Di tempat tidur kami tidak langsung memadu keintiman, Anya kembali cerita tentang Papa Clara yang selalu menggodanya. “Anya baru tahu om kalau Papa Clara itu Sugar Daddy, bisa cerita gak dari mana om tahu?”“Sebetulnya, dari penampilannya aja kamu bisa lihat. Dia sangat dandy dan matanya celamitan.”Anya terbahak-bahak mendengar ceritaku, “Hak hak hak.. Bisa aja nih om Danu, om juga selalu dandy, tapi bukan Sugar Daddy kok?”“Om modalnya tipis, Anya, kalau banyak modal, pastinya sudah jadi Sugar Daddy juga.” candaku. Anya katakan padaku bahwa, dia ditawari sebuah apartemen dan juga uang bulanan yang cukup. Selain itu, Anya juga akan diajak jalan-jalan keluar negeri untuk shopping. Anya sempat tergiur, tapi dia takut menjadi pelakor. Khawatir ketahuan sama orang tuanya, Anya bilang padaku kalau dia lebih senang hubungan tanpa beban. Cukup ‘Hit and run’ tanpa terikat. “Nah! Karena kamu cerita itu, om akan cerita pengalaman yang sama dialami Sinta, teman om.”“Waduh! Siapa lagi tuh o
Widarti tidak bisa berlama-lama merahasiakan pemerkosaan yang dialami Noni, saat dia berusia 10 tahun. Dia harus ceritakan perihal itu pada suaminya, Jatimin yang juga ayah kandung Noni. Menurut Widarti, pada awalnya Jatimin marah besar pada Jatiman saudara kembarnya. Tapi, mengingat Jatiman adalah orang yang menyelamatkan mukanya, dan mau menutupi aibnya saat tahu Widarti hamil. Jatimin sangat sadar kalau dia tidak berdaya saat itu. Sehingga Jatiman bersedia menikahi Widarti. Itu semua diceritakan Widarti dan Jatimin saat berkunjung ke kantorku tadi pagi. “Aku gak bisa mas menyimpan rahasia ini pada mas Jatimin, karena cepat atau lambat dia akan tahu.” ujar Widarti“Pada awalnya, aku sakit hati mas, aku kecewa pada mas Jatiman. Aku titipkan Noni pada dia, tapi dia seperti pagar makan tanaman.” Jatimin katakan itu dengan pilu. Aku memberikan nasihat pada Jatimin dan Widarti, aku minta mereka mengambil hikmah dari peristiwa itu. Aku katakan pada mereka, bahwa Noni sampai saat ini m
Dua bulan kemudianKehadiran cucu pertamaku semakin memastikan kalau aku sudah semakin menua, menjadi tonggak penting dalam perjalanan hidupku. Aku ikut hadir saat menanti kelahirannya, karena ini bagian dari sejarah penting dalam hidupku. Sungguh aku sangat bahagia, terlebih saat aku melihat kebahagiaan Rani dan Radith sebagai keluarga muda. Pada mereka karma perbuatanku diperlihatkan, untungnya tidak berbuah Petaka. “Papa gak mau gendong cucunya yang cantik ini?” tanya Rani“Jangan dulu sayang.. Takutnya dia masih sensitif dan Papa tidak steril.” aku berikan alasan. “Biar bagian Mama Rani, dulu saat kalian baru lahir Papa juga tidak langsung gendong kalian.” canda Sri, isteriku Aku tersadar oleh ucapan Sri, karena aku memang tidak terlalu berani menggendong bayi yang masih merah. Aku juga tidak tahu sebabnya, aku sangat kagok menggendong bayi. Di tengah sukacita kehadiran cucu pertama itu, tiba-tiba Adriana datang untuk menyambut kelahiran anak Rani. Rupanya Adriana sudah semak
Di tengah kegairahan yang memuncak, cumbuan demi cumbuan dalam pagutan asmara terlarang, pandanganku seketika nanar, kepalaku sangatlah sakit. Aku tidak tahu lagi apa yang terjadi setelah itu. Saat aku kembali tersadar, Adriana ada disampingku. Tubuhku masih terbujur di atas tempat tidur, aku kembali mengingat apa yang terjadi sebelumnya. Namun, ingatanku belumlah terlalu pulih. “Dua jam yang lalu, om diserang stroke ringan.” ujar Adriana Bibirku masih terasa kelu, tidak ada yang bisa aku katakan pada Adriana. “Om masih dalam tahap pemulihan, semoga saja menjelang pagi om sudah pulih.”Aku hanya mendengarkan apa yang dikatakan Adriana. Adriana ceritakan kronologisnya saat aku diserang stroke ringan, dan bagaimana dia mengatasi masalah yang aku alami. “Tadinya aku mau bawa om ke dokter, tapi aku takut malah menjadi masalah besar nantinya. Akhirnya aku konsultasi dengan dokter secara online.”Perlahan-lahan kesadaranku mulai pulih dan anggota tubuhku pun sudah mulai bisa digerakkan
Satu minggu kemudianSebelumnya, satu hari setelah aku diserang stroke, aku bertemu dengan Adriana saat akan mengambil mobil di apartemennya. Adriana sangat mencemaskan kesehatanku, “Om yakin sudah bisa setir mobil?” tanya Adriana cemas“Aman Dri, om sudah konsultasi dokter. Tapi, untuk ke Bandung mungkin bukan om yang setir. Pak Anggoro siapkan supir.”“Okey deh, om, semoga seterusnya om sehat ya.”Aku sangat berterima kasih pada Adriana, dalam situasi aku diserang stroke dia ada bersamaku. Itu tidak akan aku lupakan begitu saja, pertolongan pertama yang dilakukan Adriana sangat mempengaruhi Kondisiku saat sekarang. ***Di Bandung aku mulai disibukkan oleh berbagai proyek yang sedang ditangani perusahaan. Narandra sangat mengerti dengan kondisi kesehatanku, “Om gak usah terlibat di lapangan, karena kondisinya akan membuat om stres. Biar Nara di lapangan, om standby di kantor aja.”“Terima kasih Nara, om memang masih harus menghindari situasi seperti itu. Di saat Nara sibuk dilapa
Aku baru merasakan sesuatu yang membuatku semakin menyadari, bahwa romantisme itu tidak selalu tentang bercinta. Kedekatanku saat ini dengan Noni, tidak lagi dibumbui birahi. Suasana tidak berubah, hanya perilaku yang berubah. “Apa yang Papa rasakan saat aku ada di sisi Papa? Apakah aku masih sehangat dulu?” Noni menatapku dalam“Kehadiran kamu itu sebuah kehangatan, Non, rasanya tetap sama, tidak ada yang berubah.” aku membalas tatapannya“Papa tahu? Tidak ada yang bisa menggantikan Papa di hati aku.”Aku terharu mendengar apa yang dikatakan Noni, aku bisa merasakan dar apa yang dilakukannya terhadap aku. Inilah romantisme yang aku inginkan sebetulnya, tidak melulu harus diakhiri dengan bercinta. “Papa percaya, Non, dari sikap kamu, cara perlakuan kamu, semua itu sudah memperlihatkannya.”Noni juga mengatakan, kalau hubunganku dengan dia tidak pernah berakhir, meskipun sampai dia menikah. Aku memahami hubungan yang dia maksudkan, dan tentunya bukanlah hubungan asmara. Saat makan s
Selepas pulang kantor aku sendirian di rumah. Aku tidak pernah lagi berpikir tentang Anya setelah lebih satu minggu tidak bertemu. Saat aku lagi santai di ruang tamu, tiba-tiba ada ketukan dipintu. Aku beranjak untuk membukanya, ternyata Anya yang datang, “Boleh masuk gak nih, om?” tanya Anya “Tentu boleh Anya, Yuk! Silakan masuk, Anya..”Aku ajak Anya masuk, kami ngobrol di ruang tamu seperti biasanya. Anya duduk begitu rapat disampingku. Ada kecemasan seketika menyergap, aku khawatir Noni datang. Dia sudah berjanji akan selalu mengunjungi aku, baik di kantor atau pun di rumah. “Om gimana kabarnya? Sehat?”Aku ceritakan pada Anya kalau aku seminggu yang lalu diserang stroke. Anya tersentak kaget mendengar ceritaku, “Om serius? Kok aku gak dikabari, om?”“Gak mungkin om kabari kamu, Anya, karena situasinya tidak memungkinkan. Om berada di tengah-tengah keluarga.”Anya mencecarku dengan berbagai pertanyaan, mulai dari apa penyebabnya, berapa lama aku baru pulih, dan di mana posis
Noni masih tertegun menatapku dan akupun juga begitu, Anya merasa kalau yang datang itu adalah anakku. Nara yang tadinya hanya diam mencoba menenangkan Noni, Nara berbisik di telinga Noni dan aku tidak tahu apa yang dibisikannya pada Noni, “Okey Pa.. Papa jelaskan aja dengan tenang..” Ujar Noni sembari menghampiri aku dan Anya. Wajahnya yang tadinya begitu murka, seketika berubah tenang setelah dibisikkan Nara. “Maafkan Papa Non.. Apa yang kamu lihat tadi, tidak seperti itu kejadian sebenarnya.” aku merasa bersalah pada Noni dan Nara. Aku perkenalkan Anya pada Nara, aku jelaskan posisi hubunganku dengan Anya. Aku katakan kalau Anya sedang melakukan riset tokoh untuk novelnya. Aku tidak tahu kenapa Noni tiba-tiba berubah. Apakah karena dia menyadari takut penyakit yang aku idap. Sehingga dia berusaha untuk tidak memancing emosiku. “Baik Pa, kami tidak masalah dengan semua ini, kami mengerti Papa butuh refreshing.”“Sebagian besar sosok yang ada di dalam diri Anya, adalah duplik
196. EndingTiga bulan kemudian Noni yang pada awalnya tidak tertarik dengan Nara, menjalin hubungan hanya untuk menyenangkan hati orang tuanya. Lambat laun cintanya berlabuh juga pada Nara, “Mas.. Kok kamu sabar sekali menghadapi aku?” itu dikatakan Noni satu hari sebelum akad nikahnya dengan Nara padaku. “Non, aku sangat yakin dengan kekuatan cinta, mencintai itu seperti titik air di atas batu. Harus intens dan serius, itulah yang akhirnya aku dapatkan.” jawab Nara penuh keyakinan Noni memeluk Nara sangat erat, “Kamu hebat, mas, kesabaran kamulah yang membuat aku jatuh cinta pada akhirnya.” bisik Noni. Nara jelaskan pada Noni, bukan hanya dalam mencintai harus yakin pada perasaan. Tapi, dalam segala hal manusia harus serius pada tujuan hidupnya. Bagi Nara, cukuplah penderitaan sudah menjadi bagian hidupnya. Sekarang dia ingin menghiasi cintanya pada Noni penuh dengan kebahagiaan. “Aku sangat berharap Papa besok hadir pada pernikahanku, tanpa ada Papa hidupku belumlah lengkap.
Satu bulan kemudianPernikahan pak Anggoro dan Adriana tidaklah dirayakan secara meriah, mengingat isteri pak Anggoro juga belum lama meninggal. Sebuah pernikahan yang sangat sederhana, yang dirayakan di villa pak Anggoro di puncak. Aku hadir bersama isteriku, sengaja aku minta Sri untuk menemaniku. Tadinya Sri tidak ingin pergi, karena dia tahu di acara itu pasti ada Widarti Mama Noni, yang merupakan mantanku sebelum menikahi Sri. “Mas.. biarlah aku di rumah saja, aku tidak ingin nanti Widarti malah tidak menerima kehadiranku.” ucap Sri saat itu“Sri.. mas justeru ingin perlihatkan pada Widarti, bahwa aku bahagia bersama kamu. Aku ingin semua orang tahu, bahwa aku bangga sama kamu, Sri.”Akhirnya Sri bersedia menemaniku malam itu. Sri terlihat cantik sekali, karena memang dia tidak pernah berdandan seperti itu. Kami berangkat dari rumah dengan menggunakan mobil kantor yang dipinjamkan pak Anggoro. Sampai di Villa kami agak terlambat, sehingga kedatangan kami menjadi perhatian bany
“Dalam keadaan habis sakit aja stamina om masih okey, gimana sebelumnya ya?” puji Virna “Om cuma bisanya seperti tadi itu, Virna, maaf ya performa om kurang bagus.” aku sedikit merendahkan diriVirna memelukku, “Om.. apa yang aku rasakan tadi sudah lebih dari cukup. Makanya aku membayangkan om saat masih sehat.”Aku jelaskan pada Virna, bahwa sesuai dengan usiaku saat ini performaku sudah jauh menurun. Namun, Virna menganggap kalau aku masih mampu mengimbangi durasinya dalam bercinta. Selama ini Virna bisa merasakan seperti itu jika berhubungan dengan lelaki seusianya. Baginya apa yang aku suguhkan padanya sudah lebih dari cukup. “Ada yang istimewa dari om, cara om memperlakukan aku. Om benar-benar pakai perasaan saat melakukannya.”“Kalau itu soal kebiasaan aja, Vir, om selalu menganggap pasangan bercinta itu adalah kekasih. Om tidak akan bercinta dengan wanita yang tidak om sukai.”Virna mempererat pelukannya, “Terima kasih om sudah perlakukan aku dengan penuh cinta.” ucap Virna
Keesokan harinya Pulang dari Bandung aku semakin percaya diri, terlebih lagi setelah kencan dengan Noni. Ternyata aku memang harus membebaskan diri dari berbagai ketakutan, aku harus lebih santai menghadapi keadaan. Virna memang tidak mungkin telepon aku, karena dia hanya memasukkan nomor ponselnya di daftar kontakku. Aku sangat yakin kalau dia mau menguji aku, apakah aku bersedia untuk meneleponnya. Saat aku berada di taman perumahan aku telepon Virna, “Hai Vir.. kok kamu gak kelihatan di taman?” tanyaku Virna katakan pagi itu dia tidak di rumah, dia sedang berada di luar rumah. Virna mengajakku untuk bertemu, “Di mana Virna?” tanyaku lagiVirna katakan kalau dia sedang staycation di sebuah hotel dan dia memberikan nama hotelnya, juga nomor kamarnya. Aku tidak buang kesempatan itu, aku segera pulang ke rumah untuk segera mandi. Saat aku sedang berpakaian, Sri masuk ke kamar, “Tuh kan! Kalau sudah sehat aja gak betah di rumah, mas mau kemana rapi gitu?” tanya Sri penuh kecurig
Di kantor, aku, Nara dan Noni membicarakan rencana pernikahan Noni dan Nara. Keluarga Noni menginginkan pernikahan dilaksanakan enam bulan lagi. Berbeda dengan keinginan Noni dan Nara, yang menginginkan pernikahan dilaksanakan tahun depan. Noni dan Nara butuh masukan dariku, “Pernikahan itu bisa dilaksanakan tergantung kesiapan kalian, karena yang akan menikah adalah kalian,” itu yang bisa aku katakan“Iya Pa, aku dan mas Nara siapnya tahun depan, tapi Papa dan Mama maunya lebih cepat dari itu.” ujar NoniNara pun menjelaskan, secara finansial dia baru bisa melaksanakan tahun depan. Namun, menurut Nara Jatimin menyanggupi untuk menutupi seluruh biaya. Alasan Jatimin, karena Noni anaknya satu-satunya. “Jadi, sebetulnya alasan kalian menunda juga terlalu prinsip, ya. Ikuti saja keinginan Papa kamu, Non, itulah yang paling baik. Aku jelaskan juga alasan Nara menunda bisa ditanggulangi Jatimin, jadi alasan Nara tidaklah menjadi halangan bagi keluarga Noni. Keluarga Noni tidak terlalu
Satu minggu kemudian Aku dijemput Noni dan Nara, alasannya Noni dan Nara banyak yang ingin dibicarakan di Bandung terkait rencana pernikahan mereka. Di Bandung aku nginap di rumah Nara, rumah yang pernah aku tempati sebagai kepala cabang. Saat aku di kantor menemani Nara dan bertemu dengan karyawan, Noni mengajakku keluar. Alasannya, dia ingin memberikan kejutan padaku. Aku minta izin pada Nara, “Nara.. om izin jalan sama Noni ya, Noni mau kasih kejutan pada om.”“Iya mas.. gak lama kok, aku mau perlihatkan sesuatu pada Papa.”“Okey.. Gak apa-apa kok, silahkan aja Pa.. saya belum bisa menemani karena lagi padat hari ini.” ucap Nara. Noni menyetir mobilnya, aku mendampinginya di depan. Noni cerita, bahwa rumah nenek sudah di renovasi, itulah yang ingin diperlihatkannya padaku. “Rumahnya sudah bagus Pa, yang renovasi Papa Jatimin.”“Jadi kamu mau kasih lihat rumah nenek sama Papa?”“Iya Pa, biar gimanapun rumah itu banyak kenangan kita, Pa. Papa senang gak aku ajak ke sana?”Aku me
Virna belum tahu situasi di kompleks perumahan, dengan entengnya dia mengajakku mampir ke rumahnya, “Om keberatan gak kalau aku ajak mampir ke rumah?”“Keberatan sih gak, Virna, masalahnya kompleks perumahan ini bukanlah seperti perumahan pondok indah. Apa kata warga entar lihat om ke rumah kamu.” aku menolak dengan halus. “Om.. aku mau tanya, sekarang performa om gimana?”Sepertinya Virna mau menguji staminaku, “Performa sih lumayan dibandingkan beberapa bulan yang lalu.”Virna pembicaraannya sudah mulai rada panas, dia menanyakan vitalitasku sudah kembali normal atau belum. Dari gestur tubuhnya Virna terlihat sangat gelisah, seperti ada yang ingin buru-buru dia tuntaskan. Virna mengulurkan tangannya, “Om pegang deh telapak tangan aku..” Aku ambil telapak tangannya, “Lho? Kok basah gini, Vir? Kenapa tuh?” tanyaku pura-pura polos“Aku gitu om.. kalau sudah ketemu yang aku inginkan, aku jadi nervous kalau tidak aku dapatkan.”Aku sebetulnya tahu apa yang Virna sedang alami dan ras
Kesehatanku sudah berangsur pulih, setiap pagi aku mulai melakukan olah raga ringan dengan gerak jalan. Selain itu aku juga mengubah penampilan, yang tadinya lebih klimis, sekarang wajahku mulai ditumbuhi kumis dan brewok tipis. Di taman komplek perumahan aku berlari-lari kecil untuk jarak pendek, sekadar menggerakkan tubuh agar berkeringat. Banyak juga penduduk disekitarnya yang ikut berolahraga. Saat sedang melepas lelah di bangku taman, seorang gadis menghampiriku, “Pagi om.. maaf om warga disekitar komplek ini ya?” tanya gadis itu“Iya dik.. adik juga warga sini ya? Kok om baru lihat kamu?” aku berusaha bersikap seramah mungkin“Kenalin om.. Virna, aku warga baru di sini, baru dua bulan pindah ke sini.” Dia mengulurukan tangan dan memperkenalkan diriAku pun membalas jabatan tangannya sambil memperkenalkan diri, “Danu.. om warga pertama di komplek ini.”Virna yang memakai outfit sport yang ketat dengan belahan depan rendah, sehingga memperlihatkan setiap lekuk tubuhnya yang men
Yosi pada akhirnya datang ke rumahku, dia kaget saat tahu aku lagi sakit, “Ya Tuhan, om.. aku benar-benar gak tahu kalau om sakit. Emang Maura tahu dari mana om sakit, tante?”“Tante juga gahu Yosi, yang jelas dia datang ke rumah saat om lagi sakit. Dia bawa anaknya yang berusia hampir satu tahun.”Yosi ceritakan pada isteriku kenapa dia kenalkan Maura padaku, alasan dia semata-mata karena aku sering menolong orang lain. Yosi katakan kalau dia kasihan pada Maura yang sedang hamil, tapi cowoknya kabur. Saat itu aku hanya diminta mencari solusinya, dan aku memberikan solusinya. “Yang aku tahu gitu tante, Maura juga bilang sama aku kalau om Danu baik dan tidak macam-macam.”“Kamu sering menemui om ya?”“Gak sering tante, baru sekali itu aja.. benar kan om?”“Ya Sri.. Yosi ketemu aku baru kali itu aja.”“Emang Maura cerita apa sama tante soal om?”Sri katakan pada Yosi, bahwa Maura tidak banyak bicara. Maura hanya prihatin melihat keadaanku, dia belum sudah lama tidak bertemu denganku.