Trio Casanova sedang berjalan bersama memasuki gedung sekolah. Seperti biasa dari antara mereka betiga, hanya Alex yang terlihat berbeda karena ia mengenakan jaket bisbolnya. Sambil berjalan melewati koridor-koridor sekolah, mereka mengobrol.
"Acaranya jadi jam 9 pagi kan besok?" tanya Steven pada Alex.
"Iya, tapi kalian datengnya pagian bisa nggak?" tanya Alex.
"Pagian jam berapa? Jam 4?" canda Joshua.
"Ya nggak sepagi itu juga kali," jawab Alex.
Mereka saat itu sedang membicarakan acara ulang tahun Alex ke-17 yang jatuh pada hari Minggu besok, tanggal 28 Agustus. Rencananya, Alex dan keluarganya akan mengadakan bakti sosial ke beberapa panti asuhan, panti jompo, dan tempat penampungan hewan. Tidak ada pesta mewah, hanya makan-makan bersama di sebuah restoran setelah acara selesai.
"Lex, tapi club aku jadi mau ikut loh," kata Steven merujuk pada South Jakarta Supercar Club, yang berencana akan ikut acara bakti sosial besok.
"I
Alex dan Elisa berjalan bersama melewati koridor-koridor sekolah hendak menuju kelas mereka, karena sebentar lagi bel masuk akan berbunyi. Entah mengapa mereka berjalan dengan pelan seolah tidak ingin momen itu cepat berlalu."Mmm... makasih ya Alex, udah mau nolongin aku tadi," kata Elisa."Bukan apa-apa kok. Yang penting luka kamu udah diobatin," jawab Alex sambil memandangi Elisa. "Kamu sekelas sama Joshua ya?" tanya Alex basa-basi karena ia sebenarnya sudah tahu jawabannya."Iya. Kamu?" tanya Elisa, juga dengan basa-basi karena sebenarnya ia juga telah mengetahui jawabannya."Kelas 11-A. Kelas kita sebelahan," jawab Alex."Ah, iya," jawab Elisa. Mereka sama-sama tersenyum sambil terus berjalan. Tentu saja selama perjalanan mereka ke kelas itu, Alex beberapa kali mencuri pandang pada Elisa dengan perasaan kagum."Ini udah nyampe kelasku," kata Alex. Tak terasa mereka telah sampai di depan kelas 11-A, kelas Alex. Elisa hendak berpamitan, t
Niken masih merasakan kesal dalam hatinya. Ia tetap terdiam sambil memikirkan bagaimana caranya agar Elisa tidak bisa mendekati Alex lagi. Namun di saat yang sama ia pun merasa tak berdaya karena ia sendiri belum pernah berkenalan atau pun berbicara secara langsung dengan Alex, sehingga bagaimana caranya ia bisa menjauhkan Alex dari Elisa?Tiba-tiba bunyi sebuah pesan notifikasi memecah lamunannya itu. Dilihatnya pesan yang masuk itu, yang ternyata berasal dari aplikasi pengirim pesan miliknya. Ia membuka aplikasi tersebut dan melihat ada sebuah pesan masuk dari seseorang yang diberinya nama Steven 11-A di situ.Niken membuka pesan dari Steven itu."Lagi apa?" tulis Steven dalam pesannya. Niken tak kunjung mengetik balasannya. Ia memandangi pesan tersebut dengan perasaan agak kesal. Ingatannya pun seketika melyang pada kejadian waktu itu.Kejadian sekitar semingu yang lalu...Saat itu Niken sedang duduk bersama Sonya di salah satu bangku yang terda
Niken memandang Alex dengan perasaan senang karena kemungkinan siang itu ia akan diantarkan pulang oleh orang yang sangat disukainya itu. Sementara Alex hanya menunjukkan ekspresi wajah datar."Yaudah sana! Anterin, Lex!" pinta Joshua.Alex melihat ke arah Joshua sejenak. "Oke, oke," jawabnya dengan pasrah."Jagain loh, Lex, jangan sampe kenapa-kenapa anak orang," pinta Steven.Steven merasa sedikit kecewa karena tidak bisa mengantarkan Niken pulang pada siang hari itu meskipun ia telah berusaha membujuknya. Namun ia merasa tenang karena Niken diantar pulang oleh sahabatnya sendiri yang diketahuinya belum memiliki ketertarikan sama sekali untuk mencari pacar. Tapi meskipun begitu, ia pasti tetap merasakan cemburu dalam hatinya walau tidak banyak.Alex pun berjalan menuju parkiran motor, diikuti oleh Niken di belakangnya. Kemudian ia berbalik sebelum memasuki area parkiran motor, teringat akan sesuatu."Kamu tunggu di sini dulu ya. Aku mau pi
Pagi itu di kelas, Niken tidak bisa berkonsentrasi mengikuti pelajaran. Dari pagi sejak ia datang sampai saat ini pun ia masih saja memandangi Elisa dengan perasaan tidak suka. Namun di lain pihak ia juga mersa senang karena telah berhasil mengungguli Elisa atas Alex sebagai gadis pertama yang terlihat dibonceng oleh Alex, walaupun Elisa tak mengetahuinya.Jam istirahat pertama, Elisa dan Aurora berjalan menghampiri Niken yang masih saja duduk di dalam kelas."Ken, ayo ke kantin," ajak Elisa.Niken berusaha menunjukkan wajah biasa-biasa saja namun dalam hatinya ia mulai berpikiran buruk. Untuk apa selama ini ia pergi ke kantin bersama Elisa yang berbeda status darinya? Pikiran buruknya itu muncul hanya karena Elisa terlihat dekat dengan laki-laki yang ia sukai."Mmm... aku udah janjian sama Sonya sih. Ini mau turun," jawab Niken."Yuk, turun bareng," ajak Elisa."Eh, aku harus buru-buru soalnya Sonya nungguin transferan file dari aku," kata
Jam istirahat pertama. Hari itu Aurora tidak masuk sekolah karena sakit. Elisa pun merasa bingung harus mengajak siapa untuk menemaninya istirahat hari itu. Pilihannya pun akhirnya tidak lain tertuju pada Niken.Ia berjalan menghampiri Niken yang saat itu masih duduk di kursinya. Melihat Elisa berjalan ke arahnya, Niken pun beranjak dari kursinya dan berjalan menghampiri Sonya. Elisa berhenti karena melihat Niken berjalan menjauh."Son, ayo ke kantin," ajak Niken pada Sonya. Niken berpura-pura tidak melihat Elisa yang saat itu hendak mengajaknya istirahat bersama.Elisa pun merasa sedikit sedih karena hari itu berarti ia harus melewati jam istirahat sendirian. Akhirnya ia pun berjalan ke kantin sendirian dan membeli roti di sana, lalu membawa rotinya menuju ke salah satu gazebo yang ada di taman sekolah dan duduk di sana. Ia mulai membuka bungkus rotinya dan memakannya. Hatinya terasa suram karena kesepian yang dialaminya. Hari itu adalah kali pertamanya berisit
Bel istirahat kedua berbunyi. Semua siswa di kelas Elisa keluar dengan teman-teman dekat mereka masing-masing, sedangkan Elisa masih saja duduk di kursinya. Ia merasa enggan keluar dari kelasnya karena tak mengetahui apa yang akan dilakukannya tanpa Aurora. Namun karena peraturan sekolah yang mengharuskan kelas kosong saat jam istirahat, ia pun bangkit berdiri dan berjalan keluar dari kelasnya.Tepat saat ia melangkah keluar dari ruang kelasnya, seseorang berdiri di hadapannya dan membuatnya terkejut. Ia pun melihat siapa yang menghalangi langkahnya itu. Ia menjadi semakin terkejut lagi mengetahui bahwa seseorang yang berdiri di hadapannya itu adalah Ryan, kakak kelas yang disukainya."Hai, Elisa," sapa Ryan dengan tersenyum."Halo... Kak Ryan...," balas Elisa dengan suara lirih karena terkejut Ryan sedang berdiri di hadapannya.Elisa merasa tak percaya kakak kelas yang disukainya datang ke kelasnya dan saat ini sedang berdiri di hadapannya. Apa yan
Ryan berjalan mendekat ke arah Elisa yang masih saja berdiri terdiam melihatnya di depan pintu kelas. "Ayok kita pulang," ajak Ryan."Iya, Kak...," jawab Elisa dengan pelan.Entah mengapa saat itu juga, suara petir menyambar di tengah hujan yang turun dengan lebatnya. Apakah itu suatu pertanda buruk? Ah, semoga saja tidak...Mereka pun turun ke bawah dan berjalan keluar dari lobby. Melihat hujan yang turun dengan derasnya, tentu saja mereka menghentikan langkah mereka di teras lobby."Aku ke mobil dulu ya, ambil payung," kata Ryan pada Elisa."Tapi hujan, Kak," kata Elisa mencoba mencegah Ryan."Nggak apa-apa. Deket sini kok parkirnya," jawab Ryan yang kemudian berlari dengan tasnya diangkat untuk menutupi kepalanya dari hujan.Setelah beberapa detik menunggu, Ryan berjalan kembali ke tempat Elisa berdiri dengan membawa payung berwarn biru muda yang sudah terbuka di tangannya."Ayok," ajak Ryan pada Elisa.Elisa pun berg
Hari itu Aurora masih sakit sehingga belum bisa masuk sekolah. Namun hari itu perasaan Elisa tidak sesedih kemarin pagi mengetahui bahwa ia kini memiliki teman-teman lain yang berbeda kelas darinya. Ia pun memberanikan diri berjalan sendirian ke kantin, dan makan di sana dengan duduk di salah satu meja yang sama dengan beberapa anak lainnya yang berbeda kelas dengannya.Di meja yang berjarak beberapa meter dari meja tempat Elisa makan, Sandra memandanginya dengan tatapan tajam. Ia terus saja memperhatikan gerak-gerik Elisa dengan menahan amarah yang menggebu-gebu di dalam hatinya. Ia pikir peringatannya selama ini pada Elisa mampu membuat Elisa sadar, tetapi yang dilihatnya tadi pagi benar-benar membuat darahnya panas. Ia tidak menyangka bahwa anak beasiswa itu bisa melakukan tindakan yang menurutnya melewati batas seperi itu."San, liatin apa sih kok kayaknya serius banget?" tanya Kirana pada Sandra."Iya nih, diajakin ngobrol nggak nyahut sama seka
Elisa memandang ke arah orang yang menarik tangannya itu dengan wajah terkejut. Dilihatnya Alex sedang memegang tangannya sambil memandang Ryan dengan wajah dingin."Ngapain kamu narik tangan Elisa?" tanya Ryan dengan wajah marahnya."Emangnya kenapa? Elisa bukan pacar kamu kan?" jawab Alex dengan ketus.Ryan terkekeh dibuatnya. "Terus kamu pikir kamu siapanya?" tanya Ryan."Jangan deketin Elisa lagi," pinta Alex tanpa menjawab pertanyan Ryan."Emangnya kenapa? Suka-suka aku dong mau deketin siapa. Kamu juga bukan siapa-siapanya," jawab Ryan dengan santainya.Alex berjalan mendekat ke arah Ryan, bermaksud melakukan sebuah konfrontasi untuk memperingatkan Ryan. "Kamu tau, kamu itu bisa bahayain Elisa," kata Alex dengan tatapan mata tajamnya.Elisa terkejut mendengar perkataan Alex itu. Dari mana Alex tahu kalau kedekatannya dengan Ryan bisa membahayakan keadannya? Ia belum pernah memberitahu Alex alasan sebenarnya di balik Sandra
Elisa merasa heran melihat tas kertas yang ada di hadapannya itu. Ia masih tak percaya ada seseorang yang mengirimkannya sesuatu dengan diam-diam seperti itu. Ia mulai penasaran dengan apa isi tas tersebut karena terasa cukup berat ketika diangkat. Perasaannya bercampur antara penasaran, senang, dan takut. Ia takut kalau-kalau tas itu berisi sesuatu yang buruk, yang dikirimkan oleh seseorang yang tak menyukinya.Ia membuka tas itu dan mengeluarkan sebuah kotak yang berukuran cukup besar berwara merah muda dengan pita biru. Ia membuka kotak itu dan merasa sangat terkejut melihat berbagai macam produk kosmetik yang masih terbungkus rapi dari berbagai merk di dalamnya. Ia melihat sebuah set lengkap peralatan makeup, skin care, dan parfum dari berbagai merk mahal yang tentu saja tak akan dapat dijangkaunya bahkan dengan menabung selama bertahun-tahun sekalipun. Ia masih tak percaya bahwa isi kotak itu semua diperuntukkan baginya. Ia pun melihat sepucuk kartu kecil lagi d
Sore itu sehabis les dan mandi, Alex menghabiskan waktunya berkutat di depan laptopnya, seperti sedang mencari sesuatu di internet. Ia terus saja mengetikkan kata-kata kunci pencarian di Google dan melihat hasil pencarian yang diberikan oleh mesin pencari itu. Ia mengetikkan kata kunci "makeup terbaik untuk remaja" dan melihat hasil yang keluar. Dibukanya website-website resmi yang menjual makeup di halaman itu, dan dibukanya gambar-gambar yang tertera di sana satu per satu.Ia menghela nafas sambil tangannya menyentuh dahinya, merasa seperti sedang kebingungan."Hah... diliat berkali-kali tetep aja nggak ngerti juga," keluhnya pada diri sendiri yang tak kunjung mengerti kegunaan produk-produk makeup yang dilihatnya tadi."Banyak banget sih macemnya," keluhnya lagi dengan alis yang mengernyit memandangi layar laptopnya.Setelah mengetahui bahwa tas kecil Elisa diambil oleh Sandra tadi pagi, ia berniat menggantinya agar Elisa tak merasa sedih lagi. Sebenar
"Elisa pulang!" seru Elisa saat memasuki rumahnya.Wajahnya siang itu tampak sangat lesu dan tak bersemangat. Terbayang peralatan makeup kesayangannya yang dirampas oleh Sandra tadi pagi. Ia terus saja memikirkan bagaimana caranya agar ia bisa membeli peralatan makeup yang baru, sementara ia tak mempunyai cukup tabungan saat ini. Ia pun kemudian menjatuhkan dirinya ke sofa depan TV sambil meghela nafas panjang.Ayahnya berjalan menghampirinya dan melihat wajah lesu anaknya itu."Lah kok mukanya kusut gitu? Ada apa, Sa?" tanya ayahnya sambil duduk di sebelahnya."Nggak ada apa-apa kok, Yah," jawab Elisa berbohong. Tentu saja ayahnya tak langsung percaya."Ah, masa nggak ada apa-apa? Kayaknya kok ada apa-apa gitu?" tanya ayahnya berusaha mencari jawaban yang sebenarnya."Nggak ada apa-apa kok, Yah. Elisa cuma capek aja," jawab Elisa.Ayahnya sejenak memandanginya. Ia tentu tahu bahwa anaknya itu sedang menyimpan suatu permasalahan dalam
Alex berlari dengan panik mencari di mana keberadaan Elisa sebenarnya. Ia mencari di segala ruangan yang mungkin didatangi Elisa, seperti perpustakaan ataupun learning centre, namun tak kunjung menemukannya. Ia merasa semakin panik dan bingung.Sambil mengatur nafasnya yang masih terengah-engah sehabis berlari tadi, ia teringat bahwa terdapat sebuah toilet perempuan lagi di dalam sekolah itu yang belum sempat ia periksa, yaitu toilet di sport hall. Ia pun berlari ke arah toilet tersebut dan berharap bahwa toilet terakhir yang ditujunya itu bisa memberikannya sebuah jawaban.Ia berdiri di depan pintu toilet dan menunggu adanya seseorang yang keluar dari toilet itu. Tapi didengarnya samar-samar seperti ada suara seorang perempuan yang menangis dan bertengkar di dalam toilet itu. Merasa ada yang tak beres, tak ambil pusing dengan apa yang akan dikatakan orang padanya, ia pun memutuskan untuk masuk ke toilet itu dan melihat siapa yang ada di dalamnya.Saat melangkah
Sandra sedang berbaring di atas sebuah kasur di dalam ruang UKS. Entah mengapa meskipun mengantuk ia tetap tidak bisa tertidur dengan nyenyak di ruangan itu. Tiba-tiba ia mendengar ada suara notifikasi yang menandakan sebuah sebuah pesan masuk di handphone-nya. Ia segera mengambilnya dan membuka pesan yang ternyata dari Melissa, teman dekatnya itu."Duh, ngapain sih Melissa kirim-kirim pesen? Udah tau aku mau tidur," gumam Sandra pada dirinya sendiri dengan perasaan kesal.Saat ia membuka pesan yang dikirim oleh Melissa itu, matanya membelalak lebar karena terkejut. Rasa kantuk seketika hilang saat itu juga, tergantikan oleh sebuh rasa marah. Di layar handphone-nya itu, ia melihat foto Ryan yang sedang duduk berhadapan dengan Elisa di dalam kantin.Apa-apaan ini? Berani-beraninya dia nunjukin kedeketannya sama Ryan di depan anak-anak? Kalo gini caranya satu sekolah bisa tau kalo mantanku sekarang deket sama anak beasiswa! Sandra membatin saat melihat foto terseb
Jam 03.00 pagi. Sandra baru saja pulang syuting dan langsung tidur di kamarnya tanpa mengganti baju dan menghapus makeup-nya karena rasa kantuk berat yang dirasakannya. Ia memang terbiasa mengikuti kegiatan syuting sinetron dari sepulang sekolah sampai larut malam, tak jarang sampai dini hari. Seperti yang saat ini tengah ia alami.Tujuannya menjadi seorang artis bukan untuk mencari uang karena keluarganya sudah sangat berkecukupan. Ia menjadikannya sebagai sebuah hobi dan cita-cita. Itu semua didukung oleh papanya, Tony Halim, yang merupakan pemilik salah satu stasiun TV nasional, HiTV. Sandra bisa menjadi artis pun karena kekuatan pengaruh dari papanya itu. Padahal sebenarnya tujuannya menjadi artis hanyalah untuk mencari popularitas, sehingga kemampuan aktingnya pun tidak terlalu bagus. Karena itu pula, ia jarang didapuk menjadi pemeran utama dalam sinetron maupun film yang dibintnginya. Lagipula bagus ataupun tidak bagus aktingnya, tidak akan ada yang berani menghentikann
Malam itu, papa dan mama Alex pulang lebih awal dari biasanya. Alex yang baru saja turun ke bawah dari kamarnya, melihat mamanya itu seperti sedang keskitan sambil menggaruk-garuk tangannya dan menimbulkan bekas kemerahan pada kedua tangannya. Bi Sum sedang membantu mamanya itu untuk berjalan dan membantunya duduk di ruang keluarga sementara papanya sedang membawakan tas mamanya di belakang mereka."Loh, Mama kenapa, Ma?" tanya Alex berjalan menghampiri mamanya."Nggak tau nih, gatel-gatel semua. Kayaknya alergi," jawab mamanya."Emangnya habis makan apa tadi?" tanya Alex."Kayaknya mama kamu tadi ambil siomay isi udang pas acara," jawab papanya."Mama udah tau alergi udang kok ambil itu sih?" tanya Alex dengan perasaan cemas."Mama nggak tau, kirain isinya cuma ayam. Soalnya halus banget gilingan dagingnya," jawab mamanya sambil meringis menahan gatal dan sakit."Alex, jagain Mama bentar ya. Papa mau telepon Om Adi dulu," pinta papan
Pagi itu, kelas Alex sedang mengikuti pelajaran olahraga. Para siswa di kelas Alex saat itu sedang mempelajari teknik bermain voli di lapangan voli dalam sport hall. Mereka mengikuti pelajaran olah raga dengan sangat asyik dan menikmatinya. Mereka bergantian menggunakan lapangan untuk bermain, dan saat itu Alex belum mendapat giliran untuk bermain sehingga ia pun duduk di pinggir lapangan.Saat itu juga masuklah siswa-siswa dari kelas 11-B ke dalam sport hall menuju ke lapangan basket. Mereka baru saja mempelajari teori basket di kelas sebelum menuju ke sana. Alex sangat hafal bahwa teman-teman yang dilihatnya itu berasal dari kelas 11-B karena ia melihat Martin, Niken, dan tentu saja Joshua."Hei, bro!" Sapa Joshua menghampiri Alex kemudian melakukan high five. Saat itu, Steven sedang bermain voli di lapangan.Joshua pun berlari kembali ke kumpulan kelasnya di lapangan basket. Saat melihat Joshua berlari kembali itu, Alex melihat Elisa yang sedang berdiri denga