Malam harinya Oriaga pulang agak terlambat. Tak mendengar kabar seharian dari Shanaya membuat Oriaga bertanya-tanya mungkinkah sang istri sangat penurut sampai benar-benar melakukan apa yang dia minta.Oriaga menepis pikiran konyol yang terlintas di kepala kalau Shanaya sangat menikmati waktu bersama Isaak. Lagipula Aditya juga sudah memberinya informasi detail semua yang dilakukan oleh Shanaya dan Isaak. Termasuk Isaak yang membeli sebuah jaket dan melilitkannya ke pinggang Shanaya."Tuan, apa Anda butuh sesuatu?" Tanya Pak Wira sopan. Kepala pelayan itu terlihat kikuk karena sesuatu yang tak seperti biasanya sedang terjadi saat ini. Shanaya tidak menyambut Oriaga di depan, juga tidak ada di kamar. "Aku mau langsung mandi dan pergi menghadiri undangan bersama Shanaya," jawab Oriaga tanpa tahu kalau sang istri tidak berada di kamar.Pak Wira sebenarnya ingin memberitahu apa yang sedang dilakukan Shanaya saat ini, tapi gadis itu sudah mewanti-wanti agar tidak mengatakan apapun ke Ori
Shanaya memandang ke luar jendela sesaat setelah Pak Ali menghentikan mobil di depan lobi sebuah hotel bintang lima. Terlihat ramai di luar sana, para pria datang memakai setelan rapi sedangkan para perempuannya mengenakan gaun-gaun indah persis sepertinya dan Oriaga."Mereka bahkan ada yang membawa pengawal," ucap Shanaya dengan nada suara lirih. Oriaga memulas senyum tipis, dia keluar lebih dulu karena Pak Ali sudah membukakan pintu. Namun, Oriaga melarang Pak Ali untuk membukakan pintu istrinya.Setelah merapikan bagian depan jas, Oriaga memutar lewat depan sedan mewahnya dan secara pribadi membukakan pintu Shanaya."Sayang, aku grogi," cicit Shanaya. Tentu saja ini kali pertama baginya menghadiri pesta â di mana semua tamu undangan berasal dari orang-orang kelas atas. Shanaya yakin pasti banyak kolega dan rekan bisnis Oriaga di dalam. Seharusnya dia tadi menanyakan ke pria itu lebih dulu, bagaimana menjawab dan apa yang harus dilakukan jika ada orang yang menanyakan statusnya.
Semua orang saling pandang, sedangkan Oriaga tak peduli dengan pemikiran orang lain. Shanaya sendiri buru-buru berjalan cepat menyusul Oriaga yang mengambil alih anak itu dan menggendongnya keluar. Dia takut Oriaga tidak tahu anak itu berkebutuhan khusus dan malah bersikap kasar.Oriaga mengajak si anak ke lobi dan mendudukkannya ke sofa. Oriaga tetaplah Oriaga, berbeda dari Shanaya yang berjongkok agar membuat anak itu nyaman lalu bicara menggunakan nada lembut, dia berdiri menatap dingin sambil berbicara dan suaranya pun tetap lantang."Siapa namamu?" Tanya Oriaga. Diam-diam dia menyadari wajah anak itu sangat mirip Ermanu.Anak itu terdiam masih menunduk dalam."Aku tahu kamu tidak bisu dan tuli, jawab aku atau akan panggilkan Pak Polisi.""Sayang!" Shanaya mencoba mengingatkan Oriaga agar tidak bersikap keterlaluan ke anak itu. Apalagi sampai memberi ancaman yang sejatinya tidak baik untuk psikologis si anak. "Kai."Shanaya menelan ludah, berharap Oriaga yang tidak menyukai anak
Hanya sedikit orang yang mengetahui masa lalu Anne. Begitu juga fakta kalau Oriaga adalah anak kandungnya. Sebagai anggota dari keluarga yang sama-sama old money, tak diragukan Anne juga memiliki kekuasaan yang hampir setara dengan Pradipta. Meskipun sudah lama tidak bertemu dan bertegur sapa, tapi Anne sama sekali tak menunjukkan rasa peduli ke sang putra. Kabar atau apapun tentang Oriaga tak penting baginya.Oriaga sudah berdiri di dekat meja Ermanu, bahkan Daru ikut mendekat lantas menyapa dia dan Shanaya lagi. Namun, karena seremonial acara malam itu hendak dimulai, Daru pun mengajak sang istri menuju panggung meninggalkan Oriaga dan Shanaya bersama Anne juga Ermanu. Pria itu mempersilahkan mereka menikmati pesta."Apa Anda tidak membawa pengawal ke sini?" Tanpa basa-basi Oriaga langsung bertanya ke Anne setelah Daru dan istrinya pergi. Oriaga dan wanita yang melahirkannya itu saling melempar tatapan dingin."Apa kita saling kenal?"Tak hanya Oriaga, balasan dari Anne itu membuat
Shanaya melempar senyuman ke Farah yang bekerja paruh waktu menjadi pelayan di pesta Daru. Namun, balasan yang Farah berikan cukup membuat Shanaya tercenung. Mantan rekan kerjanya di Wonderflo itu memalingkan muka dengan wajah sedikit sinis.Oriaga yang menyadarinya pun sampai mengerutkan alis. Dia mendekatkan wajah ke Shanaya lantas berbisik," Apa kamu mengenal pelayan itu?""Hm ... dia temanku, kami sama-sama bekerja di Wonderflo," jawab Shanaya. Oriaga mengangguk lalu kembali menenggak minumannya. Dia kembali memandang ke arah Farah karena mengingat sesuatu."Gadis itu, bukankah dia PSK yang menipu Aston?" Gumam Oriaga di dalam hati.Shanaya masih tak mengerti apa yang terjadi dengan Farah sampai sangat membencinya. Dia juga tidak berani melakukan apa yang Aston katakan yaitu menanyakannya secara langsung ke Farah atau Oriaga."Mungkinkah?"Shanaya menoleh Oriaga yang kembali berbincang dengan tamu Daru. Pria itu menyadari Shanaya sedang memandang dirinya penuh tanda tanya tapi mem
Suara desahan yang sangat erotis terdengar bersahutan dari dalam sebuah kamar, sedangkan di sofa ruang tengah yang berhadapan langsung dengan pintu kamar itu, Isaak tampak bersedekap dada duduk di samping seorang wanita.Wanita itu beberapa saat yang lalu menariknya masuk ke sebuah apartemen dan ternyata hanya untuk menjadi saksi kelakuan mesum salah satu adik Oriaga."Sialan! Ayo pergi dari sini!" Isaak mengatakan itu sambil berlalu. Beberapa menit berselang dirinya dan wanita yang memanggilnya sudah duduk berhadapan di sebuah coffee shop. Isaak tak berhenti meluapkan emosi sejak pelayan memberikan buku menu sampai menyajikan pesanan.âBrengsek kau Arumi! Kenapa memintaku datang hanya untuk menemanimu mendengarkan suara kakakmu yang sedang bercinta?â Arumi malah terkekeh mendapati Isaak kesal. Dia memutar sedotan yang ada di dalam gelas untuk mengaduk cappuccino ice miliknya kemudian menyesapnya sedikit. âAku ingin Kak Isaak menjadi saksi kalau Masayu itu masih saja berhubungan de
PLAK Tangan Anne melayang ke pipi Triana. Wajah pengasuh Kai itu sampai meneleng ke samping karena kerasnya pukulan. Sementara itu, Elisa yang duduk di sofa hanya bisa memeluk putra pertamanya yang ketakutan. Dia mendekap kepala Kai ke dada sambil menutup telinga bocah itu. "Sudah aku bilang jaga Kai baik-baik, tapi kamu malah kecolongan dan hampir membuat anak itu membongkar aib putraku." Dada Anne naik turun tak karuan. Dia hampir melayangkan pukulan lagi ke wajah Triana, tapi Ermanu memintanya untuk berhenti. âApa kamu mau membela pengasuh bodoh ini?â Amuk Anne. Dia bahkan hampir memukul Triana lagi jika saja sopir pribadi Ermanu tidak menghentikan sang majikan. âPergi bawa Kai ke kamar!â Titah Ermanu ke Elisa. Istrinya itu memandang Anne sebelum berdiri mengajak putranya pergi. Berada di sana hanya untuk melihat Triana ditampar jelas bukan keinginan Elisa. Namun, saat hendak pergi membawa Kai masuk tadi, Anne membentak memintanya duduk. âMama, Kai takut.â Hati Elisa hancur
Wajah Shanaya seketika pucat. Dia malah membeku di posisinya sembari memandang wajah Oriaga kemudian Isaak. Shanaya menekuk bibir dan hampir menangis karena malu. Dia pun membanting pintu dengan sangat kencang hingga Oriaga dan Isaak berjengket bersamaan."Kenapa dia itu?" Tanya Isaak seolah tak memiliki dosa. Dia biasa saja karena merasa Shanaya adalah putrinya. Berbeda dari gadis itu yang masih tidak tahu apa-apa."Brengsek! Kamu membuat kejutan darinya berantakan." Oriaga mengamuk, dia mendorong lengan Isaak sampai sahabatnya itu limbung ke samping. "Lagipula untuk apa kamu di sini, Ha? Sana kembali ke kamarmu, atau bermain piano saja di bawah," imbuhnya sambil bersungut-sungut."Astaga, Ori! Kenapa kamu tega mengusirku? Aku sebenarnya ingin berpamitan, aku memutuskan kembali ke Belanda besok."Bahkan perkataan Isaak yang diucapkan menggunakan nada rendah tak membuat Oriaga luluh. Dia tetap meminta pria itu pergi karena harus menenangkan Shanaya yang syok."Sana kembali ke kamarmu!
Hari itu mungkin menjadi hari yang paling ditunggu oleh semua orang. Sebuah pesta pernikahan digelar megah, senyum serta canda tampak kentara di wajah keluarga terutama dua pasang mempelai yang kini sedang berdansa. Oriaga melihat Shanaya yang tersenyum, lantas mendekatkan bibir ke telinga istrinya itu kemudian berbisik, âApa kamu ingin pesta pernikahan seperti ini?â Shanaya semakin melebarkan senyum lantas menoleh suaminya. âBukankah sudah terlambat kalau kita membuat pesta?â tanya balik Shanaya. Oriaga menanggapi ucapan Shanaya dengan senyuman karena apa yang dikatakan memang benar. Pesta pernikahan Andra, Mauri, Elkan, dan Kirana berlangsung hari itu. Shanaya menatap ke para pengantin baru itu, setelah semua yang dilalui, kini semua orang mendapat kebahagiaan tak terkecuali. âMereka sangat bahagia,â ucap Shanaya ke Oriaga. âKita juga,â balas pria itu sambil menggenggam erat tangan Shanaya. Shanaya melebarkan senyum lantas menyandarkan kepala di pundak Oriaga.
Pagi itu selepas Oriaga berangkat ke kantor, Shanaya tampak duduk di taman bersama Pak Wira yang punya tugas tambahan mengawasinya satu kali dua puluh empat jam.Pak Wira terlihat membawa buku catatan dan pulpen di tangannya. Pria tua itu membenarkan letak kacamata yang bertengger di hidung sebelum berkata,âSaya sudah membuat daftar barang yang harus disiapkan sebelum Anda melahirkan.âTernyata diam-diam Pak Wira memiliki catatan barang apa saja yang harus disiapkan Shanaya untuk menyambut kelahiran anaknya.Shanaya pun memperhatikan Pak Wira yang memegang buku catatan itu, hingga mulai membaca apa saja yang tertulis di sana.âBaju new born lima lusin, baju tidur tiga lusin, selimut sepuluh, sepatu sepuluh, lalu--â Belum juga Pak Wira selesai menyebutkan semua barang yang dicatat, Shanaya sudah menghentikan pria itu.âKenapa banyak sekali, Pak? Bayi tidak perlu baju sebanyak itu, lagipula yang Pak Wira sebutkan itu baju, bukan popok sekali pakai,â ucap Shanaya.âMemangnya Pak Wira men
âKenapa mendadak seperti ini? Sebenarnya tidak perlu dijemput tidak apa-apa, aku bisa pergi ke sana sendiri,â ucap Mauri. Dia terkejut karena Andra tiba-tiba menghubungi.âItu Kirana sudah di bawah, tidak masalah! Pergi saja bersama dengannya,â ucap Andra dari seberang panggilan.Mauri benar-benar tak percaya mendengar ucapan Andra, tapi karena tak ingin Kirana lama menunggu, Mauri pun buru-buru menyambar tasnya menuju lobi.Hari itu secara mendadak Andra memberitahu bahwa Kirana akan datang untuk mengajak Mauri pergi ke butik.Mauri yang merasa belum mengenal dekat Kirana jelas merasa sungkan, apalagi saat sampai di lobi Kirana sudah berdiri di sana lantas menghampirinya.âApak amu sudah siap?â tanya Kirana saat bertemu sang calon kakak ipar. Mauri kaget sekaligus senang mendapati sikap ramah Kirana. Namun, masih ada sedikit rasa sungkan di hatinya, hingga Mauri hanya mengangguk membalas pertanyaan Kirana.Tak menunggu lama Kirana pun mengajak Mauri masuk ke mobilnya yang masih terp
Baru saja masuk kamar, tapi Oriaga langsung ditodong pertanyaan dari Shanaya yang ternyata menunggu dirinya pulang. Shanaya yang sedang bersantai duduk di atas ranjang seketika menegakkan badan. Wanita itu antusias bertanya,âBagaimana tadi pertemuan dengan orang tuanya Mauri?â âLancar dan tentu saja Ayah Mauri langsung merestui,â jawab Oriaga. Oriaga berjalan mendekat ke Shanaya yang sejak tadi ternyata sedang membaca buku. Oriaga naik ke ranjang, lantas tanpa permisi mengambil buku Shanaya kemudian berbaring terlentang untuk membaca buku itu. âKenapa bacanya sambil berbaring? Baca sambil duduk, nanti matamu sakit kalau membaca dengan posisi seperti itu,â ucap Shanaya sambil menatap Oriaga. âAku memang sudah 43 tahun, tapi mataku ini masih bisa melihat dengan jelas. Kamu tenang saja,â balas Oriaga dengan santainya tanpa mengganti posisi. âSombong, awas saja nanti kalau kamu mengeluh matamu gatal atau berair.â Shanaya bicara dengan nada candaan, dia menggeser dudu
Malam harinya Andra pun pergi ke rumah orang tua Mauri bersama Oriaga dan Masayu. Andra tak bisa bersikap tenang, dia terlihat sangat gugup saat baru saja turun dari mobil.âJangan gugup, tarik napas panjang lalu embuskan perlahan,â ucap Masayu sambil merapikan kemeja Andra. Dia memulas senyum, menyadari bahwa sang putra mungkin sedang tidak baik-baik saja.Andra menatap sang mama, dia mengangguk kemudian melakukan apa yang dikatakan oleh Masayu.Masayu kemudian menggandeng tangan Andra, bersama Oriaga berjalan menuju pintu rumah Abraham.Saat sampai di depan rumah, ibu Mauri menyambut mereka dengan ramah meski wanita itu terlihat pucat dan tubuhnya masih kurang bugar.âApa Anda baik-baik saja? Jika masih kurang sehat, seharusnya tak perlu menyambut kami di depan,â ucap Masayu berpindah menggandeng tangan ibu Mauri.Ibu Mauri pun mengajak semuanya masuk sambil digandeng Masayu. Meski baru pertama kali bertemu, tapi mereka tampak dekat.âApa kondisi Anda sudah membaik?â tanya Masayu ka
Andra sudah sangat panik hingga memutuskan membuang status sebagai atasan dan bawahan lalu mencoba menghubungi nomor pamannya sendiri. âAda apa?â Suara Oriaga terdengar dari seberang panggilan. Detak jantung Andra seketika mulai normal kembali, dia terlihat sangat lega karena panggilannya dijawab oleh Oriaga. âPaman ada di mana?â tanya Andra dengan suara yang masih panik. âAku sedang ada urusan di luar,â jawab Oriaga, âada apa?â tanya pria itu lagi. âBagini Paman, ayah Mauri memintaku membawa Paman ke rumahnya nanti malam." Andra memberitahu Oriaga tanpa ada lagi basa-basi. âSudah kuduga karena hal itu kamu menghubungi dengan suara panik seperti ini,â ucap Oriaga dari seberang panggilan. âBagaimana aku tidak panik, aku ke ruangan Paman dan di sana sepi, bagaimana jika tiba-tiba saja Paman ke luar kota,â balas Andra. âTenang saja, aku akan datang dan memastikan kalau kamu akan menikah dengan Mauri,â ucap Oriaga mencoba menenangkan Andra. Andra pun bernapas dengan
Setelah berbincang dengan Oriaga, Andra tak menunggu lama untuk menghubungi Mauri, memberitahu kabar baik yang didapatnya.âApa kamu masih di rumah sakit?â tanya Andra saat panggilannya dijawab Mauri.âIya,â jawab Mauri dari seberang panggilan.âAku sudah menemui pamanku, dia setuju untuk membantu kita,â ucap Andra lagi. Ia mendengar suara helaan napas kasar dari seberang panggilan, hingga kemudian Mauri bicara.âSyukurlah kalau memang seperti itu.âAda kelegaan di wajah Mauri yang tidak bisa Andra lihat karena mereka tidak sedang bersama. Bahkan jika saat ini berdekatan Mauri sangat ingin memeluk erat Andra.âSampaikan ke papamu, pamanku bilang ingin bertemu, mau di rumah utama atau di rumahmu terserah yang penting papamu percaya.ââHm ⌠aku akan coba bertanya dulu ke Papa,â balas Mauri dari seberang panggilan.âAku akan menunggu kabar darimu, kalau bisa cepatnya,â ucap Andra.âPasti aku kabari segera,â balas Mauri. âOh ⌠ya, hari ini aku izin tidak ke kantor sehari lagi, aku sedang
Pagi itu Andra datang ke rumah utama. Saat sampai di sana, dia bertemu dengan Shanaya yang baru saja keluar dari lift dan heran melihat kedatangannya. Andra awalnya hendak menyapa, tapi melihat rambut Shanaya yang basah di pagi hari membuat Andra tertegun, bahkan pikiran pria itu sampai ke mana-mana. âAndra, tumben kamu datang pagi sekali?â sapa Shanaya. âIya." Andra menjawab sekenanya. Masih kaget karena pikiran liar di kepala. âItu ... memangnya wanita hamil boleh sering melakukan .... ?â Andra menjeda lisan, tanpa sadar mengungkapkan isi kepala. Shanaya terkejut mendengar pertanyaan Andra, hingga dia pun membalas, âMaksudmu bercinta? Itu malah sangat penting untuk menjaga kestabilan hormon.â Andra mengedip beberapa kali, dia bingung mendengar penjelasan Shanaya. Namun, agak sungkan untuk bertanya. âMakanya kamu cepetan nikah supaya tahu hal semacam ini,â ucap Shanaya saat melihat Andra bingung. Andra mengerucutkan bibir mendengar hinaan Shanaya, hingga dia pun mem
âTidak bisa! Aku harus bicara serius ke papamu, jika masalah ini tidak dibereskan dan dituntaskan, maka akan terus berlarut,â ujar Andra mencoba meyakinkan Mauri.Mauri tertegun melihat Andra yang terlihat serius, hingga akhirnya mengangguk pelan mengizinkan pria itu pergi. âBaiklah, tapi hati-hati,â ucap Mauri yang masih menyimpan perasaan cemas.Andra mengangguk lalu menyentuh lembut pipi Mauri, dia lantas menoleh ke ibu Mauri yang terbaring lemah. Dia tersenyum tipis ke wanita itu seolah meminta izin.Setelahnya Andra pun keluar dari kamar inap itu, dan berlari mengejar Abraham yang berjalan di koridor hingga menghadang dan membuat Abraham berhenti melangkah.âTunggu, saya ingin bicara dengan Anda,â ucap Andra. Meskipun menerima perlakuan buruk, tapi dia tetap bersikap sopan.Abraham terlihat kesal melihat Andra. Pria itu tak mau bicara, lebih memilih berjalan melewati Andra lagi tapi kembali dihadang.âIzinkan saya bicara pada Anda Pak,â ucap Andra membujuk.âTidak ada yang perlu