BUGH! BUGH! BUGH! Ivan buas menghajar Romo habis-habis san dengan pukulan dan tendangan berkekuatan penuh. Gila-gilaan. Brutal. Kalau saja Ivan tidak mengikuti aturan, hukum yang berlaku di negara ini, ia sudah menggunakan cara dunia bawah : membunuhnya! Namun dengan ia menghajar Romo sampai benar-benar babak belur sebagai balasan untuknya yang telah menyakiti Seila, semua kejahatan yang kini juga telah terbongkar, diketahui oleh masyarakat, tentu akan membuat hidup Romo langsung hancur berkeping-keping. Bagaimana tidak, sudah pasti istrinya akan kecewa sekaligus marah, kemungkinan terbesarnya adalah sudah pasti Romo akan langsung diceraikan, namanya menjadi buruk, karirnya sebagai pejabat pemerintahan akan dicopot, tak dipercayai oleh orang lagi dan tentu berakhir di penjara. Jadi apa yang dialami oleh Romo itu sudah membuat Ivan merasa puas. Setelah polisi tiba di kediaman Romo, mereka langsung meringkus Romo. Tentu mereka adalah polisi yang baik dan jujur dari kepolisian
Ivan tidak langsung menjawab, melainkan malah membalas topik lain, "Jika kita sedang tidak berada di lingkungan sekolah, panggil aku Ivan saja," Seila tertegun sejenak sebelum kemudian mengangguk, "Baik, Van... Ivan... " ucap Seila sedikit canggung. Kemudian, Seila kembali bertanya mengenai bahasan sebelumnya yang belum dijawab Ivan, "Jadi apakah kamu yang melakukannya, Van?" desak Seila tidak sabaran. "Tapi bagaimana mungkin kamu dapat melakukan hal itu? Dalam waktu singkat? Mencari tahu tentang Romo itu sangat berbahaya, penuh resiko karena Romo adalah seorang pejabat, orang yang berkuasa dan sekarang kejahatan Romo... astaga itu sangat mustahil dilakukan oleh orang-orang seperti kita." Kata Seila lagi. Ivan tersenyum tak berdaya, "Soal itu, aku dibantu oleh orang-orangnya keluarga Graha, Seila. Jika tidak, sepertinya aku tidak akan bisa melakukannya," jawab Ivan berbohong. Selagi Seila terbeliak sebab mencerna perkataan Ivan barusan, Ivan sudah lanjut berkata, "Tidak hanya
Hal tersebut membuat Ivan menghentikan langkah dan balik badan, "Ada apa Bu Seila?" ucap Ivan. Seila malah gelagapan seraya bergumam tidak jelas, seperti hendak mengatakan sesuatu, tapi tampak ragu. Akhirnya ia menatap Ivan dengan sorot mata yang tiba-tiba dipenuhi haru dan berkata, "Hati-hati di jalan, Pak Ivan. Sekali lagi saya mengucapkan beribu-ribu rasa terima kasih kepada Pak Ivan, kalau bukan karena Pak Ivan, saya tidak akan bisa lepas dari Tuan Romo dan sampaikan pula rasa terima kasih saya kepada istri Bapak," Mendengar itu, Ivan tertegun sejenak, menyadari gerak-gerik Seila sebelumnya. Ia merasa jika bukan itu yang hendak Seila katakan kepadanya. Namun Ivan memilih tidak bertanya lebih lanjut, "Sama-sama, Bu Seila. Pasti nanti akan saya sampaikan kepada Susan," Seila balas tersenyum dan buru-buru lanjut berkata dengan cemas, "Bagaimana dengan biaya rumah sakit ini, Pak Ivan? Saya—" "Jangan pikirkan hal itu, Bu Seila. Semua biaya biar saya yang urus. Bu Seila fo
Pembantu di apartemen itu menyodorkan nampan kayu berisi handuk beserta massage oil kepada Ivan yang tengah berdiri di depan sebuah ruangan. Itu adalah ruangan spa pribadi. "Semenjak Nyonya menikah, tugas memijit Nyonya Susan telah digantikan oleh Tuan," Ivan menerima seraya tersenyum, "Terima kasih, Bi." Sementara Susan kini berada di dalam. Bersiap-siap. Rahang Ivan mengeras, "Jadi sebelum kami menikah, Bibi yang biasa memijit istri saya?" tanya Ivan yang di balas anggukan kepala oleh pembantu bernama Marni itu. "Emmm... Tuan bisa memijit?" tanya Marni hati-hati. "Sedikit, Bi." Di titik ini, Marni tampak senyum senyum sendiri. Melihat Marni bersikap demikian, Ivan bertanya, "Ada apa, Bi?" "Ah, pasti kalian tidak hanya akan pijat saja di dalam, pasti akan melakukan hal lain," Balas Marni sumringah. "Segera hamili Nyonya Tuan Ivan supaya kebahagiaan kalian tambah lengkap. Juga pasti Tuan Rahardian akan sangat senang," Ivan tersentak mendengarnya sebelum kemudian terkek
"Ivan! Dasar kamu guru mesum!" seru Susan seraya membalikan tubuh sebab takut Ivan akan memijat bokongnya. Namun kedua dada Susan yang besar dan ranum yang sebelumnya tertutup kain otomatis melorot, membuat kedua dadanya langsung terekspos sangat jelas. Melihat hal itu, Ivan seketika melebarkan mata seraya menelan ludah. Tatapan matanya langsung dipenuhi nafsu menggebu. Sudah dua kali ia melihat dua dada istri kontraknya itu secara jelas tanpa tertutup kain. Pada saat bersamaan, juniornya kini semakin mengeras hebat. Memberontak ingin keluar. Apalagi Susan saat ini seperti tengah berpose menggoda yang benar-benar melemahkan iman Ivan. Sementara Susan yang panik buru-buru menutupi kedua dadanya dengan handuk, tentu ia kesal sebab Ivan yang harus kembali melihat asetnya yang berharga. Padahal ia sudah mewanti-wanti bahwa malam itu untuk yang pertama dan terakhir. Tapi barusan? Argh! Susan begitu sebal bukan main. Namun tiba-tiba mata Susan harus ternodai melihat celana
"Berani-beraninya kau masuk ke ruanganku tanpa seizinku terlebih dahulu!" seru Susan marah sambil berjalan mendekat ke arah pria itu begitu ia tiba di ruangannya. Seorang pria dengan penampilan khas layaknya eksekutif muda yang sedang duduk di sofa ruangan itu seketika mendongak dan buru-buru memasukan ponselnya ke dalam saku. Wanita yang ia tunggu-tunggu akhirnya datang. Detik berikutnya, pria itu yang merupakan mantannya Susan tersenyum lebar dan berkata, "Jahat sekali kamu, Susan. Bukannya tidak masalah jika aku masuk ke ruanganmu tanpa harus izin terlebih dahulu denganmumu? Seperti dulu?" Mendengar itu, Susah mendesis, "Itu dulu. Sekarang sudah tidak!" jawab Susan tegas. "Sekarang kau sudah tidak bisa seenaknya masuk ke ruanganku tanpa izin! Paham!?" Bukannya bersikap sungkan, merasa bersalah sebab lancang, Rasya malah terkekeh pelan, seakan peringatan Susan itu tidak mempan baginya. Rasya adalah mantan Susan yang pertama, pun adalah kekasih yang pertama dan cinta pertam
Tidak dipungkiri bahwa Susan membutuhkan waktu yang cukup lama untuk move on, melupakan seorang Rasya yang sebelumnya telah berhasil meluluhlantakkan hatinya. Rasya bagaikan pangeran yang mengajaknya terbang ke langit melihat bintang-bintang yang indah bertebaran sebelum akhirnya langsung diterjunkan ke bumi lagi. Kata orang, cinta pertama itu sulit dilupakan. Hal itu Susan rasakan sendiri. Namun bukan berarti cinta pertama bisa selamanya bersemayam di hati wanita itu. Kini Rasya dan kenangannya benar-benar sudah lenyap tidak tersisa sedikit pun di dalam hatinya. Di saat ini, Susan mulai menyadari kemunculan Rasya yang tiba-tiba ini, juga sikap yang ditunjukan seolah ingin mencoba mengingatkan dirinya pada masa-masa mereka berpacaran dulu, memberitahu perceraian dengan istrinya untuk memberikan kode, ia menyimpulkan kalau Rasya tengah mencoba berbaikan dengannya. Atau jangan-jangan, Rasya ingin mengungkapkan jika sebenarnya dia lah yang tidak bisa move on darinya? Kala memi
Ternyata benar jika bukan Susan yang tidak bisa melupakan Rasya, tapi sebaliknya. Rasya meminta maaf, mengungkapkan jika ia masih mencintai Susan, serta meminta kesempatan untuk bisa menerima dirinya lagi. Susan benar-benar puas mendengar semua apa yang dikatakan Rasya. Rasanya, rasa sakit yang ia terima beberapa tahun yang lalu, kini telah terbayarkan. Susan semakin dibuat ingin tertawa terpingkal-pingkal kala mendengar alasan Rasya menceraikan istrinya supaya dia bisa menikah dengannya. Kini sang mantan terlihat sangat menyedihkan! "Jadi, bercerai lah dengan suami miskinmu itu, Susan. Setelah itu, kita menikah. Aku janji, aku tidak akan berselingkuh lagi. Aku akan menjadikanmu wanitaku seutuhnya. Sekarang aku sudah berubah. Sudah tidak seperti dulu lagi," ucap Rasya memohon. Susan yang sejak tadi terdiam, belum membalas perkataan Rasya, kini menatap pria itu dengan seringaian lebar di bibirnya. "Aku tidak mau karena aku sudah hidup bahagia dengan Ivan yang sangat kucintai.
"Nona Monica... " ucap Ivan sekaligus terkejut, "ada apa Nona kemari? Menemuiku?" Kini, Monica telah berdiri di hadapan Ivan sembari menatap pria itu penuh arti. "Ada hal yang mau aku bicarakan padamu, Van!" ucap Monica setelah terdiam sebentar dengan gelisah. Mendapati kegelisahan di wajah wanita itu, Ivan tahu bahwa Monica sedang tidak baik-baik saja. Bagaimana mungkin wanita itu baik-baik saja, Ayahnya dibunuh oleh pengkhianat keluarganya! Tidak hanya itu, rumah sekaligus markas keluarganya telah dikuasai. Monica diusir. Ivan paham betul mengenai situasi dan kondisi seperti itu. Di dunia bawah, jangankan itu, di mana pun, pasti tidak terlepas dari yang namanya pengkhianatan. Lebih mengerikannya lagi adalah pengkhianatan dari orang dalam. Apalagi di dunia bawah, tidak jarang, cara-cara licik dan kotor terus digunakan! Meski Monica adalah seorang perempuan, tapi pasti Monica telah dipersiapkan sebelumnya untuk menghadapi segala situasi dan kondisi seperti itu. Sete
Tanpa menoleh ke arah Ayahnya, Ivan berkata, "Apa saja yang dilakukan oleh Ayah bersama Kakek Rahardian dalam upaya membuatku dan Susan bersatu?" "Ayah meminta Rahardian untuk mempercepat pernikahan kalian, lalu Ayah juga menyuruhnya untuk membuat kalian berdua supaya segera berbulan madu." "Hanya itu saja?" "Hanya itu, Van. Ayah tidak melakukan hal lainnya!" jawab Graha penuh keyakinan. Lalu, ia kembali menatap Ivan yang masih mencerna perkataannya, "Jika kamu tidak percaya, kamu bisa—" "Aku percaya padamu, Yah," sela Ivan. Graha begitu tersentak mendengarnya. Sungguh? "Termasuk Ayah dan Kakek Rahardian yang tidak ada sangkut pautnya atas pertemuanku dengan Susan. Pertemuanku dengan Susan itu murni karena takdir. Dan aku percaya bahwa apa yang dilakukan oleh Ayah dan Kakek Rahardian itu hanya untuk mewujudkan harapan kalian dulu!" Graha menggeleng tidak percaya begitu kata-kata itu keluar dari mulut Ivan. Graha buru-buru mengondisikan diri dan berkata, "Terima kasih, Van k
Tanpa berani menatap kedua mertuanya, Susan berkata, "Maafkan aku, Ayah, Ibu, mengenai kalian yang tidak bisa datang sebagai orang tua Ivan di pesta pernikahan kami. Aku sendiri saja tidak tahu dengan rencana Ivan itu. Juga, tidak tahu jika ternyata Ivan adalah pewaris keluarga Graha, anaknya Ayah dan Ibu... " "Itu bukan salahmu, Susan. Jadi, berhenti lah merasa bersalah. Meski kami sedih tidak bisa menghadiri pesta pernikahan kalian, tapi tidak bisa dipungkiri bahwa kami begitu bahagia karena Ivan telah menikah denganmu," sela Rosalinda yang dibenarkan oleh Graha. Ivan yang mendengar itu juga tiba-tiba merasa bersalah, ia tahu betul bahwa pasti kedua orang tuanya sangat sedih sebab tidak bisa menghadiri pesta pernikahannya. Ivan, dengan menarik napas panjang dan menghembuskannya dengan kasar angkat bicara, "Maafkan aku, Ayah, Ibu, jika apa yang aku lakukan itu membuat kalian merasa sedih dan kecewa." "Tidak apa, Van. Kami sudah tidak mempermasalahkan hal itu. Yang penting, ka
Sesampainya di rumah bak istana, keduanya langsung disambut para bodyguard dan pelayan di depan rumah itu yang membungkukan badan dengan hormat begitu mereka berdua turun dari mobil. "Selamat datang kembali, Tuan Muda!" "Selamat datang di kediaman keluarga Graha, Nona Susan!" Kini Susan tengah terpana, menggeleng penuh takjub dengan penyambutan serta rumah bak istana milik keluarga Graha. Sementara itu, Ivan tiba-tiba merasa cemas. Bagaimana jika Susan mengetahui fakta bahwa sebenarnya keduanya dulu hendak dijodohkan oleh kedua belah pihak keluarga masing-masing? Apa kira-kira reaksi Susan setelah tahu bahwa ia dulu menolak perjodohan? Susan akan marah atau tidak? Namun, Ivan buru-buru membuang jauh kekhawatirannya. Berharap Susan tidak akan marah! Tiba-tiba... "Ivan! Susan!" "Kalian sudah sampai!" Suara yang terdengar begitu menggelegar itu membuat perhatian keduanya teralihkan, lalu kompak menoleh ke arah sumber suara. Dari dalam rumah, muncul Tuan Graha dan Nyon
Pukul lima sore, Basuki telah sampai. Kini, keduanya duduk saling berhadap-hadapan di sebuah cafe yang dipilih Ivan. Tujuan Ivan meminta asisten pribadi Ayahnya untuk bertemu karena mau menanyakan jadwal Ayahnya setelah kembali menjalankan aktivitasnya seperti biasa belakangan ini. Begitu mendengar bahwa jadwal sang Ayah yang lebih sering bertemu dengan Kakek Rahardian dibandingkan dengan teman-teman yang lainnya membuat Ivan penasaran. Apa yang Ayahnya itu bicarakan dengan Kakek Rahardian? "Apa yang mereka bicarakan, Pak Bass? Sehingga sering bertemu akhir-akhir ini?" tanya Ivan setelah terdiam sebentar. "Saya tidak tahu, Tuan Muda." Jawab Basuki sambil menggeleng. "Tidak mungkin anda tidak tahu!" Tiba-tiba, rahang Basuki mengeras, "Mungkin membahas soal bisnis, Tuan Muda. Atau hanya sekadar bertemu sebab keduanya adalah teman sekaligus partner bisnis. Selain itu, juga berolahraga bersama sebab Tuan Besar sudah pulih total." Tidak puas dengan jawaban Basuki, Ivan menat
"Aku belum memberitahu Susan bahwa Ivan anakmu adalah pria yang dulu akan dijodohkan dengannya." "Bagus lah jika demikian," balas Graha. Lalu, terdengar gumaman sebentar di sebrang sana sebelum akhirnya Graha kembali bicara. "Apakah Ivan sudah pernah mengajakmu bicara empat mata? Menyinggung soal pertemanan diantara kita?" Rahang Rahardian mengeras, "Belum pernah, Graha. Kami masih bersikap layaknya seorang Kakek dan cucu saja. Sebagai menantu di keluargaku. Ivan juga terus memposisikan dirinya sebagai orang biasa yang berprofesi sebagai guru. Tapi, sepertinya Ivan sudah tahu kalau aku itu adalah temanmu. Hanya saja, dia berpura-pura tidak tahu." Lengang sejenak di ujung ponsel. "Biar lah Ivan yang menanyakan tentang perjodohan itu sendiri kepadaku, Bang. Kalau pun tidak, hal itu malah bagus. Toh, mereka berdua sudah sama-sama saling mencintai, sudah menikah dan sebentar lagi akan memiliki anak." Graha kembali menyahut setelah terdiam beberapa saat. Perkataan Graha langs
Sebelumnya, Susan berencana memberitahu Kakeknya mengenai Ivan yang tidak semiskin yang semua orang kira. Ternyata, Ivan yang dianggap sebagai suami yang hanya numpang hidup pada istri dan keluarganya mempunyai uang 500 miliar serta Lamborghini yang merupakan harta warisan dari Kakek Neneknya. Demikian, setidaknya di mata orang-orang, Ivan tidak akan dianggap parasit lagi. Namun, kini Susan telah mengetahui bahwa Ivan terpaksa berbohong mengenai hal itu sebab masih menyembunyikan identitas aslinya, ditambah fakta yang begitu mencengangkan. Tidak lain dan tidak bukan adalah Ivan yang merupakan anak dari keluarga konglomerat kaya raya dan terpandang di negara Ferania! Terang saja Susan ingin cepat-cepat memberitahukan hal itu kepada Kakeknya. Akhirnya Susan pun meminta ijin dan Ivan memperbolehkannya. Namun reaksi dari Kakeknya malah membuatnya kaget bukan main. Malahan, membuatnya semakin pusing, hingga rasanya mau pingsan. Bagaimana tidak, Kakeknya malah lebih dulu mengetah
Susan telah menanyakan sekaligus memastikan semua hal yang memenuhi benaknya kepada Ivan. Begitu pula dengan Ivan yang telah memberitahu semua kebohongan dan rahasianya kepada sang istri. Sudah tidak ada yang ditutup-tutupi lagi. Meski demikian, kini Susan masih saja terdiam seperti orang linglung. Tengah mencerna fakta bahwa Ivan adalah suaminya yang miskin bergaji kecil, tapi ternyata kaya raya! Susan masih merasa hal tersebut bagai mimpi! Di saat ini, Ivan meraih kedua tangan Susan dan menatapnya dengan senyum tidak berdaya. Hal tersebut membuat Susan tersadar, balik menatap Ivan dengan sayu. "Bersiap lah, sayang sebab aku akan membawamu ke hadapan kedua orang tuaku. Aku akan mengenalkanmu pada mereka," ucap Ivan, "Dan perlu kamu ketahui bahwa itu adalah permintaan dari Ayah dan ibuku langsung yang ingin segera melihatmu!" Mendengar itu, Susan terperangah. "T-tuan Graha dan Nyonya Rosalinda memintamu untuk segera membawaku? Kedua orang tuamu sudah tahu jika aku adala
Kini, Susan mematung dengan punggung bersandar pada tepi ranjang. Telah pindah dari pangkuan Ivan. Tentu, pengakuan Ivan barusan terdengar gila! Mendapati Susan seperti itu, Ivan memilih diam, membiarkan sang istri mencerna apa yang barusan ia katakan. Ia telah menduga bahwa Susan pasti akan bereaksi demikian. Setelah tersadar dari keterkejutan, Susan menatap Ivan dengan tidak karuan. Juga sekujur tubuh gemetaran. Benar kah? Pria yang ada di depannya adalah pewaris keluarga kaya raya? Suaminya adalah anak pemilik perusahaan terbesar yang ada di negara ini? Lalu, dengan suara tergagap, Susan mulai angkat suara. "Ta-tapi kenapa kamu tinggal di kota ini? Dengan menjadi Guru? Dan sebelumnya kenapa kamu memilih tinggal di kos-kos san sempit dan kecil, padahal kamu adalah... " Susan tidak kuasa melanjutkan kalimatnya. Begitu suara Susan terdengar, Ivan buru-buru menghadap sang istri. "Aku pergi dari rumah sebab mempunyai masalah dengan kedua orang tuaku dan hidup sebagai ora