Share

32

Author: Meisya Jasmine
last update Last Updated: 2024-10-29 19:42:56

Bagian 32

POV Author

            “Yak, jumpa kembali dalam Curahan Hati Wanita, Nggak Pake Rahsia-rahasiaan. Ahh!” Feni Melati selaku pembawa acara reality show CHW bangkit dari sofanya sambil membuat gerakan bibir seperti mendesah. Memang begitu geriknya apabila usai mengucapkan slogan acara mereka. ‘Nggak Pake Rahasia-rahasiaan, aah!’

            Wanita bertubuh langsing dengan rambut lurus sepundak itu lalu menatap kamera dengan pulasan senyum yang menawan. Presenter berusia 42 tahun dengan celana panjang berwarna putih dan blus lengan terompet warna magenta itu lalu mulai berceloteh manja.

            “Gimana keadaannya pagi ini Buibu dan Pakbapak yang masih setia menonton saluran kebanggaan Indonesia, Trens TV selalu dinanti? Baik-baik pastinya, ya. Nggak ker

Locked Chapter
Continue to read this book on the APP
Comments (1)
goodnovel comment avatar
Tri Wahyuni
mba Tiffani yg sabar y kan tuh s pelakor dh kena karma nya dn s suami itu dh buang aja k tempat sampa dn pecat dr kantor nya ..
VIEW ALL COMMENTS

Related chapters

  • Terima Kasih Telah Merebut Suamiku   33

    Bagian 33POV Author Haru yang biru terbit dalam sepanjang acara CHW di Trens TV. Cerita yang dituturkan oleh Tiffany panjang lebar telah membuat berjuta pasang mata kaum hawa yang tengah menonton di layar kaca, menitikan air mata sedih. Tak sedikit juga dari mereka yang geram dan langsung menjadikannya perbincangan hangat di sosial media. Taggar bertuliskan #SaveTiffany pun trending nomor tiga di Twitter dalam waktu singkat. Padahal, acara CHW masih berlangsung. Sungguh, Trens TV memang tak salah memilih bintang tamu Usai Tiffany bercerita, kini giliran Karmila. Perempuan yang hari ini mengenakan hijab syari menutupi hingga perutnya tersebut mulai menuturkan awal mula kejadian. Dimulai dari Faisal yang pamit untuk pergi perjalanan dinas, hingga telepon dari sang mertua. Bahkan, tim CHW yang telah mengumpulkan bukti rekam

  • Terima Kasih Telah Merebut Suamiku   34

    Bagian 34POV Sofyan “Sofyan, kenapa tidak bilang Ibu kalau kamu mau masuk tivi? Semua teman-teman Ibu menelepon dan minta penjelasan! Astaga, kamu ini ada masalah apa sebenarnya? Kenapa tiba-tiba tersangkut ke masalah rumah tangga orang segala?” Ibuku menelepon sesaat setelah acara di Trens TV selesai. Aku yang baru saja hendak mengganti kostum di ruang wardrobe, langsung minta izin pada tim penata busana untuk menyingkir ke toilet yang kebetulan tak begitu jauh dari sini. Dadaku berdegup-degup tak keruan. Bagaimana tidak, ini menyangkut masalah Ibu. Wanita yang paling kucinta dan memang tak kuceritakan tentang masalah yang sedang mendera. Pun mengenai sosok Mila yang sejak lama diam-diam kukagumi. Beliau pasti akan marah besar sebab mengetahui semuanya malah lewat media, bukan dariku.&

  • Terima Kasih Telah Merebut Suamiku   35

    Bagian 35 [Usai 14 Bulan Ditahan, Pria Yang Nikahi Sepupu Sendiri Demi 100 Juta Kini mendekam di RSJ Akibat Depresi Berkepanjangan] Tautan berita dengan judul yang sangat mengejutkan itu baru saja masuk ke ponselku. Anisa yang mengirim. Aku yang tengah asyik duduk membaca buku di taman samping rumah, langsung menginterupsi bacaanku, dan memberikan perhatian besar pada berita tersebut. “Rumah sakit jiwa?” Aku tersentak. Memang sudah lama tak mengikuti kabar tentang Faisal sejak putusan majelis hakim Pengadilan Agama mengabulkan permohonan ceraiku setahun lalu. Hidupku hanya kufokuskan untuk mengurus Syifa dan suami keduaku, Mas Sofyan. Terlebih, saat ini aku sedang mengandung dengan usia kehamilan 11 minggu dan bulan lalu baru saja pindah ke rumah baru yang mengharuskanku buat bekerja agak keras untuk menata barang-barang kami. Mas Sofyan memang masih mempekerjakan Bi Dilah. Namun, barang terlalu banyak dan tenaga Bi Dilah saja tak akan cukup buat

  • Terima Kasih Telah Merebut Suamiku   36

    “Bunda, kita mau ngapain ke rumah sakit jiwa?” Syifa bertanya dengan sangat polos. Gadis mungil lima tahun yang baru kami jemput dari sekolah taman kanak-kanak tersebut menunjuk plang besar di depan halaman parkir RSJ Waras Hati. Aku saling pandang dengan Mas Sofyan. Syifa yang enggan duduk di bangku belakang dan memilih duduk di pangkuanku itu lalu menarik ujung hijabku. “Bun, rumah sakit jiwa itu tempat orang gila kan, Bun?” Hatiku perih mendengarnya. Batinku entah mengapa terasa robek. Apakah keputusanku untuk membawa Syifa ke sini salah? “Bukan or

  • Terima Kasih Telah Merebut Suamiku   37

    Kami bertiga berjalan sambil bergandengan tangan satu sama lainnya. Menyusuri lorong demi lorong untuk menuju ruang rawat inap di mana Mas Faisal meningap. Setelah bertanya kepada suster jaga yang duduk di meja paling depan koridor ruang rawat inap, kami pun tahu di mana Mas Faisal kini sedang menghabiskan harinya. Di ruang Anggrek Mas Faisal sedang menginap. Didampingi oleh seorang suster perempuan berpakaian serba putih, kami bertiga pun dituntun untuk memasuki pintu bercat cokelat dengan dinding putih yang sudah agak mengelupas dindingnya. Aku syok saat melihat Mas Faisal sedang berbaring di atas ranjang, dengan kondisi kedua tangan dan kaki yang terikat di ujung tempat tidur. “Ayah!” Syifa menjerit. Anakku itu langsung berlari menuju tempat di mana

  • Terima Kasih Telah Merebut Suamiku   38

    “Bunda, Ayah sadar!” pekik Syifa bahagia. Gadis kecil itu menghambur ke arahku. Mendekap tubuhku erat-erat sambil tersenyum ke arah Mas Faisal. “S-syi-fa ….” Ya Allah, Mas Faisal menyebutkan nama anak kami. Suaranya lirih. Seperti orang menggumam, tapi aku bisa mendengar jelas bahwa itu adalah memanggil nama Syifa. “Iya, Ayah. Syifa di sini. Ada Bunda juga. Ayah bangun, yuk? Kita main.” Syifa kembali mendatangi Mas Faisal. Menggenggam tangannya yang kurus, lalu menciumi punggung tangan yang menampakkan urat-urat berwarna hijau tersebut. “M-mi-la ….” Mas Faisa

  • Terima Kasih Telah Merebut Suamiku   39

    Bagian 39 “Kita harus hubungi orangtuanya Faisal, Mil. Bagaimanapun, mereka perlu tahu kondisi anaknya.” Mas Sofyan berkata kepadaku seusai kami menjenguk Mas Faisal. Aku yang duduk di kursi depan, langsung terhenyak. Menghubungi Ummi dan Abi? Bukankah kata petugas rumah sakit dan orang lapas yang tadi menjenguk Mas Faisal nomor mereka tak aktif? “Kan, nomornya dibilangin nggak aktif, Mas,” ucapku sambil menarik napas. Aku sekilas melirik ke belakang. Syifa sudah terlelap di atas tempat duduknya sambil mengenakan sabuk pengaman. Sedari tadi dia sibuk bercengkerama dengan ayahnya. Kasihan anak itu, pikirku. Dia pasti sangat lelah karena sepulang sekolah memang belum istirahat. 

  • Terima Kasih Telah Merebut Suamiku   40

    BAGIAN 40 “Eh, ayo pada masuk. Jangan berdiri di depan pintu saja.” Ummi langsung mempersilakan kami untuk masuk. Gerak-geriknya begitu canggung dan kikuk. Ketika aku dan Mas Sofyan memasuki ruang tamu milik Ummi, terasa olehku lantai yang berdebu. Bahkan kaki ini serasa menginjak butir-butir pasir yang kasar. Ya Allah, Ummi. Sudah tak lagi bersih sekaligus terawat istanamu sekarang. Sofa hijau emerald di tengah ruangan pun tampak tak secemerlang dulu kala. “Ummi, ini ada sedikit oleh-oleh.” Mas Sofyan meletakan bingkisan tadi di atas meja kaca di depan kami. Kulihat sekilas, Ummi tampak berbinar matanya. “Masyaallah, baik sekali kalian. Eh, siapa namamu? Ummi lu

Latest chapter

  • Terima Kasih Telah Merebut Suamiku   88. Kebahagiaan Tanpa Tepi

    Bab 88 Kebahagiaan Tanpa Tepi Sebulan Setelah Kelahiran Anak Pertama Sofyan Setelah melalui banyak cobaan yang berat, akhirnya rumah tangga Sofyan dan Karmila kini terlihat adem ayem. Apalagi usai mendapatkan seorang anak lelaki lucu yang diberi nama Shakeel. Bocah kecil yang lahir sebulan lalu dengan bobot 3,8 kilogram dan panjang 52 sentimeter itu sangat lucu, putih, dan menggemaskan. Siapa pun sayang kepada Shakeel. Baik dari pihak keluarga Mila, maupun keluarga dari pihak Sofyan. Tak sampai di situ saja, keluarga dari mantan suaminya Mila, yakni Faisal pun juga sangat menyayangi dan menyanjung-nyanjung Shakeel yang kian gempal setiap harinya. Faisal kini sudah sembuh total dari penyakit mentalnya. Pria itu hanya dirawat selama beberapa bulan saja di rumah sakit jiwa. Setelah mendapatkan pengobatan yang teratur dan berkualitas, pria itu sudah dapat kembali beraktifitas seperti layaknya manusia normal yang lain. Tubuh Faisal yang

  • Terima Kasih Telah Merebut Suamiku   87. Pesan-pesan

    Bab 87POV SofyanPesan-pesan “Sabar ya, Pak,” ujarku sambil meraih tangan keriput milik Pak Beno. Lelaki tua itu menatapku lesu. Senyum di wajahnya tak tampak. Seperti matahari yang tersembunyi di balik kepungan awan hitam. “Anakku enam, Yan. Dua perempuan, tiga lelaki. Dokter spesialis paru, dokter umum, dosen, pengusaha, polisi, dan lawyer. Tidak ada yang pengangguran. Mereka sibuk sekali dengan urusan masing-masing.” Pak Beno mulai terbuka. Aku tak menduga juga bahwa kami berdua bisa berbicara dengan sangat leluasa begini. Aku pun semakin tergelitik untuk mendengarkan kisah selanjutnya. “Tiga tahun lalu, aku mengalami depresi. Pemicunya adalah kematian istriku. Dia belahan jiwa satu-satunya yang paling mengerti dengan apa yang kubutuhkan di dunia ini,” ucapnya sembari menerawang jauh. “Aku mulai sulit untuk tidur, tidak mau makan, kehilangan selera untuk merawat diri, dan yang lebih parahnya lagi, mood-ku naik

  • Terima Kasih Telah Merebut Suamiku   86. Sebuah Kisah

    Bab 86POV SofyanSebuah Kisah Tatapan kosong Faisal dia akhiri dengan kerling mata yang sendu. Dia pandangi Syifa tanpa berkedip sedikit pun. Tangannya berusaha meraih wajah anak itu dengan jari jemari yang gemetaran. “Syifa … Ayah … ingin pulang, Nak,” ulangnya pelan. Syifa langsung menoleh kepadaku. Anak itu kelihatan bingung. Bibirnya pun mulai melengkung terbalik, seolah-olah akan mencetuskan sebuah kesedihan. “Pa ….” Syifa memanggilku. Dia menggantung kata-katanya dengan ekspresi yang tertekan. “Iya, iya,” jawabku sambil mengayunkan telapak tangan ke bawah dengan gerakan perlahan. Aku juga bingung mau menjawab apa. Aku ini memang pria penolong yang kata orang-orang sangat baik hati. Namun, apa mungkin jika aku menampung Faisal di rumah kami jika pria itu sudah sehat? Tidak mungkin, kan? Itu namanya bodoh. Sebaik-baiknya seorang pria, mana ada yang mau berlapang dada menampung mantan suami dari is

  • Terima Kasih Telah Merebut Suamiku   85. Perjumpaan Penuh Sesal

    Bab 85POV SofyanPerjumpaan Penuh Sesal “Astaga! Bapak kenapa? Nggak apa-apa, kan?” Seorang bruder alias perawat lelaki sigap menahan kedua bahuku saat tubuh ini limbung akibat menabrak badan si bruder. Pria berseragam serba hijau itu memperhatikan rautku yang kini penuh dengan cemas. Debaran di dadaku pun terasa terus mencelat naik, tanpa mau diajak berkompromi. Sementara itu, Syifa tak juga mau melepaskan pelukan eratnya di pinggangku sambil merengek ketakutan. “Papa! Syifa takut, Pa! Napasku terengah-engah. Bayangan akan sosok Pak Beno yang tiba-tiba datang dengan gerakan mencurigakan, serta isak tangis Faisal yang deras seperti hujan badai itu, kini terus mengitari kepala. Aku rasanya ingin cepat-cepat meninggalkan bangsal ini. “S-saya nggak apa-apa, Mas!” sahutku terengah dengan ekspresi yang panik kepada bruder bertubuh jangkung dengan kulit sawo matang itu. “Kenapa Bapak teriak sambil lari begitu? Apa Pak

  • Terima Kasih Telah Merebut Suamiku   84. Bangsal Seroja

    Bab 84POV SofyanBangsal Seroja Pak Wahyu mengantar kami ke bangsal Seroja di mana Faisal kini dirawat. Ternyata, letak kamarnya tidak begitu jauh dari pos satpam tadi. Ruangan dengan pintu tinggi bercat hijau tua itu pun keberadaannya hanya satu meter dari ruang jaga perawat yang terlihat ada tiga orang bruder tengah berjaga sambil sibuk mengerjakan laporan. Pintu hijau dengan tinggi sekitar dua meter itu tampak tertutup rapat. Sebelum meninggalkan kami, Pak Wahyu sempat berpesan. Ucapan pria berkulit gelap itu terdengar sedikit mengerikan, hingga membuat bulu kuduk ini merinding. “Pak, maaf, ruangan Seroja ini ada dua orang penghuninya. Satunya Pak Faisal, satunya lagi Pak Beno. Pak Beno ini sebenarnya sudah sembuh, cuma … suka cari perhatian. Kalau semisal agak mengganggu, segera keluar aja ya, Pak,” bisiknya kepadaku. Bibir hitam tebal Pak Wahyu tersenyum simpul. Lirikan matanya kelihatan menunjukkan sedikit rasa khawatir. Tentu saj

  • Terima Kasih Telah Merebut Suamiku   83. Permintaan Maaf

    Bab 83POV SofyanPermintaan Maaf Kami saling diam di dalam kabin mobil yang seketika berubah jadi panas usai meledaknya tangisan Syifa. Aku tak lagi membujuk anak sambungku tersebut. Kupilih untuk bungkam saja, alih-alih memohon maaf kepadanya agar dia tak lagi bersedih. Sepertinya, gara-gara sikap dinginku itu, Syifa jadi benar-benar merajuk. Hingga mobilku telah parkir di depan pintu masuk RSJ tempat Faisal dirawat pun, Syifa tak juga mengajakku bicara. Aku tetap mencoba tenang, meski sebenarnya hati berontak. Mobil pun berhasil terparkir dengan baik di tengah-tengah antara mobil SUV berwarna hitam dan sedan antik warna merah darah. Kuhela napas dalam sambil melepaskan sabuk pengaman dari pundak. Sekilas, kutoleh Syifa dengan ekor mata.&nbs

  • Terima Kasih Telah Merebut Suamiku   82. Lelaki Juga Punya Hati

    Bab 82POV SofyanLelaki Juga Punya Hati “Lain kali kita ke sana ya, Syifa.” Kucoba untuk menghibur kekecewaannya Syifa, meskipun di palung hatiku sendiri masih terasa menganga luka akibat rasa cemburu itu. Sambil mengerucutkan bibir, Syifa mengangguk. Bocah TK itu terkadang menguji sabarku dengan segenap kepolosannya. Aku tahu jika dia tak punya niat buruk untuk sengaja menyakiti hati papa sambungnya ini. Maka dari itu, akulah yang harus mengalah. Sebagai orang dewasa yang berakal sehat, aku harus banyak-banyak memahami Syifa dan seisi dunianya. Walaupun sekali lagi kuberi tahu, bahwa perasaanku sebagai pria tak sebaja yang banyak orang-orang kira. “Semoga lai

  • Terima Kasih Telah Merebut Suamiku   81. Kutahan Laju Cemburu

    Bab 81POV SofyanKutahan Laju Cemburu Berbekal tiga bungkus sate kambing tanpa nasi dan tiga potong ayam krispi bagian dada plus tiga bungkus nasi hangat, aku berangkat menjemput Syifa ke sekolahannya. Pekerjaanku sudah kuselesaikan. Termasuk memberikan koreksi yang cukup banyak kepada Bayu sebelum pemuda itu maju seminar proposal esok lusa. Untuk beberapa hari ke depan, aktifitas mengajarku mungkin memang agak terganggu. Tugas mengajar lebih banyak kulimpahkan kepada asdosku. Mahasiswa juga sudah kuberikan beberapa tugas yang bisa dikumpulkan via email maupun Google Classroom. Semua ini terpaksa kulakukan sebab harus menjaga Mila. Aku tidak bisa mempasrahkan penjagaannya kepada Bi Dilah secara penuh. Bi Dilah juga sudah lumayan repot karena harus merawat rumah, memasak, mencuci, bahkan sesekali mengurus Syifa yang terkadang saat belajar masih perlu ditemani. Aku ingin sekali mengajak ibuku atau mamanya Mila datang ke sini. Tujuannya se

  • Terima Kasih Telah Merebut Suamiku   80. Hatiku Tak Baik-baik Saja

    Bab 80POV SofyanHatiku Tak Baik-baik Saja Lelaki mana yang betah hatinya tatkala harus membiarkan anak sambungnya, kembali dekat dengan mantan suami dari istri sendiri. Begitulah yang sedang kurasakan sekarang. Jujur saja, perasaanku sebenarnya tidak baik-baik saja ketika Syifa lagi-lagi mengajakku untuk menemui Faisal di rumah sakit jiwa alias RSJ. Bukankah Sofyan adalah sosok pria baik hati yang selalu rendah diri dan berlapang dada dengan segala kejadian di muka bumi ini? Mungkin kalimat panjang itu tak seratus persen salah, tetapi juga tak seratus persennya benar. Aku memang tipikal lelaki baik yang selalu saja senang menolong berbagai kesulitan orang-orang di lingkungan sekitarku. Siapa pun orangnya, apabila tengah terjepit dalam situasi yang sulit, maka aku akan senang hati menolong. Tak pernah sedikit pun terbesit di benak untuk mendapatkan imbal jasa atas segala yang kuberikan pada orang lain. Seperti itu jugalah kira-kira gambarannya keti

DMCA.com Protection Status