Happy Reading*****"Mbak tunggu di sini. Aku akan segera kembali dan menemanimu," kata Fandra. Lalu, lelaki itu bergegas ke atas panggung pelaminan. Wening diam tak bergerak sama sekali. Semua kejadian perkenalan dengan Fandra berputar tanpa bisa dicegah. Memejamkan mata dengan tangan dan kaki yang masih bergetar hebat. Berton-ton batu seakan menghantam tubuh gadis itu. Menangis pun saat ini percuma. Semua sudah terjadi. Andai saja ... andai saja Fandra secara jujur mengakui siapa dirinya. Mungkin, sejak kedatangan si lelaki malam itu, Wening susah mencaci makinya."Takdir ini, hamba tidak tahu akan seperti apa nantinya. Yakinkan hamba Ya Allah. Semua akan baik-baik saja, semua akan indah di saat yang tepat." Sang gadis pun duduk di salah satu meja kosong. Menatap ke arah pelaminan yang terdapat Fandra dengan seorang perempuan paruh baya. Wening tersenyum miris."Lima tahun bersama, tapi aku sama sekali nggak kenal dengan keluargamu, Mas," gumam Wening.Rangkaian acara resepsi dim
Happy Reading*****Terus berjalan tanpa menghiraukan pertanyaan Abraham, Wening menuju stan kue yang terlihat menarik hatinya. Namun, ingat jika dia sedang berpuasa saat ini. Melirik di sebelah kanan, gadis itu melihat cake susun dua dengan konsep yang selama ini diidamkannya.Warna baby pink dengan bunga mawar putih sebagai hiasan yang menutupi kue. Boneka pengantin berkerudung merah dengan pita keemasan, sedangkan pakaian pengantin pria berwarna cokelat keemasan senada dengan renda di gaun si wanita."Kenapa cake ini bisa persis seperti kue impian yang selama ini aku ceritakan pada Mas Fahri. Mungkinkah?" Wening bergumam sendiri.Semakin lama dia mengamati kue tersebut, Wening semakin yakin bahwa cake pernikahan itu adalah impian yang sering diceritakan pada sang mantan. Gadis itupun menggelengkan kepala dan tak habis pikir. Mengapa Fahri mewujudkan keinginannya itu. Diam terpaku, sang gadis mulai mengamati dekorasi serta makanan dan hidangan lain yang tersedia di pesta resepsi.
Happy Reading*****Fahri berusaha meredam perdebatan dengan Tiara. Masih banyak tamu undangan dan para orang tua di sekitarnya. Lelaki itu tidak mungkin meladeni mulut pedas istrinya. Tiba-tiba saja, Fahri memeluk ibunya membuat perempuan paruh baya yang sudah tujuh tahun lalu ditinggal mati suaminya itu heran."Hei, tumben kamu manja gini, Mas?" ucap perempuan berbaju dan berjilbab sama dengan mempelai pengantin serta keluarga lainnya. Dialah Karima, perempuan yang telah melahirkan dan mendidik Fahri sampai seperti sekarang."Memangnya tidak boleh, Bu? Mas sudah tidak bisa setiap hari bertemu dengan Ibu. Jadi, boleh dong sekali-kali meluk gini," ucap Fahri lirih bahkan suaranya nyaris tak keluar. Sebagai seorang ibu, tentu Karima menyadari ada yang tidak baik-baik saja dalam diri putranya. "Ceritakan pada Ibu. Ada apa sama Mas?""Tidak ada apa-apa, Bu," jawab Fahri. Masih berusaha menutupi suasana hati yang tidak menentu."Yakin, Mas? Kamu tidak tertekan dengan pernikahan ini, kan?
Happy Reading*****Pesta resepsi pernikahan, Fahri dan Tiara sudah selesai digelar. Seluruh tamu semuanya sudah pulang. Pasangan yang baru meresmikan kesakralan hubungan mereka itu kini menuju kamar hotel. Mereka menginap di tempat di diadakannya resepsi. Baik Tiara maupun Fahri, keduanya tidak saling bicara sejak insiden tadi. Sang mempelai wanita bahkan enggan untuk menatap suaminya. Demikian pula Fahri, dia masih marah akibat ancaman istrinya.Menempelkan kartu pada pintu kamar yang sudah dipersiapkan untuk keduanya, Fahri berjalan masuk terlebih dahulu. Disusul Tiara dengan sedikit kerepotan karena gaun pengantin yang menjuntai panjang. Sejak tadi, tangannya mulai pegal karena terus membawa ekor gaun yang lumayan berat.Mendaratkan bobot tubuhnya begitu saja ke sofa, Fahri memijat kepalanya yang sejak tadi terasa berdenyut. Baru saja akan memejamkan mata, suara sang istri terdengar."Aku tidak suka kamu masih memikirkan Wening. Apa hebatnya dia hingga kamu masih begitu peduli. A
Happy Reading*****Dari kejauhan, Ibra melihat Wening masuk ke mobil Fandra. Keduanya sudah meninggalkan parkiran hotel saat ini. Sang lelaki cuma bisa diam menatap semuanya. "Ada apa dengan diriku saat ini? Biasanya, aku tak pernah sepeduli ini pada cewek. Mengapa saat melihat kesedihan Wening, hatiku ikut sakit," gumam Ibra. Meninggalkan hotel tempat resepsi pernikahan sahabatnya, lelaki itu menuju rumah sang bawahan.*****Wening baru saja turun dari mobil, ketika Mahmud sampai di depan pagar dengan berjalan kaki. Melihat kedatangan wali dari gadis yang diantaranya pulang, Fandra turun hendak menyalami dan menyapa. "Kesempatan bagus, mumpung ada Bapak," gumam Fandra. Lelaki itu turun dan mendekati sang empunya rumah.Tangan Fandra baru terulur untuk bersalaman, suara Mahmud sudah terdengar. "Masuk, Nduk. Bapak mau bicara dengan Fandra."Lelaki paruh baya itu kemudian menatap ke arah Fandra. Ekspresi wajah Mahmud sungguh sulit dibaca Fandra. Jika lelaki itu marah, mengapa nada s
Happy Reading*****Lama Fandra terdiam, Mahmud pun menunggu dengan setia. Jawaban apa yang akan dikeluarkan pemuda di depannya. Mengucap basmalah serta mengembuskan napas panjang. Fandra tersenyum, lalu berkata, "Perasaan cinta ini sudah membawa saya pada kedekatan dengan Allah. Bukankah perasaan yang membuat kita semakin dekat dengan-Nya adalah sebuah rasa yang harus diperjuangkan? Karena itulah, saya akan memperjuangkan hal ini." Diam sejenak, pemuda itu menatap Mahmud."Jika Bapak memang belum menerima lamaran saya karena belum pantas secara ekonomi. Maka, saya akan berusaha supaya Allah segera melimpahkan kesuksesan serta harta yang bisa menjamin perekonomian keluarga kami nantinya."Mahmud terdiam mendengar jawaban pemuda di depannya. Beberapa detik begitu hening hingga suara lelaki paruh baya itu terdengar. "Apakah kamu begitu yakin jika kesuksesan itu akan segera kamu raih?""Insya Allah, Pak. Saya sudah berdoa serta usaha. Cuma masalahnya, saya nggak tahu kriteria apa yang
Happy Reading*****Kesal dengan sikap Ibra tadi, Wening segera masuk kamar. Merebahkan tubuh tanpa berniat mengganti pakaian yang dikenakan tadi, gadis itu memijat pelipisnya."Ya Allah, bimbing hamba supaya nggak salah jalan lagi. Ampuni hamba karena melanggar apa yang sudah Engkau perintahkan," ucap Wening. Matanya mulai meredup dan beberapa saat kemudian larut dalam tidur.Sementara itu, Fandra dan Mahmud masih berbincang di teras sampai suara azan Asar terdengar berkumandang."Sudah azan, Bapak harus segera ke musala, Nak. Nggak bermaksud mengusir, lho, ya," kata Mahmud. Senyum itu terbit."Saya yang harusnya minta maaf, Pak. Sudah mengganggu waktu Bapak," jawab Fandra. Lelaki itu berdiri dan menjulurkan tangan. "Saya pamit pulang, Pak. Terima kasih sudah mengajak saya berbincang. Lain kali, boleh kan semisal saya datang berkunjung sekedar berbincang seperti tadi.""Boleh, tapi harus ingat waktu juga, ya." Mahmud membalas uluran tangan Fandra. Lalu, lelaki paruh baya itu menarik
Happy Reading *****Fandra sedikit menaikkan garis bibirnya ketika tatapan Mahmud penuh selidik. Memantapkan hati untuk meraih restu kedua orang tua Wening, lelaki yang kini memiliki kumis dan juga jambang tipis itu berjalan mendekati lelaki paruh baya tersebut."Assalamualaikum," sapa Fandra. Menjulurkan tangan untuk bersalaman dengan Mahmud setelah itu berganti pada Fatimah. Sempat ada sedikit penolakan ketika akan menyalami Fatimah, Fandra tidak menyerah. Lelaki itu sedikit menarik punggung tangan wanita paruh baya di depannya demi bisa mencium dengan takdim."Waalaikumsalam. Nak Fandra mau ke mana? Pagi-pagi sudah terlihat rapi, bawa tas juga," tanya Mahmud, sekedar basa-basi. Raut wajah lelaki paruh baya tersebut juga cenderung bersahabat bahkan senyum tipis menghias wajahnya kini.Sementara, Fatimah menatap pemuda yang baru menyalaminya itu. Bola matanya bergerak mengamati dari ujung kepala hingga ujung kaki Fandra. Tidak ada senyuman sama sekali. Malah terkesan mencibir penam
Happy Reading*****Fandra membawa istrinya ke pelaminan. Sambil menunggu dokter datang, Wening memaksa untuk tetap berada di acara tersebut demi menghormati para tamu. Acara demi acara pun berlangsung walau tak sesuai dengan jadwal dan susunan yang sudah dibuat."Yang, sebaiknya kamu istirahat di kamar saja. Nggak papa, kok," kata Fandra."Nggak papa, Yang. Nggak enak sama tamu-tamu yang sudah kita undang.""Tapi wajahmu pucat sekali."Saat itu juga suara MC yang mengatakan bahwa sudah waktunya mereka berdua untuk berdansa. Membuat Wening berdiri."Yang, kalau nggak kuat jangan dipaksa." Fandra benar-benar cemas dengan keadaan istrinya. Senyum itu ditampilkan Wening demi semua orang. Padahal kondisinya benar-benar buruk saat ini. "Jadi, kamu nggak mau kita berdansa berdua?" "Bukan begitu, tapi kesehatanmu sedang terganggu.""Nggak papa. Ayo," ucap Wening.Bergerak mengikuti alunan musik, Wening tampak bahagia. Seluruh tamu undangan menatap ke arah kedua pasangan itu. Semakin lama,
Happy Reading*****Fahri mengusap lembut tangan sang istri. "Kita hadapi bersama ujian ini," ujarnya.Tiara mengangguk dan tersenyum ke arah Wening. "Dokter mengatakan aku memiliki kista yang cukup besar sehingga menyebabkan sulit mendapatkan keturunan. Tolong maafkan semua salahku selama ini, Ning. Aku sudah mencurigaimu tanpa alasan. Mungkin dengan kata maafmu, bisa membantu mengurangi sakit yang aku derita."Terenyuh, Wening melepaskan pegangan tangannya dari sang suami. Lalu, menangkupkan tangan kanannya pada telapak tangan Tiara. "Kita manusia biasa. Tempatnya salah dan khilaf. Jauh sebelum Bu Tiara minta maaf, saya sudah memaafkan dan melupakan kejadian nggak mengenakkan di masa lalu." Perempuan di samping Fandra itupun tersenyum."Kalau sudah memaafkan kenapa masih memanggilku Ibu? Kita kan saudara ipar sekarang," jawab Tiara. Senyumnya lebih tampak daripada tadi."Bener kata Mbak Tiara, Yang. Jangan panggil dia ibu, panggil saja Mbak. Sama seperti aku memanggilnya," kata Fand
Happy Reading*****Tak banyak pertanyaan, Wening mengikuti perintah sang suami. Membersihkan diri cuma dengan berwudu. Lalu, keduanya berangkat ke rumah sakit yang katakan oleh Catra. Sesampainya di parkiran rumah sakit, Fandra meminta sang istri turun. "Sayang, aku harap kamu nggak kecewa karena malam pertama kita gagal," kata sang suami. "Ish, jangan bahas itu. Aku malu."Tawa Fandra menggema di lorong rumah sakit. "Sebenarnya, kita mau menjenguk siapa?" "Silvia, dia terpeleset di kamar mandi dan sekarang perutnya terasa sakit. Kata Catra, kemungkinan besar Silvia kontraksi. Entah mengapa, sejak tadi dia mencarimu.""Eh, kenapa mencariku?""Si janin ngidam pengen ditungguin tantenya kali." Fandra menampilkan deretan gigi putihnya. Setelah tadi cukup tegang mendengar kabar dari Catra. "Awas saja kalau ini cma akal-akalannya Silvia sama Catra." Wening menghela napas kesal.Fandra meraih perempuan yang sangat dicintanya itu ke pelukan. "Kita akan menghukum mereka jika sampai ha i
Happy Reading*****Jawaban terkejut Wening membuat Fandra sudah mengangkatnya ke ranjang. Lelaki itu kini berada tepat di atas sang istri. "Yang, buka mata, dong."Perlahan, Wening membuka mata. Tangan Fandra menyusuri wajah yang selama satu tahun ini sangat dirindukannya. "Buka jilbabnya, ya. Aku pengen lihat," kata si bos lirih. Lagi-lagi, Wening tidak bisa mengeluarkan suara untuk memprotes permintaan sang suami."Masya Allah, persis seperti yang aku impikan selama ini. Rambut panjang dan berwarna hitam," ucap Fandra. Matanya mulai berkabut dan entah siapa yang memulai, keduanya larut dalam ciuman memabukkan. Wening berusaha melepas himpitan sang suami. Tangannya memberi kode pukulan ringan supaya bibir Fandra segera menjauh karena dia mulai kekurangan pasokan oksigen.Melepas pagutannya, Fandra tersenyum penuh kemenangan. "Manis sekali. Akan jadi tempat favoritku nantinya." Telunjuk kanannya bergerak mengusap bibir sang istri penuh gairah.Napas Wening memburu. Dia hampir tid
Happy Reading*****"Tapi," ucap Wening. Suaranya bergetar seperti orang ketakutan. "Nggak apa-apa. Mungkin, dia ingin mengucapkan selamat pada kita," bisik Fandra pada sang istri. Lelaki yang tak lain adalah Anshori, berjalan mendekati pasangan yang tengah berbahagia itu. Bersama seorang perempuan dan Widi yang menggendong adik bayinya. Tangan kanan rekan kerja Fandra terulur padanya. "Selamat Pak Fandra. Akhirnya bisa menikah dengan pujaan hatinya," ucap Anshori. Fandra tersenyum. "Terim kasih, Pak. Sudah menjaga jodoh saya dengan sangat baik," balas si pengantin pria. Anshori tak menjawab perkataan rekan kerjanya, dia langsung melepaskan jabatan mereka. Lelaki itu kini beralih akan menyalami Wening, tetapi tangan Fandra bergerak lebih cepat sehingga mereka bersalaman kembali. "Wening sudah menjadi istriku. Jadi, jangan coba-coba untuk menyentuhnya walaupun dengan alsan bersalaman." Fandra menatap Anshori penuh ancaman dan peringatan. Anshori menaikkan sebelah bibirnya, menc
Happy Reading*****Senyum lelaki yang memakai pakaian senada dengan Wening tercetak jelas. Perempuan berjilbab itu menatap sekelilingnya. Catra, Akbar, Fatur, Mahmud dan keluarga lainnya ada di belakang lelaki yang tadi membacakan doa pengantin untuknya."Pak," panggil Wening pada Mahmud. "Kenapa bisa?"Mahmud tersenyum, lalu menganggukkan kepala. "Tanyakan padanya. Bapak nggak bisa cerita apa-apa.""Ngobrol sama suamimu, Dik," kata Fatur, "ayo, Pak. Di bawah banyak tamu yang menunggu."Seluruh keluarga meninggalkan dua orang yang baru saja resmi menjadi pasangan halal. Silvia bahkan sengaja menyenggol tubuh Wening, menyebabkan perempuan itu terhuyung ke depan. Sang suami segera menahan bobot tubuhnya dengan gesit."Nakal," ucap suami Wening. Silvia menjulurkan lidah. Sangat canggung, tubuh Wening menegang ketika sentuhan tangan sang suami menempel di bahunya.Lelaki itu menutup pintu dengan kaki kanannya. Merengkuh sang istri untuk duduk di tepian ranjang. Dia sendiri, kemudian men
Happy Reading***** Selesai salat Subuh, Wening sudah didandani oleh seorang perias. Nanti, tepat pukul tujuh, pengucapan akad oleh duda dua anak itu akan dilakukan. Widi bahkan sejak semalam sudah menginap di rumahnya. Walau gadis ABG itu tidak setuju dengan keputusan Wening tetap menikah dengan papanya, tetapi dia juga tidak bisa berbuat apa pun juga.Wening diam seribu bahasa ketika wajahnya mulai dipoles oleh sang perias. Sejak semalam, tidurnya tidak tenang sama sekali. Salat subuh pun, bayangan wajah Fandra berseliweran. Istigfar, selawat, zikir-zikir penenang hati sudah dia rapalkan. Namun, hatinya tetap tidak tenang. Si gadis selalu mengingat wajah Fandra. Sekarang pun, saat matanya terpejam, senyum si bos muda hadir begitu saja."Kamu itu kenapa sih, Dek. Kok selalu saja menggangguku," kata Wening."Mbak, ngomong apa?" tanya si perias. Dia terkejut ketika Wening mengeluarkan kalimat-kalimat aneh. Membuka mata, si gadis yang sebentar lagi berganti status tersebut tersenyum.
Happy Reading*****Catra menghela napas panjang. Setelah berkata supaya Fandra tidak datang ke pernikahannya besok, sng gadis berlalu begitu saja meninggalkan adik iparnya. "Dia siapa, Mas?" tanya pengacara di kantor Fandra."Dia calon istrinya Pak Anshori. Dia juga Mbak tersayangnya Mas Bos. Bapak tahu kan, kenapa mas bos sampai sekarang menjomblo. Ya, semua karena menunggu dan mencari Mbak Ning," jelas Catra.Pengacara yang hampir dua tahun ini bekerja dengan Fandra, manggut-manggut. Sekarang, dia tahu mengapa si bos tampan dan mapan itu tidak pernah mau dekat dengan seorang perempuan sekalipun banyak yang mendekati. Tahu juga, mengapa bosnya itu selalu menyebut nama Mbak tersayang. "Cantik dan terlihat sangat pinter," puji legal hukum yang bekerja di kantor Fandra. "Jangan sampai mengatakan hal demikian di depan Mas Bos, Pak. Bisa kena semprot sama bogeman nanti," peringat Catra. Keduanya lantas menuju ruangan Anshori karena sudah ditunggu oleh Fandra. Tanpa mengetuk pintu Cat
Happy Reading*****Sejak kejadian itu, Fandra tak pernah mau untuk pulang ke Malang maupun Banyuwangi. Dia ingin menetap di daerah sama yang ditinggali Wening, meski sang pujaan akan bersatus sebagai nyonya Anshori. Catra, terpaksa mengikuti bosnya tinggal di pulau garam, tetapi seminggu sekali lelaki itu akan pulang ke rumahnya menjenguk sang istri. "Mas, hari ini ada jadwal ketemu sama Pak Anshori untuk pembukaan kafe baru bersama anaknya yang cewek itu. Mas bos sendiri yang datang atau aku wakili?" Catra masuk ke ruangan Fandra saat lelaki itu tengah termenung menatap pantai dengan deburan ombaknya.Menoleh, Fandra tersenyum pada sng asisten. "Biarkan aku saja yang ketemu sama dia. Sekalian mau mengucapkan selamat. Bukankah besok, dia akan menikah sama Mbak tersayangku?""Mas," panggil Catra, "bisakah melupakan Mbak Wening dan mulai buka hatimu untuk cewek lain?"Fandra menggeleng, "Nggak bisa, Cat. Hatiku sudah diisi sepenuhnya oleh Wening. Sampai kapan pun, cinta ini tetap unt