Setelah mendapati Natasha tidak ada di tempat tidurnya maupun kamar mandi, Lucas langsung memeriksa ruang kerjanya. Entah mengapa ruang kerja ialah yang pertama kali dipikirkan oleh Lucas. Setelah kemarin Natasha menemukan ruang kerjanya itu, Lucas menjadi sedikit waspada dan curiga terhadap Natasha. Namun, saat pintu rak dibuka, rupanya Natasha juga tidak ada di sana. “Sepertinya aku sudah berpikir berlebihan tentang Natasha,” batin Lucas, “tapi, di mana dia?” Lucas lantas menghubungi pihak keamanan untuk mencari tahu lokasi keberadaan Natasha saat ini melalui kamera pengawas. Lalu, pihak keamanan pun memberi tahu Lucas bahwa saat ini Natasha sedang berada di dapur. “Dapur?”—Lucas melihat jam di dinding kamarnya yang menunjukkan pukul tiga pagi. “Benar, Tuan.” “Apa yang dilakukan istriku di dapur?” “Maaf, Tuan Muda, saya tidak terlalu yakin, tapi sepertinya Nona Natasha sedang memasak.” “Apa? memasak? dini hari begini?” batin Lucas. Akhirnya tanpa membuang waktu lagi Lucas m
“Di mana Natasha? kenapa bukan dia yang mengantar makanan? di mana makananku? Apa dia lupa dengan yang sudah dia janjikan padaku kemarin?” omel Nenek An kepada pelayan yang melayaninya. “Natasha di sini, Nek!” sahut Natasha yang saat ini memasuki kamar Nenek An sambil membawa semangkuk sup. “Aku harap kamu membawakan apa yang sudah kamu janjikan kemarin!” kata Nenek An. “Tenang saja, Nek, Natasha tidak akan ingkar janji. Tadi Natasha masih menghangatkan supnya lagi,” terang Natasha. Natasha duduk di tepian tempat tidur Nenek An dan mulai menyuapinya. Nenek An terlihat menerima suapan dari Natasha tanpa drama seperti yang biasa dilalui oleh para pelayan dan menantunya. “Bagaimana, Nek? enak?” Nenek An merasa sup ikannya itu berbeda, akan tetapi rasanya tetap enak dan gurih. “Ini enak, aku menyukainya,” jawab Nenek An. Natasha senang masakannya dipuji enak. Tidak sia-sia dia membaca banyak artikel hingga matanya lelah serta merelakan waktu tidurnya untuk membuat sup itu. “Ini bu
~Satu tahun lalu~ Leo terlihat celingukan di depan kelas juniornya. Saat ini dia sedang mencari seseorang, tapi sayangnya yang ia cari sudah tidak ada. Leo menahan adik kelasnya—“Yue di mana?” tanyanya. “Yue sudah pergi sejak bel berbunyi, Kak. Aku tidak tahu kenapa, tapi dia terlihat buru-buru,” jawab sang adik kelas. “Ya sudah, terima kasih!” Leo sangat yakin kalau saat ini Yue sedang berusaha menghindarinya. Inilah yang Leo takutkan ketika Yue tahu yang sebenarnya. Ponsel Leo bergetar. Dia melihat nama Najia di layarnya. “Ya, Jia.” “Kakak di mana, sih? aku itu lelah, mau cepat pulang!” omel Najia. Leo menarik napas—“Ya sudah, kalau begitu kamu pulang saja lebih dulu!” ucap Leo. “Nanti kalau Tante Mayleen tanya bagaimana? aku malas ya dengar mama kakak mengomel.” “Jawab saja Kakak masih kerja kelompok di rumah teman!” pinta Leo yang setelah itu langsung menutup teleponnya. Leo berlari menyusuri trotoar jalan menuju rumah Yue. Namun, saat ia tiba di sana pintu rumah Yue
Ketika Natasha dan Yue masih di dalam mobil sepulang mereka dari rumah sakit, Yue terlihat melamun menatap ke luar jendela. Natasha tidak tahu alasan yang membuat Yue begitu termenung, dia hanya mengira mungkin Yue mengkhawatirkan ibunya yang harus tinggal sendirian di rumah sakit.“Yue!”—Natasha memberanikan diri memanggil Yue.Yue tersentak—“Iya, Nona!”“Mengenai biaya rumah sakit, obat, dan terapi ibumu, apa keluarga Li yang menanggungnya?” tanya Natasha.Yue terdiam untuk beberapa detik. “Iya, Nona,” jawab Yue kemudian.“Oh, syukurlah!” ucap Natasha, “sangat keterlaluan jika mereka tidak membantumu!” “Tapi saya tidak akan menyalahkan keluarga Li jika mereka tidak membantu biaya perawatan ibu saya, Nona.”“Kenapa?”—Natasha penasaran.Hidup saya dan ibu saya sudah banyak ditolong oleh keluarga Li, saya justru khawatir jika tidak bisa membalas semua itu. Natasha yang mendengarnya langsung mengernyitkan dahi dan menyunggingkan senyum mencemooh. Natasha sedikit tidak percaya kumpulan
~35 tahun lalu~Keadaan ekonomi Tiongkok yang masih baru memasuki era reformasi pertama membuat pebisnis dalam negeri seperti Tuan Besar Li harus bersaing dengan perusahaan asing. Hasilnya, mau tidak mau dia dan putranya, Jiang, harus terus memutar otak demi keberlangsungan bisnis keluarga mereka.Itulah alasan mengapa beliau sangat keras kepada Jiang. Jika bisnis keluarga mereka jatuh seperti yang lain, maka hancur sudah nasib keluarganya. Hanya Jiang satu-satunya putra yang bisa Tuan Besar Li andalkan. Jiang sebagai kakak tertua sangat sadar akan harapan sang papa. Dia juga merasa memiliki tanggung jawab untuk itu. Namun, setiap pilihan selalu memiliki risiko. Jiang yang masih sangat muda itupun pada akhirnya harus merelakan kehidupan masa mudanya. Jiang tumbuh menjadi pribadi yang hanya mengikuti jalan yang sudah digariskan oleh sang papa. Bahkan, untuk masalah percintaannya saja, papanya yang mengurusnya. Jiang dinikahkan dengan Mei Rui yang merupakan putri dari sahabat Tuan Be
Saat ini Jiang tengah berdiri menatap foto serta guci abu mendiang istri keduanya. Setelah mendengar bahwa hari ini paviliun difungsikan lagi oleh Natasha, Jiang penasaran dan ingin melihat apa-apa saja yang mungkin berubah dari paviliun. Namun, setelah dilihat, ternyata sama sekali tidak ada yang berubah. Semua masih sama seperti dulu.“Oh, saya kira siapa!” Suara seorang perempuan menyadarkan Jiang dari wisata masa lalunya. Jiang segera menyeka air mata yang tanpa ia sadari sudah membasahi pipinya.Jiang menoleh ke arah pintu—“Natasha? Apa yang kamu lakukan di sini malam-malam?”Natasha menjawab, “Saya sedang berada di lantai tiga dan tidak sengaja melihat cahaya lampu dari paviliun. Karena penasaran siapa yang berkunjung, akhirnya saya ke sini.” Natasha pun balas bertanya, “Papa sendiri, apa yang Papa lakukan di sini?”“Jika kamu lupa, saya merupakan kepala keluarga dan pemilik rumah ini, jadi hak saya untuk melihat rumah saya sendiri,” jawab Jiang, “selain itu saya juga mau lihat
Kepergiannya ke Singapura kali ini dimanfaatkan oleh Lucas untuk bertemu dengan orang yang akan memimpin perusahaannya di Indonesia. Orang itu ialah Daniel Natama, putra dari pemilik perusahaan Aritama. Lucas menghampiri Daniel dan menjabat tangannya. “Tuan Daniel?”“Panggil Daniel saja, Tuan Lucas!”—Daniel menyambut tangan Lucas. “Kalau begitu panggil aku Lucas juga!” pinta Lucas kemudian. “Kalau itu, seperti akan kurang sopan jika didengar orang lain, Tuan.” “Baiklah, kalau begitu panggil aku Tuan saat di luar bersama orang lain, tapi cukup panggil Lucas saat hanya ada kita berdua dan orang-orangku!” Daniel tidak lagi protes. “Baik, Tuan, jika itu yang Anda inginkan.” “Bagus! silakan duduk, Daniel!” Kini keduanya duduk di sofa salah satu kamar hotel yang cukup luas itu. Tanpa berbasa-basi, mereka segera membahas keperluan mereka bertemu saat itu. Kai memberikan map berisikan perjanjian yang akan mengikat mereka selama dua tahun ke depan. Daniel membaca semua isi perjanjianny
Lucas yang baru saja tiba di rumah itupun langsung menuju aula keluarga. “Kenapa semua orang berkumpul di sini?” tanyanya saat sampai.Suara berat laki-laki tiga puluhan itupun membuyarkan suasana hening di ruangan tersebut. Semua orang terkesiap, mereka terkejut sekaligus takut. Aura gelap segera mendominasi ruangan dan menekan mereka.“Oh, Lucas, untunglah kamu sudah pulang!” ucap Mayleen yang langsung berdiri menyambut.Berbeda dari tantenya, saat ini Natasha justru berdiam diri ditempat duduknya. Dia sama sekali tidak bergeming melihat suaminya datang. Dia tidak peduli, pikirannya kini sedang tidak bersama dengan raganya.“Apa yang terjadi, Tante? kenapa semua orang berkumpul di sini?”Mayleen menjelaskan, “Ini perintah dari mamamu, nenekmu masuk rumah sakit karena keracunan, jadi dia mengumpulkan kami, sepertinya dia ingin menginvestigasi kita semua.”Lin jengah mendengar madunya terus mengatakan bahwa mama mertua mereka keracunan. Namun, dia lelah untuk mengingatkannya lagi, bah