Acara makan malam antara Saga dan Starla menjadi lebih canggung setelah perbincangan mereka di dalam mobil sebelumnya. Terlebih Starla yang mulai berpikir yang tidak-tidak tentang Saga. Sampai saat ini kepalanya terus mempertanyakan bagaimana bisa Saga menyuruhnya seperti itu? Apa benar sepeduli itu Saga padanya? Tapi karena apa? Starla ingin sekali bertanya tapi lidahnya terasa kelu ketika ingin menanyakan hal tersebut. Saga berdehem memecah keheningan di antara mereka. “Setelah makan ingin pergi kemana dulu?” Tanyanya. Starla langsung mengerjap dan tersenyum kaku ke arah Saga. “A-aku ingin langsung pulang saja. Hari ini aku sedikit capek karena banyak sekali pekerjaan.” “Baiklah.” Saga lalu mengangguk dan melanjutkan acara makannya. Mobil Saga berhenti di depan apartemen Starla. Mereka masih tidak banyak bicara sampai saat ini. Dan tentunya situasi seperti ini membuat Saga merasa tidak nyaman. Ia hanya meminta Starla untuk men
Revanno berhenti tepat di depan Starla, napasnya terdengar begitu memburu. Ia terus berusaha melangkah lagi untuk semakin dekat dengan Starla. Namun, Starla tetap berusaha menghindar. Revanno bisa melihat wajah kecewa Starla dengan jelas, meskipun wanita itu berusaha keras menutupinya. Apa yang sudah Revanno lakukan? Sudah berapa kali ia menyakiti hati Starla? Kenapa ia begitu bodoh sekali? “Revanno lepaskan aku!” Teriak Starla saat Revanno berhasil menangkap tubuhnya yang hendak menghindar. Revanno tidak ingin menyakiti Starla lagi, tapi saat ini pikirannya benar-benar sudah tidak bisa ia kendalikan sama sekali. “Aku sudah berusaha, Starla. Aku benar-benar sudah nggak bisa menahannya lagi.” Revanno langsung mendorong kasar tubuh Starla hingga terjatuh ke sofa panjang yang ada di depan TV. “Revanno!” Starla memekik saat Revanno menghimpit tubuhnya dari atas. “Apa yang kamu inginkan?! Lepaskan aku, brengsek!” Starla terus meronta tapi tenaga Revanno jelas bukanlah tandingannya. “A
Saga berjalan melewati lorong sunyi yang sudah beberapa bulan ini tidak ia lewati. Semua terasa masih sama. Belum ada yang berubah sedikitpun. Langkahnya berhenti di lorong paling ujung. Ia mulai membuka pintu berwarna coklat tersebut dan masuk ke dalam ruangan bernuansa putih terang yang monoton. Saga tersenyum saat seseorang yang tengah berbaring di ranjangnya menyambut kedatangannya dengan wajah bahagia.“Hai, Pa. Papa sudah minum obatnya?” Pertanyaan sama yang selalu Saga lontarkan pada pria paruh baya yang kini tengah terbaring lemah di atas ranjangnya.Pria paruh baya itu mengangguk. “Papa, sudah meminumnya sebelum kamu datang ke sini tadi.”Pria paruh baya bernama Andra sekaligus Papa dari Saga tersebut sudah berbulan-bulan lamanya di rawat di rumah sakit ternama, di kota Saga berasal. Andra sudah mengalami sakit parah sejak setahun terakhir. Dokter mengatakan efek kecelakaan yang menimpa Andra berpuluh tahun silam membuat penyakitnya menjadi semakin memburuk. Dan mau tidak m
Pagi ini Starla duduk bersebelahan dengan Revanno di kursi penumpang. Semenjak kejadian malam dimana Revanno mengatakan kalau pria itu juga membutuhkan dirinya, dan tidak ingin Starla menjauh darinya membuat Starla benar-benar masih merasa seperti sedang bermimpi. Pasalnya Starla tidak pernah menyangka kalau Revanno akan mengatakan hal tersebut. Dan apakah itu berarti hubungannya dengan Revanno kini mulai mengalami kemajuan? Apa Revanno kini mulai menyukainya juga? Starla berdehem guna mengusir pikiran yang selalu berhasil membuat hatinya berdebar kencang tersebut. Starla yakin, Revanno kini perlahan sudah mulai membuka hati untuknya. Namun, Starla juga tidak boleh terlalu berharap. Karena sampai saat inipun Revanno masih belum lagi mengungkit masalah malam itu dengan dirinya. Walaupun hanya sebatas bertanya atau memastikan maksud ucapan Starla malam itu. Pria itu memilih diam. Dan Starla hanya berharap diamnya Revanno berarti baik untukny
Sejak kejadian siang tadi sampai saat ini Starla masih diam dan menolak untuk menceritakan apa yang ia rasakan kepada Revanno. Meskipun beberapa kali pria itu terus bertanya apa yang terjadi. Tapi tetap saja Starla masih enggan untuk berkata jujur.“Kamu yakin nggak apa-apa?” Revanno kembali menanyakan hal itu ke Starla.Saat ini mereka sedang berdiri di depan pintu apartemen Starla. “Aku nggak apa-apa.” Lagi-lagi hanya itu jawaban Starla. Wanita itu segera membuka pintu apartemennya lalu melangkah masuk. Namun, sebelum menutup pintu ia kembali bersuara. “Sepertinya malam ini aku butuh istirahat. Jadi kalau bisa aku mohon, jangan ganggu aku terlebih dahulu.”Revanno menaikkan sebelah alisnya. Kenapa sikap Starla jadi aneh sekali? Pikirnya dalam hati.“Baiklah. Kebetulan aku juga sudah ada janji dengan Daniel malam ini,” ucap Revanno berbohong.Memangnya sejak kapan Revanno pernah membuat janji dengan Daniel? Sejujurnya Revanno ingin menuntaskan hasrat yang sempat tertunda sejak pagi
Starla, Saga dan Revanno berjalan beriringan keluar dari gedung apartemen. Tentu saja di antara kedua pria itu tidak ada yang ingin mengalah dan menjauh dari Starla.“Lebih baik pakai mobilku saja,” ujar Revanno menawarkan.Saga menggeleng. “Pakai mobilku saja.”Revanno langsung mendengus. “Aku sedang berbicara dengan Starla. Bukan denganmu,” sungutnya lalu kembali menatap ke arah Starla. “Pakai mobilku saja ya.”“Yang lebih dulu ingin pergi sarapan dengan Starla itu aku. Sedangkan kamu hanyalah orang nggak di undang yang tiba-tiba saja ikut dan langsung mengekoriku dengan Starla!” Ketus Saga.Mendengar hal itu tentu saja langsung membuat Revanno merasa meradang. Revanno ingin sekali bisa segera membalas kekesalannya pada Saga. Revanno sungguh tidak sabar menunggu hari di mana ia bisa menghajar Saga tanpa ampun. Tapi tentunya tidak di depan Starla.“Apa kamu lupa? Aku ini Bosnya Starla. Jadi terserah aku. Di sini aku
Saat ini Revanno tengah duduk sendirian di dalam ruang kerjanya. Berkali-kali pria itu tampak menghela napas seraya memasang wajah yang kesal. Perasaan Revanno benar-benar terganggu sejak kejadian pagi tadi. Dan hal yang paling mengganggunya adalah ketika Saga mengatakan kalau pria itu akan menemani Starla seharian ini. Ck! Mengingat Saga justru semakin membuat Revanno bertambah kesal dan membuat pekerjaannya menjadi berantakkan. “Sial! Pria pengganggu itu apa nggak punya pekerjaan? Berani-beraninya dia ingin menemani Starla seharian ini. Memangnya dia siapa?” Revanno mendengus. “Berani sekali dia mengataiku jangan sok perhatian. Lalu yang dia lakukan itu apa? Kalau juga bukan sok perhatian?” Revanno terus bergumam sendirian di dalam ruangannya. “Aku nggak bisa diam saja. Aku nggak rela membiarkan Starla berdua dengan pria seperti dia.” Revanno langsung berdiri dari tempat duduknya, berniat untuk keluar ruangan dan pulang ke apartemen. Namun, saat langkahnya hendak mencapai pintu
Saga merasa di kejutkan oleh bunyi dering ponselnya yang tiba-tiba saja mengganggu acara berbincangnya dengan Starla. Karena tidak ingin merasa semakin terganggu, Saga pun akhirnya memilih untuk mengambil benda pipih yang ia letakkan di atas meja itu kemudian menjawab panggilannya. “Ya. Ada apa?” Tanya Saga begitu menempelkan ponsel itu ke telinganya. “.…“ Starla hanya bisa mengernyit sembari mengamati Saga yang mengusap wajahnya. Ekspresi pria itu tiba-tiba saja berubah setelah mendengar suara dari seberang teleponnya. “Baiklah. Aku akan kesana.” Saga lalu menutup panggilannya. Ia mendesah sambil menjatuhkan punggung ke sandaran sofa. “Kenapa?” Tanya Starla penasaran. “Ada masalah yang harus segera aku periksa. Tapi ….” Saga menatap Starla lekat. “Kalau aku pergi. Siapa yang akan menjagamu?” Ucapan Saga berhasil membuat Starla tertawa. Saga kenapa, sih? Kenapa harus sekhawatir itu pada dirinya? Memangnya i
“Revanno.”“Ya?”Starla membelai wajah pucat Revanno. “Kamu baik-baik saja?”Revanno mengangguk seraya menelan ludah susah payah. Membuat Starla tertawa pelan.“Kenapa tertawa?” Revanno menatap istrinya dengan kening bertaut.“Yang ingin melahirkan itu aku, kenapa kamu yang panik dan pucat seperti ini?”“Yang ingin kamu lahirkan itu anakku, kenapa aku nggak boleh panik seperti ini?”Starla tersenyum simpul, membawa kepala Revanno ke dadanya. Membelainya lembut. “Jangan panik seperti itu. Aku baik-baik saja. Wajah kamu pucat sekali.”Revanno mengangkat kepala, sejajar dengan kepala Starla. Mata kelamnya menatap Starla lekat. “Berjanjilah padaku, kamu akan baik-baik saja.”Starla mengangguk. “Aku pasti baik-baik saja. Ini bukan pertama kali aku melahirkan, Revanno. Apa kamu lupa?” Tanyanya menatap Revanno. “Dan ini juga bukan pertama kalinya kamu menemaniku saat ingin melahirkan.”Revanno meringis. “Tapi tetap saja, Starla. Rasanya tetap sama tegangnya. Dan khawatir juga. Aku sangat kha
“Starla dimana?” Joshep yang tengah menyiapkan bekal untuk piknik bersama cucunya menatap Revanno yang memasuki dapur, dengan rambut basah.“Tidur,” jawab Revanno singkat. Revanno mulai mengambil beberapa telur untuk membuat omelet.“Tidur?” Tanya Joshep dengan satu alis terangkat, kemudian pria itu mengulum senyum. “Kelelahan?” Godanya.Revanno hanya tertawa pelan seraya mengangguk. Mulai memecahkan beberapa telur ke dalam mangkuk. “Apa perlu Ayah membawa Sera untuk menginap di hotel?”Revanno menoleh, ide itu terdengar sangatmenggoda. Namun, apa Starla akan mengizinkannya?“Ayah ajak ke hotel saja, ya. Hotel yang ada di Ubud. Ayah ingin mengajak Sera untuk melihat pemandangan yang ada di sana. Dia pasti suka.” Kata Joshep.Revanno mendekati Ayahnya, lalu memeluk Ayahnya singkat. “Terima kasih, Ayah.”Joshep mengangguk, menepuk- nepuk pelan bahu Revanno. “Dalam rangka mendapatkan cucu kedua, Ayah rela menjaga Sera selama yang kamu inginkan,” ujar Joshep sambil mengedipkan sebelah
“Sera ingat apa pesan Papa?” Revanno berjongkok di depan putrinya. Menatap gadis kecil itu sambil tersenyum.“Nggak boleh nakal dan menyusahkan Kakek sampai Papa dan Mama kembali ke Jakarta.”Revanno tersenyum, menepuk puncakkepala putrinya. “Pintar.”Revanno lalu merentangkan kedua tangannya dan memeluk Sera dengan begitu eratnya.“Hanya beberapa hari, Papa dan Mama akan pulang,” ujar Revanno pelan seraya mengecup kepala anaknya. Sementara Sera hanya mengangguk saja.Revanno dan Starla akan pergi berlibur ke Bali, hanya berdua. Setelah beberapa tahun tidak menghabiskan waktu hanya berduaan, Starla merasa sangat membutuhkan waktu untuk quality time berdua dengan suaminya. Dan Revanno menyetujui hal itu.“Ya sudah. Kalian cepat berangkat sana.” Joshep mengenggam tangan cucunya.Revanno sengaja menitipkan Sera kepada Ayahnya karena memang sejak awal Joshep-lah yang menawarkan diri untuk menjaga Sera selama Revanno dan Starla pergi berlibur. Lagipula sekarang Joshep juga sedang menikm
Starla terengah dengan Revanno yang terus menghunjam ke dalam tubuhnya dari belakang. Wanita itu memejamkan mata, mencengkeram kain yang mengikat kedua tangannya.“Revanno …” Starla mendesah. Ia mendapatkan kenikmatan yang selalu mampu membuatnya tergulung ombak yang begitu dalam.Revanno mencengkeram dada Starla dan menarik istrinya agar menempel ke dadanya. Starla berpegangan pada paha Revanno. Pria itu mendorong kuat-kuat dan menenggelamkan dirinya di sana. Terengah dengan bibir di leher istrinya. Bernapas terputus-putus.Ketika napas mereka tidak lagi memburu seperti tadi, Revanno mengecup leher Starla. Tubuh mereka masih menyatu lekat. Revanno memeluk perut untuk istrinya posesif, enggan melepaskannya. Bibir Revanno mengecupi bahu Starla. Sementara istrinya itu bersandar lemah di dada bidangnya.“Mama!” Teriakan nyaring membuat mata Starla yang semula terpejam, kini terbuka lebar. “Mama!”“Revanno, Sera,” ujar Starla pelan, tubuhnya lelah, Revanno tidak penah hanya cukup satu kal
Lima tahun kemudian.Mobil itu sudah terparkir dengan sempurna di depan rumahnya. Yang paling kecil turu dengan cepat, berlari masuk ke dalam rumah dengan wajah cemberut. Sementara, pria yang menyerupai gadis kecil itu mengikutinya dari belakang dengan senyum tipis dan gelengan kepala pelan.“Mama ... Mama ...” teriak gadis kecil itu hampir memenuhi setiap sudut ruangan. la membuka pintu rumah, mendorong dengan kasar, lalu masuk ke dalamnya disusul dengan sang Ayah yang membawakan tas sekolahnya.“Mama!” Teriaknya lagi, kali ini dengan air wajah yang memerah.Datanglah sang Ibu dari balik pintu dapur, menyambut anaknya yang baru pulang sekolah seperti biasanya. “Loh, anak Mama pulang sekolah kenapa wajahnya di tekuk seperti itu? Ada apa? Siapa yang berani membuat donat gula Mama marah?”Masih memasang wajah cemberut dengan bibir yang maju tak mundur sama sekali, gadis kecil itu bersidekap. “Sera nggak mau di jemput Papa lagi,” ujarnya nyaring.Mendengar hal itu, Starla lantas beralih
Kencan yang Revanno bayangkan adalah jalan-jalan menaiki mobil, berhenti di taman yang sepi dan menikmati jajanan yang ada di sana. Seharusnya. Ya seharusnya memang seperti itu. Namun, hal itu tidak mungkin karena ini adalah malam Minggu. Ia sudah merangkai semua rencana itu di dalam kepalanya, tetapi realita memang tidak seindah ekspetasi. Pasalnya, baru saja mobilnya keluar dari pelataran rumah sakit, kemacetan sudah menunggu mereka.Revanno menghela napas, wajahnya tertekuk masam, sedikit kesal lebih banyak mengumpat. Starla yang duduk di sampingnya bersama dengan Sera di dalam gendongan wanita itu sudah beberapa kali mengomeli Revanno. Meski Sera belum mengerti, atau memahami apa yang sang Ayah ucapkan, tapi tetap saja rasanya tidak tenang sekali mendengar Revanno mengumpat kasar di depan Sera.“Sabar, Revanno …” Sudah beberapa kali Starla berujar seperti itu. Kali ini ia menambahkan dengan usapan lembut di lengan suaminya. “Nggak apa-apa kok agak malam, Sera juga sudah memakai ba
Beberapa menit kemudian Joshep dan William tiba di rumah sakit bersama Sera yang saat ini tengah di gendong oleh Bi Diyah. Selama jeda menunggu para Kakek itu tiba di rumah sakit, Starla tidak ingin berbicara dengan Revanno. Ia masih merasa kesal pada suaminya yang mengabaikan dirinya. Revanno tidak menjemput Starla di rumah Vania. Tetapi pria itu justru marah-marah ketika Starla pulang terlambat. Apalagi saat beberapa menit sebelum kecelakaaan, Starla mendengar Revanno mengumpat dari balik sambungan telepon. Starla kesal sekali rasanya.Ngomong-ngomong, kecelakaan itu memang tidak fatal terjadi, hanya tabrakan beruntun akibat kemacetan dan tidak menghasilkan korban jiwa yang meninggal. Beberapa hanya luka lecet dan shock seperti Starla.Saat Joshep dan William datang, Revanno sedang mati-matian meminta maaf pada sang istri. Starla mendiamkannya hampir selama jeda sebelum Joshep dan William tiba.Revanno merasa bersalah, Starla juga tahu itu, terlihat dari gurat resah di wajah suamin
Revanno kekeuh tidak ingin ikut datang ke rumah Vania. Pria itu hanya mengantarkan sang istri sampai di depan pagar rumah Vania saja. Hal itu membuat Starla cemberut, merasa kesal karena Revanno tidak ikut turun. “Kenapa sih nggak ingin ikut?” Tanya Starla dengan bibir maju ke depan. “Padahal juga hanya sebentar saja, kok.”“Aku ada pekerjaan penting, Sayang,” jawab Revanno sabar.“Pekerjaan apa? Sepenting apa memangnya sampai harus kamu yang mengerjakannya?” Revanno menoleh penuh dramatis. “Tentu saja harus aku yang mengerjakannya. Suamimu ini pimpinan di perusahaan, Starla. Jadi wajar kalau pekerjaan itu aku yang mengerjakannya. Lagipula aku juga harus memberi contoh yang baik untuk para karyawanku.”Seketika bibir Starla langsung mencibir. Kalau orang lain yang berkata demikian mungkin Starla akan percaya, tapi Revanno? Ck! Bagaimana tingkah pria itu dulu, Starla sangat tahu. Ya, meskipun Starla akui kalau gaya kepemimpinan Revanno memang bagus. Tapi biasanya Revanno tidak pernah
Revanno menghampiri Starla yang sedang sibuk membungkus kado di ruang tengah. la duduk di sebelah sang istri seraya mengambil setoples keripik kentang buatan Bi Diyah.“Untuk siapa?” Tanya Revanno sambil mengunyah.Starla menoleh sekilas, lalu kembali melanjutkan pekerjaannya membungkus kado hadiah untuk Mikayla, anak sahabatnya—Vania.“Untuk anaknya Vania, namanya Mikayla,” jelas Starla.Beberapa hari yang lalu Vania sempat mengatakan kalau anaknya akan merayakan ulang tahun. Dan berhubung kemarin Starla memiliki waktu untuk berbelanja, sekalian ia membeli hadiah untuk ia berikan kepada anaknya Vania.“Ulang tahun?” Revanno bertanya lagi dan Starla langsung mengangguk. “Kapan?” Imbuhnya dengan tangan yang bersiap memasukan dua keripik kentang sekaligus ke mulutnya.“Besok. Antar aku, ya?”Seketika gerakan tangan Revanno terhenti. “Nggak, ah. Kamu sendiri saja. Lagipula aku kan bekerja.”“Eh, mana bisa begitu?” Starla nenoleh ke arah sang suami, mengernyitkan keningnya. Seolah tidak t