Happy Reading*****Melempar ponselnya ke sembarang arah, Wening berdiri dan menuju ranjang. Sejak dua hari lalu, dia sudah menyiapkan seluruh barang-barang yang di bawa."Mengapa ... mengapa, Mas? Kamu begitu tega padaku. Harus, ya, kamu menelpon saat semuanya ingin aku lupakan." Memeluk guling yang selalu setia menemani malam-malam sedihnya. Air mata itu kembali meluncur membasahi pipinya.Sampai saat ini, Wening belum mengetahui sebab pasti mengapa Fahri tega mengkhianatinya. Selama menjalin hubungan bertahun-tahun, tidak pernah sekalipun kekasihnya itu bermain hati. Entahlah, mungkin Wening saja yang tidak mengetahui kelakuan buruk Fahri yang satu itu.Lelah menangis, gais itupun tertidur dengan sendirinya. Entah berapa jam sudah Wening memejamkan mata. Suara alarm dan juga dering ponselnya terdengar. Menggerakkan bola mata serta meraih alarm yang tak jauh dari ranjang. Wening mematikan pengingat tersebut.Dia melihat jam yang tergantung di dinding. Lampu kamar masih menyala deng
Happy Reading*****Injakan yang cukup keras pada kaki seseorang itu menghasilkan sebuah sura protesan. "Aduh, Mbak Ning penganiayaan," kata orang yang kakinya diinjak Wening. Tangan si gadis terlepas dari wajah sang akuntan. Dia memegang jari-jari kakinya yang terinjak sepatu oleh Wening. Memajukan bibir dia mengepalkan tangan dengan mata melotot.Gadis berjilbab hitam tersebut berbalik. "Kapok," kata Wening, "suruh siapa ngagetin gitu."Wening mencebikkan bibirnya, lalu tersenyum manis ketika tahu siapa yang mengerjainya tadi. Sudah lama dia tidak bertemu dengan gadis jahil itu."Ih, padahal sudah lama nggak ketemu. Maksudku kan buat kejutan, masih ingat tidak sama tangan halus milik sepupu cantikmu ini," kata gadis berjilbab matcha yang berkulit kuning langsat. Dia adalah putri semata wayang sang Paklik yang bernama Silvia Mufidah. "Mbak Ning, nggak asyik," ucap Silvi, tetapi tangannya meraih pegangan koper yang berada di tangan kakak sepupunya."Siapa nyuruh nutup matanya, Mbak.
Happy Reading*****Silvia mencubit kecil lengan kanan Wening karena sang sepupu sama sekali tidak merespon perkataannya."Aduh," ucap Wening merasa cubitan Silvia menyakitinya. "Ish, kamu kebiasaan deh. Main cubit-cubit saja. Sakit tahu. Coba sini, Mbak yang cubit. Biar kamu tahu rasa sakitnya."Silvia berjalan mendahului Wening. "Mbak itu bengong saja. Apa sih istimewanya cowok itu. Sejak di terminal tadi selau bengong lihat dia. Jangan-jangan Mbak Ning naksir dia, ya." Memainkan kedua alis, menggoda sang sepupu.Wening mencebik. "Ngomong apa kamu, Dik. Ayo cepet masuk dan pesankan Mbakmu ini es yang bisa menghilangkan rasa penasaran." Salah satu pegawai yang berada di pintu kafe membungkuk hormat dan berkata, "Selamat datang di kafe WEFA. Silakan mencari meja dan memesan minuman serta makanan kami." Pegawai itu menunjuk dengan tangannya pada deretan meja yang masih kosong."Terima kasih, Mbak." Silvia melempar senyuman pada pegawai kafe tersebut."Ramah banget pegawainya, Vi," kat
Happy Reading*****Catra menarik garis bibirnya. Menggelengkan kepala dan menaikkan jari tengah dan telunjuk, sedangkan tiga jari lainnya melingkar di bawah. Tangan Catra membentuk huruf v mengarah pada Wening dan juga Silvia."Eh, kok malah minta maaf. Belum juga jawab pertanyaan kami," kata Silvia, "Duduk dulu, deh, Mas. Terus ceritakan. Bagaimana Mas Catra bisa tahu nama sepupuku ini.""Jangan sekarang, deh, ngobrolnya. Ada big bos yang sebentar lagi ngumpul. Nggak enak kalau tahu aku duduk sama kalian berdua apalagi ada Mbak Wening." Perkataan Catra membuat Wening mengerutkan kening. Cowok itu seperti sudah lama mengenalnya. Namun, ingatannya tidak mungkin lupa begitu saja jika memang mereka pernah mengenal satu sama lain."Aku nggak ramah sama cowok yang baru ketemu seperti kamu. Apa kita pernah bertemu sebelumnya? Mengapa di setiap kalimatmu seperti sudah sangat mengenalku," kata Wening."Gimana nggak kenal kalau fotonya Mbak banyak nempel di dinding ruangan si bos." Seketika
Happy Reading*****"Anu apa sih, Nduk," jawab istri dari Paklik Wening yang bernama Damayanti. "Bapak juga aneh tanyanya. Orang tersenyum tandanya bahagia atau ada yang lucu. Kenapa malah diinterogasi macam maling yang ketangkap nyolong saja.""Bukan begitu, Bu. Mas Mahmud sudah mempercayakan Nduk Ning sama kita. Bapak cuma nggak mau saja sampai kejadian lagi dia patah hati," kata Rahmat yang tak lain adalah adik kandung Mahmud.Wening harus berterima kasih pada bibinya. Kali ini, dia terselamatkan dari interogasi Rahmat yang sama-sama posesif seperti Mahmud pada putri-putri mereka."Iya, Ibu ngerti, tapi Nduk Ning ini kan baru datang dan butuh istirahat. Masak langsung mau diinterogasi, Pak. Lagian, dia bukan anak ABG yang harus kita awasi selama 24 jam," bela perempuan yang seringnya dipanggil Yanti. "Sudah kita masuk dulu. Sudah mau magrib ini."Rahmat tidak lagi bisa berkutik jika istrinya sudah mengomel seperti itu. Sang kepala keluarga terpaksa masuk rumah lebih dulu. Berjalan
Happy Reading*****"Maaf." Suara si gadis bergetar. Baru hari pertama, Wening sudah membuat kesalahan. Menggerakkan tangan kirinya sehingga arloji yang dia kenakan terlihat, si gadis tersadar jika memang dia sudah terlambat lima menit. Padahal di parkiran tadi, dia melirik arlojinya masih belum jam masuk kantor.Apa mungkin karena tadi naik tangga pelan-pelan atau ngobrol di lobi dengan resepsionis yang terlalu lama. Entahlah, Wening menjadi bingung sendiri mengapa bisa sampai terlambat lima menit. "Aku tidak butuh maafmu. Silakan perbaiki kinerja mulai besok," kata sang atasan. "Pak Hartawan sudah merekomendasikan dirimu sebagai karyawan teladan dan loyal terhadap perusahaan, tapi kenapa sekarang kinerjamu menurun.""Saya sudah mengatakan maaf dan berjanji nggak akan mengulangi lagi. Di pintu masuk garmen tadi saya belum terlambat," bela Wening. Dia masih menundukkan pandangan. Sementara sang atasan yang bernama Ibra Adyatma Ramadan menatapnya intens. Makin lama menatap gadis di
Happy Reading.*****Sepeninggal sang atasan, Wening mulai membaca satu per satu berkas lamaran kerja di hadapannya. Ada sekitar lima puluh orang pelamar. Gadis itu memperkirakan tidak akan sanggup jika harus membacanya satu per satu dan selesai pas jam makan siang. Mencoba menghubungi Ibra lewat interkom, Wening belum tahu nomor ruangan lelaki itu. "Bagaimana ini? Apa sebaiknya aku ke ruangan beliau langsung, ya?" kata Wening bergumam sendirian.Melirik arloji di pergelangannya, Wening memutuskan untuk memilih beberapa nama yang masuk sesuai dengan pengalaman si pelamar. Tak terasa waktu berjalan dengan begitu cepatnya. Gadis itu tanpa sadar larut dalam tumpukan berkas lamaran. Hingga interkom yang ada di ruangannya berdering."Astagfirullah," ucap Wening, kaget. Menetralkan degup jantungnya beberapa saat. Gadis itu kemudian mengangkat panggilan. "Halo, di sini Wening. Ada yang bisa dibantu?" tanyanya sesuai dengan prosedur setiap perusahaan saat mengangkat telepon."Sudah selesai k
Happy Reading*****Wening melongo, sekali lagi atasan barunya itu mengajaknya sport jantung. "Jika seperti ini terus, bisa mati muda aku," gumamnya.Tak ingin menunda menyelesaikan masalah. Wening menghubungi Bella lewat interkom. Berkali-kali berdering, tak juga terangkat panggilannya. Wening mulai khawatir berdiri dari tempat duduknya. Dia berniat turun dan menemui Bella secara langsung.Namun, baru kakinya selangkah meninggalkan ruangannya. Wajah Bella terlihat keluar dari ruangan Ibra. Wening melambaikan tangan. "Ada apa, Mbak? Kenapa mukanya tegang gitu?" kata gadis berambut cokelat tersebut."Gara-gara kamu, nih. Aku kenak semprot lagi sama Pak Bos. Kenapa lama sekali ngantar makan siang sampai jam istirahat selesai," kata Wening."Maaf, deh, Mbak. Tadi, pas beli pesanannya Pak bos, aku ketemu temen lama. Ngobrol ngalor ngidul jadinya sampai jam istirahat selesai." Bella menampilkan senyuman bersalah pada teman barunya."Ish, kamu ini. Kalau kelamaan ngobrol, rawonnya dingin,
Happy Reading*****Fandra membawa istrinya ke pelaminan. Sambil menunggu dokter datang, Wening memaksa untuk tetap berada di acara tersebut demi menghormati para tamu. Acara demi acara pun berlangsung walau tak sesuai dengan jadwal dan susunan yang sudah dibuat."Yang, sebaiknya kamu istirahat di kamar saja. Nggak papa, kok," kata Fandra."Nggak papa, Yang. Nggak enak sama tamu-tamu yang sudah kita undang.""Tapi wajahmu pucat sekali."Saat itu juga suara MC yang mengatakan bahwa sudah waktunya mereka berdua untuk berdansa. Membuat Wening berdiri."Yang, kalau nggak kuat jangan dipaksa." Fandra benar-benar cemas dengan keadaan istrinya. Senyum itu ditampilkan Wening demi semua orang. Padahal kondisinya benar-benar buruk saat ini. "Jadi, kamu nggak mau kita berdansa berdua?" "Bukan begitu, tapi kesehatanmu sedang terganggu.""Nggak papa. Ayo," ucap Wening.Bergerak mengikuti alunan musik, Wening tampak bahagia. Seluruh tamu undangan menatap ke arah kedua pasangan itu. Semakin lama,
Happy Reading*****Fahri mengusap lembut tangan sang istri. "Kita hadapi bersama ujian ini," ujarnya.Tiara mengangguk dan tersenyum ke arah Wening. "Dokter mengatakan aku memiliki kista yang cukup besar sehingga menyebabkan sulit mendapatkan keturunan. Tolong maafkan semua salahku selama ini, Ning. Aku sudah mencurigaimu tanpa alasan. Mungkin dengan kata maafmu, bisa membantu mengurangi sakit yang aku derita."Terenyuh, Wening melepaskan pegangan tangannya dari sang suami. Lalu, menangkupkan tangan kanannya pada telapak tangan Tiara. "Kita manusia biasa. Tempatnya salah dan khilaf. Jauh sebelum Bu Tiara minta maaf, saya sudah memaafkan dan melupakan kejadian nggak mengenakkan di masa lalu." Perempuan di samping Fandra itupun tersenyum."Kalau sudah memaafkan kenapa masih memanggilku Ibu? Kita kan saudara ipar sekarang," jawab Tiara. Senyumnya lebih tampak daripada tadi."Bener kata Mbak Tiara, Yang. Jangan panggil dia ibu, panggil saja Mbak. Sama seperti aku memanggilnya," kata Fand
Happy Reading*****Tak banyak pertanyaan, Wening mengikuti perintah sang suami. Membersihkan diri cuma dengan berwudu. Lalu, keduanya berangkat ke rumah sakit yang katakan oleh Catra. Sesampainya di parkiran rumah sakit, Fandra meminta sang istri turun. "Sayang, aku harap kamu nggak kecewa karena malam pertama kita gagal," kata sang suami. "Ish, jangan bahas itu. Aku malu."Tawa Fandra menggema di lorong rumah sakit. "Sebenarnya, kita mau menjenguk siapa?" "Silvia, dia terpeleset di kamar mandi dan sekarang perutnya terasa sakit. Kata Catra, kemungkinan besar Silvia kontraksi. Entah mengapa, sejak tadi dia mencarimu.""Eh, kenapa mencariku?""Si janin ngidam pengen ditungguin tantenya kali." Fandra menampilkan deretan gigi putihnya. Setelah tadi cukup tegang mendengar kabar dari Catra. "Awas saja kalau ini cma akal-akalannya Silvia sama Catra." Wening menghela napas kesal.Fandra meraih perempuan yang sangat dicintanya itu ke pelukan. "Kita akan menghukum mereka jika sampai ha i
Happy Reading*****Jawaban terkejut Wening membuat Fandra sudah mengangkatnya ke ranjang. Lelaki itu kini berada tepat di atas sang istri. "Yang, buka mata, dong."Perlahan, Wening membuka mata. Tangan Fandra menyusuri wajah yang selama satu tahun ini sangat dirindukannya. "Buka jilbabnya, ya. Aku pengen lihat," kata si bos lirih. Lagi-lagi, Wening tidak bisa mengeluarkan suara untuk memprotes permintaan sang suami."Masya Allah, persis seperti yang aku impikan selama ini. Rambut panjang dan berwarna hitam," ucap Fandra. Matanya mulai berkabut dan entah siapa yang memulai, keduanya larut dalam ciuman memabukkan. Wening berusaha melepas himpitan sang suami. Tangannya memberi kode pukulan ringan supaya bibir Fandra segera menjauh karena dia mulai kekurangan pasokan oksigen.Melepas pagutannya, Fandra tersenyum penuh kemenangan. "Manis sekali. Akan jadi tempat favoritku nantinya." Telunjuk kanannya bergerak mengusap bibir sang istri penuh gairah.Napas Wening memburu. Dia hampir tid
Happy Reading*****"Tapi," ucap Wening. Suaranya bergetar seperti orang ketakutan. "Nggak apa-apa. Mungkin, dia ingin mengucapkan selamat pada kita," bisik Fandra pada sang istri. Lelaki yang tak lain adalah Anshori, berjalan mendekati pasangan yang tengah berbahagia itu. Bersama seorang perempuan dan Widi yang menggendong adik bayinya. Tangan kanan rekan kerja Fandra terulur padanya. "Selamat Pak Fandra. Akhirnya bisa menikah dengan pujaan hatinya," ucap Anshori. Fandra tersenyum. "Terim kasih, Pak. Sudah menjaga jodoh saya dengan sangat baik," balas si pengantin pria. Anshori tak menjawab perkataan rekan kerjanya, dia langsung melepaskan jabatan mereka. Lelaki itu kini beralih akan menyalami Wening, tetapi tangan Fandra bergerak lebih cepat sehingga mereka bersalaman kembali. "Wening sudah menjadi istriku. Jadi, jangan coba-coba untuk menyentuhnya walaupun dengan alsan bersalaman." Fandra menatap Anshori penuh ancaman dan peringatan. Anshori menaikkan sebelah bibirnya, menc
Happy Reading*****Senyum lelaki yang memakai pakaian senada dengan Wening tercetak jelas. Perempuan berjilbab itu menatap sekelilingnya. Catra, Akbar, Fatur, Mahmud dan keluarga lainnya ada di belakang lelaki yang tadi membacakan doa pengantin untuknya."Pak," panggil Wening pada Mahmud. "Kenapa bisa?"Mahmud tersenyum, lalu menganggukkan kepala. "Tanyakan padanya. Bapak nggak bisa cerita apa-apa.""Ngobrol sama suamimu, Dik," kata Fatur, "ayo, Pak. Di bawah banyak tamu yang menunggu."Seluruh keluarga meninggalkan dua orang yang baru saja resmi menjadi pasangan halal. Silvia bahkan sengaja menyenggol tubuh Wening, menyebabkan perempuan itu terhuyung ke depan. Sang suami segera menahan bobot tubuhnya dengan gesit."Nakal," ucap suami Wening. Silvia menjulurkan lidah. Sangat canggung, tubuh Wening menegang ketika sentuhan tangan sang suami menempel di bahunya.Lelaki itu menutup pintu dengan kaki kanannya. Merengkuh sang istri untuk duduk di tepian ranjang. Dia sendiri, kemudian men
Happy Reading***** Selesai salat Subuh, Wening sudah didandani oleh seorang perias. Nanti, tepat pukul tujuh, pengucapan akad oleh duda dua anak itu akan dilakukan. Widi bahkan sejak semalam sudah menginap di rumahnya. Walau gadis ABG itu tidak setuju dengan keputusan Wening tetap menikah dengan papanya, tetapi dia juga tidak bisa berbuat apa pun juga.Wening diam seribu bahasa ketika wajahnya mulai dipoles oleh sang perias. Sejak semalam, tidurnya tidak tenang sama sekali. Salat subuh pun, bayangan wajah Fandra berseliweran. Istigfar, selawat, zikir-zikir penenang hati sudah dia rapalkan. Namun, hatinya tetap tidak tenang. Si gadis selalu mengingat wajah Fandra. Sekarang pun, saat matanya terpejam, senyum si bos muda hadir begitu saja."Kamu itu kenapa sih, Dek. Kok selalu saja menggangguku," kata Wening."Mbak, ngomong apa?" tanya si perias. Dia terkejut ketika Wening mengeluarkan kalimat-kalimat aneh. Membuka mata, si gadis yang sebentar lagi berganti status tersebut tersenyum.
Happy Reading*****Catra menghela napas panjang. Setelah berkata supaya Fandra tidak datang ke pernikahannya besok, sng gadis berlalu begitu saja meninggalkan adik iparnya. "Dia siapa, Mas?" tanya pengacara di kantor Fandra."Dia calon istrinya Pak Anshori. Dia juga Mbak tersayangnya Mas Bos. Bapak tahu kan, kenapa mas bos sampai sekarang menjomblo. Ya, semua karena menunggu dan mencari Mbak Ning," jelas Catra.Pengacara yang hampir dua tahun ini bekerja dengan Fandra, manggut-manggut. Sekarang, dia tahu mengapa si bos tampan dan mapan itu tidak pernah mau dekat dengan seorang perempuan sekalipun banyak yang mendekati. Tahu juga, mengapa bosnya itu selalu menyebut nama Mbak tersayang. "Cantik dan terlihat sangat pinter," puji legal hukum yang bekerja di kantor Fandra. "Jangan sampai mengatakan hal demikian di depan Mas Bos, Pak. Bisa kena semprot sama bogeman nanti," peringat Catra. Keduanya lantas menuju ruangan Anshori karena sudah ditunggu oleh Fandra. Tanpa mengetuk pintu Cat
Happy Reading*****Sejak kejadian itu, Fandra tak pernah mau untuk pulang ke Malang maupun Banyuwangi. Dia ingin menetap di daerah sama yang ditinggali Wening, meski sang pujaan akan bersatus sebagai nyonya Anshori. Catra, terpaksa mengikuti bosnya tinggal di pulau garam, tetapi seminggu sekali lelaki itu akan pulang ke rumahnya menjenguk sang istri. "Mas, hari ini ada jadwal ketemu sama Pak Anshori untuk pembukaan kafe baru bersama anaknya yang cewek itu. Mas bos sendiri yang datang atau aku wakili?" Catra masuk ke ruangan Fandra saat lelaki itu tengah termenung menatap pantai dengan deburan ombaknya.Menoleh, Fandra tersenyum pada sng asisten. "Biarkan aku saja yang ketemu sama dia. Sekalian mau mengucapkan selamat. Bukankah besok, dia akan menikah sama Mbak tersayangku?""Mas," panggil Catra, "bisakah melupakan Mbak Wening dan mulai buka hatimu untuk cewek lain?"Fandra menggeleng, "Nggak bisa, Cat. Hatiku sudah diisi sepenuhnya oleh Wening. Sampai kapan pun, cinta ini tetap unt