Ada yang terlupa, aku tidak sempat membawa ponsel Clara. Padahal aku harus menghubungi orang tuanya. Dalam kondisi yang sangat panik aku tidak memikirkan hal yang lainnya, yang ada dibenakku hanya menyelamatkan nyawa Clara. Aku minta Anya untuk kembali ke Paviliun Clara untuk mengambil ponselnya, “Anya.. kamu kalau om minta ke Paviliun Clara bisa gak? Kamu ingat jalannya?”“Tenang aja om.. Aku kan asli Bandung, om.” Anya bergegas kembali ke Paviliun Clara. Saat Anya ke Paviliun Clara, dokter mengajakku bicara, “Bapak orang tuan?” tanya dokte“Bukan dok.. saya orang yang teleponnya sebelum peristiwa ini terjadi. Gimana keadaannya, dok?”“Sampai saat ini kondisinya kritis, tapi masih dalam penanganan. Orang tuanya bisa dipanggil pak?”Aku jelaskan pada dokter, bahwa ponsel Clara sedang diambil ke Paviliun. Aku ceritakan kronologisnya pada dokter, mulai dari saat aku di telepon sampai saat aku temukan Clara dalam keadaan sekarat di dalam kamar mandi. “Sepertinya dia mencoba bunuh di
Dokter memberikan penjelasan kalau Clara butuh donor darah. Aku dan Anya bersedia mendonorkan darah, kalau dianggap memenuhi syarat dan sesuai dengan darah yang dibutuhkan. “Orang tua pasien kira-kira kapan datang pak?” tanya dokter“Saya belum tahu, dokter, karena belum ada kabar lagi dari orang tuanya. Kenapa dokter?” aku balik bertanya“Pasien membutuhkan donor darah, pak, karena pasien banyak mengeluarkan darah sebelumnya.”“Kami bersedia mendonorkan darah, dokter, kalau seandainya memenuhi syarat.”Aku dan Anya diperiksa untuk melihat memenuhi syarat atau tidak. Untungnya Anya tidak keberatan juga untuk mendonorkan darahnya demi Clara, orang yang tidak dia kenal sama sekali. Bagi aku dan Anya saat itu, yang penting bisa menyelamatkan nyawa Clara. Begitulah caraku untuk menjaga hubungan sesama manusia, sedikitpun aku tidak berpikir tentang keselamatan diriku sendiri. Setelah melalui proses pemeriksaan laboratorium, ternyata darah Anya sama dengan Clara dan sangat memenuhi syara
Pukul 3 pagi, Aku dan Anya meninggalkan rumah sakit dan pulang ke rumah. Di tengah rintik hujan dan dinginnya udara pagi, ditambah lagi kurang tidur membuat aku serasa membutuhkan sesuatu. “Om kedinginan gak? Aku gak kuat om, cuacanya dingin sekali.” Anya merapatkan tubuhnya ke tubuhku. Satu tanganku memegang stir, tangan yang satunya lagi memeluk Anya. “Gimana Anya? Masih kedinginan?” tanyaku“Lumayan hangat om.. “Aku khawatir efek dari mendonorkan darahnya, Anya menjadi sensitif tubuhnya. Aku semakin eratkan pelukanku, Anya terlihat mulai nyaman. “Tenang ya.. sebentar lagi kita sampai.” aku terus memacu mobil di tengah rintik hujan dan pagi yang begitu sepi. Situasi itu membuatku sangat bergairah, ditambah lagi aroma wangi tubuh Anya yang khas. Aku tidak tahu perasaan apa yang sedang menerpaku, sehingga aku ingin buru-buru sampai di rumah. Setelah lima belas menit menempuh perjalanan, kami sampai di rumah. Kami segera turun dan Anya membuka pintu rumah, karena dia yang terakh
Satu bulan kemudianSaat makan siang di Restoran di dekat kantor, Noni dan Nara tidak lagi segan memperlihatkan kedakatan mereka. Memang tidak banyak yang aku ketahui tentang hubungan mereka akhir-akhir ini. Yang aku tahu, Nara kinerjanya di kantor semakin bagus. Rupanya Noni selalu memperhatikan dan memotivasi Nara, begitu. Juga sebaliknya. “Maaf ya Pa.. Akhir-akhir ini aku jarang komunikasi sama Papa, waktu aku banyak habis untuk lelaki ini.” ucap Noni sembari menunjuk Nara yang ada di sisinya dengan jempolnya. Nara merespon ucapan Noni itu dengan senyumnya, “Noni maunya diperhatikan dan disayang om, jadi mau tak mau saya harus merebut semuanya.” “Gak apa-apa sih.. itukan bagus buat hubungan kalian ke depan.”Noni banyak cerita tentang perkembangan dirinya, kuliahnya semakin intens dan dia pun sudah mulai aktif di perusahaan Jatimin—Papanya. Bagi aku itu sebuah perubahan yang positif dari Noni. Bahkan aku sangat berharap hubungan Noni dan Nara langgeng. “Non.. itu semua kesemp
Setelah Noni pulang, aku merenung sendiri di ruang kerjaku. Betapa waktu cepat berlalu, perubahan demi perubahan pun tidak dapat dihindari. Noni yang tadinya begitu aku rindukan harus mengikuti jalan hidupnya. Tidak aku duga ternyata jodoh Noni bukanlah Supriatna, melainkan Narandra. Seorang eksekutif muda yang masa depannya cemerlang. Tuhan berikan lelaki yang sepadan dan lebih baik untuk Noni. Aku mengenang kembali kebersamaanku dengan Noni, gadis yang begitu hangat dan selalu aku rindukan, “Om pernah janji untuk menikahi aku, tapi.. aku sadar itu tidak mungkin. Biarlah om tetap ada di hati aku.” Itu dikatakan Noni saat aku belum menduga dia adalah anakku. Ucapannya itu membuatku semakin simpati pada Noni, “Non.. om terima kasih atas pengertian kamu, karena om sendiri tidak mengerti bagaimana melaksanakan janji itu.”Bagi Noni, tidak bisa memiliki aku seutuhnya tidak masalah. Tapi, yang penting aku selalu ada untuk dirinya. Bahkan saat aku menduga dia adalah anak dari buah hub
Aku merenung sejenak untuk mempertimbangkan, apakah aku harus membela kepentingan sendiri bertemu dengan Anya. Atau aku harus membela Noni dan Nara? Dengan Anya aku sudah terlanjur mengiyakan permintaannya. Sementara, dengan Noni aku masih bisa mempertimbangkannya. Akhirnya, aku putuskan untuk mempersilahkan Noni dan Nara datang ke rumahku, “Bisa Non, Papa tunggu malam ini ya.” Itulah keputusanku. “Kok mau bilang bisa aja lama banget, Pa? Keberatan ya menerima kedatangan aku dan mas Nara?” “Bukan gitu Non, tadi Papa udah kandung janji sama teman, tapi Papa lebih memilih untuk bertemu kalian.”Noni senang sekali mendengar aku lebih membela kepentingannya, dia sangat berterima kasih. Aku berpikir, urusan ketemu dengan Anya bisa saja aku lakukan setelah Noni dan Nara pulang. “Noni semakin sayang sama Papa, ternyata Papa gak berubah sama Noni.”“Kenapa Papa harus berubah pada orang yang Papa cintai dan sayangi, Non? Kamu itu sudah menjadi separuh dari hidup Papa.”Noni semakin tersan
Di tempat tidur kami tidak langsung memadu keintiman, Anya kembali cerita tentang Papa Clara yang selalu menggodanya. “Anya baru tahu om kalau Papa Clara itu Sugar Daddy, bisa cerita gak dari mana om tahu?”“Sebetulnya, dari penampilannya aja kamu bisa lihat. Dia sangat dandy dan matanya celamitan.”Anya terbahak-bahak mendengar ceritaku, “Hak hak hak.. Bisa aja nih om Danu, om juga selalu dandy, tapi bukan Sugar Daddy kok?”“Om modalnya tipis, Anya, kalau banyak modal, pastinya sudah jadi Sugar Daddy juga.” candaku. Anya katakan padaku bahwa, dia ditawari sebuah apartemen dan juga uang bulanan yang cukup. Selain itu, Anya juga akan diajak jalan-jalan keluar negeri untuk shopping. Anya sempat tergiur, tapi dia takut menjadi pelakor. Khawatir ketahuan sama orang tuanya, Anya bilang padaku kalau dia lebih senang hubungan tanpa beban. Cukup ‘Hit and run’ tanpa terikat. “Nah! Karena kamu cerita itu, om akan cerita pengalaman yang sama dialami Sinta, teman om.”“Waduh! Siapa lagi tuh o
Widarti tidak bisa berlama-lama merahasiakan pemerkosaan yang dialami Noni, saat dia berusia 10 tahun. Dia harus ceritakan perihal itu pada suaminya, Jatimin yang juga ayah kandung Noni. Menurut Widarti, pada awalnya Jatimin marah besar pada Jatiman saudara kembarnya. Tapi, mengingat Jatiman adalah orang yang menyelamatkan mukanya, dan mau menutupi aibnya saat tahu Widarti hamil. Jatimin sangat sadar kalau dia tidak berdaya saat itu. Sehingga Jatiman bersedia menikahi Widarti. Itu semua diceritakan Widarti dan Jatimin saat berkunjung ke kantorku tadi pagi. “Aku gak bisa mas menyimpan rahasia ini pada mas Jatimin, karena cepat atau lambat dia akan tahu.” ujar Widarti“Pada awalnya, aku sakit hati mas, aku kecewa pada mas Jatiman. Aku titipkan Noni pada dia, tapi dia seperti pagar makan tanaman.” Jatimin katakan itu dengan pilu. Aku memberikan nasihat pada Jatimin dan Widarti, aku minta mereka mengambil hikmah dari peristiwa itu. Aku katakan pada mereka, bahwa Noni sampai saat ini m
196. EndingTiga bulan kemudian Noni yang pada awalnya tidak tertarik dengan Nara, menjalin hubungan hanya untuk menyenangkan hati orang tuanya. Lambat laun cintanya berlabuh juga pada Nara, “Mas.. Kok kamu sabar sekali menghadapi aku?” itu dikatakan Noni satu hari sebelum akad nikahnya dengan Nara padaku. “Non, aku sangat yakin dengan kekuatan cinta, mencintai itu seperti titik air di atas batu. Harus intens dan serius, itulah yang akhirnya aku dapatkan.” jawab Nara penuh keyakinan Noni memeluk Nara sangat erat, “Kamu hebat, mas, kesabaran kamulah yang membuat aku jatuh cinta pada akhirnya.” bisik Noni. Nara jelaskan pada Noni, bukan hanya dalam mencintai harus yakin pada perasaan. Tapi, dalam segala hal manusia harus serius pada tujuan hidupnya. Bagi Nara, cukuplah penderitaan sudah menjadi bagian hidupnya. Sekarang dia ingin menghiasi cintanya pada Noni penuh dengan kebahagiaan. “Aku sangat berharap Papa besok hadir pada pernikahanku, tanpa ada Papa hidupku belumlah lengkap.
Satu bulan kemudianPernikahan pak Anggoro dan Adriana tidaklah dirayakan secara meriah, mengingat isteri pak Anggoro juga belum lama meninggal. Sebuah pernikahan yang sangat sederhana, yang dirayakan di villa pak Anggoro di puncak. Aku hadir bersama isteriku, sengaja aku minta Sri untuk menemaniku. Tadinya Sri tidak ingin pergi, karena dia tahu di acara itu pasti ada Widarti Mama Noni, yang merupakan mantanku sebelum menikahi Sri. “Mas.. biarlah aku di rumah saja, aku tidak ingin nanti Widarti malah tidak menerima kehadiranku.” ucap Sri saat itu“Sri.. mas justeru ingin perlihatkan pada Widarti, bahwa aku bahagia bersama kamu. Aku ingin semua orang tahu, bahwa aku bangga sama kamu, Sri.”Akhirnya Sri bersedia menemaniku malam itu. Sri terlihat cantik sekali, karena memang dia tidak pernah berdandan seperti itu. Kami berangkat dari rumah dengan menggunakan mobil kantor yang dipinjamkan pak Anggoro. Sampai di Villa kami agak terlambat, sehingga kedatangan kami menjadi perhatian bany
“Dalam keadaan habis sakit aja stamina om masih okey, gimana sebelumnya ya?” puji Virna “Om cuma bisanya seperti tadi itu, Virna, maaf ya performa om kurang bagus.” aku sedikit merendahkan diriVirna memelukku, “Om.. apa yang aku rasakan tadi sudah lebih dari cukup. Makanya aku membayangkan om saat masih sehat.”Aku jelaskan pada Virna, bahwa sesuai dengan usiaku saat ini performaku sudah jauh menurun. Namun, Virna menganggap kalau aku masih mampu mengimbangi durasinya dalam bercinta. Selama ini Virna bisa merasakan seperti itu jika berhubungan dengan lelaki seusianya. Baginya apa yang aku suguhkan padanya sudah lebih dari cukup. “Ada yang istimewa dari om, cara om memperlakukan aku. Om benar-benar pakai perasaan saat melakukannya.”“Kalau itu soal kebiasaan aja, Vir, om selalu menganggap pasangan bercinta itu adalah kekasih. Om tidak akan bercinta dengan wanita yang tidak om sukai.”Virna mempererat pelukannya, “Terima kasih om sudah perlakukan aku dengan penuh cinta.” ucap Virna
Keesokan harinya Pulang dari Bandung aku semakin percaya diri, terlebih lagi setelah kencan dengan Noni. Ternyata aku memang harus membebaskan diri dari berbagai ketakutan, aku harus lebih santai menghadapi keadaan. Virna memang tidak mungkin telepon aku, karena dia hanya memasukkan nomor ponselnya di daftar kontakku. Aku sangat yakin kalau dia mau menguji aku, apakah aku bersedia untuk meneleponnya. Saat aku berada di taman perumahan aku telepon Virna, “Hai Vir.. kok kamu gak kelihatan di taman?” tanyaku Virna katakan pagi itu dia tidak di rumah, dia sedang berada di luar rumah. Virna mengajakku untuk bertemu, “Di mana Virna?” tanyaku lagiVirna katakan kalau dia sedang staycation di sebuah hotel dan dia memberikan nama hotelnya, juga nomor kamarnya. Aku tidak buang kesempatan itu, aku segera pulang ke rumah untuk segera mandi. Saat aku sedang berpakaian, Sri masuk ke kamar, “Tuh kan! Kalau sudah sehat aja gak betah di rumah, mas mau kemana rapi gitu?” tanya Sri penuh kecurig
Di kantor, aku, Nara dan Noni membicarakan rencana pernikahan Noni dan Nara. Keluarga Noni menginginkan pernikahan dilaksanakan enam bulan lagi. Berbeda dengan keinginan Noni dan Nara, yang menginginkan pernikahan dilaksanakan tahun depan. Noni dan Nara butuh masukan dariku, “Pernikahan itu bisa dilaksanakan tergantung kesiapan kalian, karena yang akan menikah adalah kalian,” itu yang bisa aku katakan“Iya Pa, aku dan mas Nara siapnya tahun depan, tapi Papa dan Mama maunya lebih cepat dari itu.” ujar NoniNara pun menjelaskan, secara finansial dia baru bisa melaksanakan tahun depan. Namun, menurut Nara Jatimin menyanggupi untuk menutupi seluruh biaya. Alasan Jatimin, karena Noni anaknya satu-satunya. “Jadi, sebetulnya alasan kalian menunda juga terlalu prinsip, ya. Ikuti saja keinginan Papa kamu, Non, itulah yang paling baik. Aku jelaskan juga alasan Nara menunda bisa ditanggulangi Jatimin, jadi alasan Nara tidaklah menjadi halangan bagi keluarga Noni. Keluarga Noni tidak terlalu
Satu minggu kemudian Aku dijemput Noni dan Nara, alasannya Noni dan Nara banyak yang ingin dibicarakan di Bandung terkait rencana pernikahan mereka. Di Bandung aku nginap di rumah Nara, rumah yang pernah aku tempati sebagai kepala cabang. Saat aku di kantor menemani Nara dan bertemu dengan karyawan, Noni mengajakku keluar. Alasannya, dia ingin memberikan kejutan padaku. Aku minta izin pada Nara, “Nara.. om izin jalan sama Noni ya, Noni mau kasih kejutan pada om.”“Iya mas.. gak lama kok, aku mau perlihatkan sesuatu pada Papa.”“Okey.. Gak apa-apa kok, silahkan aja Pa.. saya belum bisa menemani karena lagi padat hari ini.” ucap Nara. Noni menyetir mobilnya, aku mendampinginya di depan. Noni cerita, bahwa rumah nenek sudah di renovasi, itulah yang ingin diperlihatkannya padaku. “Rumahnya sudah bagus Pa, yang renovasi Papa Jatimin.”“Jadi kamu mau kasih lihat rumah nenek sama Papa?”“Iya Pa, biar gimanapun rumah itu banyak kenangan kita, Pa. Papa senang gak aku ajak ke sana?”Aku me
Virna belum tahu situasi di kompleks perumahan, dengan entengnya dia mengajakku mampir ke rumahnya, “Om keberatan gak kalau aku ajak mampir ke rumah?”“Keberatan sih gak, Virna, masalahnya kompleks perumahan ini bukanlah seperti perumahan pondok indah. Apa kata warga entar lihat om ke rumah kamu.” aku menolak dengan halus. “Om.. aku mau tanya, sekarang performa om gimana?”Sepertinya Virna mau menguji staminaku, “Performa sih lumayan dibandingkan beberapa bulan yang lalu.”Virna pembicaraannya sudah mulai rada panas, dia menanyakan vitalitasku sudah kembali normal atau belum. Dari gestur tubuhnya Virna terlihat sangat gelisah, seperti ada yang ingin buru-buru dia tuntaskan. Virna mengulurkan tangannya, “Om pegang deh telapak tangan aku..” Aku ambil telapak tangannya, “Lho? Kok basah gini, Vir? Kenapa tuh?” tanyaku pura-pura polos“Aku gitu om.. kalau sudah ketemu yang aku inginkan, aku jadi nervous kalau tidak aku dapatkan.”Aku sebetulnya tahu apa yang Virna sedang alami dan ras
Kesehatanku sudah berangsur pulih, setiap pagi aku mulai melakukan olah raga ringan dengan gerak jalan. Selain itu aku juga mengubah penampilan, yang tadinya lebih klimis, sekarang wajahku mulai ditumbuhi kumis dan brewok tipis. Di taman komplek perumahan aku berlari-lari kecil untuk jarak pendek, sekadar menggerakkan tubuh agar berkeringat. Banyak juga penduduk disekitarnya yang ikut berolahraga. Saat sedang melepas lelah di bangku taman, seorang gadis menghampiriku, “Pagi om.. maaf om warga disekitar komplek ini ya?” tanya gadis itu“Iya dik.. adik juga warga sini ya? Kok om baru lihat kamu?” aku berusaha bersikap seramah mungkin“Kenalin om.. Virna, aku warga baru di sini, baru dua bulan pindah ke sini.” Dia mengulurukan tangan dan memperkenalkan diriAku pun membalas jabatan tangannya sambil memperkenalkan diri, “Danu.. om warga pertama di komplek ini.”Virna yang memakai outfit sport yang ketat dengan belahan depan rendah, sehingga memperlihatkan setiap lekuk tubuhnya yang men
Yosi pada akhirnya datang ke rumahku, dia kaget saat tahu aku lagi sakit, “Ya Tuhan, om.. aku benar-benar gak tahu kalau om sakit. Emang Maura tahu dari mana om sakit, tante?”“Tante juga gahu Yosi, yang jelas dia datang ke rumah saat om lagi sakit. Dia bawa anaknya yang berusia hampir satu tahun.”Yosi ceritakan pada isteriku kenapa dia kenalkan Maura padaku, alasan dia semata-mata karena aku sering menolong orang lain. Yosi katakan kalau dia kasihan pada Maura yang sedang hamil, tapi cowoknya kabur. Saat itu aku hanya diminta mencari solusinya, dan aku memberikan solusinya. “Yang aku tahu gitu tante, Maura juga bilang sama aku kalau om Danu baik dan tidak macam-macam.”“Kamu sering menemui om ya?”“Gak sering tante, baru sekali itu aja.. benar kan om?”“Ya Sri.. Yosi ketemu aku baru kali itu aja.”“Emang Maura cerita apa sama tante soal om?”Sri katakan pada Yosi, bahwa Maura tidak banyak bicara. Maura hanya prihatin melihat keadaanku, dia belum sudah lama tidak bertemu denganku.