Lucas saat ini duduk di dalam kelas, di bangku tempat putrinya biasa duduk. Sementara sang putri kecil, kini tengah berada di halaman sekolah bermain ayunan dengan temannya.“Jadi, sekarang papamu sudah tinggal lagi denganmu, Shana?” tanya Kamila, teman baik Ashana.Shana mengangguk senang—“Hem!”Tiba-tiba sebuah tangan kecil mendorong Ashana dari ayunan hingga Ashana terjatuh. “Aduh!”“Ashana!”—Kamila bangkit dari ayunannya dan membantu Ashana berdiri—“kamu gak apa-apa?” tanya Kamila.“Sakit!”—telapak tangan Ashana terluka tergores pasir. Keduanya lantas sama-sama melihat ke sosok yang tadi mendorong Ashana.“Cellin, kamu kenapa dorong aku?” tanya Ashana.“Anak penjahat itu memang pantasnya didorong sampai jatuh seperti tadi,” kata Cellin.“Maksud kamu apa? aku bukan anak penjahat, ya! mama-papaku itu orang baik.”“Halah, kalau tidak jahat mana mungkin papamu itu dipenjara!”Ashana diam dan mengepalkan tangannya erat. Dia sudah sering diejek Cellin seperti itu, dia juga sebenarnya ta
“Bagaimana hari ini di sekolah Shana?” tanya Natasha saat mengikuti suaminya naik ke tempat tidur.Lucas mengangguk-angguk—“Lumayan seru, tapi aku terkejut hanya aku laki-laki di sana,” jawabnya. “Hahahaha ... apa kamu juga dikerubuti ibu-ibu sama seperti Daniel?”“Hem, mereka sedikit menyeramkan,” ungkap Lucas, “aku cukup takjub karena Daniel bisa bertahan selama dua tahun ini mewakilimu hadir di acara pertemuan wali murid.”Natasha meresponnya dengan tawa. Dia lantas berkata, “Sebenarnya, sebelum Shana sekolah, Daniel juga sering menggantikanku membawa Shana ke rumah sakit untuk imunisasi.”“Oh ya?”—Lucas tidak menduga.“Hem, dia benar-benar seperti papa siaga untuk Shana,” ucap Natasha. Natasha tidak sadar akan perkataannya, hingga ia menemukan raut wajah Lucas yang seperti orang tidak senang. Dahi Lucas berkerut, membuat Natasha tahu bahwa ada yang salah dari ucapannya tadi.“Eh, Lucas, jangan salah paham dulu! maksudku tidak seperti itu.”Lucas langsung tersenyum melihat istriny
Setelah pertemuannya dengan Lucas, beberapa hari kemudian Daniel sungguh menjumpai langsung orang bernama Alexander. “Alexander Thomas?” batin Daniel, “apa dia orang yang dimaksud Lucas?”“Jadi, apa Anda akan menerima ajakan bertemu Tuan Alexander?” tanya sekretaris Daniel.“Iya, atur jadwal untuk kami bertemu!” perintah Daniel.“Baik, Pak!”---Pertemuan Daniel dan Alexander dijadwalkan hari Jumat di sebuah arena golf, dan saat ini dia sedang dalam perjalanan ke sana.Daniel duduk di kursi belakang mobilnya seraya mengusap-usap layar ponsel, tiba-tiba jarinya terhenti ketika tidak sengaja melihat sosial media Natasha. Rupanya, Natasha sedang bersiap untuk liburan bersama keluarganya.Bibir Daniel melemgkungkan sebuah senyum, bahagia. Namun, tidak bisa dipungkiri bahwa masih ada hati yang terasa sakit di dalam dirinya.“Huh!”—pandangan Daniel beralih melihat ke luar jendela—“oh, sudah sampai.”Daniel memasuki lapangan golf dan menghampiri tiga orang yang tengah bergerombol dengan dit
“Om Kai, kudanya suruh lari yang cepat, dong!” pinta Ashana. “Memangnya Ashana tidak takut?” tanya Kai. Ashana menggeleng—“Gak, Shana, kan, pemberani!” Kai gemas melihat anak Lucas dan Natasha itu. Sungguh tidak punya takut, persis papanya. “Baiklah, kalau begitu pegangan!” perintah Kai yang kemudian menghentakkan kakinya dan tali pegangan, “Hiya!” Kuda pun berjalan lebih cepat setengah berlari. Bukannya kaget atau takut, tawa kesenangan Ashana justru terdengar nyaring. “Kai!” panggil Lucas. Lucas cemas melihat kuda Kai dan Ashana melaju cepat. Dia sudah akan menghentakkan tali kekang kudanya dan Natasha, tapi tiba-tiba tangannya ditahan oleh sang istri. “Lucas, tenang saja!” “Tapi, ....” “Kamu tidak dengar suara tawa Ashana?” Pertanyaan itu langsung membuat Lucas diam dan menghela napas panjang. Benar, putrinya saat ini sedang bersenang-senang. Lagipula Ashana bersama dengan seorang Kai, mantan asisten sekaligus pengawalnya yang terlatih. Ashana pasti akan baik-baik saja.
“Loh, Shana, Om Kai mana?” tanya Lucas begitu melihat putrinya sendirian di ruang tengah.Ashana menjawab, “Om Kai kembali ke kandang kuda cari dompet.”“Ha?”—Lucas dan Natasha bingung.“Iya, dompetnya Om Kai hilang,” jelas Ashana.“Oh ...!” seru Natasha.Lucas melihat CCTV di ruangan itu dan mendapati semuanya aktif. Dia tahu Kai selalu terukur tindakannya dan tidak akan ceroboh dalam menjalankan tugas. Namun, tetap saja aneh rasanya melihat Kai lebih memilih pergi mencari dompet daripada menemani Ashana sampai dia dan Natasha datang.“Ya sudah, kalau begitu kamu pergi mandi duluan saja, Sayang! biar aku temani Ashana di sini,” ucap Lucas pada Natasha.“Hem, aku mandi dulu!”Mata Lucas mengikuti punggung istrinya hingga sang istri menaiki tangga. “Papa, duduk sini!” perintah Ashana sambil menepuk ruang kosong di sebelahnya.“Iya, Sayang ... Jadi, nonton apa kamu?”Sementara Lucas menemani putri kecilnya menonton kartoon kesayangan, di sisi lain, Kai tengah sibuk menjajarkan barang-ba
Sepasang lengan melingkar sempurna di pinggang dan perut Natasha. “Ashana sudah tidur,” bisik Lucas di dekat telinga sang istri.“Lalu?” goda Natasha.Lucas mengernyitkan dahi lalu menggigit lembut telinga Natasha. Si yang punya telinga pun merasakan sensasi menggelikan menjalar ke seluruh tubuhnya.“Lalu, tanyamu?” ucap Lucas setelahnya, “tentu saja aku akan memakanmu,” lanjutnya.Diangkatlah Natasha menuju tempat tidur oleh Lucas. Di sana ia membaringkan sang istri dengan pelan dan langsung menindihnya.“Katakan kalau aku sudah keterlaluan dan menyakitimu!” pinta Lucas.“Lakukan saja!” tantang Natasha, “aku suka rasa sakit, asalkan itu karenamu.”Lucas menyeringai—“Pemberani, kamu belum tahu aku seperti apa jika sudah lepas kendali, Natasha.”“Ehm ... kalau begitu beri tahu aku!”—keduanya menyeringai.Natasha dan Lucas sungguh melepaskan diri mereka masing-masing. Membiarkan tubuh mereka mengambil kendali atas akal sehat, seolah tidak peduli lagi pada apapun.Sudah cukup selama bert
Saat ini Natasha dan keluarganya sudah berada di dalam pesawat. Liburan mereka sudah berakhir, kini waktunya pulang dan kembali ke aktivitas sehari-hari mereka.Sedih memang karena waktu berlibur mereka telah selesai. Namun, daripada itu, ada hal yang jauh membuat Natasha sedih.Semalam, Lucas sudah menceritakan semuanya kepada Natasha. Cerita tentang perundungan yang dialami Ashana di sekolah.Pada awalnya Natasha marah kepada semua orang, baik yang berhubungan dengan sekolah, keluarga perundung, maupun mereka yang ikut menyembunyikan masalah tersebut darinya. Termasuk di dalamnya ialah Daniel, orang yang selama ini Natasha percaya untuk mewakilinya menjadi wali Ashana.Hanya saja, setelah mendengar penjelasan Lucas mengenai alasan Daniel menyembunyikan fakta tersebut, Natasha jadi berpikir kembali tentang siapa yang salah.Setelah dipikirkan lagi, ternyata sumber masalahnya terletak pada diri Natasha sendiri. Daniel dan lainnya hanya berusaha untuk menjaga perasaannya yang pada wakt
Setelah kembali ke ibu kota, Dania pergi menghadap atasannya untuk menyampaikan laporan pengintaiannya secara langsung. Setelah berbicara langsung dengan Lucas beberapa waktu lalu, kini pandangan Dania terhadap atasan bahkan organisasinya jadi sedikit berbeda.“Kamu yakin mereka sama sekali tidak ada komunikasi dengan pihak China atau Rusia?”Dania menjawab, “Iya, Pak, saya yakin.”Dania dan atasannya itu masih sama-sama diam. Lalu, tiba-tiba sebuah getar ponsel di atas meja mengalihkan perhatian mereka.Ada sebuah panggilan masuk di ponsel milik atasan Dania. Mata Dania tidak sengaja menangkap nama pada layar ponsel tersebut. Pak Bos Menteri, itulah yang sekilas Dania baca.“Baiklah, kamu bisa pergi sekarang! terus awasi orang China dan pengawalnya itu!”“Baik, Pak!”Dania bangkit dari tempat duduknya ketika sang atasan menerima panggilan telepon tadi. Wajahnya yang awalnya tegas dan sedikit garang tiba-tiba berubah jadi lebih ramah dengan senyum yang menghias wajah.“Selamat Siang,