Sebelumnya, Alana mengira Adrian akan mengajaknya ke sebuah pet shop biasa. Ternyata pemuda itu mengajaknya ke pasar binatang, tempat di mana ada puluhan pet shop yang menjajakan aneka macam kebutuhan binatang dan binatang itu sendiri.Alana memandang itu semua dengan perasaan takjub. Sepanjang jalan begitu riuh dengan suara-suara burung yang memekik, juga suara orang yang berlalu-lalang dan melakukan transaksi. Dia juga sempat beberapa kali berhenti untuk melihat kucing-kucing imut dari berbagai ras yang berada dalam kandang yang membuatnya gemas sekaligus iba.Ada hamster-hamster dengan berbagai corak yang beberapa di antaranya sedang berlari di sebuah roda berputar. Juga kelinci-kelinci putih dengan bulu lembut yang sibuk mengunyah rumput. Kemudian Alana melihat seorang bocah lelaki mengelus cangkang kura-kura seukuran helm dalam sebuah wadah besar.“Kak, lihat itu.” Alana memekik riang melihat seekor burung hantu kecil kelabu dengan kepala berjambul mirip telinga. Burung itu menel
“Hei, lihat gadis ini. Cantik sekali bukan?” Jonathan memperlihatkan foto seorang gadis dari media sosial pada David.“Wah, benar. Badannya seksi sekali.” David menimpali. “Apa nama akunnya? Aku juga ingin mengikuti dia.”Braden mengetukkan jari-jarinya ke lengan kursi dengan sebelah tangan menyangga kepala. Dia mengamati kedua temannya di seberang meja yang kini sedang sibuk dengan hal yang menurutnya tidak penting. Sedangkan Fero yang duduk di samping Braden sedang sibuk dengan laptopnya.“Sedang apa kau?” tanya Braden pada Fero.Pemuda itu tidak mendongakkan kepala sedikit pun, dan dia sedang sibuk mengetikkan sesuatu. “Tentu saja mengerjakan tugas. Aku tidak pemalas seperti kalian.”David dan Jonathan mengalihkan pandangannya pada Fero, “Memangnya kita ada tugas?” tanya David dengan muka polos.“Tugas apa?” Jonathan menimpali.“Kalian ini memang benar-benar payah! Ada tugas individu statistika yang harus kita kumpulkan akhir bulan ini!” Ketiga temannya malah tertawa.“Itu masih la
Leona berusaha mencari tahu siapa Alana sebenarnya. Tetapi dia tidak mendapat banyak informasi. Dia hanya mengetahui jika gadis itu sepertinya cukup dekat dengan Braden dan ketiga temannya. Dan Leona menganggap hal ini sebagai ancaman. Dia tidak suka jika Braden dekat dengan gadis lain selain dirinya.Dia juga berusaha mengorek informasi dari ketiga teman Braden tetapi mereka malah membuatnya makin kesal. Mereka sengaja membuat Leona jengkel, dan senang sekali jika berhasil melakukannya. “Gadis itu harus diberi pelajaran, Leona.” Salah seorang teman Leona memberi saran, “Kau tidak bisa mendiamkannya begitu saja.”“Itu benar. Lihat saja kemarin. Braden dan teman-temannya mengacuhkanmu gara-gara gadis itu.” Timpal seorang teman yang lain. “Kau harus bertindak cepat atau gadis itu akan merebut Braden darimu! Kau mau hal itu terjadi?”Leona merenungkan ucapan kedua temannya. Hubungannya dan Braden sudah lama kandas, namun dia masih berharap mereka akan kembali bersama lagi. Dia hanya haru
Alana membalas pesan singkat dari Braden dan mengatakan akan menunggu di kafe dekat kampus. Entah mengapa akhir-akhir ini Alana sangat menggemari es cokelat di tempat tersebut. Terlebih hari itu cukup panas sehingga Alana membayangkan pasti akan nikmat sekali jika dia bisa minum sesuatu yang manis dan dingin.Setelah memastikan pesannya terkirim gadis itu memasukkan handphone ke dalam tas dan memasuki kafe. Ada sedikit antrian di depan meja kasir saat dia masuk ke dalam. Rupanya hari itu kafe cukup ramai sehingga sebagian besar meja terisi.Baru saja Alana mengantri saat gadis di barisan depan menyelesaikan transaksinya dan berbalik. Gadis itu menyelipkan rambut ke belakang telinga dan Alana langsung mengenali kuku panjang berwarna cerah itu. “Oh, astaga. Lihat siapa ini?”Leona sudah berdiri di samping Alana yang menunggu antrian. Gadis itu sedang bersama seorang teman dan mereka memandangi Alana dengan tatapan penuh racun. Alana hanya melirik Leona sekilas kemudian mendekapkan tanga
Alana sedang berangkat kuliah bersama Eric saat pemuda itu berkata, “Kudengar kau baru saja membuat kehebohan.” Gadis itu langsung menolehkan kepalanya untuk menatap Eric, “Aku tidak menduga gadis sepertimu akan berkelahi.” Eric terkekeh.“Gadis itu yang memulai duluan!” kata Alana singkat.“Tetap saja aku sama sekali tidak menyangka. Aku rela memberikan apa pun agar bisa menyaksikannya langsung.” Eric kembali tergelak.Alana memicingkan mata menatap Eric, “Dari mana kau tahu soal itu?”“Kau tidak tahu kalau Leona satu jurusan denganku? Kau benar-benar membuat reputasinya hancur.” Kata Eric senang.“Memangnya kau jurusan apa?”Eric mendesah, “Aku heran kenapa kau baru menanyakannya sekarang.”“Karena sebelumnya aku tidak ingin tahu. Buatku itu itu bukan informasi yang penting.”“Dan sekarang bagimu itu penting?” tanya Eric memicingkan mata menatap Alana.“Tentu saja. Karena kau berada di jurusan yang sama dengan wanita iblis itu.”“Aku dan Leona berada di jurusan psikologi.” Eric memb
Untuk kunjungan ke rumah Eric Alana memilih sebuah gaun santai namun sopan berwarna hitam selutut dengan lengan pendek. Eric bilang akan menjemputnya sekitar pukul sembilan pagi. Sherly menyiapkan bingkisan untuk dibawa ke rumah Eric, dan dia senang karena keluarga Eric mengundang Alana ke rumah mereka.Braden terlihat uring-uringan ketika tahu Alana akan mengunjungi rumah Eric. Dia menatap Alana dengan dingin saat Alana tidak sengaja beradu tatapan dengannya. Alana tidak tahu mengapa Braden masih saja bertingkah kekanakan jika menyangkut soal Eric.“Padahal aku berencana mengajakmu jalan-jalan hari ini.” Kata Adrian pagi itu dan terlihat kecewa ketika tahu Alana akan pergi ke rumah Eric.Alana tersenyum mencoba untuk menghibur. “Kita bisa pergi setelah aku pulang nanti. Aku pasti tidak akan lama.”Tetapi Adrian menanggapi ide itu dengan tidak bersemangat. Sepertinya dia sudah telanjur kecewa. Alana sebenarnya juga kecewa karena tidak bisa pergi dengan Adrian. Padahal aku ingin sekal
Melihat Eric berdiri di sana malah membuat Alana tertawa lagi hingga matanya berair. Kemudian pemuda itu melihat album foto yang berada di pangkuan Alana. “Astaga, kenapa kau mengambil benda ini? Jangan dilihat! Ada banyak foto aibku di sini.”Eric berusaha mengambil benda itu namun Alana menjauhkannya dari Eric. “Jangan, aku masih belum selesai melihat ini.” Alana melanjutkan membuka-buka halaman album. “Astaga, ini imut sekali.” kata Alana menunjuk foto Eric yang tersenyum ke arah kamera.“Sampai sekarang pun aku juga masih cukup imut.” Kata Eric yang kemudian menatap Darren, “Dan kau! Sudah kukatakan berkali-kali bereskan mainanmu! Kenapa kau selalu membuat kamarku berantakan?”Darren merengut sebal, “Aku kan sedang menunjukkan mainanku pada Kak Alana. Nanti juga pasti aku bereskan!”“Mukamu itu menyebalkan. Tidak ada imut-imutnya sama sekali.” ujar Alana dengan sewot. “Tapi yang ini imut sekali. Aku jadi ingin punya adik yang seperti ini.”“Tapi sekarang aku lumayan tampan, kan? A
Alana tidak mengira dia akan menikmati momen kebersamaan dengan Eric dan keluarganya, kecuali bagian di mana Darren mengacau sehingga membuat suasana mendadak berubah canggung. Mereka menghabiskan waktu untuk mengobrol dan tertawa, dengan Eric yang selalu mengalihkan pembicaraan jika ibunya mulai membahas dirinya.Spaghetti yang mereka makan untuk siang itu juga nikmat, cocok karena tidak terlalu berat setelah beberapa potong kue yang mereka habiskan bersama teh. Alana tidak menyangka akan menikmati hari itu.Ketika menjelang sore Eric mengantarnya pulang. “Terima kasih sudah datang kemari,” kata Sania sambil memeluk Alana erat. “Kapan-kapan datanglah lagi kemari.”“Aku yang harusnya berterima kasih. Terima kasih untuk kue dan makan siangnya.” Ucap Alana. Alana juga memeluk Darren yang tampak sedih melihat Alana harus pulang. “Hei, jangan sedih. Kita bisa bertemu lagi kapan-kapan.” Kata Alana yang berjongkok di depan Darren.“Janji ya, kita akan main lagi?” ucap Darren.Alana tersenyu