Karin :Di restoran Perancis, pukul sepuluh ya, Revanno.Starla hampir menahan napasnya ketika melihat notifikasi pesan yang masuk ke dalam ponsel suaminya. la melirik pintu kamar mandi yang tertutup dan terdengar bunyi gemericik air dari dalam sana. Ya, Revanno sedang berada di dalam kamar mandi saat tiba-tiba ponsel pria itu berdering.Starla membekap mulutnya sendiri dengan dada yang bergemuruh hebat. Astaga, jadi benar besok Revanno akan bertemu dengan wanita itu? Sebenarnya, klien seperti apa Karin itu? Mengapa mereka sering sekali bertemu di luar kantor dan di luar jam kerja?Se-spesial itu kah?Starla menjadi tidak tenang. Ya ampun, ia tidak akan membiarkan Revanno berselingkuh darinya. Apalagi mereka akan segera memiliki anak. Tapi Starla tidak ingin gegabah. Ia harus mengumpulkan bukti terlebih dahulu jika memang suaminya itu memiliki wanita simpanan.Astaga, dadanya sakit sekali.Dengan cepat Starla beranjak dari ranjang. Susah payah ia turun karena perutnya yang sudah sul
Tiba di restoran yang katanya akan Revanno kunjungi, Starla masuk ke dalamnya melewati pintu dengan gerakan pelan dan bersembunyi-sembunyi. Layaknyamata-mata sungguhan, wanita yang sedangberbadan dua itu mencari tempat duduk di sisi pojok restoran yang tidak terjangkau oleh pengunjung lain. Semua itu demi menghindari sang suami yang hari ini akan iapergoki sedang berduaan dengan seorang wanita.Di belakangnya ada Daniel yang sejak tadi tidak berhenti menghela napasnya seraya menutupi wajah, berharap tidak ada satu orangpun yang mengenalinya di sini. Astaga, bisa malu sekali ia jika ada salah satu kenalannya yang melihat dirinya seperti ini.Di perjalanan tadi, Starla memberikan Daniel topi hitam dan kaca mata hitam berserta jaket kulit layaknya rocker yang akan tampil di dalam klub malam. Starla memberikan Daniel perlengkapan itu agar mereka tidak ketahuan oleh Revanno karena telah membuntuti pria itu sampai ke sini.“Daniel, cepat duduk!” Starla berbisik sangat pelan, hingga Da
Hari ini Starla menyadari satu hal. Bahwa jangan pernah sekalipun kita menertawakan kesialan orang lain kalau tidak ingin kesialan itu ikut berimbas kepada diri kita sendiri.Seperti halnya hari ini. Karena heboh menertawakan Daniel yang di siram minuman oleh kekasihnya—ralat, sekarang sudah berubah status menjadi mantan kekasih, Starla jadi tidak sadar kalau Revanno sudah ada di sana. Pria yang ingin ia pergoki sedang bersama wanita lain itu justru berbalik memergoki dirinya yang tadinya berniat untuk menjadi mata-mata.Astaga, perut Starla tiba-tiba saja terasa mulas dan otakya tidak bisa bekerja dengan baik. Apalagi saat sang suami bertanya kenapa dirinya bisa ada di sini.“Kamu sedang apa, Starla? Lalu … Daniel, kenapa kamu bisa basah seperti ini?” Revanno bertanya dengan nada bingung seraya menatap ke arah Starla dan Daniel bergantian.“Em ...“ Starla tampak gelagapan. Ia langsung berdiri dengan susah payah karena perutnya yang besar terhalang meja.Melihat itu, dengan sigap Reva
“Revanno dan wanita itu …”Starla sempat mendengar Daniel mengumpat dari tempatnya sebelum kemudian menyentuh bahu Starla pelan.“Tenanglah, Starla. Mungkin mereka—““Daniel, cepat ikuti mobil Revanno!”“Hah?” Mata Daniel melebar.“Cepatlah, Daniel!” Starla mencengkeram tangan Daniel dengan erat. “Aku harus tahu mereka mau kemana!”Kini Daniel merasa serba salah jadinya. Ia bingung harus mengikuti perintah siapa.“Kalau kamu nggak ingin mengantarku. Ya sudah. Aku naik taksi saja,” ujar Starla sengaja mengancam. “Jangan!” Daniel dengan cepat mencegahnya. “Baiklah aku antar. Tapi kamu harus tenang terlebih dahulu. Tarik napas,” ujarnya menenangkan.Mana bisa Starla tenang saat ini? Sementara suaminya saja sedang berduaan di dalam mobil bersama wanita lain. Apalagi, Starla tidak tahu mereka akan kemana.“Daniel, jangan sampai kehilangan jejak.”Daniel sudah tidak tahu lagi harus berbicara apa. Tidak tahu harus menenangkan Starla atau ikut mencurigai kedua orang itu. Revanno sendiri yang
Memaksakan kakinya naik ke lantai atas. Starla tidak berhenti menghela napasnya pelan-pelan, berusaha mencoba meredakan sesak di dada. Membuang segala macam perlengkapan yang ia bawa ke atas lantai. Begitu juga dengan pakaian serba hitam yang melekat di tubuhnya. Starla beranjak ke kamar mandi, mengganti baju lalu naik ke ranjang untuk mengistirahatkan tubuhnya. Tak butuh waktu lama untuk dirinya masuk ke dalam dunia mimpi. Starla tertidur karena saking lelahnya. Hingga tidak terasa langit mulai berubah menjadi sore. Pintu kamar itu terbuka dan Revanno masuk ke dalam. Starla yang masih terlelap mengerjapkan perlahan matanya karena terusik dengan suara gerakan Revanno. “Kamu sudah pulang?” Tanya Starla dengan suara serak. “Aku membangunkanmu, ya?” Revanno mendekat, memberi kecupan di dahi saat Starla beranjak duduk di atas ranjang. “Kenapa baru pulang?” Starla kembali bertanya. “lya. Banyak yang harus aku urus.” “Kamu tadi pergi ke hotel Shangri-La, kan?” Revanno seketika menat
Malam harinya, setelah Starla menyiapkan air hangat untuk sang suami mandi. Starla kembali berusaha membuka kunci ponsel Revanno. Kali ini ia memasukkan angka kosong sebanyak empat kali. Namun, hal itu tidak berhasil juga. Lalu ia memasukkan angka lima sebanyak empat kali, tapi hasilnya masih sama.Di detik selanjutnya, ponsel Revanno bergetar dan satu pesan masuk ke dalamnya. Di dalam notifikasi pesan itu Starla bisa membaca nama pengirim, dan itu dari Karin.Karin: Besok malam di Hotel Shangri-La ya, Revanno. Saya akan usahakan Anda puas. Terima kasih sudah memakai jasa saya.Starla langsung membelalak, membekap bibirnya dan hampir menjatuhkan ponsel Revanno kalau saja ia tidak ingat suaminya itu akan curiga. Ia duduk di tepi ranjang, masih dengan keterkejutannya dan rasa sakit hati yang tidak tertampung. Dadanya naik turun seiring napasnya yang memburu.“Jadi, Revanno menyewa Karin untuk memuaskan hasratnya?” Starla bergumam sendirian sambil terus memandang lurus. “Apa Revanno ng
Starla masih terdiam, berdiri dengan wajah bingung di tempatnya. Ia masih tidak tahu harus melakukan apa, atau harus merespon seperti apa. Karena jujur saja, tidak terlintas sedikitpun di dalam pikirannya kalau Revanno akan melakukan hal ini. Jangan salahkan Starla kalau ia tidak percaya Revanno bisa membuat kejutan sehebat ini. Salahkan sendiri suaminya itu yang memang bukan tipe pria romantis. Jadi, jika ada sesuatu yang membuat Starla tersentuh, tentu wanita itu harus menyadarkan diri terlebih dahulu. “Kamu nggak ingin masuk, Starla?” Tanya Daniel yang sudah tiba di belakang tubuh Starla, membuat Starla tersentak lalu menoleh dengan kesal. “Kamu tahu?” Pria itu membalas pertanyaan Starla dengan mengendikkan bahunya santai. “Sejak kapan?” “Nanti saja aku jelaskan. Lagipula ini bukan saatnya kamu bertanya. Kamu sudah di tunggu banyak orang.” Starla kembali menghadap ke depan, dimana semua orang sudah berkumpul dan menunggunya masuk. Di pandanginya lagi tulisan besar di depan pin
Melahirkan adalah proses yang paling di tunggu-tunggu oleh semua pasangan suami-istri. Apalagi untuk pasangan baru seperti Revanno dan Starla. Menurut hari perkiraan melahirkan, lima hari lagi Starla di perkirakan akan melahirkan buah hati mereka ke dunia. Perut Starla kini sudah sangat besar, panggul dan juga betisnya sering kali terasa sakit. Katanya semua ibu hamil akan merasakan hal itu. Atau banyak yang bilang juga sebagai tanda-tanda atau gejala menjelang melahirkan.Menjadi pasangan baru yang sebentar lagi akan menyandang status sebagai orang tua baru, baik Revanno maupun Starla sering mempelajari banyak hal dari internet, contohnya apa saja yang harus di urus sebelum melahirkan. Begitu juga dengan tanda-tanda melahirkan.Sudah beberapa hari belakangan ini, Starla merasa cepat sekali ingin buang air kecil, karena katanya, janin yang membesar sudah mulai turun dan menekan kantung kemih. Jadi hal itu yang membuat Starla tidak bisa menahan keinginan untuk buang air kecilnya. la ju
“Revanno.”“Ya?”Starla membelai wajah pucat Revanno. “Kamu baik-baik saja?”Revanno mengangguk seraya menelan ludah susah payah. Membuat Starla tertawa pelan.“Kenapa tertawa?” Revanno menatap istrinya dengan kening bertaut.“Yang ingin melahirkan itu aku, kenapa kamu yang panik dan pucat seperti ini?”“Yang ingin kamu lahirkan itu anakku, kenapa aku nggak boleh panik seperti ini?”Starla tersenyum simpul, membawa kepala Revanno ke dadanya. Membelainya lembut. “Jangan panik seperti itu. Aku baik-baik saja. Wajah kamu pucat sekali.”Revanno mengangkat kepala, sejajar dengan kepala Starla. Mata kelamnya menatap Starla lekat. “Berjanjilah padaku, kamu akan baik-baik saja.”Starla mengangguk. “Aku pasti baik-baik saja. Ini bukan pertama kali aku melahirkan, Revanno. Apa kamu lupa?” Tanyanya menatap Revanno. “Dan ini juga bukan pertama kalinya kamu menemaniku saat ingin melahirkan.”Revanno meringis. “Tapi tetap saja, Starla. Rasanya tetap sama tegangnya. Dan khawatir juga. Aku sangat kha
“Starla dimana?” Joshep yang tengah menyiapkan bekal untuk piknik bersama cucunya menatap Revanno yang memasuki dapur, dengan rambut basah.“Tidur,” jawab Revanno singkat. Revanno mulai mengambil beberapa telur untuk membuat omelet.“Tidur?” Tanya Joshep dengan satu alis terangkat, kemudian pria itu mengulum senyum. “Kelelahan?” Godanya.Revanno hanya tertawa pelan seraya mengangguk. Mulai memecahkan beberapa telur ke dalam mangkuk. “Apa perlu Ayah membawa Sera untuk menginap di hotel?”Revanno menoleh, ide itu terdengar sangatmenggoda. Namun, apa Starla akan mengizinkannya?“Ayah ajak ke hotel saja, ya. Hotel yang ada di Ubud. Ayah ingin mengajak Sera untuk melihat pemandangan yang ada di sana. Dia pasti suka.” Kata Joshep.Revanno mendekati Ayahnya, lalu memeluk Ayahnya singkat. “Terima kasih, Ayah.”Joshep mengangguk, menepuk- nepuk pelan bahu Revanno. “Dalam rangka mendapatkan cucu kedua, Ayah rela menjaga Sera selama yang kamu inginkan,” ujar Joshep sambil mengedipkan sebelah
“Sera ingat apa pesan Papa?” Revanno berjongkok di depan putrinya. Menatap gadis kecil itu sambil tersenyum.“Nggak boleh nakal dan menyusahkan Kakek sampai Papa dan Mama kembali ke Jakarta.”Revanno tersenyum, menepuk puncakkepala putrinya. “Pintar.”Revanno lalu merentangkan kedua tangannya dan memeluk Sera dengan begitu eratnya.“Hanya beberapa hari, Papa dan Mama akan pulang,” ujar Revanno pelan seraya mengecup kepala anaknya. Sementara Sera hanya mengangguk saja.Revanno dan Starla akan pergi berlibur ke Bali, hanya berdua. Setelah beberapa tahun tidak menghabiskan waktu hanya berduaan, Starla merasa sangat membutuhkan waktu untuk quality time berdua dengan suaminya. Dan Revanno menyetujui hal itu.“Ya sudah. Kalian cepat berangkat sana.” Joshep mengenggam tangan cucunya.Revanno sengaja menitipkan Sera kepada Ayahnya karena memang sejak awal Joshep-lah yang menawarkan diri untuk menjaga Sera selama Revanno dan Starla pergi berlibur. Lagipula sekarang Joshep juga sedang menikm
Starla terengah dengan Revanno yang terus menghunjam ke dalam tubuhnya dari belakang. Wanita itu memejamkan mata, mencengkeram kain yang mengikat kedua tangannya.“Revanno …” Starla mendesah. Ia mendapatkan kenikmatan yang selalu mampu membuatnya tergulung ombak yang begitu dalam.Revanno mencengkeram dada Starla dan menarik istrinya agar menempel ke dadanya. Starla berpegangan pada paha Revanno. Pria itu mendorong kuat-kuat dan menenggelamkan dirinya di sana. Terengah dengan bibir di leher istrinya. Bernapas terputus-putus.Ketika napas mereka tidak lagi memburu seperti tadi, Revanno mengecup leher Starla. Tubuh mereka masih menyatu lekat. Revanno memeluk perut untuk istrinya posesif, enggan melepaskannya. Bibir Revanno mengecupi bahu Starla. Sementara istrinya itu bersandar lemah di dada bidangnya.“Mama!” Teriakan nyaring membuat mata Starla yang semula terpejam, kini terbuka lebar. “Mama!”“Revanno, Sera,” ujar Starla pelan, tubuhnya lelah, Revanno tidak penah hanya cukup satu kal
Lima tahun kemudian.Mobil itu sudah terparkir dengan sempurna di depan rumahnya. Yang paling kecil turu dengan cepat, berlari masuk ke dalam rumah dengan wajah cemberut. Sementara, pria yang menyerupai gadis kecil itu mengikutinya dari belakang dengan senyum tipis dan gelengan kepala pelan.“Mama ... Mama ...” teriak gadis kecil itu hampir memenuhi setiap sudut ruangan. la membuka pintu rumah, mendorong dengan kasar, lalu masuk ke dalamnya disusul dengan sang Ayah yang membawakan tas sekolahnya.“Mama!” Teriaknya lagi, kali ini dengan air wajah yang memerah.Datanglah sang Ibu dari balik pintu dapur, menyambut anaknya yang baru pulang sekolah seperti biasanya. “Loh, anak Mama pulang sekolah kenapa wajahnya di tekuk seperti itu? Ada apa? Siapa yang berani membuat donat gula Mama marah?”Masih memasang wajah cemberut dengan bibir yang maju tak mundur sama sekali, gadis kecil itu bersidekap. “Sera nggak mau di jemput Papa lagi,” ujarnya nyaring.Mendengar hal itu, Starla lantas beralih
Kencan yang Revanno bayangkan adalah jalan-jalan menaiki mobil, berhenti di taman yang sepi dan menikmati jajanan yang ada di sana. Seharusnya. Ya seharusnya memang seperti itu. Namun, hal itu tidak mungkin karena ini adalah malam Minggu. Ia sudah merangkai semua rencana itu di dalam kepalanya, tetapi realita memang tidak seindah ekspetasi. Pasalnya, baru saja mobilnya keluar dari pelataran rumah sakit, kemacetan sudah menunggu mereka.Revanno menghela napas, wajahnya tertekuk masam, sedikit kesal lebih banyak mengumpat. Starla yang duduk di sampingnya bersama dengan Sera di dalam gendongan wanita itu sudah beberapa kali mengomeli Revanno. Meski Sera belum mengerti, atau memahami apa yang sang Ayah ucapkan, tapi tetap saja rasanya tidak tenang sekali mendengar Revanno mengumpat kasar di depan Sera.“Sabar, Revanno …” Sudah beberapa kali Starla berujar seperti itu. Kali ini ia menambahkan dengan usapan lembut di lengan suaminya. “Nggak apa-apa kok agak malam, Sera juga sudah memakai ba
Beberapa menit kemudian Joshep dan William tiba di rumah sakit bersama Sera yang saat ini tengah di gendong oleh Bi Diyah. Selama jeda menunggu para Kakek itu tiba di rumah sakit, Starla tidak ingin berbicara dengan Revanno. Ia masih merasa kesal pada suaminya yang mengabaikan dirinya. Revanno tidak menjemput Starla di rumah Vania. Tetapi pria itu justru marah-marah ketika Starla pulang terlambat. Apalagi saat beberapa menit sebelum kecelakaaan, Starla mendengar Revanno mengumpat dari balik sambungan telepon. Starla kesal sekali rasanya.Ngomong-ngomong, kecelakaan itu memang tidak fatal terjadi, hanya tabrakan beruntun akibat kemacetan dan tidak menghasilkan korban jiwa yang meninggal. Beberapa hanya luka lecet dan shock seperti Starla.Saat Joshep dan William datang, Revanno sedang mati-matian meminta maaf pada sang istri. Starla mendiamkannya hampir selama jeda sebelum Joshep dan William tiba.Revanno merasa bersalah, Starla juga tahu itu, terlihat dari gurat resah di wajah suamin
Revanno kekeuh tidak ingin ikut datang ke rumah Vania. Pria itu hanya mengantarkan sang istri sampai di depan pagar rumah Vania saja. Hal itu membuat Starla cemberut, merasa kesal karena Revanno tidak ikut turun. “Kenapa sih nggak ingin ikut?” Tanya Starla dengan bibir maju ke depan. “Padahal juga hanya sebentar saja, kok.”“Aku ada pekerjaan penting, Sayang,” jawab Revanno sabar.“Pekerjaan apa? Sepenting apa memangnya sampai harus kamu yang mengerjakannya?” Revanno menoleh penuh dramatis. “Tentu saja harus aku yang mengerjakannya. Suamimu ini pimpinan di perusahaan, Starla. Jadi wajar kalau pekerjaan itu aku yang mengerjakannya. Lagipula aku juga harus memberi contoh yang baik untuk para karyawanku.”Seketika bibir Starla langsung mencibir. Kalau orang lain yang berkata demikian mungkin Starla akan percaya, tapi Revanno? Ck! Bagaimana tingkah pria itu dulu, Starla sangat tahu. Ya, meskipun Starla akui kalau gaya kepemimpinan Revanno memang bagus. Tapi biasanya Revanno tidak pernah
Revanno menghampiri Starla yang sedang sibuk membungkus kado di ruang tengah. la duduk di sebelah sang istri seraya mengambil setoples keripik kentang buatan Bi Diyah.“Untuk siapa?” Tanya Revanno sambil mengunyah.Starla menoleh sekilas, lalu kembali melanjutkan pekerjaannya membungkus kado hadiah untuk Mikayla, anak sahabatnya—Vania.“Untuk anaknya Vania, namanya Mikayla,” jelas Starla.Beberapa hari yang lalu Vania sempat mengatakan kalau anaknya akan merayakan ulang tahun. Dan berhubung kemarin Starla memiliki waktu untuk berbelanja, sekalian ia membeli hadiah untuk ia berikan kepada anaknya Vania.“Ulang tahun?” Revanno bertanya lagi dan Starla langsung mengangguk. “Kapan?” Imbuhnya dengan tangan yang bersiap memasukan dua keripik kentang sekaligus ke mulutnya.“Besok. Antar aku, ya?”Seketika gerakan tangan Revanno terhenti. “Nggak, ah. Kamu sendiri saja. Lagipula aku kan bekerja.”“Eh, mana bisa begitu?” Starla nenoleh ke arah sang suami, mengernyitkan keningnya. Seolah tidak t