Aku kembali menyibukkan diri dengan pekerjaan di kantor. Membantu Clara dan Sinta cukuplah hanya sebatas itu saja, aku tidak ingin melibatkan diri terlalu jauh. Selalu ada masalah yang aku hadapi, aku sadari sepenuhnya itu adalah manusiawi. Tidak ada manusia yang tidak memiliki masalah, tergantung bagaimana menyikapinya. Saat aku sedang menginventarisir pekerjaan kantor yang masih tertunda, ada pesan masuk di aplikasi percakapan dari Widarti, [Maaf mas Danu kalau aku mengganggu.. Aku mau minta pendapat mas, rumah tanggaku udah gak bisa dipertahankan lagi. Dalam waktu dekat aku akan bercerai dengan suamiku dan aku akan pulang ke Indonesia tanpa membawa anak-anak.. Gimana menurut mas Danu? Aku tunggu jawabannya ya..]Itulah pesan yang dikirimkan Widarti, aku rasanya susah untuk memberikan masukan. Tapi, aku tidak ingin Widarti mengulangi perbuatan yang pernah dilakukannya terhadap Noni. Sekarang dia kembali ingin meninggalkan anak-anaknya hanya demi memenuhi egonya. Aku segera membala
Saat aku sedang bicara dengan Noni di telepon, pak Anggoro masuk ke ruang kerjaku, “Maaf pak Danu.. bisa saya bicara sebentar?” tanya pak Anggoro. “Bisa pak.. “ Jawabku. Aku segera mengakhiri pembicaraan dengan Noni, aku jelaskan pada Noni bahwa pak Anggoro ada di ruang kerjaku. “Apa yang bisa saya bantu pak?” tanyaku pada pak Anggoro. “Gini pak Danu.. Adriana mau ke Bandung, cuma saya gak percaya kalau dia pergi sendiri. Bisa gak bapak temani dia besok?” Mendengar permintaan pak Anggoro, hatiku langsung ‘berceket’ Jangan-jangan Adriana adalah benar Adri yang disebutkan nenek. Aku menyanggupi permintaan pak Anggoro, “Bisa pak.. saya bisa temani Adriana. Memangnya ada urusan apa Adriana di Bandung pak?”“Katanya sih mau cari alamat neneknya di Bandung, karena neneknya ingin ketemu dia.” Jawab pak Anggoro. Jawaban pak Anggoro itu semakin memastikan dugaanku kalau Adriana adalah Adri yang dirindukan neneknya Noni. “Naik apa kira-kira ke Bandungnya pak? Apa naik mobil kantor?”Pak A
Adriana mungkin tidak menyangka kalau Noni yang sering aku ceritakan padanya adalah Noni saudara sepupunya, temannya semasa kecil. Sementara Noni hampir menduga kalau Adri yang dimaksudkan neneknya adalah Adriana yang sering aku ceritakan padanya. Hanya saja Adri yang dia tahu ada tanda dibahu kanannya, dan tanda itu tidak aku ketahui ada pada Adriana.Setelah melalui perjalanan kurang lebih dua jam, kami sampai di kota Bandung. Aku sengaja pura-pura mencari alamat nenek Adriana melalui map di ponsel, karena aku sengaja ingin memberikan kejutan pada Adriana. Mungkin kalau sudah sampai di depan rumah neneknya Adriana masih ingat, karena di rumah itulah dia pernah bermain dengan saat mereka masih kecil.Sesampainya diwilayah sekitar rumah neneknya, Adriana seperti mengingat-ingat sesuatu, “Om Danu.. ini sudah mau sampai rumah nenek ya?” tanya Adriana.“Kenapa Dri? Emang kamu masih ingat rumah nenek kamu?” tanyaku.Begitu mobil sampai di depan rumah nenek Adriana kembali ingat dengan mas
“Dulu saat Noni dan Adriana masih kecil, mereka berdua sering bermain di rumah ini Danu.” nenek jelaskan itu padaku. “Kebetulan mereka juga seumuran. Widarsih duluan menikah saat Widarti baru hamil.” Lanjut nenek.“Om Danu sering cerita tentang Noni pada Adri nek, Adri sampe iri dengan Noni, karena om Danu sangat sayang sama Noni.” Ujar Adriana. Aku ketar-ketir mendengar Adriana cerita tentang itu, aku khawatir Adriana malah kebablasan. Sehingga mengundang kecurigaan nenek.“Saya ceritakan itu saat saya baru tahu kalau Noni anak kandung saya nek, itu pun saya ceritakan pada Adri saat baru kenal.”“Ya mungkin karena Adri udah gak punya orang tua, jadi iri melihat Noni masih di sayang Papanya.”Adriana melirik ke arahku saat nenek katakan itu, dia seakan-akan merasa ada keanehan dalam hubunganku dengan Noni. Karena apa yang pernah aku ceritakan pada Adriana bukanlah seperti hubungan antara seorang ayah terhadap anaknya.Saat nenek ke dapur untuk menyiapkan minum untuk aku dan Adriana, d
Pertama kali Noni melihat kemunculanku di kantor dengan didampingi Adriana ekspresi wajahnya langsung berubah, “Hai Non! Kamu lihat Papa datang sama siapa?” tanyaku. Noni mengernyitkan dahinya dan menatap pasat kearah Adriana.“Tauk deh Pa.. emang ada apa Papa di Bandung?” Noni menjawab pertanyaanku dengan balik bertanya.“Kamu udah gak ingat sama aku Non? Aku Adri Non.. saudara sepupu kamu!!” Adriana menghampiri Noni dan memeluknya.Sementara Noni seakan tidak percaya kalau yang memeluknya adalah Adri saudara dan sahabatnya semasa kecil. Noni menatap Adriana dengan pasat,“Serius kamu Dri? Kok kamu berubah banget? Aku sampai pangling lihat kamu?”Di resepsionis begitu heboh, pertemuan antara Noni dan Adriana membuat riuh lobby kantor.“Adriana ingin mengajak kamu makan siang menemani nenek, dia ingin memanjakan Selera Nenek Non.” Aku katakan itu pada Noni.“Neneknya mana Pa? Kok ikut masuk?”“Nenek menunggu di mobil, kalau kamu sudah siap yuk kita langsung jalan.” Aku ajak Noni seger
Kami ngeriung dalam sebuah saung, Noni duduk bersebelahan dengan Supriatna. Disebelah kanan Supriatna ada nenek dan Adriana dan aku duduk di sebelah kanan Adriana sendirian. Supriatna memesan semua makanan sesuai dengan selera kami masing-masing.Adriana kembali membuka pembicaraan tentang Reno asi rumah nenek, “Non.. tadi aku bicara sama nenek dan om Danu, aku mau ajak kamu Reno asi rumah nenek. Gimana menurut kamu?” tanya AdrianaNoni terlihat agak serba salah mau menjawab pertanyaan Adriana, Supriatna langsung menjawab. “Wah ide yang bagus itu, biar kamu sama nenek nyaman Noni. Kapan rencananya Adriana? Biar saya bantu deh.” Sahut Supriatna.“Bulan depan gimana pak? Nanti nenek sementara tinggal sama aku di Jakarta, kamu sementara kost aja Non.” Ujar Adriana.Nenek berusaha untuk berdalih, “Kalau merepotkan sebaiknya jangan dulu Dri, sementara biarlah seperti itu.” Dalih nenek“Gak merepotkan nek, karena nantinya saat lamaran rumah itu sudah bagus.” Tambah SupriatnaNenek tidak lag
Kami sudah sampai di rumah nenek hari menjelang malam. Nenek meninggalkan aku dan di Adriana di ruangan tamu. Tanpa rasa canggung Adriana memelukku dengan sangat erat, dia seakan menahan hasrat dan gairahnya yang tak tersalurkan. Dia membujukku agar mau menemaninya di hotel.“Om mau temani aku di hotel malam ini ya? Pliiis.. kita kan udah lama om gak ketemu, om mau ya?” Adriana terus merayuku, sesekali dia mencumbu bibirku.“Kalau tanpa Noni jelas gak mungkin Dri, Noni pasti tidak akan izinkan. Tapi, kalau kita bertiga sama Noni pastinya tidak ada yang bisa kita lakukan.” Aku hanya bisa katakan itu pada Adriana.Disaat aku dan Adriana masih berpelukan, tanpa kami sadari Noni pulang dari kantor. Melihat kami dalam keadaan berpelukan Noni menegur kami, “Papa!! Apa-apain sih begitu? Kamu gak salah Dri bersikap gitu sama Papaku!!?” sergah Noni seketika.Aku buru-buru melepaskan pelukan Adriana, “Papa dan Adriana gak melakukan apapun Non, Adrian hanya kangen dengan sosok Papanya.” Jawabku
Malam semakin larut namun mata tak kunjung terpejam. Begitu juga dengan Noni dan Adriana, yang kedua bola matanya masih menatap tajam kearahku. Aku hanya mampu menyunggingkan senyuman pada Adriana yang dari matanya bisa aku rasakan kalau dia pun ingin dipeluk layaknya Noni.Noni sekalipun matanya terpejam, namun tangannya terus bergerilya dibalik kain sarungku. Wajahku yang begitu dekat dengan lehernya semerbak mewangi, membangkitkan gairahku. Lebih-lebih tangannya terus menyusuri lembah terlarangku tanpa ragu. Noni mendorong pinggulnya memberi isyarat agar aku meresponnya.Tapi, aku tidak sampai hati melihat Adriana menatapku penuh harap. Aku tahu kalau Noni belum bisa tidur sebelum aku menghantarkannya pada puncak pelepasan. Namun situasi dan kondisinya memang tidak memungkinkan. Adriana membalikkan tubuhnya membelakangi aku dan Noni.Sambil berbisik Noni memaksaku untuk melakukan sesuatu, “Ayuk Pa..” bisik Noni. Aku pun memenuhi ajakan Noni, dengan perlahan-lahan aku melakukan pene
196. EndingTiga bulan kemudian Noni yang pada awalnya tidak tertarik dengan Nara, menjalin hubungan hanya untuk menyenangkan hati orang tuanya. Lambat laun cintanya berlabuh juga pada Nara, “Mas.. Kok kamu sabar sekali menghadapi aku?” itu dikatakan Noni satu hari sebelum akad nikahnya dengan Nara padaku. “Non, aku sangat yakin dengan kekuatan cinta, mencintai itu seperti titik air di atas batu. Harus intens dan serius, itulah yang akhirnya aku dapatkan.” jawab Nara penuh keyakinan Noni memeluk Nara sangat erat, “Kamu hebat, mas, kesabaran kamulah yang membuat aku jatuh cinta pada akhirnya.” bisik Noni. Nara jelaskan pada Noni, bukan hanya dalam mencintai harus yakin pada perasaan. Tapi, dalam segala hal manusia harus serius pada tujuan hidupnya. Bagi Nara, cukuplah penderitaan sudah menjadi bagian hidupnya. Sekarang dia ingin menghiasi cintanya pada Noni penuh dengan kebahagiaan. “Aku sangat berharap Papa besok hadir pada pernikahanku, tanpa ada Papa hidupku belumlah lengkap.
Satu bulan kemudianPernikahan pak Anggoro dan Adriana tidaklah dirayakan secara meriah, mengingat isteri pak Anggoro juga belum lama meninggal. Sebuah pernikahan yang sangat sederhana, yang dirayakan di villa pak Anggoro di puncak. Aku hadir bersama isteriku, sengaja aku minta Sri untuk menemaniku. Tadinya Sri tidak ingin pergi, karena dia tahu di acara itu pasti ada Widarti Mama Noni, yang merupakan mantanku sebelum menikahi Sri. “Mas.. biarlah aku di rumah saja, aku tidak ingin nanti Widarti malah tidak menerima kehadiranku.” ucap Sri saat itu“Sri.. mas justeru ingin perlihatkan pada Widarti, bahwa aku bahagia bersama kamu. Aku ingin semua orang tahu, bahwa aku bangga sama kamu, Sri.”Akhirnya Sri bersedia menemaniku malam itu. Sri terlihat cantik sekali, karena memang dia tidak pernah berdandan seperti itu. Kami berangkat dari rumah dengan menggunakan mobil kantor yang dipinjamkan pak Anggoro. Sampai di Villa kami agak terlambat, sehingga kedatangan kami menjadi perhatian bany
“Dalam keadaan habis sakit aja stamina om masih okey, gimana sebelumnya ya?” puji Virna “Om cuma bisanya seperti tadi itu, Virna, maaf ya performa om kurang bagus.” aku sedikit merendahkan diriVirna memelukku, “Om.. apa yang aku rasakan tadi sudah lebih dari cukup. Makanya aku membayangkan om saat masih sehat.”Aku jelaskan pada Virna, bahwa sesuai dengan usiaku saat ini performaku sudah jauh menurun. Namun, Virna menganggap kalau aku masih mampu mengimbangi durasinya dalam bercinta. Selama ini Virna bisa merasakan seperti itu jika berhubungan dengan lelaki seusianya. Baginya apa yang aku suguhkan padanya sudah lebih dari cukup. “Ada yang istimewa dari om, cara om memperlakukan aku. Om benar-benar pakai perasaan saat melakukannya.”“Kalau itu soal kebiasaan aja, Vir, om selalu menganggap pasangan bercinta itu adalah kekasih. Om tidak akan bercinta dengan wanita yang tidak om sukai.”Virna mempererat pelukannya, “Terima kasih om sudah perlakukan aku dengan penuh cinta.” ucap Virna
Keesokan harinya Pulang dari Bandung aku semakin percaya diri, terlebih lagi setelah kencan dengan Noni. Ternyata aku memang harus membebaskan diri dari berbagai ketakutan, aku harus lebih santai menghadapi keadaan. Virna memang tidak mungkin telepon aku, karena dia hanya memasukkan nomor ponselnya di daftar kontakku. Aku sangat yakin kalau dia mau menguji aku, apakah aku bersedia untuk meneleponnya. Saat aku berada di taman perumahan aku telepon Virna, “Hai Vir.. kok kamu gak kelihatan di taman?” tanyaku Virna katakan pagi itu dia tidak di rumah, dia sedang berada di luar rumah. Virna mengajakku untuk bertemu, “Di mana Virna?” tanyaku lagiVirna katakan kalau dia sedang staycation di sebuah hotel dan dia memberikan nama hotelnya, juga nomor kamarnya. Aku tidak buang kesempatan itu, aku segera pulang ke rumah untuk segera mandi. Saat aku sedang berpakaian, Sri masuk ke kamar, “Tuh kan! Kalau sudah sehat aja gak betah di rumah, mas mau kemana rapi gitu?” tanya Sri penuh kecurig
Di kantor, aku, Nara dan Noni membicarakan rencana pernikahan Noni dan Nara. Keluarga Noni menginginkan pernikahan dilaksanakan enam bulan lagi. Berbeda dengan keinginan Noni dan Nara, yang menginginkan pernikahan dilaksanakan tahun depan. Noni dan Nara butuh masukan dariku, “Pernikahan itu bisa dilaksanakan tergantung kesiapan kalian, karena yang akan menikah adalah kalian,” itu yang bisa aku katakan“Iya Pa, aku dan mas Nara siapnya tahun depan, tapi Papa dan Mama maunya lebih cepat dari itu.” ujar NoniNara pun menjelaskan, secara finansial dia baru bisa melaksanakan tahun depan. Namun, menurut Nara Jatimin menyanggupi untuk menutupi seluruh biaya. Alasan Jatimin, karena Noni anaknya satu-satunya. “Jadi, sebetulnya alasan kalian menunda juga terlalu prinsip, ya. Ikuti saja keinginan Papa kamu, Non, itulah yang paling baik. Aku jelaskan juga alasan Nara menunda bisa ditanggulangi Jatimin, jadi alasan Nara tidaklah menjadi halangan bagi keluarga Noni. Keluarga Noni tidak terlalu
Satu minggu kemudian Aku dijemput Noni dan Nara, alasannya Noni dan Nara banyak yang ingin dibicarakan di Bandung terkait rencana pernikahan mereka. Di Bandung aku nginap di rumah Nara, rumah yang pernah aku tempati sebagai kepala cabang. Saat aku di kantor menemani Nara dan bertemu dengan karyawan, Noni mengajakku keluar. Alasannya, dia ingin memberikan kejutan padaku. Aku minta izin pada Nara, “Nara.. om izin jalan sama Noni ya, Noni mau kasih kejutan pada om.”“Iya mas.. gak lama kok, aku mau perlihatkan sesuatu pada Papa.”“Okey.. Gak apa-apa kok, silahkan aja Pa.. saya belum bisa menemani karena lagi padat hari ini.” ucap Nara. Noni menyetir mobilnya, aku mendampinginya di depan. Noni cerita, bahwa rumah nenek sudah di renovasi, itulah yang ingin diperlihatkannya padaku. “Rumahnya sudah bagus Pa, yang renovasi Papa Jatimin.”“Jadi kamu mau kasih lihat rumah nenek sama Papa?”“Iya Pa, biar gimanapun rumah itu banyak kenangan kita, Pa. Papa senang gak aku ajak ke sana?”Aku me
Virna belum tahu situasi di kompleks perumahan, dengan entengnya dia mengajakku mampir ke rumahnya, “Om keberatan gak kalau aku ajak mampir ke rumah?”“Keberatan sih gak, Virna, masalahnya kompleks perumahan ini bukanlah seperti perumahan pondok indah. Apa kata warga entar lihat om ke rumah kamu.” aku menolak dengan halus. “Om.. aku mau tanya, sekarang performa om gimana?”Sepertinya Virna mau menguji staminaku, “Performa sih lumayan dibandingkan beberapa bulan yang lalu.”Virna pembicaraannya sudah mulai rada panas, dia menanyakan vitalitasku sudah kembali normal atau belum. Dari gestur tubuhnya Virna terlihat sangat gelisah, seperti ada yang ingin buru-buru dia tuntaskan. Virna mengulurkan tangannya, “Om pegang deh telapak tangan aku..” Aku ambil telapak tangannya, “Lho? Kok basah gini, Vir? Kenapa tuh?” tanyaku pura-pura polos“Aku gitu om.. kalau sudah ketemu yang aku inginkan, aku jadi nervous kalau tidak aku dapatkan.”Aku sebetulnya tahu apa yang Virna sedang alami dan ras
Kesehatanku sudah berangsur pulih, setiap pagi aku mulai melakukan olah raga ringan dengan gerak jalan. Selain itu aku juga mengubah penampilan, yang tadinya lebih klimis, sekarang wajahku mulai ditumbuhi kumis dan brewok tipis. Di taman komplek perumahan aku berlari-lari kecil untuk jarak pendek, sekadar menggerakkan tubuh agar berkeringat. Banyak juga penduduk disekitarnya yang ikut berolahraga. Saat sedang melepas lelah di bangku taman, seorang gadis menghampiriku, “Pagi om.. maaf om warga disekitar komplek ini ya?” tanya gadis itu“Iya dik.. adik juga warga sini ya? Kok om baru lihat kamu?” aku berusaha bersikap seramah mungkin“Kenalin om.. Virna, aku warga baru di sini, baru dua bulan pindah ke sini.” Dia mengulurukan tangan dan memperkenalkan diriAku pun membalas jabatan tangannya sambil memperkenalkan diri, “Danu.. om warga pertama di komplek ini.”Virna yang memakai outfit sport yang ketat dengan belahan depan rendah, sehingga memperlihatkan setiap lekuk tubuhnya yang men
Yosi pada akhirnya datang ke rumahku, dia kaget saat tahu aku lagi sakit, “Ya Tuhan, om.. aku benar-benar gak tahu kalau om sakit. Emang Maura tahu dari mana om sakit, tante?”“Tante juga gahu Yosi, yang jelas dia datang ke rumah saat om lagi sakit. Dia bawa anaknya yang berusia hampir satu tahun.”Yosi ceritakan pada isteriku kenapa dia kenalkan Maura padaku, alasan dia semata-mata karena aku sering menolong orang lain. Yosi katakan kalau dia kasihan pada Maura yang sedang hamil, tapi cowoknya kabur. Saat itu aku hanya diminta mencari solusinya, dan aku memberikan solusinya. “Yang aku tahu gitu tante, Maura juga bilang sama aku kalau om Danu baik dan tidak macam-macam.”“Kamu sering menemui om ya?”“Gak sering tante, baru sekali itu aja.. benar kan om?”“Ya Sri.. Yosi ketemu aku baru kali itu aja.”“Emang Maura cerita apa sama tante soal om?”Sri katakan pada Yosi, bahwa Maura tidak banyak bicara. Maura hanya prihatin melihat keadaanku, dia belum sudah lama tidak bertemu denganku.