Kamu tidak bisa seperti itu, biarkan Bella bahagia. Kamu harusnya berusaha bagaimana bisa membahagiakan aku. Sadar Sin, tidak ada yang mustahil di hidup ini. Kamu dan anak kita akan sehat sampai lahir." Bagas berusaha tidak emosi saat bicara dengan Sinta yang sedang merajuk.Sinta membuang wajahnya, kecewa dengan apa yang dikatakan oleh Bagas suaminya. Kenapa harus ada Elvaro kembali ke hidup Bella pikirnya. Bagas pun tidak mengambil pusing, ia telah menemui sang dokter kondisi istri sudah lebih baik dan diperbolehkan untuk pulang. Dirinya tinggal menunggu Bella kembali agar membantunya berkemas.Bella sudah berjanji sebelum ia kembali pada sang suami dirinya akan menyelesaikan semua dengan baik bersama Sinta. Hanya saja mungkin sang istri belum bisa menerima dengan baik. "Kita akan pulang hari i
Dengan perasaan berdebar Bella bertahan di belakang David. Hingga David menyingkir dari ambang pintu, semua orang yang berada di dalam ruangan langsung tertuju pada Bella.Bella terpaku beberapa saat di ambang pintu. Tubuhnya memang berdiri tegak, tetapi rasanya seperti sedang berdiri tanpa tulang. Persendiannya seolah-olah hilang. Jika tidak bertahan, mungkin wanita itu akan jatuh melorot ke lantai.Tatapan Bella langsung tertuju pada seseorang yang terbaring lemah di atas ranjang. Dan sebaliknya, hingga mereka beradu pandang untuk beberapa saat. Rasa haru dan bahagia bercampur menjadi satu saat itu. Saat matanya kembali menatap laki-laki yang sangat dia sayang. Dia tidak menyangka jika akhirnya dia berada sedekat itu dengan sang suami. Sementara itu, di dalam ruangan tersebut, dua orang yang menemani Elvaro juga terkejut melihat kedatangan Bella yang sangat tiba-tiba.Mellisa dan Bu Siti saling pandang tidak percaya jika Bella kini ada di hadapan mereka. Bu Siti terutama, asisten r
Mata Elvaro terbuka setelah beberapa jam beristirahat. Pria itu mencoba menggerakkan tangan dan kakinya, rasa lemas masih dirasakan. Dia mencoba mengenali tempat sekeliling juga mengingat-ingat apa yang sebelumnya dia lakukan, hingga akhirnya perlahan memori ingatannya kembali. Elvaro melirik ke arah Mellisa dan David yang duduk di sofa. Saat sadar Elvaro sudah siuman keduanya segera beranjak menghampirinya. Mereka sangat senang terutama Mellisa. "Ada yang Tuan inginkan?" tanya David siaga. "Aku cuma mau ketemu Bella," jawab Elvaro. David terkesiap, tapi dia segera bersikap biasa. Padahal mereka saat ini ada di bawah atap yang sama, tapi David tak berani mengatakan yang sebenarnya jika Bella ada juga di rumah sakit ini. Ini karena Bella yang terus bilang belum siap. "Kita lanjutkan pencarian kalau Kakak sudah pulih!" Mellisa yang menjawab. Matanya menatap tajam ke arah kakaknya itu, mencebik kesal sebab kakaknya itu tampak tak peduli dengan kondisinya sendiri. "Benar, Tuan. Anda
Bella ke luar dari ruangan tempat Sinta dirawat. Dia segera mencari keberadaan Bagas. Untungnya pria itu belum terlalu jauh. Di tempatnya Bella bisa melihat ke arah mana pria itu berjalan. Dengan langkah kaki yang lebar, Bella segera mengejarnya. Hingga jarak mereka beberapa meter saja, Bella lekas memanggilnya."Tuan Bagas!" panggilnya.Bagas menoleh. Dia terkejut melihat Bella ngos-ngosan."Ada apa, Bella?" tanya Bagas seraya mengajak wanita itu duduk di kursi yang tersedia sepanjang koridor.Bella mengatur napas untuk beberapa saat. Dia tadi memang setengah berlari demi mengejar tuannya itu. Dan saat ini terlihat sekali dia kesulitan bernapas hingga menyulitkannya untuk bicara."Tuan mau ke mana?" tanya Bella kemudian dengan napas yang masih tersengal-sengal."Entahlah. Aku ingin mencari angin segar," jawab Bagas. Dia masih merasakan emosi yang tadi sempat meluap di ruang rawat istrinya."Tapi, sebaiknya Tuan temani saja Nyonya. Dia lebih membutuhkan Tuan saat ini," ungkap Bella. "
Saat itu Bella beranjak mencoba pergi sementara Sinta di tempatnya kebingungan. Ingin mencegah tapi tak kuasa. Hingga Bella nyaris benar-benar pergi, seseorang masuk membuka pintu. Tak lain dia adalah Bagas.Bagas menautkan kedua alisnya, merasa heran dengan atmosfer yang dia rasakan. Terasa canggung dan penuh emosi pada kedua wanita yang kini tengah menatapnya. Bagas pun akhirnya bertanya pada keduanya."Apa yang terjadi?" Bagas menatap heran Bella dan Sinta secara bergantian.Sinta segera tersenyum menyambut kedatangan suaminya. Dia merentangkan tangannya seakan-akan sudah menunggu suaminya itu sejak tadi."Hai, Sayang! Dari mana saja?"Sinta mengabaikan pertanyaan suaminya itu. Dia mencoba mengalihkan pembicaraan. Namun, Bagas tampak tak mudah terpedaya begitu saja. Dia tak menanggapi sambutan istrinya dan masih memasang wajah yang bertanya-tanya."Kami sedang bersitegang. Aku tak menyangka kalian mengecewakanku," ujar Bella tiba-tiba.Sinta langsung tercekat. Dia benar-benar tak p