Saat ini Aara dan Zaydem sudah berada di dalam mobil, mereka sedang berada dalam perjalanan pulang untuk kembali lagi ke rumah mereka.Zayden melirik Aara, yang saat ini terus menguap di dalam mobil. Terlihat jelas, bahwa dia saat ini sangat kelelahan. Ya wajar saja, mereka berbelanja untuk keperluan bayi mereka dalam waktu yang tidak sebentar di tambah Aara juga harus membantu nenek yang terjatuh tadi dan menemaninya hingga cucunya itu datang menjemput. Dan saat ini, dia juga dalam keadaan hamil yang sudah cukup besar, itu pasti akan menambah rasa lelah padanya.“Tidur saja, tidak papa. Kau pasti sangat kelelahan, kan?” ujar Zayden.Aara menoleh, dengan mata yang sudah sayu itu dia pun mengangguk. Karena dia sudah tidak bisa menahan rasa kantuknya lagi. Aara akhirnya menyender pada sandaran kursi mobil dan mulai menutup matanya.15 menit pun telah berlalu, Zaydem kembali menoleh pada Aara. Dia melihatnya yang sudah tidur dengan begitu lelap. Tampak kepala Aara tidak bisa diam, ka
Dan 10 menit pun berlalu, mobil mereka saat ini sudah memasuki pintu gerbang mansion. Lalu memasuki halaman mansion Zayden yang begitu besar dan luas hingga mobil mewah hitam itu pun berhenti tepat di depan pintu utama mansion. Zayden dan Aara pun turun dari dalam mobil, saat turun mereka sudah disambut oleh seseorang yang berdiri di depan pintu utama mansion. Dan membuat kening Zayden mengernyit ketika melihat orang itu.“Akhirnya kalian pulang juga,” ucap orang itu yang tak lain adalah Zion. Dia lalu melangkah menghampiri Zayden dan Aara yang masih diam di depan mobil.Zion tersenyum, dia berdiri di depan Aara dan meraih tangannya. “Jadi, kabar yang kudengar itu benar. Bahwa kau telah kembali dan dalam keadaan mengandung,” ucapnya seraya melirik pada Zayden.Zayden yang berdiri di damping Aara itu, melihat dengan jelas tangan papanya yang memegang kedua tangan Aara, dengan senyum gembiranya dan tatapan matanya yang terus tertuju pada Aara. Tampak mata Zayden menyipit, tiba-tiba a
“Total semuanya Rp.350.000 Tuan,” ucap Anin.Dengan wajah dinginnya, Sam pun mengambil dompetnya yang dia taruh di saku celana bagian belakangnya. Dia membuka dompetnya dan mengeluarkan kartunya yang kemudian dia serahkan pada Anin.Anin menerimanya, dan dia juga memberikan paper bag berisi buku tadi kepada Sam dengan ekspresi yang masih sama datarnya seperti di awal. Sam menerimanya seraya mengambil kembali kartunya dan langsung keluar dari toko buku itu. “Cih, wanita itu ada masalah apa sih. Aku baru bertemu seorang pegawai di sebuah toko dengan ekspresi muka kaya gitu. Pantes aja toko bukunya sepi,” gerutunya.Sam membuka pintu mobilnya, dan masuk ke dalam. Sebelum menyalakan mobilnya, dia kembali membuka paper bag itu dan melihat buku yang baru saja dia beli. Dimana buku itu adalah buku pesanan dari Zayden. “Apa tuan sungguh akan membaca ini, apa dia akan berperan jadi ayah yang baik sekarang. Hah, apa semua calon ayah harus membaca buku seperti ini?” Sam merasa tidak mengerti.
Hari yang gelap terasa begitu sunyi. Hanya terdengar detakan jarum jam yang kini telah menunjukkan pukul 11 malam.Namun, tak seperti biasanya. Saat ini Zayden masih juga belum pulang.Sementara Aara tampak sudah berbaring di ranjangnya, bahkan lampu kamarnya pun sudah dia matikan. Namun, entah kenapa dia merasa tidak bisa tidur. Terlihat jelas dari tubuhnya yang terus berpindah ke kiri dan ke kanan, seperti merasa gelisah.“Aku tidak bisa tidur, aku merindukan sentuhan itu,” gumamnya. Ya, saat ini Aara merasa gelisah karena tiba-tiba merindukan sentuhan Zayden pada perutnya seperti yang waktu itu dia lakukan. Rasanya hangat dan nyaman, dan dia seperti merasakan kasih sayang dari sentuhan itu. Dia juga tidak tahu, kenapa suasana hatinya ini sering berubah. Dan akhir-akhir ini dia selalu ingin merasakan kasih sayang. Terutama dari seorang suami.“Aku harus bagaimana, aku tidak mungkin pergi ke kamar Zayden dan meminta hal itu, kan? Terlebih sepertinya dia masih belum pulang. Tadi p
“Good morning, sayang,” bisik Zayden di telinga Aara. Saat ini posisi mereka masih sama seperti semalam, Aara yang tidur membelakangi Zayden dan Zayden yang tidur dengan terus memeluk Aara dari belakang.Deg!Aara terkejut karena mendengar suara yang dia kenal tapi mengatakan ucapan yang aneh yang tidak mungkin pemilik suara itu katakan. Aara pun membuka matanya, suara aneh yang dia dengar itu pasti hanyalah mimpi. Tidak mungkin kan Zayden masih berada di sini.“Sudah bangun?” bisik Zayden lagi yang kini benar-benar menyadarkan Aara bahwa dia memang masih ada di sana. Dan Aara juga baru menyadari sentuhan hangat di bagian perutnya, dia menyurukan kepalanya melihat pada perutnya itu. Dan benar saja, di sana ada tangan besar dan kekar tengah mengusap-usap perut buncitnya.Dengan sudah berdebar-debar, Aara mencoba menolehkan wajahnya ke arah belakangnya.Deg!Dia kembali terkejut, saat dia benar-benar melihat Zayden yang tidur di belakangnya. ‘Apa itu artinya, semalam kita tidur be
Zion tampak berdiri di balkon mansionnya seorang diri, dia menatap ke arah depannya dengan tatapan seperti tengah memikirkan sesuatu yang begitu penting.Sesekali dia menghela nafasnya, kala hatinya bertanya-tanya perihal yang dia pikirkan saat ini.“Aku tidak mungkin salah lihat, jelas-jelas itu Aland. Tapi, apa yang sedang dia lakukan di rumah sakit jiwa seperti itu. Aku sudah cukup lama menjadi pemasok dana di sana, dan aku tidak pernah mendengar jika Aland juga menjalin kerja sama dengan rumah sakit itu. Jadi, apakah ada seseorang yang dia temui di sana. Tapi siapa?”Zion menggenggam pagar besi di depannya itu dengan cukup kuat karena rasa penasaran yang saat ini menggebu-gebu di dalam hatinya.“Tidak mungkin dia sedang merencanakan sesuatu, bukan. Apa aku harus bertanya pada direktur rumah sakit, sepertinya aku memang harus menanyakan hal ini.”“Menanyakan apa?”Deg!Zion terkejut dengan suara yang tiba-tiba terdengar itu. Dia pun menoleh, dan mendapati Alya yang datang me
Sarapan sudah selesai, bahkan Sam pun sudah berada di sana bersiap untuk menjemput Zayden berangkat ke kantornya. Tampak Zayden yang baru saja meminum air putihnya dan mengelap mulutnya dengan serbet yang sudah disiapkan di sana.Zayden berdiri hendak keluar dari ruang makan, namun tanpa disangka Aara juga mengikutinya dari belakang. Dia terus mengikuti Zayden sampai Zayden berada di depan pintu utama. Awalnya Zayden menyangka bahwa Aara hanya akan mengantar keberangkatannya saja. Namun, saat di depan pintu. Dia menyempatkan untuk berbalik sebentar dan melihat Aara. “Aku berangkat ya,” pamitnya. Zayden tersenyum, dia pun kembali berbalik dan hendak melanjutkan langkahnya. Namun tiba-tiba langkahnya itu terhenti, saat dia merasakan ada seseorang yang menarik jas bagian belakangnya. Dia pun kembali menoleh dan mendapati Aara yang ternyata tengah menarik jasnya.Zayden mengernyit, merasa bingung dengan sikap Aara saat ini. “Ada apa? Apa ada hal yang ingin kau sampaikan?” tanyanya.A
Zayden yang tengah sibuk di ruang kerjanya itu tampak mengambil ponselnya yang berbunyi.Dia lalu melihat pesan yang dikirimkan oleh Lucas padanya. Keningnya mengernyit, kala membaca pesan itu.[Tuan, nyonya bilang beliau ingin jalan-jalan di luar. Apa Anda mengizinkan?]“Jalan-jalan? Dia mau kemana?” gumamnya. Yang kemudian menghubungi Lucas.“Tuan,” jalan Lucas dari seberang telepon.“Kau bilang Aara ingin jalan-jalan?”“Benar Tuan.”“Kemana?”“Nyonya bilang ingin ke supermarket. Katanya beliau ingin belanja.”“Belanja?”“Benar Tuan, apakah Anda ingin mengizinkan?”Zayden terdiam, dia sebenarnya khawatir jika Aara akan melarikan diri lagi seperti dulu. Tapi, sekarang dia tidak bisa pulang dan menemaninya. Karena sebentar lagi ada pertemuan penting lainnya yang harus dia datangi.“Kalau begitu kau yang akan mengawalnya Lucas,” ucapnya kemudian.“Sesuai perintah Anda Tuan.”Setelah itu sambungan pun terputus, setidaknya Lucas bisa dia percayai. Karena jika dia mengirimka