Kenzo menatap kepergian Kenzie seraya mengacak rambutnya. Ia bingung dengan apa yang terjadi, mengapa Kenzie tiba-tiba marah dan memilih pergi tanpa memberinya kesempatan bicara lebih banyak?
“Ahhhhh! Brengsek!” umpat Kenzo. “Ternyata semua wanita itu sama. Sama-sama menjengkelkan,” celetuknya sembari memutar arah, kembali ke rumah.
Kepala Kenzo masih terasa sedikit pening. Ia memilih berendam air hangat untuk menyegarkan tubuh dan pikirannya daripada berangkat ke kantor. Toh, dirinya tak akan bisa bekerja dalam keadaan seperti ini.
Kurang lebih satu jam waktu yang dihabiskan Kenzo untuk berendam, hanya berendam, tidak melakukan apa pun. Saat itulah ia merasa pikirannya lebih tenang, tubuhnya lebih segar, dan kepala pun terasa ringan.
Usai melakukan aktivitas berendam itu, ia melilit tubuhnya dengan handuk dan melihat pantulan dirinya dalam cermin.
“Aku Kenzo Ethanio Mahardika. Aku tampan dan punya segalanya! Kehilanga
Sepasang mata menatap pusara di hadapannya dengan pandangan tak terbaca. Entah sudah berapa lama netra itu hanya fokus pada satu objek, tanpa pernah mengalihkan perhatiannya. Penerangan yang sangat minim tak menghalangi penglihatan gadis tersebut. Tangannya terulur, mengusap nisan bertuliskan Ambarwati. Mawar hitam yang dia bawa menjadi lambang kedukaan mendalam yang masih terasa sampai hari ini. Kenzie, gadis itu tak pernah merasa benar-benar baik-baik saja setelah kehilangan terberat dalam hidupnya, yang ia lakukan hanyalah berpura-pura kuat di depan semua orang.“Ziezie kangen, Bu,” ucap Kenzie dengan suara bergetar.Sejak kedatangannya beberapa jam lalu, Kenzie hanya berucap rindu. Dadanya begitu sesak, ia butuh tempat untuk sekadar berkeluh kesah, meluapkan emosi dan menertawakan kebodohan diri.“Ziezie udah gagal. Ziezie gagal jadi kakak yang baik, Ziezie juga gagal jadi istri.” Kenzie terisak seraya memeluk pusara ibunya. Ia tak pu
Melati tersenyum lebar kala Sinta memperlihatkan album pernikahan yang berisi potret dirinya dengan sang suami. Dengan antusias, ia merebut album tersebut dan membolak-baliknya dengan buru-buru, seperti tengah mencari sesuatu. Di lembar terakhir, tangannya berhenti, Melati menatap intens sosok pria berjas dengan tubuh tegap dan mata elang yang membuatnya terlihat berwibawa.“Dimana dia?” tanya Melati seraya menunjuk sosok itu.“Sebaiknya Ibu istirahat, tidak perlu memikirkan banyak hal,” balas Sinta. Ia mengambil alih album tersebut dan menutupnya, kemudian membawa Melati ke kamar.“Sinta, apa laki-laki tadi…”“Bu, makan, ya,” potong Sinta. Ia tak mau Melati berpikir terlalu keras, karena hal itu akan membuat kondisinya memburuk.“Aku tidak lapar,” sahut Melati seraya mengedarkan pandangan.“Walapun tidak lapar, Ibu harus tetap makan,” bujuk Sinta sembari menyuapi
Sepulang sekolah, Alea benar-benar menjalankan niatnya. Berbekal motor matic milik Kenzie, ia bertekad tidak akan pulang sebelum berhasil menemukan sang kakak. Niatnya sudah bulat, Alea akan berusaha keras membantu kakak dan kakak iparnya yang sama-sama gengsi, untuk mengakui perasaan saling membutuhkan di hati masing-masing.Alea melangkah lebar menuju parkiran tempat kendaraan roda dua miliknya berada, saat itulah netranya menangkap sosok Gala tengah berbicara dengan teman lelakinya. Keinginan untuk menyapa sang kakak kelas sangat besar, namun Alea berusaha menahan, saat ini ada sesuatu yang lebih penting daripada mengurusi Gala. Lagipula, semakin hari lelaki tersebut semakin dingin, padahal ia sudah melakukan berbagai cara untuk menarik perhatian lelaki itu.Saat langkahnya hendak melewati Gala, tanpa melirik apalagi menyapa, suatu keajaiban terjadi. Hal yang sebelumnya tak pernah dibayangkan Alea, menjadi nyata. Gala memanggil namanya.“Alea?&rdq
“Bebaskan gadis itu!”“Sekarang!”“Jangan hubungi aku sebelum tugasmu selesai!”“Aku ingin bersenang-senang!”Lelaki bertubuh gempal dengan wajah sangar menatap layar seraya mengernyitkan kening, ia bingung pada bosnya yang cenderung labil. Padahal, beberapa menit lalu dialah yang paling bersemangat meminta dirinya menghabisi gadis berseragam SMA itu. Sekarang lihat, wanita tersebut malah memintanya melepaskan target, disaat jiwa ingin membunuh sudah meronta-ronta.“Brengsek! Rupanya dia hanya mengerjaiku,” umpat pria tersebut sembari melepas tali yang mengikat tangan dan kaki Amanda. Bukan hanya itu, penutup kepala juga lakban yang menempel di mulut gadis tersebut pun ditarik paksa hingga menyebabkan Amanda terbangun, ia merasakan nyeri di sekujur tubuh.“Sssshhhhh, air,” racau Amanda. “Aku butuh air,” sambungnya lem
Lampu-lampu perkotaan semakin menyilaukan pandangan. Selain ucapan terima kasih yang beberapa menit lalu terlontar, Amanda belum berani mengucapkan sepatah-katapun, padahal pertanyaan mau kemana sudah sejak tadi bersarang di hati dan pikiran.Kendaraan roda empat itu berhenti di tempat ibadah. Amanda masih bergeming saat pria di sampingnya melepas sabuk pengaman, bersiap hendak turun. “Tunggu di sini, dan jangan kemana-mana, aku perlu memenuhi panggilan alam lebih dulu!” titah pria tersebut seraya berlari keluar.Amanda hanya mengangguk sebagai jawaban. Setelah pria itu tak terlihat, ia mencoba mencari cara keluar dari mobil tersebut. Sebab, perasaannya tidak enak. Terlebih setelah pria berpakaian serba hitam tadi menerima telepon dari seseorang, dan memutar arah perjalanan mereka.Ceklek!Amanda berhasil membuka pintu. Sepertinya, lelaki itu lupa mengunci karena panggilan alam yang tak bisa diajak kompromi. Dengan segera, Amanda kelu
Kemarahan Aura semakin menjadi saat anak buah yang membawa Amanda mengatakan bahwa gadis itu berhasil kabur. Kilatan amarah terpancar jelas dari wajah dan matanya. Ia tak bisa lagi menahan diri, mereka semua harus diberi pelajaran, termasuk Gala yang sudah melewati batas dan bertindak kelewatan.Brak! Aura menggebrak meja seraya menatap tajam dua pria di hadapannya. Sontak keduanya tersentak kaget, salah satu dari lelaki itu menundukkan kepala, sementara lelaki di sebelahnya tampak tenang.“Kalian semua tak ada gunanya! Mengurus satu gadis saja tidak becus!” maki Aura.“Cih! Bukankah kau juga sama?” Pria yang terlihat tenang berdecih, ia membalas tatapan Aura seraya mengangkat sebelah alisnya.“Jaga bicaramu, Bram!” Suara Aura naik beberapa oktaf, hingga membuat lelaki di sebelah Bram semakin menundukkan kepala.Namun, hal itu tak berlaku bagi lelaki yang dipanggil Bram. Bram tersenyum miring, menertawak
Gala yang sedang memacu motor sportnya, dikagetkan dengan gerombolan motor yang saat ini mengepung dirinya. Ia diapit dari segala sisi, melalui helm fullface yang dikenakan, Gala bisa melihat, ada lebih dari lima motor yang tiba-tiba bersisian dan seperti sengaja bergerak brutal, seakan ingin mengacaukan fokus kemudinya.Kondisi tersebut membuat Gala menaikkan kecepatan. Sebab, bila ia berhenti sudah bisa dipastikan akan kalah jumlah. Meskipun kemampuan bela diri Gala di atas rata-rata, ia tak mau mengambil risiko dengan membahayakan diri sendiri, kecuali dalam keadaan darurat.Gala terus meliuk-liuk dan menyalip sana-sini, hingga beberapa menit kemudian dia berhasil mengecoh gerombolan itu. Setelah dirasa aman, Gala menutup sempurna helm fullfacenya, kemudian melanjutkan perjalanan dengan kecepatan tinggi. Tujuannya hanya satu, bertemu sang mama.Dua puluh menit kemudian, Gala sudah tiba di pelataran rumah nan asri. Melati terlihat sedang meni
Flashback OnSuara dentuman musik memenuhi indera pendengaran Kenzo. Lautan manusia yang sedang meliuk-liukan tubuhnya tak membuat ia tertarik bergabung dengan mereka. Sudah lama Kenzo tak datang ke tempat ini, lebih tepatnya setelah menikah dengan Kenzie ia benar-benar tak tertarik dengan apa pun selain wanita itu.Namun, kepergian wanita tersebut dan segala keruwetan pikiran, membuat Kenzo butuh pelampiasan. Alhasil, ia kembali menyentuh dunia malam, untuk sekadar bersenang-senang dan melepas beban.Gelas bening dengan balok es di dalamnya, dan sedikit cairan berwarna kuning keemasan, menjadi minuman yang terasa menenangkan bagi Kenzo. Ia sudah menghabiskan lebih dari lima gelas, kepalanya pun terasa sedikit pening, namun dia belum berniat pergi dari tempat tersebut.“Tuan, sebaiknya Anda menelepon seseorang untuk menjemput, sangat berbahaya jika Anda pulang sendiri dalam keadaan seperti ini.” Seorang bartender pria