Dengan langkah kesal Starla berjalan dan membuka pintu apartemennya. Ini sudah lewat tengah malam dan bisa-bisanya ada orang yang berani mengganggu acara tidurnya. Dan ... Sungguh mengejutkan, ketika Starla membuka pintunya ternyata Revanno-lah pelakunya. Pria itu sudah berdiri di depan pintu apartemen Starla. Masih menggunakan kemeja kerja yang lengannya sudah tergulung hingga ke siku. Dasi dan jasnya sudah tidak ada. Entah dimana Revanno membuangnya Starla juga tak ingin memperdulikannya. Rambutnya sudah tak serapi pagi tadi, dan bahkan dari jarak mereka Starla bisa mencium bau alkohol yang cukup menyengat. Walaupun pria itu adalah Bos gilanya dengan kadar kebrengsekkan dan kemesuman yang tiada tara. Tapi entah kenapa Starla tetap saja terpaku ketika pandangan mereka bertemu. Seutas senyum muncul dari sudut bibir Revanno ketika Starla menatap ke arahnya. Dan tentu saja hal itu langsung membuat Starla mengalihkan pandangannya. “Kenapa kamu ke sini?” Starla memutuskan untuk bersuar
“Gawat! Gawaaat! Aku bisa terlambat!” Starla berteriak panik Ia segera bangun mencari piyama tidurnya yang tergeletak di lantai. Memakainya lalu secepat kilat berlari mengambil sebuah pil dan segelas air minum. “Astaga, Starla. Kamu kenapa, sih? Kamu itu memang hobi sekali berisik ya.” Revanno yang masih terlelap pun ikut kaget mendengar teriakan dari Starla. Starla menaruh gelas ke atas nakas, lalu menoleh ke arah Revanno yang hendak melanjutkan tidurnya lagi. “Kamu lupa? Bukannya kamu yang menyuruhku untuk minum pil kontrasepsi ini. Dan aku biasa meminum pil ini pukul 6 pagi. Nggak boleh terlambat.” “Iya. Iya terserah.” Revanno kembali menarik selimut untuk menutupi tubuh polosnya. Starla hanya berdecak lalu berjalan masuk ke dalam kamar mandi. Selesai mandi ia kembali keluar hanya dengan menggunakan handuk kimononya. Duduk di depan meja rias sambil mengeringkan rambutnya. “Mau kemana kamu?” St
Revanno menghentikan mobilnya di dekat basement apartemen, ketika melihat Starla sedang turun dari sebuah mobil. Setelah itu di susul oleh seorang pria yang keluar dari pintu yang lainnya. Revanno terus memperhatikan apa yang Starla lakukan saat ini. Di mana Starla dan pria itu tengah tertawa bersama. Melihat hal tersebut membuat tangan Revanno tanpa sadar mencengkeram stir kemudinya. Dan pemandangan itu menjadi lebih menyebalkan ketika tangan pria yang tidak di kenal Revanno itu terlihat menepuk puncak kepala Starla sebelum akhirnya kembali masuk ke dalam mobilnya. “Sial! Siapa si brengsek itu? Dan apa harus Starla secentil itu dengan pria lain?” Gumam Revanno yang tampak kesal. Tanpa menunggu lama Revanno langsung memilih untuk menginjak gas dan membawa mobilnya masuk ke dalam basement apartemen, tempat parkir mobilnya berada. Pria itu berjalan keluar dari mobil, dan langsung masuk ke dalam lift yang berada di basement apartemen. Revanno menuju lantai dimana kamarnya berada. “C
Starla merasa kalau sejak tadi Revanno terus saja berusaha untuk mengajaknya berbicara. Namun, Starla justru hanya menanggapinya dengan jawaban-jawaban yang singkat. Biar saja Revanno sadar kalau pria itu sudah benar-benar keterlaluan. Memangnya Revanno pikir, Starla tidak sakit hati saat ia di tuduh seperti itu. Bagaimanapun juga Starla merasa tersinggung dengan perkataan Revanno. “Starla, kita perlu bicara?” Revanno menarik tangan Starla ketika hendak keluar dari dalam lift. “Bicara apa ya, Pak? Saya rasa masalah pekerjaan sudah selesai semua. Jadi sudah tidak ada yang perlu di bicarakan lagi. Permisi,” ujar Starla yang berniat untuk meninggalkan Revanno. “Bukan masalah pekerjaan!” “Ah, kalau begitu saya tidak bisa bicara sekarang. Nanti saja. Saya harus segera menghadiri meeting lima menit lagi.” Mata Starla melirik jam yang ada di ponselnya. “Batalkan meetingnya.” “Tidak bisa, Pak. Ini meeting dengan divisi keuangan. Nanti kalau saya tidak ikut, Pak Revanno juga tidak akan
Starla tersentak ketika ia membuka pintu dan langsung di suguhi wajah Revanno. Pria itu memang suka sekali mengganggunya.“Hari ini kamu nggak perlu masuk bekerja,” ujar Revanno lalu masuk begitu saja ke dalam apartemen Starla. Tampaknya menyelonong masuk ke dalam apartemen Starla itu sudah menjadi kebiasaan pria tersebut.“Lalu?” Starla bertanya bingung.Setelah kejadian malam itu entah kenapa tiba-tiba hubungan mereka bisa kembali seperti sedia kala lagi. Ya, seperti tidak pernah terjadi apa-apa. Padahal waktu itu Starla benar-benar merasa begitu marah dengan Revanno.“Kamu lupa? Bukankah kita akan ke Jepang? Kamu harus ikut denganku ke sana. Lagipula di sana aku juga ingin sekalian menghadiri acara pesta pernikahan temanku, Bastian.”“Kenapa aku harus ikut?” “Kenapa memangnya? Kalau aku nggak mengajakmu, lalu aku harus mengajak siapa, heh?”Starla langsung berdehem. “Ya ... kamu bisa mengaja
Acara makan siang Revanno dan Starla berjalan sunyi tanpa ada percakapan di antara keduanya. Terlebih Revanno masih sedikit kesal karena gagal menuntaskan gairahnya tadi. Revanno selesai makan terlebih dahulu, setelah itu kembali ke kamarnya. Daripada memikirkan gairah yang sangat menyiksanya lebih baik ia tidur saja. Tidak seperti Revanno. Selesai makan Starla justru menghabiskan waktu untuk bercengkrama bersama seorang juru masak yang kebetulan seorang wanita, dan pelayan lainnya yang juga seorang wanita. Lama sekali Starla menyibukkan dirinya selama penerbangan. Hingga tidak terasa pesawat Jet milik Revanno berhasil mendarat di Jepang. Kebetulan hari sudah menjelang malam saat mereka di tiba di Negeri Sakura tersebut. Tujuan pertama Revanno begitu sampai di sana adalah mencari hotel sebagai tempatnya menginap selama kurang lebih tiga hari. Starla berjalan di belakang Revanno, mengikuti Bosnya yang menuju meja resepsionist. “P
Starla tengah sibuk menyuap makanannya sambil diam-diam mengulum senyum ketika melihat ekspresi Bosnya—Revanno. Tentu saja pria itu pasti sedang kesal saat ini, bukan hanya sekedar kesal tapi sangat kesal.Starla tadi nekat mendorong tubuh Revanno dengan sisa tenaganya. Bagaimanapun ia tidak bisa melanjutkan permainannya dalam keadaan seperti tadi. Akhirnya Revanno hanya bisa mengumpat dan mengutuk orang yang berani mengganggu aktivitasnya. Starla masih ingat betul wajah kesal Revanno ketika membuka dan menerima sushi yang ia pesan. Bahkan pria itu sampai membanting pintu begitu pelayan pria tersebut pergi.Lagi-lagi wajah Revanno membuat Starla mengulum senyum. Ah, pria itu sungguh tidak cocok dengan wajah cemberut seperti itu. Dua kali gagal bercinta biar tahu rasa pria itu.“Kenapa kamu tersenyum-senyum?” Starla mengerjap lalu menoleh ke sumber suara, dimana Revanno tengah menatapnya dengan alis terangkat. “Siapa yang tersenyum?”
Revanno dan Starla baru saja keluar dari pintu lift, hendak berjalan menuju kamarnya. Namun, Revanno tersentak saat tiba-tiba mendapat sebuah pukulan yang mendarat di perutnya begitu saja. Revanno langsung mengumpat dan menatap tajam sang pelaku. “Brengsek! Apa yang kamu—“ “Sssttt! Harusnya aku yang bertanya, kenapa kamu sejak tadi nggak bisa aku hubungi? Aku sudah berada di sini dan menunggu selama hampir tiga jam dengan badan yang lelah dan pegal. Sementara kamu? Menghilang begitu saja tanpa memberitahu berapa nomor kamarku, hah?!” Daniel mulai mengomel panjang lebar. Tidak peduli pada Revanno yang masih meringis sembari memegangi perutnya. Pria itu terlihat begitu kesal saat ini. “Sorry.” Hanya itu yang di ucapkan Revanno. Ia segera menarik tangan Starla tanpa memperdulikan Daniel yang masih ingin mengoceh. “Kamu benar-benar sialan!” Daniel berjalan di belakang Revanno dan Starla, menyusuri lorong lantai tempat kam
“Revanno.”“Ya?”Starla membelai wajah pucat Revanno. “Kamu baik-baik saja?”Revanno mengangguk seraya menelan ludah susah payah. Membuat Starla tertawa pelan.“Kenapa tertawa?” Revanno menatap istrinya dengan kening bertaut.“Yang ingin melahirkan itu aku, kenapa kamu yang panik dan pucat seperti ini?”“Yang ingin kamu lahirkan itu anakku, kenapa aku nggak boleh panik seperti ini?”Starla tersenyum simpul, membawa kepala Revanno ke dadanya. Membelainya lembut. “Jangan panik seperti itu. Aku baik-baik saja. Wajah kamu pucat sekali.”Revanno mengangkat kepala, sejajar dengan kepala Starla. Mata kelamnya menatap Starla lekat. “Berjanjilah padaku, kamu akan baik-baik saja.”Starla mengangguk. “Aku pasti baik-baik saja. Ini bukan pertama kali aku melahirkan, Revanno. Apa kamu lupa?” Tanyanya menatap Revanno. “Dan ini juga bukan pertama kalinya kamu menemaniku saat ingin melahirkan.”Revanno meringis. “Tapi tetap saja, Starla. Rasanya tetap sama tegangnya. Dan khawatir juga. Aku sangat kha
“Starla dimana?” Joshep yang tengah menyiapkan bekal untuk piknik bersama cucunya menatap Revanno yang memasuki dapur, dengan rambut basah.“Tidur,” jawab Revanno singkat. Revanno mulai mengambil beberapa telur untuk membuat omelet.“Tidur?” Tanya Joshep dengan satu alis terangkat, kemudian pria itu mengulum senyum. “Kelelahan?” Godanya.Revanno hanya tertawa pelan seraya mengangguk. Mulai memecahkan beberapa telur ke dalam mangkuk. “Apa perlu Ayah membawa Sera untuk menginap di hotel?”Revanno menoleh, ide itu terdengar sangatmenggoda. Namun, apa Starla akan mengizinkannya?“Ayah ajak ke hotel saja, ya. Hotel yang ada di Ubud. Ayah ingin mengajak Sera untuk melihat pemandangan yang ada di sana. Dia pasti suka.” Kata Joshep.Revanno mendekati Ayahnya, lalu memeluk Ayahnya singkat. “Terima kasih, Ayah.”Joshep mengangguk, menepuk- nepuk pelan bahu Revanno. “Dalam rangka mendapatkan cucu kedua, Ayah rela menjaga Sera selama yang kamu inginkan,” ujar Joshep sambil mengedipkan sebelah
“Sera ingat apa pesan Papa?” Revanno berjongkok di depan putrinya. Menatap gadis kecil itu sambil tersenyum.“Nggak boleh nakal dan menyusahkan Kakek sampai Papa dan Mama kembali ke Jakarta.”Revanno tersenyum, menepuk puncakkepala putrinya. “Pintar.”Revanno lalu merentangkan kedua tangannya dan memeluk Sera dengan begitu eratnya.“Hanya beberapa hari, Papa dan Mama akan pulang,” ujar Revanno pelan seraya mengecup kepala anaknya. Sementara Sera hanya mengangguk saja.Revanno dan Starla akan pergi berlibur ke Bali, hanya berdua. Setelah beberapa tahun tidak menghabiskan waktu hanya berduaan, Starla merasa sangat membutuhkan waktu untuk quality time berdua dengan suaminya. Dan Revanno menyetujui hal itu.“Ya sudah. Kalian cepat berangkat sana.” Joshep mengenggam tangan cucunya.Revanno sengaja menitipkan Sera kepada Ayahnya karena memang sejak awal Joshep-lah yang menawarkan diri untuk menjaga Sera selama Revanno dan Starla pergi berlibur. Lagipula sekarang Joshep juga sedang menikm
Starla terengah dengan Revanno yang terus menghunjam ke dalam tubuhnya dari belakang. Wanita itu memejamkan mata, mencengkeram kain yang mengikat kedua tangannya.“Revanno …” Starla mendesah. Ia mendapatkan kenikmatan yang selalu mampu membuatnya tergulung ombak yang begitu dalam.Revanno mencengkeram dada Starla dan menarik istrinya agar menempel ke dadanya. Starla berpegangan pada paha Revanno. Pria itu mendorong kuat-kuat dan menenggelamkan dirinya di sana. Terengah dengan bibir di leher istrinya. Bernapas terputus-putus.Ketika napas mereka tidak lagi memburu seperti tadi, Revanno mengecup leher Starla. Tubuh mereka masih menyatu lekat. Revanno memeluk perut untuk istrinya posesif, enggan melepaskannya. Bibir Revanno mengecupi bahu Starla. Sementara istrinya itu bersandar lemah di dada bidangnya.“Mama!” Teriakan nyaring membuat mata Starla yang semula terpejam, kini terbuka lebar. “Mama!”“Revanno, Sera,” ujar Starla pelan, tubuhnya lelah, Revanno tidak penah hanya cukup satu kal
Lima tahun kemudian.Mobil itu sudah terparkir dengan sempurna di depan rumahnya. Yang paling kecil turu dengan cepat, berlari masuk ke dalam rumah dengan wajah cemberut. Sementara, pria yang menyerupai gadis kecil itu mengikutinya dari belakang dengan senyum tipis dan gelengan kepala pelan.“Mama ... Mama ...” teriak gadis kecil itu hampir memenuhi setiap sudut ruangan. la membuka pintu rumah, mendorong dengan kasar, lalu masuk ke dalamnya disusul dengan sang Ayah yang membawakan tas sekolahnya.“Mama!” Teriaknya lagi, kali ini dengan air wajah yang memerah.Datanglah sang Ibu dari balik pintu dapur, menyambut anaknya yang baru pulang sekolah seperti biasanya. “Loh, anak Mama pulang sekolah kenapa wajahnya di tekuk seperti itu? Ada apa? Siapa yang berani membuat donat gula Mama marah?”Masih memasang wajah cemberut dengan bibir yang maju tak mundur sama sekali, gadis kecil itu bersidekap. “Sera nggak mau di jemput Papa lagi,” ujarnya nyaring.Mendengar hal itu, Starla lantas beralih
Kencan yang Revanno bayangkan adalah jalan-jalan menaiki mobil, berhenti di taman yang sepi dan menikmati jajanan yang ada di sana. Seharusnya. Ya seharusnya memang seperti itu. Namun, hal itu tidak mungkin karena ini adalah malam Minggu. Ia sudah merangkai semua rencana itu di dalam kepalanya, tetapi realita memang tidak seindah ekspetasi. Pasalnya, baru saja mobilnya keluar dari pelataran rumah sakit, kemacetan sudah menunggu mereka.Revanno menghela napas, wajahnya tertekuk masam, sedikit kesal lebih banyak mengumpat. Starla yang duduk di sampingnya bersama dengan Sera di dalam gendongan wanita itu sudah beberapa kali mengomeli Revanno. Meski Sera belum mengerti, atau memahami apa yang sang Ayah ucapkan, tapi tetap saja rasanya tidak tenang sekali mendengar Revanno mengumpat kasar di depan Sera.“Sabar, Revanno …” Sudah beberapa kali Starla berujar seperti itu. Kali ini ia menambahkan dengan usapan lembut di lengan suaminya. “Nggak apa-apa kok agak malam, Sera juga sudah memakai ba
Beberapa menit kemudian Joshep dan William tiba di rumah sakit bersama Sera yang saat ini tengah di gendong oleh Bi Diyah. Selama jeda menunggu para Kakek itu tiba di rumah sakit, Starla tidak ingin berbicara dengan Revanno. Ia masih merasa kesal pada suaminya yang mengabaikan dirinya. Revanno tidak menjemput Starla di rumah Vania. Tetapi pria itu justru marah-marah ketika Starla pulang terlambat. Apalagi saat beberapa menit sebelum kecelakaaan, Starla mendengar Revanno mengumpat dari balik sambungan telepon. Starla kesal sekali rasanya.Ngomong-ngomong, kecelakaan itu memang tidak fatal terjadi, hanya tabrakan beruntun akibat kemacetan dan tidak menghasilkan korban jiwa yang meninggal. Beberapa hanya luka lecet dan shock seperti Starla.Saat Joshep dan William datang, Revanno sedang mati-matian meminta maaf pada sang istri. Starla mendiamkannya hampir selama jeda sebelum Joshep dan William tiba.Revanno merasa bersalah, Starla juga tahu itu, terlihat dari gurat resah di wajah suamin
Revanno kekeuh tidak ingin ikut datang ke rumah Vania. Pria itu hanya mengantarkan sang istri sampai di depan pagar rumah Vania saja. Hal itu membuat Starla cemberut, merasa kesal karena Revanno tidak ikut turun. “Kenapa sih nggak ingin ikut?” Tanya Starla dengan bibir maju ke depan. “Padahal juga hanya sebentar saja, kok.”“Aku ada pekerjaan penting, Sayang,” jawab Revanno sabar.“Pekerjaan apa? Sepenting apa memangnya sampai harus kamu yang mengerjakannya?” Revanno menoleh penuh dramatis. “Tentu saja harus aku yang mengerjakannya. Suamimu ini pimpinan di perusahaan, Starla. Jadi wajar kalau pekerjaan itu aku yang mengerjakannya. Lagipula aku juga harus memberi contoh yang baik untuk para karyawanku.”Seketika bibir Starla langsung mencibir. Kalau orang lain yang berkata demikian mungkin Starla akan percaya, tapi Revanno? Ck! Bagaimana tingkah pria itu dulu, Starla sangat tahu. Ya, meskipun Starla akui kalau gaya kepemimpinan Revanno memang bagus. Tapi biasanya Revanno tidak pernah
Revanno menghampiri Starla yang sedang sibuk membungkus kado di ruang tengah. la duduk di sebelah sang istri seraya mengambil setoples keripik kentang buatan Bi Diyah.“Untuk siapa?” Tanya Revanno sambil mengunyah.Starla menoleh sekilas, lalu kembali melanjutkan pekerjaannya membungkus kado hadiah untuk Mikayla, anak sahabatnya—Vania.“Untuk anaknya Vania, namanya Mikayla,” jelas Starla.Beberapa hari yang lalu Vania sempat mengatakan kalau anaknya akan merayakan ulang tahun. Dan berhubung kemarin Starla memiliki waktu untuk berbelanja, sekalian ia membeli hadiah untuk ia berikan kepada anaknya Vania.“Ulang tahun?” Revanno bertanya lagi dan Starla langsung mengangguk. “Kapan?” Imbuhnya dengan tangan yang bersiap memasukan dua keripik kentang sekaligus ke mulutnya.“Besok. Antar aku, ya?”Seketika gerakan tangan Revanno terhenti. “Nggak, ah. Kamu sendiri saja. Lagipula aku kan bekerja.”“Eh, mana bisa begitu?” Starla nenoleh ke arah sang suami, mengernyitkan keningnya. Seolah tidak t