Saat menjelang fajar aku terbangun, aku sangat bersyukur tidak ada terjadi sesuatu antara aku dengan Noni. Semua sesuai dengan apa yang aku harapkan. Aku segera bangkit untuk menuju ke kamar mandi. Sambil mandi aku kembali teringat apa yang dialami Noni atas perlakuan Supriatna. Aku harus mencari solusi yang terbaik bagi Noni, juga bagi Supriatna. Biar bagaimanapun Supriatna adalah atasan Noni di kantor. Selesai mandi aku bangunkan Noni sembari aku berkemas untuk pulang ke Jakarta. “Papa pulang ke Jakarta hari ini? Kalau ada waktu, tolong Papa telepon Mama.. kapan Mama pulang ke Indonesia?” Noni hanya tanyakan itu padaku, setelah itu dia bangkit dan menuju ke kamar mandi. “Okey.. nanti Papa usahakan untuk menghubungi Mama ya” Jawabku dengan nada suara sedikit keras, karena Noni sudah masuk ke kamar mandi. Keluar dari kamar Noni, nenek sudah ada di ruang tamu, “Selamat pagi nek.. pagi ini saya pamit pulang ke Jakarta ya.”ucapku sembari menghampiri nenek dan duduk dihadapan nenek.
Widarti bercerita tentang banyak hal, dia juga katakan akan membuka rahasia siapa ayah biologis Noni terhadap nenek dan Noni. Aku merasa lega Widarti katakan itu, karena lebih cepat Noni tahu tentang hal itu akan membebaskan aku dari hubunganku dengan Noni. “Masih banyak yang akan aku katakan mas, tapi tidak mungkin melalui telepon. Aku percaya kalau mas Danu masih menjadi pendengar yang baik dari semua keluh kesahku.” Itulah yang dikatakan Widarti saat mengakhiri sambungan teleponnya. Aku sangat berharap kepulangan Widarti, karena kedatangannya tidak saja bisa melepaskan rindu banyak orang. Tapi, juga akan menyelesaikan banyak masalah keluarganya. Bagi aku siapa ayah biologisnya Noni masih misteri dan misteri itu sangat membuat aku penasaran. Tidak lama setelah aku menutup telepon, Sinta meneleponku,“Om Danu.. ada waktu gak hari ini? Aku harus ketemu dengan om.. aku lagi ada masalah yang harus aku ceritakan pada om?” tanya Sinta. Aku menghela nafas sejenak, sebelum menjawab pert
Aku begitu gundah, berbagai kecemasan berkecamuk di dalam benakku. Keringat dingin pun mengucur dengan deras disekujur tubuhku. Dengan kecemasan pula aku menanti jawaban isteriku, namun tiba-tiba Rani bangun dari pangkuan isteriku dia menghampiri dan memelukku.“Maafkan Rani Pa.. Rani gak bisa menjaga diri dan mengikuti nasehat Papa..” Rani katakan itu dengan berurai airmata.Aku balas pelukannya dan aku usap punggungnya, “Katakan saja sayang.. Papa akan mendengarnya. Apa yang sudah terjadi?”“Rani hamil Pa.. “ ucapnya sembari mengumbar tangisanBagai petir disiang bolong yang menerpa wajahku. Seketika aku tersadar kalau aku sedang menerima karma perbuatanku. Aku berusaha untuk menenangkan hati dan menahan gejolak amarah yang hampir membuncah. Aku ajak Rani bicara baik-baik dihadapan isteriku. Aku minta Rani duduk dengan tenang dan menatap wajahku, sedikitpun aku tidak memperlihatkan kemurkaan. Aku harus memberikan ruang pada Rani untuk bisa menerima kenyataan, dan aku akan mencari j
Saat menjelang sore aku terbangun, Rani duduk sambil menangis ditepi tempat tidurku. Ada kegelisahan yang memuncak dihatiku, namun aku tetap berusaha untuk tidak memperlihatkannya pada Rani. “Ada apa lagi Rani? Kenapa kamu bersedih?” aku mencoba menyelidik.“Radith belum bisa dihubungi Pa, ponselnya gak aktif.” jawab Rani dengan lirih dan terus berurai airmata. “Tetaplah tenang nak.. kamu kan kenal watak Radith dan harusnya kamu tahu sifatnya.”Yang membuat aku miris, Rani katakan kalau dia belum lama mengenal Radith. Aku tidak mengerti, bagaimana seorang mahasiswi semester 6 begitu mudah ditaklukkan lawan jenisnya. Kesuciannya yang begitu Agung, bisa diserahkan pada lelaki yang baru dikenalnya. “Belum lama kenal? Kok kamu bisa memasrahkan diri padanya?”Sejenak kemudian isteriku masuk ke kamar, dia menghampiri Rani dan memeluknya. Hanya itu yang bisa dilakukan isteriku untuk menenangkan Rani. Aku tidak ingin menambah beban pikiran Rani dengan berbagai pertanyaan, aku hanya menungg
Saat aku bersandar di kepala tempat tidur dan Sinta pun mengambil posisi bersandar di dadaku. Aroma parfum J’Adore Infinissime (Dior) begitu semerbak merasuki penciumanku. Dari aroma itu aku menangkap kemewahan yang disuguhi tubuh Sinta. Semua sudah berubah dari Sinta sejak dia menjadi ‘Sugar Babby’ Wempy, seorang pengusaha yang cukup dandy. “Om tahu gak.. aku hampir dilabrak isteri om Wempy di lokasi shooting, untungnya aku cukup mawasdiri.” ucap Sinta pandangannya ke televisi yang ada di kamarnya. “Kok bisa? Emang dia tahu kamu shooting di mana?” tanyaku.Sinta ceritakan kronologisnya mulai dari awal sampai akhir, dan dia merasa bersyukur aku kasih tahu agar waspada saat itu. “Aku gak tahu deh kalau om gak kasih tahu aku sebelumnya, mungkin aku sudah kena labrak.”“Tapi sekarang udah gak kan? Karena om sudah kasih tahu Clara juga, agar dia bisa mendamaikan Papa dan Mamanya.”Sinta mengarahkan tanganku agar memeluknya, diletakkannya tanganku melingkar diperutnya. “Udah gak sih.. o
Radith menemuiku di suatu tempat, dengan berani ya dia mengatakan kalau dia tidak bisa bertanggung jawab terhadap kehamilan Rani. “Om.. apa yang bisa saya pertanggungjawabkan dari kehamilan Rani? Itu kan sebuah kecelakaan!!?” dengan lantangnya dia katakan itu. “Kecelakaan itu kamu penyebabnya Radith!! Apa kamu merasa tidak bersalah atas semua itu!!? aku membentak Radith. Seakan tanpa merasa berdosa dan tanpa adab seorang mahasiswa terpelajar, Radith menantangku, “Terserah om mau bilang apa! Saya tidak akan bertanggung jawab!! Titik!!” jawaban Radith itu membuatku murka, sambil berteriak aku ingin mengajar Radith yang ada dihadapanku. “Kurang ajar kamu!!.. Bajingan!! Kamu Radith!!” Aku tampar Radith dengan penuh emosi, sehingga aku benar-benar kehilangan kewarasan karena tidak mampu menahan amarah. Tiba-tiba aku terbangun karena kepalaku menghantam nakas yang ada di sisi tempat tidur, dan gelas air putih yang ada diatasnya terjatuh. Sehingga memancing keingintahuan isteriku yang
Mimpi Buruk tentang Radith, lelaki yang menghamili anakku masih terus menghantuiku. Aku belum tahu bagaimana mengatur pertemuan dengan Radith. Aku tidak ingin dalam kondisi batin yang penuh amarah saat bertemu Radith. Pertemuan ini akan menentukan bagaimana nasib Rani kedepan. Aku sangat tidak rela kalau Rani bernasib buruk seperti Widarti saat aku tinggalkan begitu saja. Sehingga sampai sekarang hidup Widarti masih belum tenang. Aku harus hargai keberanian Radith mau bertemu denganku, setidaknya dengan demikian dia sudah menunjukkan tanggung jawabnya. Aku menelepon Rani untuk menanyakan di mana Radith ingin bertemu, “Hallo Ran.. kamu atur di mana Radith mau ketemu Papa. Kapan dia bisa ketemu Papa.”“Radith sih siap kapan pun Papa mau bertemu, dia serahkan semuanya pada Papa.” sahut Rani. Aku merasa kalau Radith cukup ‘gentleman’ dan sangat terbuka untuk berunding. Aku harus hargai keseriusannya, namun mimpi buruk itu terus membayangi dan menghantuiku. Aku tidak ingin apa yang ada
Keesokan harinya setelah satu masalah terselesaikan, aku menunaikan janji untuk bertemu dengan Adriana. Tadinya Adriana mengajakku untuk bertemu di apartemen, tapi aku keberatan. Aku tidak ingin pertemuan tersebut diketahui pak Anggoro. Menurut pertimbanganku, apartemen itu wilayah privat pak Anggoro dan Adriana. Akhirnya disepakati pertemuan tersebut dilakukan disebuah hotel. Adriana terlebih dahulu check in di hotel tersebut, dan aku menemuinya. Aku mengetuk pintu kamarnya, saat pintu kamar terbuka Adriana yang hanya mengenakan ‘lingerie,’ dia menyambut dengan pelukan hangat. “Sampai kangen sama Om.. “ ujar Adriana sembari mengajakku ke tempat tidur. Adriana terus memelukku sampai ke tempat tidur. Aroma wangi parfum khas Adriana membangkitkan kerinduanku padanya. “Kamu gak ada janjikan dengan pak Anggoro hari ini?”“Ada om.. tapi nanti malam, sekarang sih aman.”Aku bersandar di kepala tempat tidur, dan Adrian duduk di sisi kananku sambil bersandar di dadaku. “Noni gimana kabarn
196. EndingTiga bulan kemudian Noni yang pada awalnya tidak tertarik dengan Nara, menjalin hubungan hanya untuk menyenangkan hati orang tuanya. Lambat laun cintanya berlabuh juga pada Nara, “Mas.. Kok kamu sabar sekali menghadapi aku?” itu dikatakan Noni satu hari sebelum akad nikahnya dengan Nara padaku. “Non, aku sangat yakin dengan kekuatan cinta, mencintai itu seperti titik air di atas batu. Harus intens dan serius, itulah yang akhirnya aku dapatkan.” jawab Nara penuh keyakinan Noni memeluk Nara sangat erat, “Kamu hebat, mas, kesabaran kamulah yang membuat aku jatuh cinta pada akhirnya.” bisik Noni. Nara jelaskan pada Noni, bukan hanya dalam mencintai harus yakin pada perasaan. Tapi, dalam segala hal manusia harus serius pada tujuan hidupnya. Bagi Nara, cukuplah penderitaan sudah menjadi bagian hidupnya. Sekarang dia ingin menghiasi cintanya pada Noni penuh dengan kebahagiaan. “Aku sangat berharap Papa besok hadir pada pernikahanku, tanpa ada Papa hidupku belumlah lengkap.
Satu bulan kemudianPernikahan pak Anggoro dan Adriana tidaklah dirayakan secara meriah, mengingat isteri pak Anggoro juga belum lama meninggal. Sebuah pernikahan yang sangat sederhana, yang dirayakan di villa pak Anggoro di puncak. Aku hadir bersama isteriku, sengaja aku minta Sri untuk menemaniku. Tadinya Sri tidak ingin pergi, karena dia tahu di acara itu pasti ada Widarti Mama Noni, yang merupakan mantanku sebelum menikahi Sri. “Mas.. biarlah aku di rumah saja, aku tidak ingin nanti Widarti malah tidak menerima kehadiranku.” ucap Sri saat itu“Sri.. mas justeru ingin perlihatkan pada Widarti, bahwa aku bahagia bersama kamu. Aku ingin semua orang tahu, bahwa aku bangga sama kamu, Sri.”Akhirnya Sri bersedia menemaniku malam itu. Sri terlihat cantik sekali, karena memang dia tidak pernah berdandan seperti itu. Kami berangkat dari rumah dengan menggunakan mobil kantor yang dipinjamkan pak Anggoro. Sampai di Villa kami agak terlambat, sehingga kedatangan kami menjadi perhatian bany
“Dalam keadaan habis sakit aja stamina om masih okey, gimana sebelumnya ya?” puji Virna “Om cuma bisanya seperti tadi itu, Virna, maaf ya performa om kurang bagus.” aku sedikit merendahkan diriVirna memelukku, “Om.. apa yang aku rasakan tadi sudah lebih dari cukup. Makanya aku membayangkan om saat masih sehat.”Aku jelaskan pada Virna, bahwa sesuai dengan usiaku saat ini performaku sudah jauh menurun. Namun, Virna menganggap kalau aku masih mampu mengimbangi durasinya dalam bercinta. Selama ini Virna bisa merasakan seperti itu jika berhubungan dengan lelaki seusianya. Baginya apa yang aku suguhkan padanya sudah lebih dari cukup. “Ada yang istimewa dari om, cara om memperlakukan aku. Om benar-benar pakai perasaan saat melakukannya.”“Kalau itu soal kebiasaan aja, Vir, om selalu menganggap pasangan bercinta itu adalah kekasih. Om tidak akan bercinta dengan wanita yang tidak om sukai.”Virna mempererat pelukannya, “Terima kasih om sudah perlakukan aku dengan penuh cinta.” ucap Virna
Keesokan harinya Pulang dari Bandung aku semakin percaya diri, terlebih lagi setelah kencan dengan Noni. Ternyata aku memang harus membebaskan diri dari berbagai ketakutan, aku harus lebih santai menghadapi keadaan. Virna memang tidak mungkin telepon aku, karena dia hanya memasukkan nomor ponselnya di daftar kontakku. Aku sangat yakin kalau dia mau menguji aku, apakah aku bersedia untuk meneleponnya. Saat aku berada di taman perumahan aku telepon Virna, “Hai Vir.. kok kamu gak kelihatan di taman?” tanyaku Virna katakan pagi itu dia tidak di rumah, dia sedang berada di luar rumah. Virna mengajakku untuk bertemu, “Di mana Virna?” tanyaku lagiVirna katakan kalau dia sedang staycation di sebuah hotel dan dia memberikan nama hotelnya, juga nomor kamarnya. Aku tidak buang kesempatan itu, aku segera pulang ke rumah untuk segera mandi. Saat aku sedang berpakaian, Sri masuk ke kamar, “Tuh kan! Kalau sudah sehat aja gak betah di rumah, mas mau kemana rapi gitu?” tanya Sri penuh kecurig
Di kantor, aku, Nara dan Noni membicarakan rencana pernikahan Noni dan Nara. Keluarga Noni menginginkan pernikahan dilaksanakan enam bulan lagi. Berbeda dengan keinginan Noni dan Nara, yang menginginkan pernikahan dilaksanakan tahun depan. Noni dan Nara butuh masukan dariku, “Pernikahan itu bisa dilaksanakan tergantung kesiapan kalian, karena yang akan menikah adalah kalian,” itu yang bisa aku katakan“Iya Pa, aku dan mas Nara siapnya tahun depan, tapi Papa dan Mama maunya lebih cepat dari itu.” ujar NoniNara pun menjelaskan, secara finansial dia baru bisa melaksanakan tahun depan. Namun, menurut Nara Jatimin menyanggupi untuk menutupi seluruh biaya. Alasan Jatimin, karena Noni anaknya satu-satunya. “Jadi, sebetulnya alasan kalian menunda juga terlalu prinsip, ya. Ikuti saja keinginan Papa kamu, Non, itulah yang paling baik. Aku jelaskan juga alasan Nara menunda bisa ditanggulangi Jatimin, jadi alasan Nara tidaklah menjadi halangan bagi keluarga Noni. Keluarga Noni tidak terlalu
Satu minggu kemudian Aku dijemput Noni dan Nara, alasannya Noni dan Nara banyak yang ingin dibicarakan di Bandung terkait rencana pernikahan mereka. Di Bandung aku nginap di rumah Nara, rumah yang pernah aku tempati sebagai kepala cabang. Saat aku di kantor menemani Nara dan bertemu dengan karyawan, Noni mengajakku keluar. Alasannya, dia ingin memberikan kejutan padaku. Aku minta izin pada Nara, “Nara.. om izin jalan sama Noni ya, Noni mau kasih kejutan pada om.”“Iya mas.. gak lama kok, aku mau perlihatkan sesuatu pada Papa.”“Okey.. Gak apa-apa kok, silahkan aja Pa.. saya belum bisa menemani karena lagi padat hari ini.” ucap Nara. Noni menyetir mobilnya, aku mendampinginya di depan. Noni cerita, bahwa rumah nenek sudah di renovasi, itulah yang ingin diperlihatkannya padaku. “Rumahnya sudah bagus Pa, yang renovasi Papa Jatimin.”“Jadi kamu mau kasih lihat rumah nenek sama Papa?”“Iya Pa, biar gimanapun rumah itu banyak kenangan kita, Pa. Papa senang gak aku ajak ke sana?”Aku me
Virna belum tahu situasi di kompleks perumahan, dengan entengnya dia mengajakku mampir ke rumahnya, “Om keberatan gak kalau aku ajak mampir ke rumah?”“Keberatan sih gak, Virna, masalahnya kompleks perumahan ini bukanlah seperti perumahan pondok indah. Apa kata warga entar lihat om ke rumah kamu.” aku menolak dengan halus. “Om.. aku mau tanya, sekarang performa om gimana?”Sepertinya Virna mau menguji staminaku, “Performa sih lumayan dibandingkan beberapa bulan yang lalu.”Virna pembicaraannya sudah mulai rada panas, dia menanyakan vitalitasku sudah kembali normal atau belum. Dari gestur tubuhnya Virna terlihat sangat gelisah, seperti ada yang ingin buru-buru dia tuntaskan. Virna mengulurkan tangannya, “Om pegang deh telapak tangan aku..” Aku ambil telapak tangannya, “Lho? Kok basah gini, Vir? Kenapa tuh?” tanyaku pura-pura polos“Aku gitu om.. kalau sudah ketemu yang aku inginkan, aku jadi nervous kalau tidak aku dapatkan.”Aku sebetulnya tahu apa yang Virna sedang alami dan ras
Kesehatanku sudah berangsur pulih, setiap pagi aku mulai melakukan olah raga ringan dengan gerak jalan. Selain itu aku juga mengubah penampilan, yang tadinya lebih klimis, sekarang wajahku mulai ditumbuhi kumis dan brewok tipis. Di taman komplek perumahan aku berlari-lari kecil untuk jarak pendek, sekadar menggerakkan tubuh agar berkeringat. Banyak juga penduduk disekitarnya yang ikut berolahraga. Saat sedang melepas lelah di bangku taman, seorang gadis menghampiriku, “Pagi om.. maaf om warga disekitar komplek ini ya?” tanya gadis itu“Iya dik.. adik juga warga sini ya? Kok om baru lihat kamu?” aku berusaha bersikap seramah mungkin“Kenalin om.. Virna, aku warga baru di sini, baru dua bulan pindah ke sini.” Dia mengulurukan tangan dan memperkenalkan diriAku pun membalas jabatan tangannya sambil memperkenalkan diri, “Danu.. om warga pertama di komplek ini.”Virna yang memakai outfit sport yang ketat dengan belahan depan rendah, sehingga memperlihatkan setiap lekuk tubuhnya yang men
Yosi pada akhirnya datang ke rumahku, dia kaget saat tahu aku lagi sakit, “Ya Tuhan, om.. aku benar-benar gak tahu kalau om sakit. Emang Maura tahu dari mana om sakit, tante?”“Tante juga gahu Yosi, yang jelas dia datang ke rumah saat om lagi sakit. Dia bawa anaknya yang berusia hampir satu tahun.”Yosi ceritakan pada isteriku kenapa dia kenalkan Maura padaku, alasan dia semata-mata karena aku sering menolong orang lain. Yosi katakan kalau dia kasihan pada Maura yang sedang hamil, tapi cowoknya kabur. Saat itu aku hanya diminta mencari solusinya, dan aku memberikan solusinya. “Yang aku tahu gitu tante, Maura juga bilang sama aku kalau om Danu baik dan tidak macam-macam.”“Kamu sering menemui om ya?”“Gak sering tante, baru sekali itu aja.. benar kan om?”“Ya Sri.. Yosi ketemu aku baru kali itu aja.”“Emang Maura cerita apa sama tante soal om?”Sri katakan pada Yosi, bahwa Maura tidak banyak bicara. Maura hanya prihatin melihat keadaanku, dia belum sudah lama tidak bertemu denganku.