Happy Reading*****Ramadan tertawa dengan perkataan anak-anak muda di sekitarnya. "Kalian ini. Semakin kalian mengingkari perasaan masing-masing. Semakin terlihat dengan jelas bahwa kalian berdua tertarik pada Wening."Papa ngawur ngomongnya," kata Ibra."Jangan sembarangan, Om. Saya sudah akan menikah beberapa hari lagi," sahut Fahri.Mengeraskan tawa, Ramadan menatap Wening. "Siapa yang akan kmu pilih, Ning. Jika apa yang saya katakan tadi salah benar. Apakah kamu akan memilih putraku atau akan menjadi pelakor di antara hubungan Fahri dan Tiara.""Pa.""Om."Menegakkan kepala, Wening menghela napas. Lalu, menatap Ramadan. "Saya nggak akan memilih keduanya, Pak.""Alasannya?" tanya ketiga lelaki itu serempak."Ternyata, kalian berdua juga kepo dengan alasan Wening. Gitu tidak mau mengakui perasaan masing-masing." Ramadan tertawa sekali lagi."Sudahlah, Pak. Jika nggak ada yang perlu saya kerjakan lagi. Lebih baik saya permisi. Sudah waktunya makan siang," kata Wening."Silakan, Ning
Happy Reading***** Ketiga lelaki itu terdiam. Melihat keganjilan itu, Wening memilih meninggalkan mereka. Sudah tak ada alasan baginya untuk dekat-dekat dengan ketiganya. "Siapa kamu sebenarnya, Fan. Mengapa ... orang yang aku kenal ternyata mengenal Fahri juga. Aku benci kalian semua," ucap Wening sepanjang perjalanan menuju rumah Pakliknya.Sejak kejadian itu, sikap Wening berubah sepenuhnya. Dia tak lagi menanggapi telepon atau chat yang dikirimkan Fandra. Tak lagi berinteraksi berlebihan dengan Ibra. Jika lelaki itu mulai bersikap menjengkelkan, Wening memilih diam dan meninggalkannya. Pun demikian dengan sikap gadis itu pada Fahri yang beberapa kali menghubungi dan meminta maaf. Semua tidak digubrisnya. Wening juga menjadi jauh lebih pendiam. Terkadang, Silvia bertanya kenapa, tetapi jawabannya selalu saja sama. Tidak ada masalah apa pun yang perlu diceritakan pada sepupunya itu. Hari yang ditentukan itu tiba, mau tak mau Wening harus menghadiri acara pernikahan mantan kekas
Happy Reading*****Tak ingin kehilangan muka di depan tamunya, Mahmud terpaksa menyetujui permintaan sang istri. Ibra seolah mendapat angin segar dengan tawaran ibunya Wening. Dia dengan senang hati menyetujui. Mereka semua masuk tanpa berkata apa pun lagi. Mahmud menunjukkan kamar yang akan digunakan Ibra di lantai bawah, tepat di sebelah kamarnya."Mungkin, kamarnya nggak semewah kamar hotel, Nak. Semoga kamu bisa tidur nyenyak malam ini," kata Mahmud sebelum meninggalkan si bos sendirian."Terima kasih, Pak. Kamarnya cukup nyaman. Jadi, tidak ada alasan bagi saya untuk tidak tidur dengan nyenyak." Mahmud tersenyum. Mengucapkan salam perpisahan dan meninggalkan kamar tersebut. Ibra segera mengistirahatkan tubuhnya tanpa membersihkan diri terlebih dahulu. Menyetir dengan jarak jauh ternyata melelahkan juga. Dia pun dengan cepat berada di alam mimpi.Berbeda dengan Ibra yang sudah tertidur dengan pulas. Wening, begitu sangat gelisah malam ini. Bayangan Kebersamaan dengan Fahri munc
Happy Reading*****"Mbak tunggu di sini. Aku akan segera kembali dan menemanimu," kata Fandra. Lalu, lelaki itu bergegas ke atas panggung pelaminan. Wening diam tak bergerak sama sekali. Semua kejadian perkenalan dengan Fandra berputar tanpa bisa dicegah. Memejamkan mata dengan tangan dan kaki yang masih bergetar hebat. Berton-ton batu seakan menghantam tubuh gadis itu. Menangis pun saat ini percuma. Semua sudah terjadi. Andai saja ... andai saja Fandra secara jujur mengakui siapa dirinya. Mungkin, sejak kedatangan si lelaki malam itu, Wening susah mencaci makinya."Takdir ini, hamba tidak tahu akan seperti apa nantinya. Yakinkan hamba Ya Allah. Semua akan baik-baik saja, semua akan indah di saat yang tepat." Sang gadis pun duduk di salah satu meja kosong. Menatap ke arah pelaminan yang terdapat Fandra dengan seorang perempuan paruh baya. Wening tersenyum miris."Lima tahun bersama, tapi aku sama sekali nggak kenal dengan keluargamu, Mas," gumam Wening.Rangkaian acara resepsi dim
Happy Reading*****Terus berjalan tanpa menghiraukan pertanyaan Abraham, Wening menuju stan kue yang terlihat menarik hatinya. Namun, ingat jika dia sedang berpuasa saat ini. Melirik di sebelah kanan, gadis itu melihat cake susun dua dengan konsep yang selama ini diidamkannya.Warna baby pink dengan bunga mawar putih sebagai hiasan yang menutupi kue. Boneka pengantin berkerudung merah dengan pita keemasan, sedangkan pakaian pengantin pria berwarna cokelat keemasan senada dengan renda di gaun si wanita."Kenapa cake ini bisa persis seperti kue impian yang selama ini aku ceritakan pada Mas Fahri. Mungkinkah?" Wening bergumam sendiri.Semakin lama dia mengamati kue tersebut, Wening semakin yakin bahwa cake pernikahan itu adalah impian yang sering diceritakan pada sang mantan. Gadis itupun menggelengkan kepala dan tak habis pikir. Mengapa Fahri mewujudkan keinginannya itu. Diam terpaku, sang gadis mulai mengamati dekorasi serta makanan dan hidangan lain yang tersedia di pesta resepsi.
Happy Reading*****Fahri berusaha meredam perdebatan dengan Tiara. Masih banyak tamu undangan dan para orang tua di sekitarnya. Lelaki itu tidak mungkin meladeni mulut pedas istrinya. Tiba-tiba saja, Fahri memeluk ibunya membuat perempuan paruh baya yang sudah tujuh tahun lalu ditinggal mati suaminya itu heran."Hei, tumben kamu manja gini, Mas?" ucap perempuan berbaju dan berjilbab sama dengan mempelai pengantin serta keluarga lainnya. Dialah Karima, perempuan yang telah melahirkan dan mendidik Fahri sampai seperti sekarang."Memangnya tidak boleh, Bu? Mas sudah tidak bisa setiap hari bertemu dengan Ibu. Jadi, boleh dong sekali-kali meluk gini," ucap Fahri lirih bahkan suaranya nyaris tak keluar. Sebagai seorang ibu, tentu Karima menyadari ada yang tidak baik-baik saja dalam diri putranya. "Ceritakan pada Ibu. Ada apa sama Mas?""Tidak ada apa-apa, Bu," jawab Fahri. Masih berusaha menutupi suasana hati yang tidak menentu."Yakin, Mas? Kamu tidak tertekan dengan pernikahan ini, kan?
Happy Reading*****Pesta resepsi pernikahan, Fahri dan Tiara sudah selesai digelar. Seluruh tamu semuanya sudah pulang. Pasangan yang baru meresmikan kesakralan hubungan mereka itu kini menuju kamar hotel. Mereka menginap di tempat di diadakannya resepsi. Baik Tiara maupun Fahri, keduanya tidak saling bicara sejak insiden tadi. Sang mempelai wanita bahkan enggan untuk menatap suaminya. Demikian pula Fahri, dia masih marah akibat ancaman istrinya.Menempelkan kartu pada pintu kamar yang sudah dipersiapkan untuk keduanya, Fahri berjalan masuk terlebih dahulu. Disusul Tiara dengan sedikit kerepotan karena gaun pengantin yang menjuntai panjang. Sejak tadi, tangannya mulai pegal karena terus membawa ekor gaun yang lumayan berat.Mendaratkan bobot tubuhnya begitu saja ke sofa, Fahri memijat kepalanya yang sejak tadi terasa berdenyut. Baru saja akan memejamkan mata, suara sang istri terdengar."Aku tidak suka kamu masih memikirkan Wening. Apa hebatnya dia hingga kamu masih begitu peduli. A
Happy Reading*****Dari kejauhan, Ibra melihat Wening masuk ke mobil Fandra. Keduanya sudah meninggalkan parkiran hotel saat ini. Sang lelaki cuma bisa diam menatap semuanya. "Ada apa dengan diriku saat ini? Biasanya, aku tak pernah sepeduli ini pada cewek. Mengapa saat melihat kesedihan Wening, hatiku ikut sakit," gumam Ibra. Meninggalkan hotel tempat resepsi pernikahan sahabatnya, lelaki itu menuju rumah sang bawahan.*****Wening baru saja turun dari mobil, ketika Mahmud sampai di depan pagar dengan berjalan kaki. Melihat kedatangan wali dari gadis yang diantaranya pulang, Fandra turun hendak menyalami dan menyapa. "Kesempatan bagus, mumpung ada Bapak," gumam Fandra. Lelaki itu turun dan mendekati sang empunya rumah.Tangan Fandra baru terulur untuk bersalaman, suara Mahmud sudah terdengar. "Masuk, Nduk. Bapak mau bicara dengan Fandra."Lelaki paruh baya itu kemudian menatap ke arah Fandra. Ekspresi wajah Mahmud sungguh sulit dibaca Fandra. Jika lelaki itu marah, mengapa nada s