Oriaga memandang Andra dan Shanaya bergantian, dia tidak tahu bahwa sepertinya Shanaya masih menaruh rasa kesal pada Andra. Sampai Arumi yang merasa dirinya paling netral mencoba mencairkan suasana dengan berkata bahwa Andra pasti akan betah tinggal di Belanda. Apalagi Isaak orang baik. âTentu tante, Paman Isaak sudah bilang akan mengajakku keliling Amsterdam,â balas Andra. Pemuda itu menyunggingkan senyuman manis lalu menatap Shanaya yang seketika menunduk menatap piring. Setelah sarapan selesai, Shanaya pun mengantar Oriaga ke depan seperti biasa. Entah kenapa dia merasa risih saat Farah ikut mengekor mereka. Shanaya memalingkan badan, dia tiba-tiba berhenti dan bahkan Oriaga ikut menoleh. âKamu bisa kembali ke belakang, tidak perlu mengantar kami sampai ke depan,â ucap Shanaya. Oriaga hampir tertawa, untung saja dia bisa menahan dan hanya alis matanya saja yang sedikit bergelombang. Dia dan Pak Wira yang berada tak jauh darinya pun saling pandang, Oriaga berakhir tersenyum tipis
Sejak pagi Shanaya hanya di rumah membaca buku dan tidur-tiduran karena jadwal kuliahnya siang. Sambil menikmati buah potong yang baru saja pelayan antarkan, gadis itu saat ini sedang duduk di meja belajar, hingga begitu terkejut saat melihat Farah masuk ke kamarnya bersama Mbok Sarni. Shanaya memperhatikan Farah yang hendak membereskan kamarnya bersama pembantu senior di rumah itu. Dia menatap curiga jika Farah akan melakukan sesuatu di tempat pribadinya dan Oriaga, Shanaya pun merasa tidak enak dan tidak nyaman. âKenapa Pak Wira menempatkan Farah untuk membersihkan kamar ini? Bukannya dia baru saja bekerja beberapa hari?â Shanaya bertanya-tanya penuh curiga dan waspada di dalam hati. Lama-lama ingin rasanya dia melabrak Pak Wira karena sepertinya kepala pelayan itu tidak memahami rasa cemburu yang dia rasa. Farah sendiri memilih menebalkan muka. Dia mengabaikan Shanaya yang ada di sana setelah membungkuk memberi salam. Padahal terlihat jelas kalau Shanya memasang wajah tidak suka.
"Sebenarnya Tuan meminta saya untuk mengawasi Farah," kata Pak Wira."Maaf saya benar-benar tidak tahu sebelumnya ada masalah apa antara Nona dan dia, hanya saja di luar itu semua Farah memang masuk kualifikasi menjadi pelayan rumah. Saya tidak menurunkan standar apapun untuk meloloskannya," imbuh Pak Wira sambil menundukkan kepala.Shanaya memilih diam mencoba mencerna dan mempercayai ucapan Pak Wira, hingga tiba-tiba saja gadis itu merasa mual dan buru-buru mengakhiri pembicaraan."Baiklah kalau begitu, kalau ada yang ingin aku tanyakan, aku akan memanggil Bapak."Raut wajah Shanaya saat bicara membuat Pak Wira merasa ada yang janggal. Pak Wira ingin menanyakan apakah sang nona baik-baik saja, tapi Shanaya lebih dulu menggeleng dan masuk ke dalam kamar.Shanaya mengeluarkan seluruh makanan yang bahkan belum dicerna sempurna oleh lambungnya. Dia lemas sampai terduduk di lantai kamar mandi yang dingin."Apa aku hamil? Apa mungkin aku hamil?" Lirihnya berkali-kali. Shanaya memejamkan
Malam semakin larut. Shanaya masih berguling ke kanan dan kiri karena tak bisa tidur menunggu Oriaga pulang. Dia mengambil ponsel yang ada di nakas, melihat waktu sudah cukup larut tapi tidak ada kabar dari suaminya itu kenapa pulang terlambat.âKenapa dia belum pulang? Kenapa tidak menghubungiku sama sekali?âShanaya gelisah, hingga akhirnya membuatnya bangun dan duduk. Shanaya berpikir sejenak hingga memutuskan keluar kamar. Gadis itu bahkan berjalan keluar rumah dan duduk di teras.Shanaya berdiam diri di sana, menatap ke pagar rumah dan berharap Oriaga cepat pulang.âNona, kenapa di luar? Angin malam tidak bagus untuk kesehatan Anda, lebih baik Anda masuk,â ucap pelayan yang melihat Shanaya di teras sendirian. Pelayan itu pun berusaha mengajak Shanaya masuk tapi ditolak mentah-mentah.âTidak Bi, aku mau menunggu suamiku pulang,â balas Shanaya. Dia memandang si pelayan yang mengajaknya berbincang sebelum kembali memandang ke arah pagar lagi.Pelayan itu pun bingung, tapi juga tak b
Sementara Shanaya bingung harus atau tidak memberitahukan pasal kehamilannya ke Oriaga, saat ini Isaak sedang sibuk mengejar cinta Amora.Isaak sudah bertekad tidak akan putus asa mendapatkan kembali kepercayaan Amora. Terlebih dia sangat ingin memperbaiki hubungan mereka agar dia bisa memiliki keluarga yang utuh dan bahagia.Seperti pagi itu, Isaak sengaja pergi ke rumah Amora, tentu saja kedatangannya lagi-lagi tanpa kabar hingga membuat Amora sangat terkejut. âKenapa kamu datang ke sini pagi-pagi?â Tanya Amora yang masih menahan Isaak di ruang tamu.âAku ingin mengantar Issa berangkat sekolah,â jawab Isaak. Amora diam sejenak seperti sedang berpikir, setelah itu memersilahkan Isaak duduk.âTunggu di sini Issa sedang sarapan!" ucap Amora ketus.âSarapan? Kebetulan aku juga belum makan, apa boleh aku bergabung?â tanya Isaak. Amora merotasi bola mata, saat hendak menjawab ternyata Isaak sudah lebih dulu masuk menerobos tanpa izin hingga membuat Amora melebarkan manik mata.Isaak me
Malam itu Shanaya tampak gelisah, dia duduk di belakang meja belajarnya sambil sesekali melirik Oriaga yang duduk di belakang meja kerja.âApa aku harus mengatakan soal kehamilanku ini ke dia?â Shanaya bertanya-tanya dalam hati. Dia masih bingung haruskah jujur atau tidak soal kehamilannya.Shanaya melamun, sampai tak menyadari jika Oriaga sudah memandangnya seraya tersenyum kecil.âSabtu besok aku ingin mengajakmu pergi berkuda.âSuara Oriaga membuyarkan lamunan Shanaya. Gegas gadis itu menoleh Oriaga karena terkejut. âBerkuda?â Tanyanya.âHm ⌠kenapa kamu terkejut begitu?â tanya Oriaga yang heran saat melihat wajah Shanaya mendadak pucat. âTidak, aku tidak terkejut,â jawab Shanaya mencoba menetralkan ekspresi wajah yang begitu kentara. Dia berusaha mengembangkan senyuman agar Oriaga tidak curiga.âBukankah aku sudah pernah janji ingin mengajakmu menunggang kuda? Jadi aku pikir kita bisa pergi sabtu ini, sejujurnya ada kejutan yang aku siapkan untukmu,â ujar Oriaga menjelaskan.Shan
Siang itu Pak Wira pergi ke kampus Shanaya. Dia menunggu sampai sang Nona selesai kelas hanya untuk merealisasikan rencana mereka pergi ke dokter kandungan.Tepat setelah kelasnya selesai, Shanaya langsung menghampiri mobil Pak Wira karena sudah diberitahu jika pria itu sudah sampai sejak tadi. Shanaya pun langsung masuk mobil, wajahnya tampak cemas meskipun seratus persen dia percaya kepada kepala pelayan rumah utama itu.âKita langsung ke rumah sakit?â tanya Pak Wira.âIya, Pak.â Shanaya pun mengangguk.Pak Wira bergegas mengemudikan mobil meninggalkan pelataran kampus. Mereka pun menuju ke rumah sakit untuk memastikan soal kehamilan Shanaya.Namun, tanpa Shanaya dan Pak Wira ketahui, ternyata Aditya masih mengawasi Shanaya, apalagi Oriaga sedang ada masalah dengan Anne. Alasan ini semakin membuat Oriaga tidak mau mengambil resiko atas keselamatan istrinya.Aditya bergerak membuntuti mobil Pak Wira, dia merasa ada yang janggal karena mobil Pak Wira yang membawa Shanaya malah masuk ke
Sebenarnya Oriaga tidak tega melihat wajah Shanaya yang tiba-tiba berubah pucat saat melihatnya datang tiba-tiba seperti ini. Dia juga mengangsurkan tatapan ke Pak Wira yang terus saja menunduk karena merasa bersalah. Meskipun merasa sedikit kasihan, tapi mulut Oriaga tetap tidak bisa menahan untuk tidak mengucapkan kalimat sindirian. âSejak kapan Pak Wira berani merahasiakan sesuatu dariku? Apa sekarang Shanaya lebih tinggi posisinya di mata Bapak dari pada aku?â Tak hanya Pak Wira, jantung Shanaya terasa seperti hampir copot mendengar perkataan Oriaga barusan. âSayang, ini bukan seperti apa yang kamu pikirkan, Pak Wira tidak salah dia ⌠â âAku tidak sedang bicara padamu,â kata Oriaga. Setelah mengatakan itu Oriaga memandang kursi kosong yang berada tepat di sebelah Shanaya duduk tadi, lantas mendaratkan pantat di sana. Pak Wira dan Shanaya pun hanya bisa diam sambil saling melempar tatapan. Mereka melihat Oriaga menyandarkan punggung dan menekuk dua tangannya di depan dada. â
Hari itu mungkin menjadi hari yang paling ditunggu oleh semua orang. Sebuah pesta pernikahan digelar megah, senyum serta canda tampak kentara di wajah keluarga terutama dua pasang mempelai yang kini sedang berdansa. Oriaga melihat Shanaya yang tersenyum, lantas mendekatkan bibir ke telinga istrinya itu kemudian berbisik, âApa kamu ingin pesta pernikahan seperti ini?â Shanaya semakin melebarkan senyum lantas menoleh suaminya. âBukankah sudah terlambat kalau kita membuat pesta?â tanya balik Shanaya. Oriaga menanggapi ucapan Shanaya dengan senyuman karena apa yang dikatakan memang benar. Pesta pernikahan Andra, Mauri, Elkan, dan Kirana berlangsung hari itu. Shanaya menatap ke para pengantin baru itu, setelah semua yang dilalui, kini semua orang mendapat kebahagiaan tak terkecuali. âMereka sangat bahagia,â ucap Shanaya ke Oriaga. âKita juga,â balas pria itu sambil menggenggam erat tangan Shanaya. Shanaya melebarkan senyum lantas menyandarkan kepala di pundak Oriaga.
Pagi itu selepas Oriaga berangkat ke kantor, Shanaya tampak duduk di taman bersama Pak Wira yang punya tugas tambahan mengawasinya satu kali dua puluh empat jam.Pak Wira terlihat membawa buku catatan dan pulpen di tangannya. Pria tua itu membenarkan letak kacamata yang bertengger di hidung sebelum berkata,âSaya sudah membuat daftar barang yang harus disiapkan sebelum Anda melahirkan.âTernyata diam-diam Pak Wira memiliki catatan barang apa saja yang harus disiapkan Shanaya untuk menyambut kelahiran anaknya.Shanaya pun memperhatikan Pak Wira yang memegang buku catatan itu, hingga mulai membaca apa saja yang tertulis di sana.âBaju new born lima lusin, baju tidur tiga lusin, selimut sepuluh, sepatu sepuluh, lalu--â Belum juga Pak Wira selesai menyebutkan semua barang yang dicatat, Shanaya sudah menghentikan pria itu.âKenapa banyak sekali, Pak? Bayi tidak perlu baju sebanyak itu, lagipula yang Pak Wira sebutkan itu baju, bukan popok sekali pakai,â ucap Shanaya.âMemangnya Pak Wira men
âKenapa mendadak seperti ini? Sebenarnya tidak perlu dijemput tidak apa-apa, aku bisa pergi ke sana sendiri,â ucap Mauri. Dia terkejut karena Andra tiba-tiba menghubungi.âItu Kirana sudah di bawah, tidak masalah! Pergi saja bersama dengannya,â ucap Andra dari seberang panggilan.Mauri benar-benar tak percaya mendengar ucapan Andra, tapi karena tak ingin Kirana lama menunggu, Mauri pun buru-buru menyambar tasnya menuju lobi.Hari itu secara mendadak Andra memberitahu bahwa Kirana akan datang untuk mengajak Mauri pergi ke butik.Mauri yang merasa belum mengenal dekat Kirana jelas merasa sungkan, apalagi saat sampai di lobi Kirana sudah berdiri di sana lantas menghampirinya.âApak amu sudah siap?â tanya Kirana saat bertemu sang calon kakak ipar. Mauri kaget sekaligus senang mendapati sikap ramah Kirana. Namun, masih ada sedikit rasa sungkan di hatinya, hingga Mauri hanya mengangguk membalas pertanyaan Kirana.Tak menunggu lama Kirana pun mengajak Mauri masuk ke mobilnya yang masih terp
Baru saja masuk kamar, tapi Oriaga langsung ditodong pertanyaan dari Shanaya yang ternyata menunggu dirinya pulang. Shanaya yang sedang bersantai duduk di atas ranjang seketika menegakkan badan. Wanita itu antusias bertanya,âBagaimana tadi pertemuan dengan orang tuanya Mauri?â âLancar dan tentu saja Ayah Mauri langsung merestui,â jawab Oriaga. Oriaga berjalan mendekat ke Shanaya yang sejak tadi ternyata sedang membaca buku. Oriaga naik ke ranjang, lantas tanpa permisi mengambil buku Shanaya kemudian berbaring terlentang untuk membaca buku itu. âKenapa bacanya sambil berbaring? Baca sambil duduk, nanti matamu sakit kalau membaca dengan posisi seperti itu,â ucap Shanaya sambil menatap Oriaga. âAku memang sudah 43 tahun, tapi mataku ini masih bisa melihat dengan jelas. Kamu tenang saja,â balas Oriaga dengan santainya tanpa mengganti posisi. âSombong, awas saja nanti kalau kamu mengeluh matamu gatal atau berair.â Shanaya bicara dengan nada candaan, dia menggeser dudu
Malam harinya Andra pun pergi ke rumah orang tua Mauri bersama Oriaga dan Masayu. Andra tak bisa bersikap tenang, dia terlihat sangat gugup saat baru saja turun dari mobil.âJangan gugup, tarik napas panjang lalu embuskan perlahan,â ucap Masayu sambil merapikan kemeja Andra. Dia memulas senyum, menyadari bahwa sang putra mungkin sedang tidak baik-baik saja.Andra menatap sang mama, dia mengangguk kemudian melakukan apa yang dikatakan oleh Masayu.Masayu kemudian menggandeng tangan Andra, bersama Oriaga berjalan menuju pintu rumah Abraham.Saat sampai di depan rumah, ibu Mauri menyambut mereka dengan ramah meski wanita itu terlihat pucat dan tubuhnya masih kurang bugar.âApa Anda baik-baik saja? Jika masih kurang sehat, seharusnya tak perlu menyambut kami di depan,â ucap Masayu berpindah menggandeng tangan ibu Mauri.Ibu Mauri pun mengajak semuanya masuk sambil digandeng Masayu. Meski baru pertama kali bertemu, tapi mereka tampak dekat.âApa kondisi Anda sudah membaik?â tanya Masayu ka
Andra sudah sangat panik hingga memutuskan membuang status sebagai atasan dan bawahan lalu mencoba menghubungi nomor pamannya sendiri. âAda apa?â Suara Oriaga terdengar dari seberang panggilan. Detak jantung Andra seketika mulai normal kembali, dia terlihat sangat lega karena panggilannya dijawab oleh Oriaga. âPaman ada di mana?â tanya Andra dengan suara yang masih panik. âAku sedang ada urusan di luar,â jawab Oriaga, âada apa?â tanya pria itu lagi. âBagini Paman, ayah Mauri memintaku membawa Paman ke rumahnya nanti malam." Andra memberitahu Oriaga tanpa ada lagi basa-basi. âSudah kuduga karena hal itu kamu menghubungi dengan suara panik seperti ini,â ucap Oriaga dari seberang panggilan. âBagaimana aku tidak panik, aku ke ruangan Paman dan di sana sepi, bagaimana jika tiba-tiba saja Paman ke luar kota,â balas Andra. âTenang saja, aku akan datang dan memastikan kalau kamu akan menikah dengan Mauri,â ucap Oriaga mencoba menenangkan Andra. Andra pun bernapas dengan
Setelah berbincang dengan Oriaga, Andra tak menunggu lama untuk menghubungi Mauri, memberitahu kabar baik yang didapatnya.âApa kamu masih di rumah sakit?â tanya Andra saat panggilannya dijawab Mauri.âIya,â jawab Mauri dari seberang panggilan.âAku sudah menemui pamanku, dia setuju untuk membantu kita,â ucap Andra lagi. Ia mendengar suara helaan napas kasar dari seberang panggilan, hingga kemudian Mauri bicara.âSyukurlah kalau memang seperti itu.âAda kelegaan di wajah Mauri yang tidak bisa Andra lihat karena mereka tidak sedang bersama. Bahkan jika saat ini berdekatan Mauri sangat ingin memeluk erat Andra.âSampaikan ke papamu, pamanku bilang ingin bertemu, mau di rumah utama atau di rumahmu terserah yang penting papamu percaya.ââHm ⌠aku akan coba bertanya dulu ke Papa,â balas Mauri dari seberang panggilan.âAku akan menunggu kabar darimu, kalau bisa cepatnya,â ucap Andra.âPasti aku kabari segera,â balas Mauri. âOh ⌠ya, hari ini aku izin tidak ke kantor sehari lagi, aku sedang
Pagi itu Andra datang ke rumah utama. Saat sampai di sana, dia bertemu dengan Shanaya yang baru saja keluar dari lift dan heran melihat kedatangannya. Andra awalnya hendak menyapa, tapi melihat rambut Shanaya yang basah di pagi hari membuat Andra tertegun, bahkan pikiran pria itu sampai ke mana-mana. âAndra, tumben kamu datang pagi sekali?â sapa Shanaya. âIya." Andra menjawab sekenanya. Masih kaget karena pikiran liar di kepala. âItu ... memangnya wanita hamil boleh sering melakukan .... ?â Andra menjeda lisan, tanpa sadar mengungkapkan isi kepala. Shanaya terkejut mendengar pertanyaan Andra, hingga dia pun membalas, âMaksudmu bercinta? Itu malah sangat penting untuk menjaga kestabilan hormon.â Andra mengedip beberapa kali, dia bingung mendengar penjelasan Shanaya. Namun, agak sungkan untuk bertanya. âMakanya kamu cepetan nikah supaya tahu hal semacam ini,â ucap Shanaya saat melihat Andra bingung. Andra mengerucutkan bibir mendengar hinaan Shanaya, hingga dia pun mem
âTidak bisa! Aku harus bicara serius ke papamu, jika masalah ini tidak dibereskan dan dituntaskan, maka akan terus berlarut,â ujar Andra mencoba meyakinkan Mauri.Mauri tertegun melihat Andra yang terlihat serius, hingga akhirnya mengangguk pelan mengizinkan pria itu pergi. âBaiklah, tapi hati-hati,â ucap Mauri yang masih menyimpan perasaan cemas.Andra mengangguk lalu menyentuh lembut pipi Mauri, dia lantas menoleh ke ibu Mauri yang terbaring lemah. Dia tersenyum tipis ke wanita itu seolah meminta izin.Setelahnya Andra pun keluar dari kamar inap itu, dan berlari mengejar Abraham yang berjalan di koridor hingga menghadang dan membuat Abraham berhenti melangkah.âTunggu, saya ingin bicara dengan Anda,â ucap Andra. Meskipun menerima perlakuan buruk, tapi dia tetap bersikap sopan.Abraham terlihat kesal melihat Andra. Pria itu tak mau bicara, lebih memilih berjalan melewati Andra lagi tapi kembali dihadang.âIzinkan saya bicara pada Anda Pak,â ucap Andra membujuk.âTidak ada yang perlu