Saat keluar dari kamar mandi, Ana sungguh menjumpai Changyi masih terjaga. Ternyata, suaminya itu benar-benar menunggunya selesai mandi untuk bisa mengobrol. “Kamu tidak tidur?” tanya Ana. Changyi menjawab, “Tadi aku sudah tidur, jadi sudah tidak terlalu mengantuk.” “Tapi aku sangat mengantuk, Sayang, jam delapan aku sudah harus sampai di kantor karena akan ada tamu di kedutaan. Bisakah kita bicara lain kali saja?” Changyi cukup kecewa karenanya, tapi dia tidak marah kepada Ana. Dia memahami bahwa pasti sangat melelahkan menjadi Ana. “Hem,” sahut Changyi mengiyakan. Dia lantas membuka selimut di sebelahnya dan menepuk tempat tidur. “Kemarilah dan tidur, biarkan aku memijat kakimu, pasti sangat melelahkan memakai sepatu hak tinggi sepanjang hari!” Ana berbaring di tempat biasa ia tidur—“Kamu yakin tidak apa harus memijat kakiku?” “Kenapa tidak? biarkan aku memanjakan istriku dengan cara seperti ini, karena mau memanjakan dia dengan memberi banyak uang, kamu sendiri jauh lebih ka
Setelah membangunkan Lucas, Natasha langsung masuk ke dalam kamar mandi. Lucas yang mulai bangun dari tidurnya pada awalnya masih terdiam tanpa ekspresi. Dia masih belum sadar dengan situasi dan kondisi yang terjadi saat ini. Setelah beberapa saat termenung, satu per satu ingatan Lucas tentang apa yang terjadi semalam mulai muncul di kepalanya. Bayangan tentang dirinya yang hampir mencium Natasha cukup jelas ia ingat. Lucas juga mulai sadar bahwa ada yang tidak beres dari tubuhnya. Dia meraba dadanya dan mendapati dirinya tidak memakai pakaian. Lucas lantas mencari ke sekeliling dan menemukan pakaiannya berserakan di lantai. Dia tidak ingat bagaimana baju yang ada di badannya bisa berpindah ke lantai. Lucas bingung, terlebih lagi karena sekarang dia terbangun di atas tempat tidur. Perlahan Lucas membuka selimut yang saat ini masih menutupi separuh tubuhnya. Dia syok saat tahu bahwa kini hanya tinggal celana dalamnya saja yang masih melekat di tubuhnya. Lucas menundukkan kepala da
Kini hanya tinggal Natasha, Mei Rui, Lin, dan Mayleen di rumah. Namun, sejak selesai sarapan tadi Natasha tidak melihat mama mertua serta kedua tantenya itu.Natasha berkeliling rumah untuk melihat-lihat, siapa tahu ada sesuatu yang bisa ia kerjakan. Saat melintasi dapur, tidak sengaja Natasha mendengar seseorang yang sedang marah-marah.Setelah dilihat, ternyata itu ialah suara Bibi Liu yang sedang memarahi pelayan muda yang sebelumnya sempat ditanyai namanya oleh Natasha. “Saya tidak mau tahu, kamu kembali bawa makanan-makanan ini ke Nyonya Besar An dan bujuk sampai beliau mau memakannya!”“T-t-tapi, Bibi—”“Tidak ada tapi-tapian!” potong Bibi Liu, “pokoknya kamu tidak boleh makan sebelum Nyonya Besar An makan!” tandasnya.Bibi Liu meninggalkan si pelayan muda yang kini tertunduk murung. “Apa yang terjadi?” tanya Natasha menghampiri pelayan muda itu.“Oh, Nona Natasha!”“Kenapa Bibi Liu memarahimu seperti tadi?” tanya Natasha lagi.“Itu ... itu karena kesalahan saya, Nona. Saya tida
Setelah beberapa langkah meninggalkan kamar Nenek An, Natasha teringat bahwa ia belum mengetahui nama pelayan yang kini mengikutinya itu. “Oh iya, sebelumnya aku belum tahu namamu, jadi, siapa namamu?” tanya Natasha.“Yi Yue, Nona, Nona bisa memanggil saya Yue!”“Yi Yue,” gumam Natasha, “Apa kamu lahir di bulan Januari?”“Benar, Nona!” jawab Yue.“Oh, begitu rupanya.”Bahasa Mandarin Natasha memang sangat bagus, sejak kecil dia sudah terbiasa berbicara menggunakannya. Sebab, mama Natasha memiliki darah keturunan China yang masih sangat kental.Selain itu, Natasha juga sering ikut kedua orang tuanya melakukan perjalanan bisnis atau liburan ke beberapa kota di daratan China, sehingga ia terampil berbahasa mandarin. Oleh karena alasan itulah selama ini tidak ada satupun yang curiga jika Natasha bukan orang asli Tiongkok, karena baik itu bahasa atau wajah, keduanya sangat mendukung. “Oh iya, sepertinya kamu pelayan perempuan paling muda yang kutemui di rumah ini, benarkah itu?” tanya N
Sepanjang siang hingga sore Natasha terus diawasi oleh Nyonya Fang. Natasha harus menerima pelajaran tata krama yang diberikan oleh guru yang dibawa sang mama mertua untuknya. Jika mau, sebenarnya Natasha bisa saja menunjukkan kemampuannya dan membuat semuanya selesai dengan cepat. Namun, sayangnya dia tidak melakukannya. Dia ingat bahwa saat ini dirinya merupakan perempuan dari kelas bawah yang tidak memiliki dasar tata krama kaum kelas atas. Natasha duduk tegap dengan kaki menyerong dan buku tebal di kepalanya. Sudah hampir satu jam dia tidak bergerak ataupun mengubah posisinya, sampai akhirnya Natasha merasa punggung dan tengkuknya sangat pegal. Natasha mencoba bergerak sedikit. Namun, tiba-tiba buku yang ada di kepalanya itu terjatuh. “Tidak!” teriak Natasha mencoba menahan. Sebuah pukulan tongkat mendarat di lengan Natasha. “Ulangi dari awal dan tetap dalam posisi ini selama satu jam ke depan!” ucap Nyonya Fang. “Ah~ Nyonya Fang, aku tidak sanggup lagi!” kata Natasha, “aku
Setelah mendapati Natasha tidak ada di tempat tidurnya maupun kamar mandi, Lucas langsung memeriksa ruang kerjanya. Entah mengapa ruang kerja ialah yang pertama kali dipikirkan oleh Lucas. Setelah kemarin Natasha menemukan ruang kerjanya itu, Lucas menjadi sedikit waspada dan curiga terhadap Natasha. Namun, saat pintu rak dibuka, rupanya Natasha juga tidak ada di sana. “Sepertinya aku sudah berpikir berlebihan tentang Natasha,” batin Lucas, “tapi, di mana dia?” Lucas lantas menghubungi pihak keamanan untuk mencari tahu lokasi keberadaan Natasha saat ini melalui kamera pengawas. Lalu, pihak keamanan pun memberi tahu Lucas bahwa saat ini Natasha sedang berada di dapur. “Dapur?”—Lucas melihat jam di dinding kamarnya yang menunjukkan pukul tiga pagi. “Benar, Tuan.” “Apa yang dilakukan istriku di dapur?” “Maaf, Tuan Muda, saya tidak terlalu yakin, tapi sepertinya Nona Natasha sedang memasak.” “Apa? memasak? dini hari begini?” batin Lucas. Akhirnya tanpa membuang waktu lagi Lucas m
“Di mana Natasha? kenapa bukan dia yang mengantar makanan? di mana makananku? Apa dia lupa dengan yang sudah dia janjikan padaku kemarin?” omel Nenek An kepada pelayan yang melayaninya. “Natasha di sini, Nek!” sahut Natasha yang saat ini memasuki kamar Nenek An sambil membawa semangkuk sup. “Aku harap kamu membawakan apa yang sudah kamu janjikan kemarin!” kata Nenek An. “Tenang saja, Nek, Natasha tidak akan ingkar janji. Tadi Natasha masih menghangatkan supnya lagi,” terang Natasha. Natasha duduk di tepian tempat tidur Nenek An dan mulai menyuapinya. Nenek An terlihat menerima suapan dari Natasha tanpa drama seperti yang biasa dilalui oleh para pelayan dan menantunya. “Bagaimana, Nek? enak?” Nenek An merasa sup ikannya itu berbeda, akan tetapi rasanya tetap enak dan gurih. “Ini enak, aku menyukainya,” jawab Nenek An. Natasha senang masakannya dipuji enak. Tidak sia-sia dia membaca banyak artikel hingga matanya lelah serta merelakan waktu tidurnya untuk membuat sup itu. “Ini bu
~Satu tahun lalu~ Leo terlihat celingukan di depan kelas juniornya. Saat ini dia sedang mencari seseorang, tapi sayangnya yang ia cari sudah tidak ada. Leo menahan adik kelasnya—“Yue di mana?” tanyanya. “Yue sudah pergi sejak bel berbunyi, Kak. Aku tidak tahu kenapa, tapi dia terlihat buru-buru,” jawab sang adik kelas. “Ya sudah, terima kasih!” Leo sangat yakin kalau saat ini Yue sedang berusaha menghindarinya. Inilah yang Leo takutkan ketika Yue tahu yang sebenarnya. Ponsel Leo bergetar. Dia melihat nama Najia di layarnya. “Ya, Jia.” “Kakak di mana, sih? aku itu lelah, mau cepat pulang!” omel Najia. Leo menarik napas—“Ya sudah, kalau begitu kamu pulang saja lebih dulu!” ucap Leo. “Nanti kalau Tante Mayleen tanya bagaimana? aku malas ya dengar mama kakak mengomel.” “Jawab saja Kakak masih kerja kelompok di rumah teman!” pinta Leo yang setelah itu langsung menutup teleponnya. Leo berlari menyusuri trotoar jalan menuju rumah Yue. Namun, saat ia tiba di sana pintu rumah Yue