Azura terduduk. Air mata yang tadi ditahan-tahannya sekarang menetes pelan dan mengalir di pipinya. Orangtuanya ingin mendominasi hidupnya sepenuhnya,atau tidak ambil bagian sama sekali. Ia tak percaya bahwa tingkat apriori mereka bisa begitu tinggi, sampai sampai tak mau mengakui cucu mereka sendiri.Dengan pahit Azura menyesali keputusan mereka. Di lain pihak, kalau mereka begitu berpikiran sempit dan tidak mau mengalah, ia dan Tony lebih baik hidup tanpa mereka. Ia ingin anaknya tidak merasa malu dengan berbagai emosi yang dialaminya. Ia ingin anak itu belajar mengekspresikan diri dengan bebas, seperti yang selama ini tak pernah dirasakannya. Ia ingin anaknya merasakan berbagai hal secara mendalam, seperti yang dialaminya bersama…Azura membalikkan tubuh dan menatap lelaki yang berdiri begitu diam dan tegak di belakangnya. Pikirannya mau tak mau membawanya ke harihari yang dilewatkannya sebagai sandera lelaki ini dulu. Pada waktu itu, untuk pertama kali, ia merasa hidupnya berja
Astaga, jangan dibayangkan.“Kapan kau pertama kali tahu tentang kehamilanmu?” tanyanya kasar, lama kemudian.“Sekitar dua bulan sesudahnya.”“Apa kau mual-mual?”“Sedikit. Tapi lebih sering merasa capek. Aku seperti tidak punya energi. Dan aku tidak mendapat…”“Oh, yeah.”Dari sudut matanya Rodriguez melihat Azura mengangkat Tony dengan lembut dan memindahkannya. Azura mudah merasa malu, dan ia tahu betapa tidak menyenangkan keintiman yang dipaksakan ini baginya.“Apa kehamilanmu mudah?”“biasa-biasa saja,” sahut Azura sambil tersenyum.“Apa dia banyak menendang?”“Seperti pemain sepak bola.”“Aku lebih suka membayangkan dia sebagai pelari maraton.” Mata mereka bertemu pada jarak yang sempit itu, sama-sama memancarkan sorot lembut.Di antara keduanya terjalin impian semua orangtua akan anaknya.“Ya, seperti pelari maraton,” kata Azura perlahan.“Seperti kau.”Hati Rodriguez mengembang oleh rasa bangga. Emosi yang dirasakannya begitu besar, hingga untuk beberapa saat ia hampir-ham
Alice seketika terdiam. Ia menatap Azura dan Rodriguez dengan gelisah.“Aku tahu ini bukan urusanku,tapi kuharap kalian mau menginap beberapa hari di sini bersamaku, sebelum pindah ke sana.”Rodriguez menatap Azura yang diam saja. Oh, wanita ini sangat berani. Kalau terpaksa, ia bisa keras seperti batu. Sejak awal Rodriguez mengagumi karakternya.Namun ia melihat garisgaris kelelahan di bawah mata Azura dan bahunya yang tampak terkulai.“baiklah, semalam saja,” ia mengalah, dan terkejut dengan keputusannya sendiri.“Oh, aku senang sekali,” kata Alice.“Ini bayimu, Azura. Aku menyimpan sedikit makanan hangat, sebagai persediaan kalauLucas muncul malam ini.”“Akan kubantu,” Azura menawarkan.“Tidak usah.”“Tapi aku ingin.” Gene dan Rodriguez mengikuti mereka keluar.Di pintu, Rodriguez menarik lengan Gene.“Kami tidak mengganggu tidur kalian, kan?” tanyanya pelan.“Sayangnya tidak,” sahut Gene kesal.“Masih menolak?” Sang dokter menggeleng sedih.“Masih. Ibumu wanita langka, Rodrigue
Hanya ada satu kamar mandi di rumah itu, letaknya di lorong antara dua kamar. Azura ke kamar mandi setelah menidurkan Tony. Ketika ia kembali ke kamar, tidak ada lagi yang bisa dilakukan kecuali berganti pakaian.Sebenarnya hari ini malam pengantinnya, namun baju tidur yang diambilnya dari kopernya tidaklah istimewa. Gaun itu sudah berumur dua tahun, dan meskibahannya lembut serta mengilap kena cahaya lampu, namun garis lehernya yang tertutup dan sopan membuat baju itu tidak tampak menggoda. Malah kesannya agak jelek dan sederhana.Ia sedang mengoleskan losion di lengannya ketika Rodriguez masuk dan menutup pintu. Azura menjadi kikuk. Ia menghibur diri dengan menganggap kekikukannya adalah akibat tangannya yang licin, bukan karena ia akan menghadapi malam ini seranjang bersama Rodriguez.Kalau ia menatap bayangan dirinya di cermin, pasti ia melihat bahwa matanya tampak lebar ketakutan. Itu membuatnya tampak sangat muda dan polos. Tapi rambutnya tergerai mengundang di bahunya. bibirn
Tangan Rodriguez yang bertengger di bahunya kini turun ke balik leher berenda gaun tidurnya. Sepasang mata Azura yang tadi setengah terpejam kini membuka dan menatap mata lelaki itu di cermin.“Aku ingin melihat tanganku di tubuhmu,” kataRodriguez.bagai terhipnotis Azura memandangi jemari yang kuat dan terentang itu bergerak turun ke dadanya. Ia tidak memprotes sedikit pun ketika jemari itu turun semakin rendah, menurunkan gaunnya. Napasnya semakin cepat ketika tangan lelaki itu menekan, memijat, membelainya.Dan Azura merasa tubuhnya bereaksi.Rodriguez menangkup Azura, sambil menyapu puncaknya perlahan dengan ibu jari.Azura mengerang, menggesekkan belakang kepalanya ke perut lelaki itu, yang turun-naik dengan setiap tarikannya napasnya yang cepat.Mata mereka tak pernah beralih dari kaca. Keduanya terpukau oleh kekontrasan yang tampak di sana. Sepasang tangan Rodriguez yang besar dan maskulin bergerak di kulit yang lembut itu. Ia tahu betul bagaimana mesti menekankan jemarinya u
Keras. Hidungnya panjang dan lurus, tidak pesek dan lebar seperti kebanyakan hidung orang Apache. Lagi-lagi Azura mensyukuri darah kulit putih lelaki itu. Ia terkesiap pelan ketika matanya beralih ke mata Rodriguez dan mendapati lelaki itu ternyata sedang mengawasinya. Rambutnya tampak sangat hitam di sarung bantal yang putih bersih.“Kenapa kau diam saja?” bisik Azura.“Kebiasaan.” Hanya dengan susah payah Azura bisa tetap diam ketika lelaki itu mengangkat satu tangan dan mengambil sehelai rambut pirang berombak dari pipi Azura.Sambil menatapnya dengan saksama, ia menggosok-gosokkan rambut itu di antara jemari. Akhirnya ia menaruh helaian rambut dengan hati-hati di batal Azura.“Tapi selama beberapa tahun belakangan iniaku belum terbiasa terbangun dengan seorang wanita di sampingku. Aromamu enak.”“Terima kasih.”Laki-laki lain mungkin akan bertanya,“Kau pakai parfum apa?”atau“Aku suka wangiwangianmu.” Tapilelaki yang satu ini tidak banyak bicara, tidak banyak memuji, namun
Rodriguez menoleh tajam dan bertanya ketus,“Apa yang kau pandangi?”“Kau.”“Jangan begitu.”“Karena kau jadi gugup?”“Karena aku tidak suka dipandangi.”“Tidak ada lagi yang bisa dilihat.”“Lihat saja pemandangan di sekitarmu.”“Kapan kau menindik telingamu?”“Sudah lama.”“Kenapa?”“Kepingin saja.”“Aku suka melihat anting-anting itu di telingamu.” Ia kembali menoleh sekilas pada Azura." Di telingaku?” tanyanya sinis.“Maksudmu, aku pantas pakai anting-anting karena aku orang Indian?”Azura menahan diri untuk tidak memberi jawaban marah.Ia berkata pelan, “Tidak. Maksudku, di telingamu anting-anting itu jadi sangat menarik.”Ekspresi keras Rodriguez tersibak sejenak sebelum ia kembali memusatkan perhatian pada jalan raya dua jalur yang membawa mereka ke ketinggian White Mountains.“Aku juga pakai anting-anting. Mungkin kita bisa saling tukar.”Gurauan Azura tidak mendapat tanggapan.Azura mengira akan diabaikan sepenuhnya, tapi tak lama kemudian Rodriguez berkata, “Aku cuma mema
" apa ini?” gerutunya saat truknya mendaki bukit terakhir.Azura mengoleh ke sana-sini, berusaha melihat se-muanya sekaligus. Merasa sikapnya seperti anak kecil, ia melihatlihat dengan lebih tenang dan berusaha men-cerna apaapa yang dilihatnya.Tanah itu terletak di antara dua bukit rendah yangmembentuk ladam. Di salah satu tempat terbuka itu ada sebuah lapangan luas berpagar. Dua lelaki berkuda menggiring sekumpulan kecil kuda melalui gerbangnya.Sebuah lumbung yang sudah tua menempel di sisi gunung.Di sisi lainnya berdiri sebuah trailer yang catnya sudah lusuh dan terkelupas. Trailer itu sendiri seperti Sudah siap ambruk setiap saat.Persis di tengah tanah itu berdiri sebuah rumah stucco. Warna rumah itu menyatu dengan tembok ka rang yang menjulang hampir tegak lurus di belakangnya. Ru m ah itu sangat sesuai dengan pemandangan sekitar nya.Di rumah itu tampak banyak orang sedang bekerja, saling berteriak, dan memukulkan palu. Dari suatu tempat Azura mendengar bunyi nyaring gerga
Pembicaraan, disela sejenak (topik, Politik dan Olahraga dan kemudian, ketika diperlukan perubahan, Olahraga dan Politik), dilanjutkan kembali sepanjang tahun meja. Di bawah kedok percakapan, dan di sela-sela penerimaan perhatian tuan-tuan, Alucia berbisik kepada Sir Martin, “Jangan mulai, paman. Shane ada di perpustakaan.” (Tuan Smith yang sopan menawarkan ham. Dengan penuh rasa terima kasih ditolak.) “Berdoa, berdoa, berdoa pergilah kepadanya; dia menunggu untuk bertemu denganmu dia ada di dalam masalah yang mengerikan.” (Tuan Jones yang gagah berani mengusulkan kue tart buah dan krim. Diterima dengan ucapan terima kasih.) “Bawa dia ke rumah musim panas: Aku akan mengikutimu saat aku mendapatkannya peluang. Dan segera kelola, paman, jika kamu mencintaiku, atau kamu akan terlambat.” Sebelum Sir Martin sempat membalas sepatah kata pun, Nyonya Lylia memotong kue komposisi Skotlandia terkaya, di ujung lain meja, di depan umum menyatakan bahwa itu adalah “kuenya sendiri,”
"Ya. Apa itu?" “Siapakah tuan-tuan yang tinggal di rumah ini?” Alucia melihat sekelilingnya lagi, tiba-tiba merasa heran dan khawatir. rasa takut yang samar-samar menguasainya hingga pikiran Shane melemah karena beban yang berat masalah ada di atasnya. Shane tetap memaksakan permintaan anehnya. “Cari nama mereka, Alucia. Aku punya alasan untuk ingin tahu siapa orangnya tuan-tuan adalah yang tinggal di rumah.” Alucia mengulangi nama-nama tamu Nyonya Lylia, dan melanjutkan hingga akhir tamu yang datang terakhir. “Dua lagi kembali pagi ini,” dia melanjutkan. “Arnold Brinkworth dan temannya yang penuh kebencian itu, Tuan Figo.” Kepala Shane kembali bersandar di kursi. Dia telah menemukan jalannya tanpa menimbulkan kecurigaan akan kebenaran, terhadap satu-satunya penemuan yang telah dia dapatkan ke Windygates untuk dibuat. Dia berada di Skotlandia lagi, dan dia baru saja tiba dari sana London pagi itu. Hampir tidak ada waktu baginya untuk berkomunikasi Craig Fernie se
“Jangan pedulikan para wanita! Persamaan subjek apa yang bisa Kamu dan Tn. Figo mungkin harus dibicarakan? Dan kenapa aku melihat kerutan di antara kamu alis, sekarang kamu sudah selesai dengannya? sebuah kerutan yang tentu saja tidak di sana sebelum kamu mengadakan konferensi pribadi bersama?” Sebelum menjawab, Sir Martin mempertimbangkan apakah dia harus mengajak Alucia masuk kepercayaan dirinya atau tidak. Upaya untuk mengidentifikasi “wanita” Mark yang tidak disebutkan namanya dia bertekad untuk melakukannya, akan membawanya ke Craig Fernie, dan pasti akan melakukannya akhirnya mewajibkan dia untuk menyapa Shane. Pengetahuan mendalam Alucia temannya pasti bisa berguna baginya dalam hal ini keadaan; dan kebijaksanaan Alucia harus dipercaya dalam segala hal Kepentingan Miss Amanda sangat memprihatinkan. Di sisi lain, ada kehati-hatian sangat diperlukan, dalam kondisi informasinya yang tidak sempurna saat ini dan kehati-hatian, dalam benak Sir Martin, membawa dampaknya. Dia m
Dia mengeluarkan kantong tembakaunya; dan tiba-tiba menghentikan operasi di saat membukanya. Objek apa yang dilihatnya, di balik deretan pohon pir kerdil, menjauh ke kanan? Seorang wanita tampaknya seorang pelayan dari balik pakaiannya membungkuk dengan membelakangi dia, mengumpulkan sesuatu: tumbuhan yang terlihat seperti itu, begitu juga dia bisa melihat mereka dari kejauhan. Benda apa yang tergantung pada tali di sisi wanita itu? Sebuah batu tulis? Ya. Apa yang dia inginkan dengan batu tulis di sisinya? Dia sedang mencari sesuatu untuk mengalihkan pikirannya dan di sinilah hal itu ditemukan. “Apa pun bisa dilakukan aku,” pikirnya. “Bagaimana kalau aku 'mengolok-olok' dia sedikit tentang batu tulisnya?” Dia memanggil wanita di seberang pohon pir. “Halo!” Wanita itu bangkit, dan maju ke arahnya perlahan menatapnya, saat dia datang, dengan mata cekung, wajah sedih, batu ketenangan Hester Dethridge. Mark terhuyung. Dia tidak menawar untuk menukar barang yang paling membos
"Kamu disana!" katanya, dan menyerahkan catatannya kepada pria itu. “Baiklah, Mark?” tanya suara ramah di belakangnya. Dia berbalik dan melihat Arnold, sangat ingin mendengar kabar konsultasi dengan Sir Martin. “Ya,” katanya. "Baiklah." Arnold sedikit terkejut dengan sikap singkat Mark jawab dia. “Apakah Sir Martin pernah mengatakan sesuatu yang tidak menyenangkan?” Dia bertanya. “Sir Martin telah mengatakan apa yang saya ingin dia katakan.” “Tidak ada kesulitan dalam pernikahan?” "Tidak ada." “Jangan takut pada Alucia ” “Dia tidak akan memintamu menemui Craig Fernie aku akan menjawabnya!” Dia mengatakan kata-kata yang sangat ditekankan, mengambil surat saudaranya dari meja, mengambil topinya, dan keluar. Teman-temannya, yang sedang bermalas-malasan di halaman, memujinya. Dia melewati mereka dengan cepat tanpa menjawab, tanpa melirik mereka dari balik bahunya. Sesampainya di taman mawar, ia berhenti dan mengeluarkan pipanya; kemudian tiba-tiba berubah pikiran, da
Mark mengangguk. "Itu dia!" katanya dengan penuh semangat. “Menurut pengalaman saya, Tuan Figo, pria lajang mana pun di Skotlandia bisa melakukannya nikahi wanita lajang mana pun, kapan pun, dan dalam keadaan apa pun. Pendeknya, setelah tiga puluh tahun berpraktik sebagai pengacara, saya tidak tahu apa yang dimaksud dengan pernikahan Skotlandia." “Dalam bahasa Inggris yang sederhana,” kata Mark.“maksudmu dia istrinya?” Terlepas dari kelicikannya; meskipun dia bisa memerintah dirinya sendiri, matanya bersinar-sinar mengucapkan kata-kata itu. Dan nada bicaranya walaupun dijaga dengan sangat hati-hati menjadi nada kemenangan di telinga yang baik, jelas merupakan nada lega. Baik tatapan maupun nada bicara Sir Martin tidak hilang. Kecurigaannya yang pertama, ketika dia duduk di konferensi, sudah jelas terlihat kecurigaan bahwa, ketika berbicara tentang “temannya”, Mark sedang berbicara tentang dirinya sendiri. Namun, seperti semua pengacara, dia biasanya tidak mempercayai kesan
Begitu dia berbicara, hati nurani Arnold menegurnya: "bukan karena taruhan (siapa yang malu dengan bentuk perjudian di Inggris?) tapi untuk dukungan dokter." Dengan niat terbaik terhadap temannya, dia berspekulasi tentang hal itu kegagalan kesehatan temannya. Dia dengan cemas meyakinkan Mark bahwa tidak ada seorang pun di dalam ruangan bisa lebih yakin bahwa ahli bedah itu salah daripada dirinya sendiri. “ Aku tidak menangis karena taruhan itu,” katanya. “Tetapi, kawan, mohon pahamilah hal itu Aku hanya mengambilnya untuk menyenangkanmu.” “Ganggu semua itu!” jawab Mark, dengan fokus pada bisnis, yang mana adalah salah satu kebajikan pilihan dalam karakternya. “Taruhan tetaplah taruhan dan gantunglah sentimen!" Dia menarik lengan Arnold agar tidak terdengar oleh orang lain. “ Aku katakan!” Dia bertanya dengan cemas. “Apakah menurutmu aku sudah menyiapkan kembali kabut lama itu?” Maksud Kamu, Tuan Martin? Mark mengangguk, dan melanjutkan. “Aku belum menanyakan hal
“Saya berkata,” Sir Martin mengakui.“bahwa seseorang akan melakukan yang terbaik dalam halpembukuannya latihan fisiknya yang sehat. Dan saya mengatakannya lagi asalkan fisiknya latihan dibatasi dalam batas fit. Namun ketika perasaan masyarakat masuk ke dalam pertanyaan, dan secara langsung mengagungkan latihan tubuh di atas buku lalu saya katakan perasaan masyarakat berada pada titik ekstrim yang berbahaya. Latihan tubuh, dalam hal ini, akan berhasil menjadi yang terdepan dalam pemikiran remaja, akan mempunyai pengaruh yang paling kuat terhadap minatnya, akan menyita sebagian besar waktunya, dan dengan cara itu kecuali beberapa kejadian yang benar-benar luar biasa perlahan-lahan dan pasti akan berakhir dengan meninggalkannya, demi kebaikan semua orang. tujuan moral dan mental, tentu saja tidak digarap, dan, mungkin, berbahaya pria." Seruan dari kubu musuh: “Akhirnya dia berhasil! Seorang pria yang menjalani kehidupan di luar rumah, dan menggunakan kekuatan yang diberikan Tuha
kamu benar lagi kami tidak bisa. Kamu bilang kamu tidak tahu mengapa pria menyukai Aku, dan orang-orang seperti Mereka, tidak boleh memulai dengan mendayung dan berlari dan sejenisnya, dan berakhir dengan melakukan semua kejahatan dalam kalender: termasuk pembunuhan. Dengan baik! kamu mungkin ada lagi di sana. Siapa yang tahu apa yang mungkin terjadi padanya? atau apa dia mungkin tidak akan berakhir dalam perbuatannya sebelum dia meninggal? Mungkin Orang Lain, atau mungkin Aku. Bagaimana Apakah saya tahu? dan bagaimana kabarmu?” Dia tiba-tiba menghadap utusan itu, berdiri disambar petir di belakangnya. “Jika kamu ingin tahu apa yang saya pikirkan, ini dia untuk kamu, dengan kata-kata sederhana.” Ada sesuatu, bukan hanya pada sikap tidak tahu malu dari deklarasi itu sendiri, tetapi dalam kenikmatan luar biasa yang tampaknya dirasakan oleh pembicara dalam membuatnya, yang mana menghantam lingkaran pendengar, termasuk Sir Martin, dengan rasa merinding sesaat. Di tengah kes