Melihat Eric berdiri di sana malah membuat Alana tertawa lagi hingga matanya berair. Kemudian pemuda itu melihat album foto yang berada di pangkuan Alana. “Astaga, kenapa kau mengambil benda ini? Jangan dilihat! Ada banyak foto aibku di sini.”Eric berusaha mengambil benda itu namun Alana menjauhkannya dari Eric. “Jangan, aku masih belum selesai melihat ini.” Alana melanjutkan membuka-buka halaman album. “Astaga, ini imut sekali.” kata Alana menunjuk foto Eric yang tersenyum ke arah kamera.“Sampai sekarang pun aku juga masih cukup imut.” Kata Eric yang kemudian menatap Darren, “Dan kau! Sudah kukatakan berkali-kali bereskan mainanmu! Kenapa kau selalu membuat kamarku berantakan?”Darren merengut sebal, “Aku kan sedang menunjukkan mainanku pada Kak Alana. Nanti juga pasti aku bereskan!”“Mukamu itu menyebalkan. Tidak ada imut-imutnya sama sekali.” ujar Alana dengan sewot. “Tapi yang ini imut sekali. Aku jadi ingin punya adik yang seperti ini.”“Tapi sekarang aku lumayan tampan, kan? A
Alana tidak mengira dia akan menikmati momen kebersamaan dengan Eric dan keluarganya, kecuali bagian di mana Darren mengacau sehingga membuat suasana mendadak berubah canggung. Mereka menghabiskan waktu untuk mengobrol dan tertawa, dengan Eric yang selalu mengalihkan pembicaraan jika ibunya mulai membahas dirinya.Spaghetti yang mereka makan untuk siang itu juga nikmat, cocok karena tidak terlalu berat setelah beberapa potong kue yang mereka habiskan bersama teh. Alana tidak menyangka akan menikmati hari itu.Ketika menjelang sore Eric mengantarnya pulang. “Terima kasih sudah datang kemari,” kata Sania sambil memeluk Alana erat. “Kapan-kapan datanglah lagi kemari.”“Aku yang harusnya berterima kasih. Terima kasih untuk kue dan makan siangnya.” Ucap Alana. Alana juga memeluk Darren yang tampak sedih melihat Alana harus pulang. “Hei, jangan sedih. Kita bisa bertemu lagi kapan-kapan.” Kata Alana yang berjongkok di depan Darren.“Janji ya, kita akan main lagi?” ucap Darren.Alana tersenyu
Hari minggu itu adalah hari berkebun, jadi Sherly mengharapkan setiap bantuan yang bisa didapatkannya. Hari itu Sherly berniat memindah dan mengganti pot-pot tanaman besar, yang tidak bisa dilakukan sendirian oleh para wanita.Jadi Steve, Adrian dan Pak Darmo sudah bersiap dengan baju santai. Hanya Braden yang tidak ada di sana, seperti biasa. “Alana, coba bangunkan Braden. Sepertinya kita masih butuh bantuan.” Kata Sherly.“A-apa? Kenapa tidak Mama saja yang membangunkan dia?” tanya Alana beralasan. “Dia pasti tidak mau bangun kalau aku yang membangunkannya.”“Tangan dan kaki Mama sudah belepotan tanah. Jadi kamu saja ya, tolong.” Sherly memohon. “Dan jangan kembali sebelum anak itu bangun. Dia susah sekali dibangunkan.”Mau tidak mau Alana masuk ke dalam rumah. Dia berniat meminta bantuan Mbak Murni atau Mbok Ijah, tetapi Mbok Ijah terlihat sangat sibuk di dapur sedangkan Mbak Murni tidak terlihat di mana pun. Dengan amat terpaksa dan berat hati Alana menuju ke kamar Braden.Dia mer
Alana menimang Mikha yang mulai terlihat gemuk dan berisi, berbeda sekali dengan keadaannya ketika baru ditemukan. Kucing itu menjilati tangan Alana membuat gadis itu tertawa. “Mikha, hentikan. Ini geli.” Kucing itu menatap Alana dengan mata lebar berbinar senang. “Lihat mukamu itu. Kenapa kau lucu sekali?”Braden memasuki ruangan dan tiba-tiba saja Mikha melompat dari pangkuan Alana. Kucing itu berlari ke arah Braden dan melompat-lompat di dekat kaki pemuda itu. “Huush huush, pergi kau! Sana pergi!”Alih-alih pergi, binatang itu tetap mengikuti langkah Braden. “Kenapa kau terus mengikutiku? Sana pergi pada Kakakmu!” ujar Braden menghardik Mikha agar menjauhinya.“Kenapa kau jahat sekali? Lihat, Mikha suka padamu. Kau tidak boleh bersikap kasar seperti itu.” Kata Alana yang tidak setuju dengan sikap Braden.“Aku tidak mau dia suka padaku. Aku benci binatang apa pun, terutama yang berbulu seperti dia!” ucap Braden.“Mungkin karena dia merasa berterima kasih padamu. Kau telah menyelamat
Alana sedang bersantai di kamarnya, berbaring sambil membaca buku yang dia pinjam dari Eric. Alunan lembut musik klasik terdengar dari laptopnya yang menyala di atas meja belajar, membuat suasana lebih hidup namun tetap terasa tenang.Buku yang sedang dibacanya sudah hampir selesai, jadi Alana berniat untuk meminjam buku yang lain pada Eric nanti. Saat dia hampir membuka halaman baru terdengar ketukan pelan di pintunya. “Lana,” itu suara Adrian. “Apa kau sedang sibuk?”“Tidak, masuk saja.” Alana duduk bersila dan mengambil pembatas buku kemudian menyelipkannya ke halaman terakhir yang dia baca.“Kau sedang apa?” tanya Eric.Alana menunjukkan buku yang berada di pangkuannya, “Hanya membaca buku. Ada apa, Kak?”“Kau mau jalan-jalan?” tanya Adrian yang kini duduk di samping Alana. “Nanti kita bisa mampir ke toko buku. Aku akan membelikanmu buku yang kau inginkan?”“Sungguh?” tanya Alana dengan mata berbinar. “Memangnya Kakak ingin pergi ke mana?” Adrian menggaruk telinganya yang tidak g
Alana menyarankan pada Adrian untuk memberikan sepasang sepatu, karena pilihannya beragam dan pastinya benda itu akan berguna. Namun pemuda itu tidak tahu berapa ukuran kaki gadis yang akan dia beri hadiah itu.“Bagaimana kalau perhiasan?” tanya Adrian meminta pendapat.“Itu hadiah yang terlalu personal. Kurang tepat jika diberikan oleh seorang teman.” Alana memberi tahu.Adrian mempertimbangkan lagi,”Bagaiman kalau baju?” tanya Adrian.“Memangnya Kakak bisa memperkirakan ukuran tubuhnya? Dan Kakak juga tahu persis selera fashionnya? Kalau tidak, bisa-bisa pakaian yang kakak berikan tidak akan pernah terpakai.” Alana menjelaskan.Adrian mengangguk-angguk paham. “Jadi, apa saranmu?”“Tas? Atau dompet?” Usul Alana.“Baiklah, ayo kita cari.”Mereka pergi melihat-lihat toko yang menjual tas dan dompet wanita. “Bagaimana kalau kita lihat toko ini dulu? Brand ini lumayan bagus.” Alana menyarankan sambil mengamati display toko.“Oke, ayo kita masuk.” Kata Adrian yang berjalan di samping Alan
Alana masuk ke dalam mobil dan membanting pintu dengan keras, kemudian menyentak sabuk pengaman dengan kasar sebelum mengaitkan gespernya. Dan dia sama sekali tidak melirik Braden sedikitpun, seolah pemuda itu tidak ada di sana.“Ada apa denganmu? Apa kau sedang sakit?” tanya Braden melihat muka Alana yang kusut. Dan dia hanya mendapat pelototan sebagai balasan. “Kau― suasana hatimu terlihat kacau.”“Memangnya kau pernah membuat suasana hatiku membaik? Sejak kapan suasana hatiku berubah bagus jika sedang bersamamu?” jawab Alana sambil bersedekap tanpa memandang Braden.Braden menelan kembali kata-kata yang sudah sampai di ujung lidahnya. Biasanya Alana hanya akan bersikap gugup, diam, dan menjaga jarak. Bukan ketus dan kasar. Sorot mata Alana yang seperti itu hanya pernah dilihatnya sekali, saat gadis itu sedang berkelahi dengan Leona.Sepertinya seseorang sedang mencari masalah dengannya, batin Braden. “Apa kau bertengkar lagi dengan Leona?”“Untuk apa aku berurusan dengan jalang sep
“Kau ingin makan di mana?” tanya Eric meminta pendapat Alana.“Di mana saja asal bukan di kafe depan.” Jawaban Alana sontak membuat Eric tertawa sangat keras.Pemuda itu selalu tertawa kalau diingatkan tentang perkelahian antara Alana dan Leona. “Ya, aku mengerti. Kalau aku jadi kau, aku juga tidak akan pernah pergi ke sana lagi.” Kata Eric masih sambil tertawa. “Kalau begitu aku yang menentukan pilihan. Ada mie yang lumayan enak. Kau mau?”“Terserah padamu.” Jawab Alana acuh. Maka Eric membawa Alana ke rumah makan yang dia rekomendasikan.“Kenapa kau terus menatapku?” tanya dari atas mangkuk mienya.“Aku sedang manganalisis masalahmu. Karena kalau aku bertanya baik-baik aku yakin kau tidak akan pernah mau mengatakannya.” Jawab Eric masih sambil mengamati Alana.“Jadi, kau sudah mendapat kesimpulan?” tanya Alana sarkas.Eric menatap Alana d
Adrian hanya bisa terdiam, saat mendapati bukti-bukti perselingkuhan kekasihnya. Namun, meski semua bukti itu terpampang nyata, pemuda itu masih menolak untuk memercayainya. Dia harus memastikan hal itu secara langsung. Dia harus menemui Greta.Pemuda itu mencari Greta di tempat kerjanya, dan mendapati bahwa gadis itu sedang libur. Dari sini, perasaan Adrian sudah berubah tidak nyaman. Kemudian Adrian pergi menuju rumah gadis itu, berharap dia akan bertemu Greta di sana.Dan betapa hancur hati Adrian, saat mendapati kekasihnya tengah bersama seorang laki-laki yang dilihatnya dalam foto. “A-Adrian!” Greta terkejut dengan kedatangan pemuda itu yang tiba-tiba.“Kau tidak bekerja?” tanya Adrian, masih mencoba untuk berpikir positif.“Aku baru saja pulang,” jawab gadis itu.“Benarkah? Aku baru saja dari tempat kerjamu. Dan mereka bilang hari ini kau sedang libur.”“Ah, i-itu..” Greta menjawab dengan gugup. “Aku—““Siapa kau? Ada perlu apa kau dengan kekasihku?” pria di samping Greta berta
Alana dan Braden mampir ke sebuah tempat yang menjadi pusat street food sebelum pulang. Meski Alana bilang sedang ingin diet, nyatanya mata gadis itu seketika melebar saat melihat aneka jajanan serta mengendus aroma makanan yang menguar di udara sekitar mereka.“Waah, semuanya terlihat enak.” Alana menatap sekelilingnya dengan mata berbinar.“Bukankah tadi kau bilang sedang ingin diet?” Sindir Braden.“Kita kan sudah terlanjur sampai di sini. Jadi, ayo kita keliling,” Alana berjalan di depan dengan diikuti Braden yang membawakan bonekanya.Alana bingung menentukan pilihan, karena semua makanan terlihat sama enaknya. Setelah berkeliling dan melihat sana-sini, akhirnya gadis itu menjatuhkan pilihan pada corndog isi sosis dan keju berukuran besar, souffle cake mini dengan aneka toping, dan segelas boba cokelat.Mereka berjalan sambil menyesap minuman dingin, sedang mencari tempat duduk untuk makan. “Sepertinya itu Kak Greta. Apa aku salah lihat?” Alana berhenti untuk memperhatikan seoran
“Alana―” Braden menyaksikan mata Alana berkilat saat gadis itu menatap Leona dengan tajam. Leona mendongak, menatap Alana tidak kalah sengit. Melihat itu Braden buru-buru berdiri dan menempatkan dirinya di antara kedua gadis itu. “Lana, ayo kita pergi saja. Aku baru ingat ada kedai es krim yang lebih enak.” Alana menepis tangan Braden yang tengah memegangi lengannya. “Kenapa kita harus pergi? Kita duluan yang menempati meja ini. Kalau ada yang harus pergi, itu adalah dia!” Alana menunjuk Leona. “Bagaimana kalau aku tidak mau pergi?” Leona menyialngkan kaki dan mengibaskan rambutnya yang kini pendek sebahu. “Ayo kita cari meja lain.” Braden membujuk. “TIDAK!” Kata Alana tegas, masih sambil menatap Leona tanpa berkedip. Will menyadari ketegangan yang mulai terbentuk. “Leona, ayo kita kembali ke meja kita.” “Meja kita sudah ditempati oleh orang lain. Lagi pula aku lebih suka duduk di sini.” Leona berbicara tanpa repot-repot menoleh pada Will. Alana tersenyum miring. “Baiklah kala
Braden sangat kesal ketika melihat Alana yang terus saja tersipu saat mereka makan bersama malam itu. Gadis itu mengaduk-aduk makanan di piringnya dengan pandangan mata menerawang, dengan senyum samar yang terus saja tersungging di wajahnya.“Lana, jangan mainkan makananmu.” Tegur Sherly, membuat Lana bergegas menghabiskan sisa makanannya.‘Apa yang sudah dilakukan bajingan tengik itu? Dia pasti sudah mencekoki Alana dengan omong kosongnya!’ Braden membatin dengan kesal.Saat akhirnya kembali ke kamarnya, Braden menjadi makin kesal. Senyum konyol Alana benar-benar mengganggunya. “Argh, sialan!” Braden mengacak rambutnya. Dia benar-benar ingin menghajar Eric.Dia keluar dan pergi ke kamar Alana. Dia masuk begitu saja tanpa mengetuk pintu. Didapatinya gadis itu mendongak terkejut dengan kedatangannya. “Kenapa kau tidak mengetuk pintu? Benar-benar kebiasan!” Alana tengah duduk di meja belajarnya sambil memangku boneka beruang bertuksedo pemberian Eric.Braden melirik boneka itu dengan ke
“Kenapa kau terus memandangiku?” tanya Alana, karena Eric berkali-kali mencuri pandang ke arahnya.Pemuda itu hanya tersenyum. “Aku hanya senang karena akhirnya bisa pergi denganmu.”Alana jadi salah tingkah. “Fokuslah mengemudi. Kau harus memperhatikan jalan dengan baik.”Akhirnya Eric menuruti apa kata Alana. Alana memperhatikan Eric yang sedikit tegang, berbeda dari biasanya. “Eric, apa kau baik-baik saja? Kau tampak tegang.”“Hahaha. Aku baik-baik saja.” Eric melirik Alana kembali. “Emm, Lana. Bisakah kau bukakan laci itu untukku?” Eric menunjuk laci dashboard yang berada tepat di depan Alana.“Yang ini?” Alana menunjuk.“Ya, benar. Yang itu. Bukalah.”Alana membukanya, dan menemukan sebatang cokelat dengan hiasan pita pink. Alana menatap Eric dengan pandangan bertanya. “Itu untukmu.” Ucap Eric, tanpa berani menatap Alana kali ini.Seketika Alana merasakan panas yang menjalar di leher dan wajahnya. Dia merasa kepanasan, padahal AC tengah menyala. ‘Astaga, ini cuma cokelat. Ada apa
Saat sampai di rumah, Alana menumpahkan kekesalannya pada boneka beruang pemberian Adrian. Alana memukul-mukul kepala beruang malang itu, kemudian menutupnya dengan kantong keresek agar mukanya yang imut itu tidak terlihat oleh pandangan matanya.“Kau memang menyebalkan! Mudah sekali kau meminta maaf. Kau pikir aku bisa melupakannya begitu saja?” Alana meninju beruang itu beberapa kali lagi hingga dia merasa puas. Sebenarnya dia merasa kasihan pada si beruang, tetapi benda itu selalu saja mengingatkannya pada Adrian.Seperti yang dijanjikan pemuda itu, keesokan harinya Greta benar-benar datang ke rumah dan meminta maaf pada Alana. “Maafkan aku, Lana. Aku menyesal, sungguh.” Permintaan maaf Greta tampak tulus, tetapi kini Alana tidak akan tertipu lagi.“Bisakah kita memulai semua kembali dari awal? Sebagai sahabat?” Greta tersenyum manis, seakan mereka berdua benar-benar bisa menjadi sahabat.‘Apa? Sahabat? Cuiih...’ Batin Alana. Dia menduga-duga, pasti Adrian harus menyuap Greta denga
“Tidak―” Braden menjatuhkan handphonenya, membuat Adrian makin panik.“Braden, Braden ada apa? Apa Alana baik-baik saja? Halo? Braden, jawab Aku!” Adrian terus berteriak menuntut jawaban, tetapi kini dia sudah diabaikan sepenuhnya oleh sang adik.Braden berlari menyeberangi ruangan, tempat Alana terbaring di lantai dengan muka pucat. Kini ketakutannya benar-benar menjadi nyata. Hal seperti inilah yang dia takutkan sejak awal.“Lana! Lana, bangun!” Braden mengguncang tubuh lemas Alana dengan putus asa dan air mata tertahan. “Kumohon, bangunlah! Lana!”Braden sudah menyelipkan sebelah lengan ke punggung gadis itu dan bersiap mengangkatnya saat Alana membuka mata dan melotot, membuat Braden terperanjat kaget. “Apa yang kau lakukan?” Alana duduk dan menggeliat, kemudian melepas headshet yang menempel di telinganya.“K-Kau tidak pingsan?”“Kau pikir aku pingan? Aku baik-baik saja.”“Astaga, kau membuatku khawatir! Kau tidak tahu betapa khawatirnya aku tadi. Jantungku hampir lepas saat meli
“Apa? Minta maaf?” Alana tertawa. “Dia yang salah kenapa aku yang harus meminta maaf?”“Berhentilah bersikap kekanak-kanakan!”“Kakak menyebutku kekanak-kanakan? Kekasih Kakak yang tidak tahu diri itulah yang bersikap kekanakan. Dia tidak bisa bersikap layaknya orang dewasa! Asal Kakak tahu saja, dia tidak sebaik yang Kakak kira. Kakak hanya sudah terperdaya oleh perangkap busuknya, sehingga tidak bisa melihat seperti apa dirinya yang sesungguhnya!”“Hentikan, Lana. Cukup! Aku tidak akan membiarkan siapa pun berbicara buruk mengenai Greta. Bahkan jika itu adalah kau!”Alana tersentak. Tidak pernah sekali pun Adrian membentaknya. Adrian yang begitu lembut dan baik hati, kini membentak Alana demi membela gadis seperti Greta.“Aku akan mengatakannya sekali lagi padamu. Kau harus meminta maaf pada Greta. Kau harus meminta maaf atas semua tuduhanmu dan karena kau sudah membuat dia menangis karena keisenganmu.”“Tidak!” kata Alana. “Aku tidak akan pernah meminta maaf padanya!”Adrian terlih
Mereka pergi ke sebuah restoran seafood yang berada di tepi pantai. Mereka semua bergembira, menikmati makanan enak serta pemandangan laut yang indah. Bahkan untuk sekali ini Steve tidak mempedulikan tingginya kandungan kolestrol dalam makanannya.Semua orang senang kecuali Greta. Gadis itu makan dalam diam, tampak tidak antusias seperti yang lainnya. Dia juga sesekali melirik Alana dengan penuh kebencian, namun tidak mengatakan apa pun. Setelah makan, mereka mengunjungi dermaga kecil yang berada tidak jauh dari sana.Mengabadikan momen dengan berfoto dan menikmati semilir angin yang sejuk di hari yang cerah itu. “Sayang, bajumu kotor. Kau pasti bersandar entah di mana tadi.” Sherly berusaha menghilangkan noda di baju putih Greta yang bagian punggungnya kotor.“Ah, biar saja Tante. Mungkin karena aku baru saja bersandar di pagar.” Greta tersenyum pada Sherly, tetapi saat dia kembali sendirian, Greta kembali menunjukkan kekesalannya.Mereka kembali ke villa ketika hari sudah malam. Mer