Happy Reading*****Senin yang biasanya ceria dan membuat Tiara bersemangat menjalani aktifitasnya, tidak terjadi hari ini. Sejak minggu sore, ketika Fahri mengetahui apa yang diperbuatnya dengan sang mantan. Lelaki itu mengancam akan memberitahukan pada Hartawan.Tadi saja sebelum berangkat, mereka berdebat dulu. Pasalnya, Tiara enggan membantu Karima yang kerepotan di dapur dan mencuci piring bekas sarapan mereka semua. Pembantu yang dipekerjakan oleh Fahri minta libur karena anaknya sakit. Alhasil, Karima turun tangan membereskan semua pekerjaan rumah.Ketika Fahri mengatakan pada sang istri untuk membantu ibunya. Tiara dengan keras menolak bahkan berkata kasar. Hal itu memicu kemarahan sang suami. Tiara bahkan terancam berangkat sendiri tadi. Wajah kesal tampak jelas, Tiara masuk ruangan dengan lesu. "Sialan, ada-ada saja masalah yang membuat ribut sama dia. Lagian, siapa sih yang ngasih tahu Fahri kalau aku jalan sama lelaki itu," gerutu si perempuan, "kalau begini caranya, aku
Happy Reading *****Tersenyum tanpa rasa bersalah, Fahri menjawab dengan santai. "Memang aku yang meninggalkanmu di tengah perjalanan kita pulang kemarin. Tapi, semua karena kamu juga, Ra. Kata-katamu yang nggak ngenakin itu sudah membuatku emosi. Andai kamu bisa mengontrol sedikit saja kemarahan dan rasa cemburu yang berlebihan. Mungkin aku tidak akan menurunkanmu di tengah jalan. Aku manusia biasa yang punya batas kesabaran menghadapi semua amarah dan tuduhanmu yang tak beralaskan."Jeda sebentar, Fahri berusaha mengontrol emosinya. Tidak mungkin juga marah-marah di depan Hartawan. Lelaki itu masih punya kewarasan yang harus tetap terjaga demi mencapai tujuannya. Hartawan sendiri memilih duduk di sebelah Tiara. Lalu, lelaki itu menatap menantu dan putrinya bergantian. Menghela napas panjang sebelum mengeluarkan apa yang akan dia sampaikan."Jadi benar kamu yang menurunkan Tiara di tengah jalan? Di mana pikiranmu, Ri? Tiara itu perempuan dan berstatus sebagai istri. Baik buruknya p
Happy Reading*****"Panggil ambulance. Cepat," kata Ismail menghentikan ocehan Tiara. Bungsu keluarga Hartawan menatap suaminya. "Jangan diam saja, Ri. Cepat telepon ambulance." Fahri mengeluarkan ponsel dari saku jasnya. Menghubungi rumah sakit terdekat supaya cepat mengirimkan ambulance yang mengangkut Hartawan. Mengangkat tubuh sang mertua bersama kakak iparnya. Ada penyesalan serta rasa kasihan dalam diri lelaki berkulit lebih gelap dari saudaranya itu. Namun, ketika mengingat bagaimana sikap Hartawan yang begitu serakah sudah mengambil alih garmen yang dikelola sang ayah. Fahri tersenyum samar.Beberapa saat menunggu, ambulance datang. Beberapa karyawan bertanya-tanya yang melihat Hartawan di bopong oleh Ismail dan Fahri.Suara sirine ambulance membuat tangisan Tiara tanpa henti sepanjang perjalanan menuju rumah sakit. Hartawan terpaksa dilarikan ke rumah sakit karena pingsan tiba-tiba yang diakibatkan oleh perkataan Fahri dan pertengkaran dengan putrinya. "Semua salahmu," b
Happy Reading*****Perdebatan antara Fahri dan Ismail terhenti ketika salah satu perawat keluar dari ruangan. Perempuan berbaju putih, khas pegawai rumah sakit itu memanggil salah satu kerabat pasien."Bagaimana keadaan Papa saya, Sus?" tanya Ismail dan juga Tiara berbarengan."Beliau sudah siuman. Sebentar lagi, akan dipindahkan ke ruang perawatan.""Jadi, bagaimana dengan kesehatan jantungnya?" tambah Tiara. "Tidak terjadi apa-apa. Cuma tensinya agak tinggi, jadi beliau harus menginap sementara waktu di rumah sakit. Saya permisi dulu dan tolong administrasi pasien segera diurus, ya." Suster itu berlalu begitu saja ketika selesai menjelaskan. "Biar aku saja yang mengurus administrasi," kata Fahri. Segera pergi meninggalkan keluarga istrinya. Bersamaan dengan hal mengurus administrasi Hartawan. Ada yang harus dia selesaikan saat ini. *****Hari yang cukup membahagiakan bagi Fandra. Setelah lamarannya pada Wening di terima dan direstui. Lelaki itu bak dikejar rejeki. Beberapa kesep
Happy Reading*****Sepanjang perjalanan menuju rumah sakit, Wening terus menangis. Sungguh, baru saja dia mereguk kebahagiaan karena sudah memiliki calon suami. Kini, calon suaminya malah kecelakaan. Ya, chat yang dikirimkan Catra adalah pesan supaya Wening segera ke rumah sakit. Fandra mengalami kecelakaan katanya. Namun, sayang seribu kali sayang, si gadis tidak membaca pesan tersebut. Bahkan panggilan sang manajer yang sekarang berstatus calon suami Silvia itu tidak dijawab. "Mbak, jangan menangis lagi. Kita sendiri belum tahu keadaan Fandra seperti apa. Semoga saja kecelakaannya nggak parah," hibur Damayanti. Perempuan itu sendiri saat ini sedang cemas. Fandra sudah dia anggap sebagai bagian dari keluarganya. Saat mendengar kecelakaan lelaki itu, Damayanti bahkan menangis. Sungguh, dia juga sangat sedih. Fandra dan Wening baru saja diberi kebahagiaan, tetapi ujian kesedihan sudah datang. "Bener, kata ibu, Mbak. Sebaiknya, kita berdoa supaya Fandra baik-bak saja. Kalau menangi
Happy Reading*****Wening terbengong dengan ucapan Fahri di telepon. Baru dia sadari, lelaki yang dulu sangat dipujanya itu ternyata memang manusia jahat dan tidak berperikemanusiaan. Fandra itu adalah adiknya walau bukan sekandung. Mengapa tidak ada empati sama sekali dalam dirinya? "Terserah Mas Fahri saja. Saya cuma mengabari keadaan Mas Fandra karena keluarga yang beliau miliki ya cuma njenengan sama ibu." Catra berkata dengan lembut. Setelahnya, dia menutup panggilan karena Fahri diam dan tak menjawab."Astagfirullah. Dia beneran mantanmu, Mbak? Kenapa kelakuannya begitu? Untung saja, dia nggak jadi sama kamu," ucap Silvia."Itulah baiknya Allah. Mencegah keburukan yang akan terjadi pada diri kita dengan menjauhkannya, tapi kadang kita berburuk sangka. Sering menganggap Allah nggak adil dengan tidak mengabulkan apa yang menjadi harapan serta keinginan kita. Pikiran kita itu terbatas, apa yang bisa terlihat juga terbatas. Allah Maha Mengetahui bahkan masa depan yang belum bisa
Happy Reading*****Wening terdiam. Dia mulai meragu, bukan hatinya. Namun, penerimaan keluarganya tentang keadaan Fandra. Paling dia khawatirkan adalah penerimaan Fatimah. "Insya Allah. Keluargaku pasti menerima keadaan Fandra yang sekarang. Apakah sebelumnya kamu sudah tahu akan hal ini, Cat?""Aku nggak tahu jika separah ini, Mbak. Melihat luka di kedua kakinya, aku cuma berdoa semoga nggak ada yang serius. Pas, Mbak Ning sama Bapak cerita semalam. Baru aku paham. Mas Fandra itu orang baik, Mbak," cerita Catra, "aku yang bukan siapa-siapa langsung diangkat jadi manajer waktu itu. Hanya karena saat wawancara aku menceritakan jika putus kuliah demi membiayai pengobatan Ibu. Mbak tahu, Mas Fandra bahkan membiayai kuliahku sehingga aku mempunyai gelar sarjana. Pada karyawan lainnya, dia memperlakukan seperti saudara.""Aku bisa melihatnya, Cat. Walau terkadang sifatnya berubah tengil kalau sudah menggodaku. Tapi, dibalik itu semua dia memiliki kepribadian yang baik. Selalu ingin oran
Happy Reading*****Fandra berusaha menggerakkan jari-jarinya. Ingin sekali menautkan dengan milik sang pujaan. Namun, tenaga yang begitu lemah membuatnya tak mampu melakukan hal itu."Aku serius, Mbak. Jika kita nggak bisa bersama dalam ikatan pernikahan, maka biarkan aku menjadi saudaramu. Tapi, tolong jangan pernah tinggalkan aku," kata Fandra terpatah-patah. Wening menatap tidak suka pada tangannya. "Kamu ngomong apa, Fan? Aku nggak akan pernah meninggalkanmu dalam keadaan seperti ini. Kita pasti bisa melewati ini bersama-sama. Jangan bicara sembarangan, Allah nggak suka kita berputus asa."Walau samar, garis bibir Fandra terangkat. "Tapi, jika aku divonis lumpuh selamanya. Bukankah aku akan menjadi beban Mbak Ning selamanya.""Jangan mendahului kehendak Allah. Apa yang terjadi di masa depan, kita nggak tahu. Sudah, berpikir positif saja. Kamu belum melewati masa kritis, jadi nggak usah mikir yang nggak-nggak." Wening mengeluarkan sedikit amarahnya. Walau dia sendiri ragu dengan