Happy Reading*****Sepanjang perjalanan menuju rumah sakit, Wening terus menangis. Sungguh, baru saja dia mereguk kebahagiaan karena sudah memiliki calon suami. Kini, calon suaminya malah kecelakaan. Ya, chat yang dikirimkan Catra adalah pesan supaya Wening segera ke rumah sakit. Fandra mengalami kecelakaan katanya. Namun, sayang seribu kali sayang, si gadis tidak membaca pesan tersebut. Bahkan panggilan sang manajer yang sekarang berstatus calon suami Silvia itu tidak dijawab. "Mbak, jangan menangis lagi. Kita sendiri belum tahu keadaan Fandra seperti apa. Semoga saja kecelakaannya nggak parah," hibur Damayanti. Perempuan itu sendiri saat ini sedang cemas. Fandra sudah dia anggap sebagai bagian dari keluarganya. Saat mendengar kecelakaan lelaki itu, Damayanti bahkan menangis. Sungguh, dia juga sangat sedih. Fandra dan Wening baru saja diberi kebahagiaan, tetapi ujian kesedihan sudah datang. "Bener, kata ibu, Mbak. Sebaiknya, kita berdoa supaya Fandra baik-bak saja. Kalau menangi
Happy Reading*****Wening terbengong dengan ucapan Fahri di telepon. Baru dia sadari, lelaki yang dulu sangat dipujanya itu ternyata memang manusia jahat dan tidak berperikemanusiaan. Fandra itu adalah adiknya walau bukan sekandung. Mengapa tidak ada empati sama sekali dalam dirinya? "Terserah Mas Fahri saja. Saya cuma mengabari keadaan Mas Fandra karena keluarga yang beliau miliki ya cuma njenengan sama ibu." Catra berkata dengan lembut. Setelahnya, dia menutup panggilan karena Fahri diam dan tak menjawab."Astagfirullah. Dia beneran mantanmu, Mbak? Kenapa kelakuannya begitu? Untung saja, dia nggak jadi sama kamu," ucap Silvia."Itulah baiknya Allah. Mencegah keburukan yang akan terjadi pada diri kita dengan menjauhkannya, tapi kadang kita berburuk sangka. Sering menganggap Allah nggak adil dengan tidak mengabulkan apa yang menjadi harapan serta keinginan kita. Pikiran kita itu terbatas, apa yang bisa terlihat juga terbatas. Allah Maha Mengetahui bahkan masa depan yang belum bisa
Happy Reading*****Wening terdiam. Dia mulai meragu, bukan hatinya. Namun, penerimaan keluarganya tentang keadaan Fandra. Paling dia khawatirkan adalah penerimaan Fatimah. "Insya Allah. Keluargaku pasti menerima keadaan Fandra yang sekarang. Apakah sebelumnya kamu sudah tahu akan hal ini, Cat?""Aku nggak tahu jika separah ini, Mbak. Melihat luka di kedua kakinya, aku cuma berdoa semoga nggak ada yang serius. Pas, Mbak Ning sama Bapak cerita semalam. Baru aku paham. Mas Fandra itu orang baik, Mbak," cerita Catra, "aku yang bukan siapa-siapa langsung diangkat jadi manajer waktu itu. Hanya karena saat wawancara aku menceritakan jika putus kuliah demi membiayai pengobatan Ibu. Mbak tahu, Mas Fandra bahkan membiayai kuliahku sehingga aku mempunyai gelar sarjana. Pada karyawan lainnya, dia memperlakukan seperti saudara.""Aku bisa melihatnya, Cat. Walau terkadang sifatnya berubah tengil kalau sudah menggodaku. Tapi, dibalik itu semua dia memiliki kepribadian yang baik. Selalu ingin oran
Happy Reading*****Fandra berusaha menggerakkan jari-jarinya. Ingin sekali menautkan dengan milik sang pujaan. Namun, tenaga yang begitu lemah membuatnya tak mampu melakukan hal itu."Aku serius, Mbak. Jika kita nggak bisa bersama dalam ikatan pernikahan, maka biarkan aku menjadi saudaramu. Tapi, tolong jangan pernah tinggalkan aku," kata Fandra terpatah-patah. Wening menatap tidak suka pada tangannya. "Kamu ngomong apa, Fan? Aku nggak akan pernah meninggalkanmu dalam keadaan seperti ini. Kita pasti bisa melewati ini bersama-sama. Jangan bicara sembarangan, Allah nggak suka kita berputus asa."Walau samar, garis bibir Fandra terangkat. "Tapi, jika aku divonis lumpuh selamanya. Bukankah aku akan menjadi beban Mbak Ning selamanya.""Jangan mendahului kehendak Allah. Apa yang terjadi di masa depan, kita nggak tahu. Sudah, berpikir positif saja. Kamu belum melewati masa kritis, jadi nggak usah mikir yang nggak-nggak." Wening mengeluarkan sedikit amarahnya. Walau dia sendiri ragu dengan
Happy Reading*****Beberapa menit, Wening bengong dan mulai terpengaruh dengan ucapan Ibra. Suara Rahmat kembali menyadarkan lamunan sang gadis."Kita juga belum menyelidikinya, Pak. Semalam, kami fokus pada keselamatan Nak Fandra saja. Mungkin, setelah ini kami akan bertanya pada Catra. Mobil dan juga truk sudah diamankan oleh pihak berwajib, sedangkan sopirnya ju"ga dirawat di rumah sakit ini. Sama seperti Nak Fandra, dia mengalami cedera juga. Semua akan kita ketahui saat polisi datang meminta keterangan Nak Fandra terkait kecelakaan." Rahmat berusaha bersikap bijak. Segala kemungkinan yang dikatakan Ibra mungkin saja benar, tetapi lelaki itu yakin bahwa Fandra selalu menjaga kondisi kendaraannya dengan baik. Tidak mungkin lelaki itu membiarkan mobil yang sehari-hari dibawa dengan rem tidak berfungsi. Artinya, Fandra sengaja mencelakakan diri jika seperti itu. "Semoga ini memang murni kecelakaan biasa," ucap Ibra. Melirik ke arah Fandra, lelaki itu mulai bersimpati. Wajah tampan
Happy Reading*****Fandra memilih diam dan memejamkan mata. Sejak tadi, dia berusaha menahan rasa sakit dan menampilkan senyuman pada sang pujaan. Kini, rasa sakit di sekujur tubuhnya sudah tak bisa lagi ditahan. Tanggap dengan keadaan lelaki di depannya, Wening segera menyelimuti Fandra. Sementara itu, Rahmat pamit pulang karena ada pekerjaan yang harus diselesaikan. Damayanti juga ikut pulang untuk mengambil pakaian ganti dan juga membawakan makanan Wening.***** Sesuai permintaan Fandra tadi, Ibra segera ke kantor polisi sepulang dari rumah sakit. Menemui salah satu sahabatnya dan menceritakan tentang kecelakaan yag dialami oleh adik sahabatnya. "Aku akan menyelediki kasus ini untukmu, Ib. Jika memang terbukti bahwa ada unsur kesengajaan, maka kecelakaan ini sudah masuk ranah pidana," kata Polisi muda tersebut. "Ya, aku harap kamu menangani kasus ini dengan sebaik mungkin. Terima kasih sebelumnya," ucap Ibra. Berdiri dan menjulurkan tangannya ke arah si polisi. "Sama-sama, se
Happy Reading*****Setelah saling pandang, Mahmud dan Fatimah menatap Fahri. "Apakah kamu sudah menjenguk saudaramu itu hingga bisa berkata demikian?" Fatimah membuka suara.Pasalnya dari cerita Wening, tidak ada satu pun keluarga Fandra yang menjenguknya sejak kecelakaan itu. Wening dan keluarga iparnya selalu bergantian menjadi bahkan manajer yang notabene adalah orang lain juga ikut menjaga di kala senggang. Fatimah sama sekali tidak mendengar nama Fahri dan Karima disebut oleh putrinya."Tentu saja, Bu. Saya sudah menjenguk adik saya itu. Jadi, saya hia mengatakan hal ini. Jika tidak, mana mungkin saya berani memberikan informasi. Apakah Ibu meragukan informasi yang saya berikan? Saya bisa menunjukkan hasil perkembangan kesehatan Fandra selama kecelakaan. Bagaimana?" Fahri menundukkan kepala dan merogoh saku celana. Mengeluarkan benda persegi ajaib yang digunakan oleh banyak orang. Lalu, menatap Mahmud dan Fatimah bergantian. "Untuk apa juga saya harus berbohong."Lelaki paruh
Happy Reading*****Wening terdiam mendengar percakapan Fandra dan Rahmat. Bersyukur dalam hati ketika dia sudah menceritakan keadaan calon suaminya tadi pagi pada Fatimah. Si gadis sengaja bercerita pada ibunya supaya ada yang mendukung ketika Mahmud berubah pikiran nantinya."Mbak, gimana itu?" tanya Fandra yang melihat Wening malah menanggapi dengan cuek. Bahkan si gadis pujaan malah membuka kotak-kotak bekal yang dibawa oleh Silvia."Menurutmu, aku harus bagaimana? Kita kan sudah membahas hal ini. Apa pun yang terjadi nantinya, ya, kita hadapi. Masak mau lari, Dek. Ya, capeklah." Mata Wening berbinar ketika membuka salah satu kotak bekal yang isinya pancake madu kesukaannya."Mulai pinter ngebanyol Mbak Ning," sahut Silvia, "nggak tahu mukanya Mas bos sudah pucat gitu.""Ngebanyol gimana, Vi. Apa yang Mbak omongin itu benar. Kalau kita lari dan menghindari masalah, pasti kita akan capek. Jadi, mari hadapi bersama semua masalah yang akan datang." Wening menyendokkan pancake tersebu
Happy Reading*****Fandra membawa istrinya ke pelaminan. Sambil menunggu dokter datang, Wening memaksa untuk tetap berada di acara tersebut demi menghormati para tamu. Acara demi acara pun berlangsung walau tak sesuai dengan jadwal dan susunan yang sudah dibuat."Yang, sebaiknya kamu istirahat di kamar saja. Nggak papa, kok," kata Fandra."Nggak papa, Yang. Nggak enak sama tamu-tamu yang sudah kita undang.""Tapi wajahmu pucat sekali."Saat itu juga suara MC yang mengatakan bahwa sudah waktunya mereka berdua untuk berdansa. Membuat Wening berdiri."Yang, kalau nggak kuat jangan dipaksa." Fandra benar-benar cemas dengan keadaan istrinya. Senyum itu ditampilkan Wening demi semua orang. Padahal kondisinya benar-benar buruk saat ini. "Jadi, kamu nggak mau kita berdansa berdua?" "Bukan begitu, tapi kesehatanmu sedang terganggu.""Nggak papa. Ayo," ucap Wening.Bergerak mengikuti alunan musik, Wening tampak bahagia. Seluruh tamu undangan menatap ke arah kedua pasangan itu. Semakin lama,
Happy Reading*****Fahri mengusap lembut tangan sang istri. "Kita hadapi bersama ujian ini," ujarnya.Tiara mengangguk dan tersenyum ke arah Wening. "Dokter mengatakan aku memiliki kista yang cukup besar sehingga menyebabkan sulit mendapatkan keturunan. Tolong maafkan semua salahku selama ini, Ning. Aku sudah mencurigaimu tanpa alasan. Mungkin dengan kata maafmu, bisa membantu mengurangi sakit yang aku derita."Terenyuh, Wening melepaskan pegangan tangannya dari sang suami. Lalu, menangkupkan tangan kanannya pada telapak tangan Tiara. "Kita manusia biasa. Tempatnya salah dan khilaf. Jauh sebelum Bu Tiara minta maaf, saya sudah memaafkan dan melupakan kejadian nggak mengenakkan di masa lalu." Perempuan di samping Fandra itupun tersenyum."Kalau sudah memaafkan kenapa masih memanggilku Ibu? Kita kan saudara ipar sekarang," jawab Tiara. Senyumnya lebih tampak daripada tadi."Bener kata Mbak Tiara, Yang. Jangan panggil dia ibu, panggil saja Mbak. Sama seperti aku memanggilnya," kata Fand
Happy Reading*****Tak banyak pertanyaan, Wening mengikuti perintah sang suami. Membersihkan diri cuma dengan berwudu. Lalu, keduanya berangkat ke rumah sakit yang katakan oleh Catra. Sesampainya di parkiran rumah sakit, Fandra meminta sang istri turun. "Sayang, aku harap kamu nggak kecewa karena malam pertama kita gagal," kata sang suami. "Ish, jangan bahas itu. Aku malu."Tawa Fandra menggema di lorong rumah sakit. "Sebenarnya, kita mau menjenguk siapa?" "Silvia, dia terpeleset di kamar mandi dan sekarang perutnya terasa sakit. Kata Catra, kemungkinan besar Silvia kontraksi. Entah mengapa, sejak tadi dia mencarimu.""Eh, kenapa mencariku?""Si janin ngidam pengen ditungguin tantenya kali." Fandra menampilkan deretan gigi putihnya. Setelah tadi cukup tegang mendengar kabar dari Catra. "Awas saja kalau ini cma akal-akalannya Silvia sama Catra." Wening menghela napas kesal.Fandra meraih perempuan yang sangat dicintanya itu ke pelukan. "Kita akan menghukum mereka jika sampai ha i
Happy Reading*****Jawaban terkejut Wening membuat Fandra sudah mengangkatnya ke ranjang. Lelaki itu kini berada tepat di atas sang istri. "Yang, buka mata, dong."Perlahan, Wening membuka mata. Tangan Fandra menyusuri wajah yang selama satu tahun ini sangat dirindukannya. "Buka jilbabnya, ya. Aku pengen lihat," kata si bos lirih. Lagi-lagi, Wening tidak bisa mengeluarkan suara untuk memprotes permintaan sang suami."Masya Allah, persis seperti yang aku impikan selama ini. Rambut panjang dan berwarna hitam," ucap Fandra. Matanya mulai berkabut dan entah siapa yang memulai, keduanya larut dalam ciuman memabukkan. Wening berusaha melepas himpitan sang suami. Tangannya memberi kode pukulan ringan supaya bibir Fandra segera menjauh karena dia mulai kekurangan pasokan oksigen.Melepas pagutannya, Fandra tersenyum penuh kemenangan. "Manis sekali. Akan jadi tempat favoritku nantinya." Telunjuk kanannya bergerak mengusap bibir sang istri penuh gairah.Napas Wening memburu. Dia hampir tid
Happy Reading*****"Tapi," ucap Wening. Suaranya bergetar seperti orang ketakutan. "Nggak apa-apa. Mungkin, dia ingin mengucapkan selamat pada kita," bisik Fandra pada sang istri. Lelaki yang tak lain adalah Anshori, berjalan mendekati pasangan yang tengah berbahagia itu. Bersama seorang perempuan dan Widi yang menggendong adik bayinya. Tangan kanan rekan kerja Fandra terulur padanya. "Selamat Pak Fandra. Akhirnya bisa menikah dengan pujaan hatinya," ucap Anshori. Fandra tersenyum. "Terim kasih, Pak. Sudah menjaga jodoh saya dengan sangat baik," balas si pengantin pria. Anshori tak menjawab perkataan rekan kerjanya, dia langsung melepaskan jabatan mereka. Lelaki itu kini beralih akan menyalami Wening, tetapi tangan Fandra bergerak lebih cepat sehingga mereka bersalaman kembali. "Wening sudah menjadi istriku. Jadi, jangan coba-coba untuk menyentuhnya walaupun dengan alsan bersalaman." Fandra menatap Anshori penuh ancaman dan peringatan. Anshori menaikkan sebelah bibirnya, menc
Happy Reading*****Senyum lelaki yang memakai pakaian senada dengan Wening tercetak jelas. Perempuan berjilbab itu menatap sekelilingnya. Catra, Akbar, Fatur, Mahmud dan keluarga lainnya ada di belakang lelaki yang tadi membacakan doa pengantin untuknya."Pak," panggil Wening pada Mahmud. "Kenapa bisa?"Mahmud tersenyum, lalu menganggukkan kepala. "Tanyakan padanya. Bapak nggak bisa cerita apa-apa.""Ngobrol sama suamimu, Dik," kata Fatur, "ayo, Pak. Di bawah banyak tamu yang menunggu."Seluruh keluarga meninggalkan dua orang yang baru saja resmi menjadi pasangan halal. Silvia bahkan sengaja menyenggol tubuh Wening, menyebabkan perempuan itu terhuyung ke depan. Sang suami segera menahan bobot tubuhnya dengan gesit."Nakal," ucap suami Wening. Silvia menjulurkan lidah. Sangat canggung, tubuh Wening menegang ketika sentuhan tangan sang suami menempel di bahunya.Lelaki itu menutup pintu dengan kaki kanannya. Merengkuh sang istri untuk duduk di tepian ranjang. Dia sendiri, kemudian men
Happy Reading***** Selesai salat Subuh, Wening sudah didandani oleh seorang perias. Nanti, tepat pukul tujuh, pengucapan akad oleh duda dua anak itu akan dilakukan. Widi bahkan sejak semalam sudah menginap di rumahnya. Walau gadis ABG itu tidak setuju dengan keputusan Wening tetap menikah dengan papanya, tetapi dia juga tidak bisa berbuat apa pun juga.Wening diam seribu bahasa ketika wajahnya mulai dipoles oleh sang perias. Sejak semalam, tidurnya tidak tenang sama sekali. Salat subuh pun, bayangan wajah Fandra berseliweran. Istigfar, selawat, zikir-zikir penenang hati sudah dia rapalkan. Namun, hatinya tetap tidak tenang. Si gadis selalu mengingat wajah Fandra. Sekarang pun, saat matanya terpejam, senyum si bos muda hadir begitu saja."Kamu itu kenapa sih, Dek. Kok selalu saja menggangguku," kata Wening."Mbak, ngomong apa?" tanya si perias. Dia terkejut ketika Wening mengeluarkan kalimat-kalimat aneh. Membuka mata, si gadis yang sebentar lagi berganti status tersebut tersenyum.
Happy Reading*****Catra menghela napas panjang. Setelah berkata supaya Fandra tidak datang ke pernikahannya besok, sng gadis berlalu begitu saja meninggalkan adik iparnya. "Dia siapa, Mas?" tanya pengacara di kantor Fandra."Dia calon istrinya Pak Anshori. Dia juga Mbak tersayangnya Mas Bos. Bapak tahu kan, kenapa mas bos sampai sekarang menjomblo. Ya, semua karena menunggu dan mencari Mbak Ning," jelas Catra.Pengacara yang hampir dua tahun ini bekerja dengan Fandra, manggut-manggut. Sekarang, dia tahu mengapa si bos tampan dan mapan itu tidak pernah mau dekat dengan seorang perempuan sekalipun banyak yang mendekati. Tahu juga, mengapa bosnya itu selalu menyebut nama Mbak tersayang. "Cantik dan terlihat sangat pinter," puji legal hukum yang bekerja di kantor Fandra. "Jangan sampai mengatakan hal demikian di depan Mas Bos, Pak. Bisa kena semprot sama bogeman nanti," peringat Catra. Keduanya lantas menuju ruangan Anshori karena sudah ditunggu oleh Fandra. Tanpa mengetuk pintu Cat
Happy Reading*****Sejak kejadian itu, Fandra tak pernah mau untuk pulang ke Malang maupun Banyuwangi. Dia ingin menetap di daerah sama yang ditinggali Wening, meski sang pujaan akan bersatus sebagai nyonya Anshori. Catra, terpaksa mengikuti bosnya tinggal di pulau garam, tetapi seminggu sekali lelaki itu akan pulang ke rumahnya menjenguk sang istri. "Mas, hari ini ada jadwal ketemu sama Pak Anshori untuk pembukaan kafe baru bersama anaknya yang cewek itu. Mas bos sendiri yang datang atau aku wakili?" Catra masuk ke ruangan Fandra saat lelaki itu tengah termenung menatap pantai dengan deburan ombaknya.Menoleh, Fandra tersenyum pada sng asisten. "Biarkan aku saja yang ketemu sama dia. Sekalian mau mengucapkan selamat. Bukankah besok, dia akan menikah sama Mbak tersayangku?""Mas," panggil Catra, "bisakah melupakan Mbak Wening dan mulai buka hatimu untuk cewek lain?"Fandra menggeleng, "Nggak bisa, Cat. Hatiku sudah diisi sepenuhnya oleh Wening. Sampai kapan pun, cinta ini tetap unt