Ucapan Ivan yang begitu menohok, terdengar menjengkelkan di telinga membuat mereka menjadi semakin tidak suka dengan pria itu. Berani sekali guru miskin itu memperingati mereka? Kalau saja Susan tidak membelanya, mereka sudah pasti akan langsung memberi pelajaran kepada Ivan. Tanpa mempedulikan orang-orang yang tengah mengirimkan sinyal permusuhan, Ivan meraih tangan Susan dan menggenggamnya erat. Berniat menguatkan. Demi meyakinkan semua orang, Susan membiarkan Ivan melakukan hal tersebut. Di saat ini, Susan malah tersentuh dengan pembelaan Ivan barusan. Pada saat bersamaan, jantungnya tengah berdegup kencang. Juga merasa tenang dan damai. Ya Tuhan. Perasaan apa yang sedang aku rasakan ini? Kenapa hatiku menghangat saat dibela Ivan? Pikir Susan. Kala memikirkan hal itu, mata Susan melebar. Jangan-jangan... Akan tetapi, Susan buru-buru menghalau pikirannya. Belum siap sekarang. Juga tidak sepenuhnya yakin. Setelah itu, Susan baru sadar bahwa ia mengutarakan unek-un
Hal tersebut membuat Susan dan Ivan mengurungkan niat hendak pergi, berbalik badan, tampak Rasya tengah menatap keduanya dengan memasang ekspresi wajah buruk. Yang barusan berseru lantang menahan mereka berdua tak lain adalah pria itu. Sambil mendengus dengan gigi gemeretak, mulut Rasya kembali bicara, "Karena aku akan menantang duel minum suami keremu itu, Susan!" Sontak saja, Susan terperanjat! Mencerna perkataan Rasya dalam sepersekian detik, lantas menggeleng. "Kamu sudah gila, Rasya! Kamu menantang Ivan duel minum?" seru Susan hendak memastikan ia tidak salah dengar yang langsung diiyakan oleh mantannya tersebut. Susan seketika langsung murka. Disaat yang sama, menjadi cemas sebab sudah pasti Ivan akan kalah. Bagaimana tidak, Ivan adalah seorang guru yang mana pernah minum-minum. Apalagi ini diajak duel minum? Jelas akan langsung mabuk berat! Tepar! Ivan sendiri tengah balik menatap Rasya dengan memicingkan mata. Pada saat yang sama, rahangnya mengeras, tampak mem
Kini pelayan hotel tengah mengangkat meja ke atas panggung, kursi dan menaruh botol-botol minuman langka yang mahal harganya. Mempersiapkan tempat yang akan digunakan untuk duel minum antara Rasya dan Ivan. Rasya menjatuhkan diri di salah satu kursi itu lebih dulu, lalu mengangkat botol-botol minuman itu, memamerkan kepada para tamu. Juga ia menjelaskan harga, kualitas, sejarah dan lain sebagainya. Pada intinya, minuman-minuman itu sangat mahal dan langka. Hanya bisa dibeli dan diperuntukan oleh orang-orang kaya. Setelah itu, suara para tamu bergemuruh riuh disertai tepuk tangan. Dibawah cemoohan dan sorakan penuh penghinaan, Ivan melangkah tenang menuju ke arah panggung. Sementara Susan deg-deg an melihat Ivan maju ke depan. Tiba-tiba, ia ditarik paksa oleh Davina untuk duduk menonton duel minum yang sebentar lagi akan berlangsung. Terpaksa, Susan duduk di kursi dengan gelisah. Tak siap menyaksikan Rasya mempermalukan Ivan di atas sana! Kini Ivan telah duduk di kursi
Ivan dan Rasya telah duduk di kursi masing-masing. Saling menatap tajam. Pelayan mulai menuangkan isi botol ke dalam dua sloki yang ada di hadapan mereka berdua dengan takaran yang sama. Duel minum pun dimulai! Dibawah seruan bergemuruh, tepuk tangan, Ivan dan Rasya mulai meraih sloki masing-masing dan menenggaknya. Dua sloki itu sama-sama tandas isinya, lalu mereka berdua kembali mengulangi hal yang sama. Sorak-sorai terus membahana, memuji sekaligus menyemangati Rasya. Sedangkan Ivan tentu saja dicecar ejekan dan cemoohan. Meskipun mereka sempat dibuat terkejut sebab Ivan tidak langsung mabuk. Tidak lama kemudian, mereka berdua telah menenggak beberapa kali sloki. Sudah beberapa kali pula pelayan menuangkan isi botol ke dalam sloki keduanya masing-masing ketika isinya telah habis. Namun, dari keduanya masih baik-baik saja. Di saat ini, Rasya baru tercengang. Begitu pula dengan yang lain. Kini para tamu menjadi kasak-kusuk, sebab begitu keheranan dengan Ivan. "Bagai
Ivan dan Rasya meraih botol masing-masing, lantas menenggak minuman itu dari botolnya langsung. Seketika ruangan itu kembali dipenuhi seruan, teriakan dan tepuk tangan. Sebab Ivan telah berhasil membuktikan diri tadi dengan tidak langsung mabuk setelah menenggak minuman beberapa sloki, para pendukung Ivan mulai berani menyemangatinya. Namun, semua orang harus dibuat terkesima, geleng-geleng kepala, melihat Ivan yang menenggak minuman dari botolnya langsung tanpa ragu, mulus dan terlihat santai. Bagaimana mungkin seorang guru miskin tahan minum dengan cara seperti itu? Bukannya cara minum seperti itu hanya bisa dilakukan oleh seseorang yang biasa dan jago minum? Kini perhatian semua orang mendadak fokus pada Ivan sepenuhnya, disertai kasak-kusuk, keheranan, bahkan ada pula yang menyebut Ivan keren. Beberapa menit kemudian, mereka berdua telah menandaskan isi botol minuman masing-masing. Tentu saja Rasya masih terlihat baik-baik saja. Namun masalahnya Ivan pun demikian. Ter
Sementara itu, Susan tengah terpelongo, membeku di tempat duduknya seraya menelan ludah susah payah. Wanita itu kini masih mencerna apa yang terjadi, bertanya-tanya, ia begitu shock sebab Ivan telah menghabiskan empat botol minuman—lebih banyak daripada Rasya. Dan yang lebih mengejutkannya lagi adalah Ivan tetap belum mabuk juga! Di titik ini, Susan teringat akan perkataan Ivan tadi yang ternyata benar. Menghembuskan napas berat, Susan menghempaskan punggung ke sandaran kursi, ia nyaris seperti orang yang linglung. Siapa Ivan sebenarnya? Benarkah dia hanya seorang guru biasa yang berasal dari keluarga miskin? Pikir Susan. Mengingat... "Sayang, kamu tidak perlu khawatir sekarang karena aku sudah minum lebih dari dua botol daripada mantan berengsekmu ini yang katanya jago minum, tapi sepertinya dia mau menyerah," tiba-tiba, Ivan berujar yang membuat lamunan Susan terbuyar dan menatapnya. Rasya mendengus dingin mendengar itu, "Aku tidak menyerah bajingan!" Ivan tergelak
Bukan kah seharusnya Wakil Presdir muda itu menenggak minuman lagi kalau masih kuat? Tapi apa yang malah dia lakukan? Ivan yang mendapati Rasya malah mempermasalahkan skill minumnya di depan semua orang cukup geram. Tapi dia masih menahan diri, bergeming di tempat duduk, menunggu respon dari mereka. Ia cukup tenang sebab ada orang-orang yang berpihak padanya. Ia tahu betul bahwa Rasya tengah berkilah sebab sudah tidak kuat menenggak minuman lagi. Benar saja, para pendukung Ivan langsung protes. Mengatai Rasya pengecut! Namun, Rasya tidak peduli. Pokoknya ia tidak mau menenggak minuman lagi, tapi ia juga tidak mau dianggap kalah dari Ivan. "Rasya... apa-apaan kau itu! Jelas-jelas Ivan itu jago minum. Cara minum Ivan itu sangat lah keren. Kami mengakui kehebatannya. Bahkan, dia bagaikan dewa minum. Tidak banyak orang yang bisa minum sebanyak itu dan masih dalam keadaan baik-baik saja setelahnya!" "Dan seharusnya kau itu minum lagi jika masih kuat!" "Apa kau sudah tidak ku
Ivan berdiri di hadapan Rasya sambil menatapnya tajam, "Kau tetap tidak mau mengakui kekalahanmu? Kau pikir, semua orang akan mengangung-agungkan dirimu hanya karena kaya? Dan dengan bertindak curang, seenak jidat seperti ini, kau berharap semua orang akan memihakmu?" Kemudian, Ivan berdecih, "Tidak. Semua orang juga tahu kalau apa yang tengah kau lakukan ini adalah tindakan pengecut! Berkilah untuk menutupi kekalahanmu!" Seketika wajah Rasya berubah. "Kau pasti iri dengan diriku, kan, guru miskin berandalan? Ah, kau pasti merasa insecure, bukan? Karena tidak bisa memiliki banyak uang, jadi merasa putus asa," balas Rasya sambil tergelak. Kemudian, pria itu memicingkan mata! "Orang-orang berduit dan berkuasa sepertiku itu bebas melakukan apa saja dan dirimu yang miskin ini tidak akan pernah bisa menang melawanku! Mengerti?!" Ivan balas tegelak, "Aku? Iri denganmu? Cuih! Tidak sudi! Untuk apa aku iri denganmu. Toh, dengan keadaanku yang seperti ini, Susan menerima dan mencint
Rahardian mengeraskan rahang, "Tapi sepertinya cepat atau lambat pasti Ivan dan Susan akan mengetahui kebenarannya, Graha," Mendengar itu, Graha menghembuskan napas berat, "Itu pasti, Har," Kemudian, Graha menatap Rahardian penuh keyakinan, "Tapi sepertinya Ivan tidak akan mempermasalahkan hal itu karena mereka berdua saling mencintai, bukan? Mungkin hanya akan kaget saja, tidak menyangka," Ucapan Graha langsung dibenarkan oleh Rahardian. Kini, keduanya menjadi lega. Tiba-tiba, Graha terhenyak kaget. "Apakah mereka berdua sudah berbulan madu, Har?" tanya Graha antusias. Rahardian menggeleng dengan memasang ekspresi wajah tak berdaya, "Belum. Mereka belum berbulan madu dengan dalih Susan masih sibuk dengan pekerjaanya. Padahal, aku sudah menyinggung hal itu kepada mereka berdua. Tapi kata Susan, jika dia sudah senggang, mereka berdua akan berbulan madu," Mendadak, wajah Graha berbinar-binar. Dengan rahang mengeras, Graha kembali bicara, "Desak mereka berdua untuk seger
Terduduk di jok belakang, Susan tengah menyilangkan tangan di depan dada, terdiam memikirkan sesuatu. Sementara Larasati duduk di jok kemudi, fokus pada jalanan. Keduanya sedang dalam perjalanan ke kantor setelah dari rumah kedua orang tua pura-puranya Ivan. Andai kamu tau saja, Van. Kamu juga mulai menganggu pikiranku tauk. Aku juga sudah mulai merasa nyaman denganmu. Bahkan, sepertinya aku mulai menyukaimu. Ucap Susan dalam hati. Kini, akhirnya Susan mengakui perasaanya kepada Ivan setelah sebelumnya hati dan pikirannya bergejolak hebat. Berperang. Susan pun jadi geregetan dengan dirinya sendiri, malu pula sebab malah menyukai Ivan. Bagaimana tidak, awalnya, ia sendiri yang berpikir tidak akan mempunyai perasaan dengan suami kontraknya itu, tapi malah ia yang bawa perasaan pada akhirnya. Bahkan, belum ada satu tahun saja, ia sudah memiliki perasaan kepada Ivan. Jangankan satu tahun, belum genap satu hari semenjak ia menantang Ivan! Sebab semakin Susan mengelak, rasa s
Jangan baper Susan. Jangan baper. Ingat, tujuanmu menikah dengan Ivan itu supaya kamu tetap bisa mejabat sebagai CEO. Tahan, Susan. Tahan sampai satu tahun. Jangan sampai kamu ada perasaan dengan guru itu! Namun, meski demikian, kalimat Ivan itu malah berhasil menggetarkan jiwanya. Di titik ini, Susan ingin sekali kabur sebab menjadi salah tingkah. Situasi seperti ini sungguh mengesalkan! Begitu berhasil menguasai diri, Susan berjalan mendekat ke arah Ivan yang kini sedang duduk di ranjang. Tiba di depan Ivan, Susan menempelkan telapak tangan di dahi sang suami kontrak. Detik berikutnya, ia menegapkan tubuhnya kembali, melipat tangan di depan dada sambil memicingkan mata! "Sepertinya kamu sedang demam, Van," Tiba-tiba... Apa yang dilakukan Ivan selanjutnya membuat Susan terkejut! Ivan main menarik tubuh Susan ke dalam dekapannya sebelum kemudian langsung menidurkannya di kasur. Sedangkan Ivan sendiri langsung beranjak dari duduknya dan mengurung tubuh Susan dengan ke
Mendadak, Susan bersemu merah. Susan pun terbahak untuk menutupinya, kentara tidak percaya. Lalu, Susan melambaikan tangan dan berkata, "Jangan bercanda kamu, Ivan—" "Aku serius!" potong Ivan yang membuat tawa Susan terhenti. Detik berikutnya, wajah Susan berubah. Menatap Ivan lekat untuk beberapa saat. Ivan juga memasang ekspresi wajah sama seriusnya, "Jujur saja, kamu mulai menganggu pikiranku. Aku sudah mulai nyaman denganmu, Susan," Susan begitu tersentak, mendadak kehilangan kata-kata. Susan pun mendecak kesal, kenapa pembicaraan keduanya harus jadi seserius ini sih? Namun, bukan Susan namanya jika tidak bisa menguasai diri, ia lalu mengibaskan rambutnya ke belakang, "Sudah kuduga. Kamu pasti akan merasa nyaman denganku. Pria mana coba yang tidak akan nyaman denganku? Semua pria yang kukenal selama ini, rata-rata mengatakan hal yang sama," ucap Susan sinis penuh percaya diri. Meskipun jantungnya saat ini tengah dag dig dug serr. Mendapati respon Susan seperti
"Sekali lagi saya minta maaf, Nona. Saya benar-benar menyesal karena telah melakukan hal menjijikan seperti itu," Susan tidak membalas perkataan Sheila, mendadak ia membayangkan hal sebaliknya yang telah mereka berdua jelaskan sebelumnya. Membayangkan mereka berdua yang sedang melakukan hal itu di dalam kamar... Seketika dada Susan terasa sakit. Emosinya langsung membuncah! Susan pun menggeleng cepat. Tidak! Tidak mungkin! Ya, tidak mungkin! Mereka berdua tidak mungkin melakukan hal itu! Kamu harus percaya, Susan! Merasa sudah tidak ada yang perlu dibicarakan lagi, Susan bangkit dari tempat duduknya hendak pergi. Namun, perkataan Sheila selanjutnya membuat Susan urung pergi, kembali menjatuhkan diri di kursi. "Saya ingin berterima kasih kepada Nona atas bantuan yang telah Nona diberikan. Sehingga saya terselamatkan dari Tuan Romo," "Astaga... bagaimana mungkin saya membuat Nona marah, mengecewakan seperti ini. Padahal Nona sudah baik sekali pada saya," Sheila benar-be
Kini, Sheila dan Ivan telah menjelaskan bahwa mereka berdua tidak berbuat mesum barusan di dalam kamar hotel seperti apa yang dipikirkan Susan. Juga Sheila menjelaskan tujuan meminta Ivan untuk bertemu dan apa yang telah ia perbuat kepadanya, tapi Ivan menolak. Ivan juga menambahi, membenarkan apa yang baru saja dijelaskan Sheila. Keduanya cukup lega tatkala mendapati Susan yang tampaknya percaya dengan penjelasan mereka berdua. Walau Susan bersikap seolah tidak peduli, tidak menunjukan perasaan marah, juga cemburu saat ini, tapi Ivan bisa menyadari ekspresi dan sorot mata istri kontraknya itu yang menunjukan hal sebaliknya. Ayo lah, Susan. Tunjukan bahwa kamu cemburu. Kamu marah. Gumam Ivan dalam hati. Ivan pun menjadi yakin bahwa Susan memang cemburu. Marah. Jika tidak, seharusnya dia tidak mengikutinya ke sini! Juga sebelumnya Susan langsung menuduh mereka berdua berbuat mesum sebelum akhirnya keduanya menyangkal hal tersebut! Ivan tahu bahwa Susan selalu bisa meng
Sebab sudah memutuskan tidak akan menyentuh Sheila, Ivan buru-buru menggeleng tegas, "Aku tidak akan menyentuhmu, Sheila! Dirimu bukan milikku. Janjimu telah gugur. Kamu harus menjaga mahkota dan tubuhmu untuk calon suamimu kelak. Aku menyelamatkanmu itu tulus, ikhlas. Jika aku menyentuhmu, apa bedanya aku dengan Romo si bejat itu? Jadi, kenakan pakaianmu kembali!" Mendengar itu, Sheila merasa sangat tertampar. Tiba-tiba, wajah Sheila menjadi murung. Menjaga mahkota dan tubuh untuk suaminya kelak? Rasanya Sheila mau tertawa keras, bagaimana mungkin, ia saja sudah dinodai oleh Romo! Oleh sebab itu, ia rela berjanji demikian sebab merasa sudah tidak suci lagi. Mungkin jika pria lain yang akan menyentuhnya, ia akan langsung menolak mentah-mentah, tapi lain halnya dengan Ivan. Setelah menundukan kepala sebentar, Sheila kembali mendongak menatap Ivan. Namun, ia malah menghangat mendengar kalimat Ivan yang begitu menjunjung tinggi martabat dirinya. Entah kenapa, ia malah rela
Jangan-jangan... Pantas saja Sheila mengajak dirinya bertemu di kamar hotel, bukan di tempat lain! Namun Ivan tidak menyela pembicaraan, membiarkan rekan guru wanitanya itu menyelesaikan kalimatnya. Setelah terdiam sejenak, Sheila kembali bicara, "Meskipun kamu sempat terlintas di benakku waktu itu sebagai orang yang kemungkinan besar akan datang menyelamatkanku, tapi aku tidak menyangka kalau hal itu benar-benar menjadi kenyataan," Di titik ini, Ivan mengusap muka dengan kasar seraya mengedar pandangan ke sekeliling. Mendadak, Ivan teringat kejadian ia yang terjebak bersama Susan di kamar hotel sewaktu wanita itu terpengaruh obat perangsang dan meminta dirinya untuk melepaskan pengaruh obat tersebut dengan cara berhubungan badan. Dan kini ia harus mengalami hal yang sama lagi? Bedanya, wanita ini hendak menyerahkan dirinya untuk ia sentuh! Sewaktu terjebak bersama Susan, jika bukan karena terpaksa sebab mengharuskan ia menuruti permintaan Susan untuk melepaskan pengaruh
"Katanya kamu ingin cepat-cepat pulang dan bermesraan denganku, sayang—" Mendengar itu, Susan mendecakan lidah, "Ivan, jangan bercanda, jangan mengalihkan pembicaraan. Aku lagi serius. Jawab pertanyaanku sekarang... siapa kamu sebenarnya, hah!?" potong Susan kesal. Usai berkata, Susan berjalan menuju ke arah sofa dan menjatuhkan diri di sana. Ivan tidak kunjung menjawab, ikut duduk di sofa, di hadapan sang istri kontraknya yang tampak begitu frustasi. Tak sabar. "Aku adalah anak dari Bu Yuni dan Pak Joko yang memang dari keluarga biasa-biasa saja. Bahkan miskin—" jawab Ivan setelah terdiam sebentar. Mendengar jawaban Ivan, Susan kembali mendecak, "Itu aku juga tahu Ivan! Masalahnya adalah kenapa kamu yang berasal dari keluarga miskin itu tiba-tiba memiliki banyak uang dan memiliki Lamborghini?!" "Dari mana kamu mendapatkan uang sebanyak itu? Kapan kamu membeli Lamborghini itu? Selama ini Lamborghinimu kamu tempatkan di mana? Kenapa baru sekarang kamu memperlihatkan Lamborg