Malam telah berganti pagi, jam pun, sudah menunjukan pukul 08.00. Sesosok tubuh atletis menggeliat dari atas tempat tidur. Pria itu membuka perlahan kedua kelopak matanya kemudian mengedarkan pandangannya kesegala arah.
Damar, pria yang baru saja bangun, dari tidur panjangnya. Namun, alangkah terkejutnya ia saat mendapati dirinya tertidur di kamarnya. Karena seingatnya, tadi malam ia tengah menghabiskan malamnya disebuah klub.Seketika Damar pun, teringat akan kejadian dua hari lalu saat Elga sang kekasih memutuskan hubungan mereka. Kemudian menerima lamaran dari pria lain, kemudian menikah dengan pria itu. Padahal Damar dan Elga sudah menjalin hubungan selama dua setengah tahun.Mereka juga sudah saling mengenalkan pada kedua orang tua masing-masing. Tak hanya itu, Damar dan Elga sudah berniat akan lanjutkan hubungan mereka. Mereka bahkan sudah merencanakan akan menikah tahun depan.Di tengah lamunannya, sedetik kemudian Damar justru tersentak. Seketika pria itu nampak panik saat melihat pakaian yang tercecer tak berbentuk. Ditambah lagi bercak darah di seprei berwarna biru langit yang terlihat begitu jelas. Pandangan Damar langsung berganti cepat melihat tubuhnya sendiri."Sial! Apa yang sudah terjadi dan ini, akhhh!" teriak Damar frustasi."Wulan," Damar kembali berucap pelan seraya melotot panik. Pria itu menyadari jika ternyata dirinya telah merenggut kesucian sang adik angkat.Damar langsung beranjak memakai celana boxernya. Pria itu kemudian berlari mencari keberadaan sang adik. Damar bergegas berlari ke kamar Wulan. Namun nihil, tak ada tanda-tanda Wulan dimana pun.Sepuluh menit mencari, Damar tak menemukan siapapun di rumah mewah itu. Kecuali Bi Sari dan juga Bi Tia, pembantu yang memang datang jam enam pagi dan pulang pada jam lima sore. Pembantu yang sama-sama berusia empat puluh tahunan itu memandang aneh pada kelakuan sang majikan yang terlihat berlari panik dan kebingungan."Bi Sari, Bibi lihat Wulan?" tanya Damar pada pembantunya yang tengah mencuci peralatan masak."Tidak Den, bibi belum lihat Non Wulan sejak bibi datang, bibi juga lagi heran kok sampai jam segini Non Wulan belum juga turun, padahal biasanya, jam tujuh si Enon sudah sibuk senam di ruang fitnes." Bi Sari meneragkan panjang lebar."Iya Bi, terima kasih," ucap Damar kemudian melangkah menaiki anak tangga menuju kamarnya."Kemana Wulan, apa dia sudah berangkat kuliah? Akhhh! Bodoh! Bodoh! Bodoh, kamu Danar!" Damar kembali berteriak frustasi seraya menatap bercak darah kesucian sang adik di sprei tempat tidurnya.Setelah beberapa menit terdiam, Damar kemudian bergegas menuju kamar mandi. Pria itu berniat akan membersihkan dirinya terlebih dahulu. Damar berniat akan kembali mencari Wulan di kampus.Namun, betapa terkejutnya pria itu ketika mendengar gemercik air. Mata Damar langsung berbinar ketika mengira jika Wulan ternyata ada di kamar mandi."Wulan! Wulan! Kau di dalam?" Damar mengetuk pintu kamar mandi seraya memanggil nama Wulan.Sayangnya tak ada jawaban dari dalam kamar mandi meski Damar sudah beberapa kali mengetuk dan memanggil nama Wulan. Damar tak sabar lagi, pria itu kemudian memutar kenop pintu kamar mandi. Ia kembali tersentak ketika mendapati ternyata pintu kamar mandi tak terkunci. Damar segera membuka pintu kamar mandi itu dengan tak sabar."Wulan!" teriak Damar begitu terkejut saat pria itu baru saja membuka pintu kamar mandi. Melihat sosok Wulan tergeletak di bawah kucuran air shower. Tubuh Wulan terasa sangat dingin dengan wajah yang juga sudah terlihat sangat pucat.Wulan segera menggendong tubuh Wulan yang hanya terbalut bra dan CD. Damar membaringkan tubuh Wulan di atas ranjangnya. Tanpa pikir panjang, Damar langsung membuka bra dan CD Wulan.Namun, lagi-lagi pria itu kembali tercengang saat ia tersadar dan melihat ada banyak tanda merah yang tercetak di tubuh sang adik. Sungguh Damar tak pernah membayangkan jika dirinya mampu berbuat seperti ini pada Wulan, adik yang begitu ia cintai dan ia sayangi.Damar tak menyangka jika dia'lah laki-laki yang merusak masa depan Wulan. Dia yang seharusnya menjaga dan melindungi sang adik. Kini justru menjadi penjahat yang merenggut kesucian adik perempuannya itu."Maafkan aku Wulan maafkan kakak sayang, kakak—" ujar Damar begitu menyesali perbuatannya. Setetes air mata jatuh dari kedua mata Damar. Pria itu, benar-benar merasa menjadi pria yang begitu brengsek saat ini.Damar kemudian menyelimuti tubuh Wulan menggunakan selimutnya. Pria itu kemudian melangkah menuju kamar sang adik. Damar ke kamar Wulan untuk mengambil baju ganti. Karena tidak mungkin, ia menggendong Wulan dan memindahkan ke kamar wanita itu dengan mengenakan selimut. Kerena Bi Tia atau Bi Sari pasti akan melihatnya.Setelah mengambil baju ganti untuk Wulan, Damar langsung bergegas menuju kamarnya kembali. Damar perlahan memakaikan baju pada tubuh sang adik dari mulai bra dan CD dan yang terakhir setelah piyama.Selesai memakaikan baju pada tubuh Wulan. Damar kemudian meraih ponselnya yang berada di atas meja nakas. Pria itu kemudian mencarai nama Aunty Alia, dokter pribadi keluarga Aditama.Untung saja saat ini Papah dan Mamahnya sedang keluar kota. Tuan Prabu sedang melakukan perjalanan bisnisnya ke kota Surabaya. Pria paruh baya itu selalu mengajak sang istri jika ada kegiatan di luar kota maupun di luar negeri. Begitu pun, kali ini Tuan Prabu juga mengajak sang istri untuk menemaninya dalam perjalanan bisnisnya.Tiga puluh menit kemudian, dokter Alia sampai di kediaman keluarga Prabu Aditama. Wanita paruh baya itu langsung menuju kamar Damar."Siang Damar,""Siang Aunty,""Wulan kenapa?""Em... Aku tidak tahu Aunty, em... Aku menemukannya sudah seperti ini, tadi pagi-pagi sekali Wulan ke kamarku dan meminta injin untuk menggunakan kamar mandi, tapi saat itu aku hanya menanggapinya dengan anggukan karena setelah itu aku kembali tidur, dan jam sembilan tadi aku yang hendak ke kamar mandi kaget saat melihat Wulan sudah dalam keadaan pingsan," ujar Damar begitu tentang. Rupanya Damar sudah mempersiapkan alibi agar kejadian semalam tidak diketahui oleh orang lain.Dokter Alia sempat terdiam mencoba mencerna cerita yang di ucapkan oleh, Damar. Entah kenapa dokter cantik berusia empat puluh lima tahun itu merasakan sesuatu yang janggal saat, mendengar cerita Damar.Dokte Alia seperti melihat ada kekhawatiran yang terpancar di wajah Damar. Namun, wanita itu tak ingin mengambil kesimpulan begitu cepat. Lagi pula dirinya juga belum bisa menerka ada kejadian apa sebenarnya antara Damar dan Wulan."Damar, Wulan terkena hipotermia jadi aunty menyarankan jika dia sebaikanya di bawa kerumah sakit untuk menjalani perawatan lebih lanjut," ujar dokter Alia dengan wajah khawatir. Dokter cantik itu, menyarankan agar Wulan segera dibawa ke rumah sakit. Karena, saat ini Wulan mengalami hipotermia. Dimana suhu tubuh Wulan turun di bawah suhu normal.Bagaimana tidak, Wulan semalaman diguyur air. Ditambah lagi cuaca di luar yang malam tadi memang sedang hujan deras. Tentu saja menambah hawa dingin, terlebih lagi tubuh Wulan yang juga tengah kelelahan."Em... Baik Aunty aku akan membawanya ke rumah sakit sekarang." Damar langsung mengiyakan saran dari dokter Alia."Iya, aunty akan ikut mengantar kalian, dan iya aunty juga akan menelpon orang tua kalian, mengabarkan jika Wulan dirawat,""Jangan Aunty!" Damar dengan cepat mencegah dokter Alia untuk mengabarkan pada kedua orang tuanya."Kenapa? Papah dan Mamahmu harus tahu Damar," ujar dokter Alia seketika bertambah curiga pada penolakan Damar. Dokter Alia menjadi semakin yakin jika ada yang tidak beres.Namun, lagi-lagi dokter Alia tak ingin menyimpulkan sesuatu terlalu dini. Wanita itu juga benar-benar belum bisa menerka kejadian apa yang sudah terjadi diantara mereka. Dokter Alia, merasa tidak percaya jika Damar bisa berbuat jahat pada Wulan. Karena yang ia tahu, Damar begitu menyanyangi sang adik."Begini Aunty, Papah sekarang sedang ada pekerjaan, aku tidak ingin mereka khawatir dan kepikiran karena mereka—""Eumm," Wulan tiba-tiba saja mengigau dan mulai tersadar dari pingsannya. Sontak saja Damar kembali dilanda ketakutan saat melihat sang adik yang mulai terbangun. Pria itu takut jika adilnya itu akan mengadu pada dokter Alia tentang kejadian semalam.Seketika Damar merasa ketakutan, takut jika sampai buka suara pada dokter Alia. Bagaimana pun Damar belum siap jika perbuatannya tadi malam harus terungkap."Sayang, bagamana keadaan mu?" tanya Dokter Alia pada Wulan."Sudah lebih ba-ik." Wulan menjawab dengan nada terbata. Namun, tatapannya seketika berubah kala melihat Damar ada dihadapannya. Wanita itu sepertinya ketakutan melihat kehadiran Damar. Tubuhnya seketika bringsut, wajahnya tertunduk. Wulan benar-benar ketakutan saat ini."Lan, kamu kenapa? ujar Damar seraya mendekat pada Wulan."Akhh! Tidak!" Wulan menjerit ketakutan dan kembali jatuh pingsan."Wulan!""Lan!"Dokter Alia dan Damar sontak berteriak. Mereka begitu kaget melihat Wulan yang kembali pingsan. Dokter Alia semakin dibuat penasaran ketika melihat reaksi Wulan saat Damar baru saja hendak menyentuh tangannya. Sungguh Wulan seperti mengalami trauma yang cukup dalam."Kita bawa Wulan ke rumah sakit sekarang Mar," ujar dokter Alia mengintruksikan Danar untuk membawa
Dua hari Wulan di rawat di rumah sakit. Dua hari itu pula Wulan selalu menolak kedatangan Damar. Hanya ada Karina, sahabatnya di kampus yang mengantar saat wanita itu pulang dari rumah sakit. Sungguh sejak perbincangannya malam itu, Wulan benar-benar kehilangan respect pada sosok Damar. Wulan yang selalu menganggap Damar adalah super heronya, selalu menganggap pria itu adalah segalanya. Kini, Damar tak ubahnya seperti penjahat yang begitu Wulan benci. "Lan, kok tumben si kakak mu nggak jemput dan kayaknya juga jarang jengukin kamu deh?" Karina tiba-tiba saja menanyakan keberadaan kakak dari sahabatnya itu. "Dia nggak perlu datang! Dan aku juga berharap, aku tidak akan melihatnya lagi," jawab Wulan yang langsung kehilangan moodnya saat sahabatnya itu menyebut nama Damar. "Sorry Lan, aku cuma nggak nyangka aja bakal jadi begini." Karina tertunduk merasa bersalah. Iya, Wulan sudah menceritakan segalanya pada Karina. Gadis berusia 19 tahun itu, adalah sahabat Wulan. Mereka bersahabat s
Keesokan harinya, Wulan terbangun dengan tubuh yang terasa segar. Hari ini Wulan sudah memutuskan untuk melupakan kejadian buruk beberapa hari lalu. Wanita berparas cantik itu mulai menata kembali hidupnya. Wulan kemabli menapaki jalan hidupnya, ia bertekad akan meraih cita-citanya. Mewujudkan segala mimpi-mimpinya dan membanggakan kedua orang tua yang telah merawatnya selama dua puluh tahun."Pagi sayang," "Pagi Nak," sapa Nyonya Laura dan Tuan Prabu pada Wulan secara bersamaan. "Pagi Mah, pagi Pah." Wulan menjawab seraya mencium pipi Mamah dan Papahnya. Kemudian wanita itu mendukan dirinya disamping sang mamah."Sayang, Kak Damar tidak kamu bangunkan sekalian nak?" ujar Nyonya Laura menanyakan tentang Damar."Em... Itu Mah." Wulan tergagap, bingung tak tahu harus menjawab apa."Tolong bangunkan kakakmu, ya nak. Hari ini ada meeting jadi Papah akan ajak kakak kamu biar dia bisa belajar secara langsung," pinta Tuan Prabu pada Wulan untuk membangunkan Damar."Baik Pah." Wulan akhirny
Damar menggenggam erat pergelangan tangan Wulan. Pria itu tak memperdulikan meski pun Wulan terus meronta. "Sayang udah mau berangkat?" tanya nyonya Laura pada keduanya putra putrinya.Wanita paruh baya itu melihat aneh pada kelakuan Damar dan Wulan. Biasanya putra-putrinya itu selalu rukun, tapi saat ini nyonya Laura melihat ada yang tidak beres diantara kedua anaknya itu."Eh... i-iya Mah." Wulan menjawab dengan nada tergagap. Pasalnya wanita berparas cantik itu tengah sibuk meronta mencoba melepaskan diri. Hingga tak menyadari jika sang mamah sudah berdiri dihadapan mereka."Iya Mah, takut terlambat, nanti suami Mamah marah-marah lagi," imbuh Damar dengan nada dingin. Damar rupanya masih kesal dengan teguran sang Papah saat di meja makan tadi."Damar! Jaga bicara mu nak, Papah begitu agar kamu lebih disiplin lagi sayang." Nyonya Laura menegur tegas ucapan putranya, dengan penuh kelembutan. Wanita paruh baya itu mencoba memaklumi kekesalan putranya."Iya, iya Mah, ya sudah aku beran
Sore harinya Damar sedari tadi sudah stand by di parkiran kampus untuk menjemput Wulan dari pukul empat sore. Meskipun tadi pagi mereka bertengkar namun, Wulan tetap mau menjemput Wulan. Sementara, Wulan yang sudah tahu jika sang kakak menjemputnya, terpaksa ikut pulang bersama Damar. Wanita berparas cantik itu keluar dari kampusnya. Setelah mendapatkan notifikasi pesan bahwa Damar sudah ada di parkiran kampusnya. Wulan melangkah malas menuju tempat di mana Bima memarkirkan mobilnya. Meski dengan wajah cemberut. Wulan tetap masuk ke dalam mobil sang kakak. Karena mau tidak mau dirinya memang harus pulang bersama Wulan agar sang mamah tidak merasa khawatir dan curiga pada mereka."Come on Lan, jangan cemberut gitu ya, hem," ujar Damar melirik Wulan yang masih saja terlihat cemberut.Sementara, Wulan hanya diam tak menjawab. Sebenarnya ia sudah benar-benar enggan untuk berbicara dengan kakaknya itu. Terlalu malas menanggapi ucapan dan sikap Damar yang egois dan tak berperasaan. Satu ja
Tok!Tok!Tok!"Wulan, Sayang, makan malam yuk nak." Ketukan pintu diiringi dengan panggilan lembut terdengar dari luar kamar Wulan. Nyonya Laura mengetuk, pintu kamar sang putri. Karena sedari tadi putri cantiknya itu tak kunjung datang ke meja makan untuk makan malam."Wulan Prabu Aditama, bangun sayang, cepat turun ya nak, semua sudah menunggu untuk makan malam," Panggil nyonya Laura sekali lagi namun, tetap dengan suara yang terdengar lembut."Eummm... Iya Mah." Wulan akhirnya menjawab akan tetapi, masih dengan mata terpejam."Ya sudah mamah tunggu di bawah ya nak," ujar nyonya Laura seraya berlalu kembali ke meja makan."Iya Mah." Wulan menjawab seraya perlahan bangkit dari tidurnya namun, masih didalam posisi duduk diatas ranjangnya."Akhhh! Ummm!" teriak Wulan namun, dengan cepat membekap mulutnya sendiri. Wulan benar-benar kaget melihat penampakan dirinya di depan cermin meja rias yang menghadap kearahnya. Wulan begitu terkejut manakala mendapati penampilan dirinya yang polos
Dua bulan sudah Yesi berada di kediaman keluarga Aditama. Selama dua bulan ini, wanita berparas cantik itu selalu memantau segala gerak gerik yang Damar dan Wulan.Sementara, Damar dan Wulan, kini semakin dekat. Tak ada yang curiga, karena kedekatan mereka memang sudah terlihat dari dulu. Bedanya sekarang ada rasa yang lain yaitu cinta yang mereka hadirkan disana. Bukan cinta persaudaraan melainkan cinta antara dua jenis manusia yang berbeda jenis.Bahkan kini, Damar sudah merencanakan jika minggu depan saat mamah dan papahnya kembali dari luar kota. Ia akan berterus terang prihal hubungannya dengan Wulan. Iya, satu minggu sudah tuan prabu dan nyonya Laura pergi keluar kota.Seperti yang sudah-sudah Wulan dan Damar hanya tahu, jika orang tua mereka pergi untuk urusan bisnis. Namun, yang sebenarnya mereka pergi karena untuk melakukan pengobatan lanjutan pada nyonya Laura.Damar rupanya sudah merencanakan untuk bicara berdua dengan sang papah. Pemuda itu ingin berterus-terang dan memin
Damar Wulan telah selesai dengan acara jalan-jalan meteka. Kini mereka berdua sedang dalam perjalanan pulang ke rumah. Namun, sepanjang perjalanan wajah Damar terlihat datar. Sampai-sampai Wulan, yang ada disebelahnya pun tak berani buka suara. Damar benar-benar sedang dalam mode emosi saat ini.Bagaimana tidak, saat di mall tadi dirinya benar-benar dibuat kesal akan sikap dan perilaku James pada Wulan. Pria itu benar-benar membuatnya naik pitam. Sikap dan perhatian pria itu pada Wulan membuat Damar sangat cemburu.Apalagi saat James mengelap sisa makanan di bibir Wulan. Sontak saja, Damar langsung naik darah dan langsung menghajar James. Keributan pun tak terelakkan membuat seisi restoran menjadikan mereka pusat perhatian. Keribukan itu pun disaksikan oleh kedua sahabat Wulan Karin dan Mery.Jika Karin sudah tahu akan alasan kenapa Damar bisa semarah itu pada James. Lain halnya dengan Mery. Mery yang tak tahu apa-apa. Hanya bisa terdiam dengan wajah bingungnya. Gadis itu hanya terdi
"Mommy...." Kejora mengigau terbangun dari tidurnya. Mendengar panggilan Kejora. Sontak saja membuat keduanya tersentak kaget. Wulan dan Damar yang tengah diselimuti hasrat yang menggebu. Langsung berhambur mencari sesuatu yang bisa menutupi tubuh polos mereka. Untung saja di meja dekat sofa ada dua handuk kimono yang disiapkan oleh pihak hotel. "Mommy sama Daddy, abis mandi ya? Kok pakai kimono?" tanya Kejora polos menatap kedua orang tuanya yang sama-sama hanya memakai handuk kimono. Belum lagi pandangan aneh gadis kecil itu yang menatap Ke arah pakaian yang berserakan dilantai. "Em, i-iya sayang Daddy dan Mommy tadi—" Wulan yang hendak menjelaskan langsung dipotong oleh Damar. "Mommy sudah selesai mandi, sekarang gantian Daddy yang mandi" jawab Damar memotong perkataan Wulan seraya memungut pakaian mereka yang tercecer. "Say-ang, Kejora kenapa bangun nak?" Kini Wulan bertanya seraya mendekat pada sang putri. "Tidur lagi ya sayang. Em ... Daddy ke kamar mandi dulu ya Nak," ujar
Jam 14.30 Tuan Leo dan Nyonya Nesa akhirnya tiba di bandara internasional Soekarno Hatta. Kedua orang tua itu langsung bergegas ke rumah sakit tempat sang putra di rawat. Diantar sopir kantor yang sudah disiapkan oleh Livi. Kedua orang tua paruh baya itu akhirnya sampai setelah menempuh perjalanan selama satu setengah jam. Dengan tergesa-gesa kedua orang tua itu langsung bergegas menuju ruangan tempat sang putra dirawat. "Rayan!" Panggil Nyonya Nesa begitu wanita paruh baya itu membuka pintu kamar rawat putranya. "Mommy?" Rayan berujar lirih melihat sang mommy yang baru saja masuk. "Bagaimana keadaan mu Nak?" tanya Nyonya Nesa dengan wajah penuh kekhawatiran. "Bagaimana luka mu Ray?" Tuan Leo berkata dengan wajah yang terlihat lebih tenang dari sang istri. "Aku baik Mom, Dad," jawab Rayan pada kedua orang tuanya. "Bagaimana bisa kau sampai dikeroyok oleh begal hem?" Tuan Leo langsung bertanya kronologi, bagaimana sang putra bisa bertemu dan dikeroyok oleh para begal. "B
Malam itu juga, Damar beserta seluruh keluarga kecilnya akhirnya pergi menyusul Nyonya Nesa dan Tuan Leo ke Indonesia. Damar tersenyum semringah manakala rencananya kini berhasil dengan sempurna. Saat ini mereka sedang berada di dalam pesawat. Jika Damar dan kedua putra putri begitu bahagia. Lain halnya dengan Wulan, wanita itu sejak tadi hanya diam. Bukan karena tidak ingin ke Indonesia dalam lubuk hati Wulan sebenarnya ingin sekali pulang dan menjenguk papah dah mamahnya. 'Rencana pertama berjalan mulus semoga rencana berikutnya akan berjalan mulus juga," gumam Damar dalam hati. Pria itu begitu itu yakin dengan rencana keduanya yang telah ia susun sedemikian rupa. Sementara di lain tempat, "Zetta cukup! Aku harap kau sadar posisi mu saat ini!" ujar Steven menarik pergelangan tangan Zetta seraya menatap tajam gadis berambut indah itu. "Kak Steve, tapi kita tidak bisa meninggalkan Om ini sendiri, kita tunggu keluarga Om ini datang dulu ya." Zetta menolak pelan keinginan Stev
Damar memarkirkan mobilnya di halaman rumah sakit. Senyum cerah masih awet menghiasi wajahnya. Pria itu begitu yakin jika kali ini dirinya bisa membawa Wulan pulang ke Indonesia. "Daddy apa kita akan pergi menyusul Oma dan Opa ke Indonesia bersama Mommy?" tanya Kejora polos ketika mereka berjalan menuju ruang Wulan. "Of course sayang, kita akan ke Indonesia bersama Mommy menyusul Oma dan Opa dan bertemu Nenek dan Kakek." Damar tersenyum membuat kedua buah hatinya pun ikut tersenyum. Kini mereka telah sampai di depan ruangan Wulan. "Hi suster Catlin apa kabar?" sapa Wulan pada suster Catlin suster yang biasa menjadi pendamping sang mommy. "Hai, Kejora cantik, kabar ku baik, em ... hai Bintang." Suster Catlin membalas seraya menyapa Bintang. Namun pandangan suster Catlin juga tak luput memandang Damar yang berdiri menggendong Kejora. Suster Catlin masih ingat betul dengan sosok Damar yang kala itu membuat Wulan bereaksi keras terhadapnya saat dirinya tengah merawat Damar. 'Siapa s
Damar akhirnya membawa putra putrinya pulang terlebih dahulu kerumah keluarga Fernando. Bagaimana pun, pria itu tak bisa serta merta membawa si kembar ke Indonesia tanpa berbicara terlebih dahulu pada mommy dan Daddy mertuanya. Damar masih memiliki akal sehat dan sopan satun. Pria itu akan mendiskusikan terlebih dahulu pada mertuanya dan meminta pendapat kedua mertuanya itu. "Assalamualaikum Oma!" "Assalamualaikum!" ucap si kembar dan Damar yang baru saja tiba di rumah keluarga Fernando. "Waalaikumsalam sayang cucu Oma, sayang kalian ganti baju dulu ya, ada hal penting yang mau Oma bicarakan sama Daddy kalian." Nyonya Nesa memberi titah pada si kembar yang langsung diiyakan oleh keduanya. "Damar nak, kebetulan mommy mau bicara," ujar Nyonya Nesa kemudian membawa menantunya ke halaman samping rumah. Seketika, Damar pun mengangguk seraya mengikuti mommy mertuanya. "Ada apa Mom? Apa ada hal yang penting?" Damar bertanya dengan raut wajah penuh kebingungan. "Begini Mar, mommy dan Da
Nyonya Nesa begitu terkejut. Saat mendapati telpon yang mengabarkan jika putranya mengalami insiden yang mengakibatkan sang putra dirawat. Dengan panik Nyonya Nesa kemudian menghubungi sang suami. "Dad, Rayan mengalami insiden pengeroyokan begal Dad, dan sekarang dia di rawat di rumah sakit! Dad kita harus ke Indonesia sekrang Dad, Mommy akan berangkat malam ini Daddy susul saja ya kalau Daddy masih ada urusan disini," cecar Nyonya Nesa dengan paniknya. Sementara itu Tuan Leo hanya bisa terdiam mendengarkan perkataan sang istri. "Sayang, tolong tenang ok, coba ceritakan dengan perlahan, hem." Tuan Leo berkata pada sang istri agar lebih tenang menceritakan apa yang terjadi pada putra mereka. "Daddy, tadi mommy telpon Rayan, panggilan mommy sedari tadi siang tidak diangkat dan baru saja mommy telpon lagi, ternyata yang angkat itu wanita, dia memberitahu jika putrinya menemukan Rayan sedang dikeroyok oleh sekelompok begal Dad. Rayan terluka dan dia sedang dirawat di rumah sakit sek
Rayan tengah mendapat penanganan insentif. Sebab luka di kepala terus mengeluarkan darah. Rupanya ada luka robek pada kepala bagian belakangnya membuat darah segar terus keluar. Sementara gadis yang mengantar Rayan juga masih setia menunggu pria itu. Gadis berambut indah itu, bahkan belum mengganti seragam sekolahnya yang kini terlihat kotor karena noda darah Rayan yang menempel disana. "Keluarga pasien! teriak dokter yang baru saja keluar dari ruang tindakan. "Em ... saya Dok, saya yang membawa Om itu kesini," ujar gadis berambut indah itu menjawab panggilan sang dokter. "Nona, pasien membutuhkan transfusi darah kebetulan stok darah sedang habis jadi kami mencari keluarga pasien agar bisa mendonorkan darah mereka untuk pasien." Dokter itu berkata pada gadis berambut indah itu, jika Rayan sedang membutuhkan transfusi darah. "Em ... Golongan darahnya apa Dok? Mungkin saya bisa menyumbangkan darah saya untuk Om itu?" ujar sang gadis menawarkan diri. "Golongan darahnya AB."
Ardan mengepalkan tangannya. Amarahnya membuncah kala melihat Wulan yang pergi bersama Damar dan anak-anaknya. Sungguh tadinya Ardan sudah merasa menang namun, ternyata pria itu justru semakin menelan kekalahan. Bagaimana tidak, Ardan berpikir ketika ia mempublikasikan hubungannya dengan Wulan. Itu akan membuat Damar menyingkir perlahan. Alih-alih membuat Damar menyingkir. Rupanya pria itu justru malah semakin menunjukan kepemilikannya atas Wulan. Alhasil kini Ardan begitu kecewa. Karena nyatanya statusnya sebagai kekasih Wulan tidak bermakna apa-apa semua tidak ada artinya. Sementara di dalam mobil Wulan, Damar dan si kembar sedang menempuh perjalanan ke sekolah. Damar mengantarkan si kembar terlebih dahulu setelah itu barulah ia akan mengantar Wulan kerumah sakit. "Mommy, Mommy leher Mommy kenapa? Kok merah-merah? Apa Mommy sedang alergi?" tanya Kejora polos ketika melihat tanda merah di leher sang mommy. "Humm ...." Senyum Damar tertahan mendengar pertanyaan polos dari san
Malam ini adalah malam yang begitu indah bagi Dokter Ardan. Karena malam ini rencanaya menyatakan cinta pada Wulan wanita pujaannya berakhir bahagia. Enam tahun yang ia tunggu akhirnya mengalami kemajuan. Karena Wulan, kini sudah menjadi kekasihnya. Itu semua tak luput dari campur tangan Rayan, sahabat sekaligus kakak Wulan. Iya, Rayan yang tidak menyukai Damar merencanakan semua skenario drama penyakit Ardan. Karena Rayan yakin Wulan akan percaya dan menerima Ardan. Benar saja rencana mereka akhirnya berhasil. Wulan akhirnya mau menerima dokter Ardan. "Thanks Bro, kalau nggak gara-gara lu pasti nggak akan terwujud," ujar Ardan pada Rayan. Kini mereka tengah mengobrol lewat panggilan telepon. "Ya Dan, aku harap kau bisa menjaga Wulan dan membahagiakannya." Rayan meminta pada Ardan dengan tulus. "Itu sudah pasti Vi, kau jangan khawatir," jawab dokter Ardan bersungguh-sungguh. Sementara di kamar Wulan, Damar yang tengah emosi begitu bringas. Damar tidak peduli lagi jika Wulan akan