Suci memaksakan diri saat dirinya telah selesai mengganti pakaian basahnya untuk keluar dari kamar mandi. Tiba-tiba saja, kepalanya kembali terasa berdenyut-denyut dan pandangannya sedikit kabur."Apa kau sudah siap?" Suci dapat mendengar suara Rangga."Pak–" baru akan melangkahkan kakinya, tubuhnya oleng dan ia hampir jatuh ke lantai jika Rangga tidak bergerak cepat berlari ke arahnya."Apa kepalamu Kembali terasa pusing?" Suci mengangguk mengiyakan, ia pasrah saat tubuhnya terasa di dalam gendongan Rangga."Bagaimana dengan Ayah? Pasti ia akan salah paham aku tak berada disampingnya." Ucap Suci saat tubuhnya telah dibaringkan di atas kasur."Aku akan menjenguk keadaan Ayahmu. Jadi, jangan berpikiran buruk. Kau harus menjaga kesehatanmu, karena kau bertanggung jawab atas bayi yang saat ini berada dalam kandunganmu."Suci tersenyum getir meresapi kata-kata Rangga. Pria itu tak sepenuhnya perhatian pada dirinya. Rangga hanya memikirkan bayi yang saat ini sedang dikandungnya."Iya, say
"Cepat hubungi kekasihmu itu!"Tubuh Siska bergetar hebat saat tangan orang yang dipanggil dengan sebutan 'Ayah' , itu mendorong tubuhnya ke arah tas yang tergeletak di atas meja riasnya."Cepat!" bentaknya tak sabar.Dengan tangan gemetar, Siska mencari nomor telepon Rangga dan berusaha untuk menghubungi pria itu."Hal-hallo, Rangga tolong aku…" ***Rangga tidak menjawab ucapan Siska. Namun, Ia masih setia mendengar Isak tangis Siska di seberang sana. Ada sesuatu yang tidak beres dan Rangga tidak dapat menampik jika ia memiliki tanggung jawab atas kehidupan adik angkatnya itu."Putar balik mobilnya, kita ke rumah Siska."Anton sempat terkejut, namun Ia tetap menjalankan perintah Rangga."Lepaskan Siska!" teriak Rangga marah saat melihat tubuh Siska yang tidak berdaya berada di bawah tubuh pria bertubuh gempal itu.Anton menggeleng tak mampu berkata-kata. Pria bertubuh gempal itu tersenyum sinis dan bangkit dari tempat tidur."Dimana uangku?" tanyanya tanpa rasa malu sedikitpun."Ka
"Ibu…" Rahayu masih berharap agar Suci dapat menjawab pertanyaannya. Wanita paruh baya itu masih menampakkan senyum saat menjabat tangan dengan Juwari."Maaf, saya baru bisa menjenguk anda. Tapi, saya harap anda tidak salah paham."Juwari mengalihkan pandangannya, wajahnya terlihat tidak suka dengan kehadiran Rahayu."Jujur saja, Suci ini anak saya satu-satunya. Dan wajar bagi saya untuk menuntut sebuah kebahagiaan pada suaminya untuk membahagiakan putri saya."Rahayu kembali menatap Suci yang terlihat menundukkan kepalanya. Tak mendapatkan respon, kembali Rahayu menatap ke arah besannya yang masih saja memalingkan wajahnya."Saya tidak mengerti maksud ucapan anda.""Anak anda adalah kriminal.""Ayah!"Juwari tersenyum miring menanggapi bentakan keras Suci. Gadis kecilnya sudah bisa meninggikan suaranya untuk membela Suaminya."Mengapa tiba-tiba anda mengatakan hal itu?" Rahayu mencoba untuk menenangkan diri, tidak ingin terbawa perasaan."Saya punya buktinya. Sampai anak yang dikand
"Tapi, Bu–""Sudahlah, ini keputusan Ibu. Kalau Rangga macam-macam, ngomong sama ibu." Rahayu tidak memberikan kesempatan untuk Suci menolak penawaran Restu."Kalian bawa belanjaan itu, sekalian bawa Mobil ke Bengkel," lanjutnya sambil menatap dua bodyguardnya.Kedua pria itu saling pandang, namun selang beberapa saat keduanya tampak mengangguk mengiyakan permintaan Rahayu.Suci menghela nafas panjang saat mobil Restu telah berhenti di depan pintu pagar . Ia berharap agar Rangga tidak melihat orang yang telah mengantarkan dirinya pulang. Harapan Suci, pria berhati dingin itu sedang keluar bersama dengan Siska."Mari Restu, ikut masuk." Ajak Rahayu saat ketiganya telah turun dari mobil.Suci benar-benar merasa frustasi. Padahal di sepanjang perjalanan menuju ke Rumah, Rahayu terus membombardir Restu dengan berbagai pertanyaan perihal hubungan keduanya. Tapi, kelihatannya Rahayu masih belum puas dan memberikan peluang agar Restu bisa masuk kembali ke dalam kehidupan Suci. atau jangan-ja
"Apa katamu!" Rangga bersiap untuk berdiri, namun tangannya di pegang oleh Suci. Istrinya itu nampak menggeleng, mengisyaratkan agar Rangga tetap tenang dan tidak membuat keributan.Mendapati wajah Suci yang begitu memelas, Rangga akhirnya luluh dan Kembali duduk."Kalian sudah saling kenal?" Rahayu datang dan langsung mengambil tempat duduk tepat di sebelah Siska."Sudah saya katakan, kami ini rival dalam dunia bisnis." Restu tersenyum miring saat menatap ke arah Rangga.Suci hanya mampu meremas ujung bajunya, menyalurkan rasa tidak nyaman pada situasi ini."Lantas, apa tujuanmu datang kemari?" Rangga Kembali memancing jawaban Restu. Ia ingin mendapatkan jawaban yang sama saat ada Ibunya."Sudah aku katakan, aku akan kembali mengambil apa yang telah kau ambil dariku.""Apa itu?"Rahayu dan Suci saling pandang satu sama lainnya. "Istrimu!"Rangga melepaskan diri dari cekalan Suci. Pria itu bangkit dari tempat duduknya, lalu secepat kilat meraih kerah baju Restu, menariknya sampai tub
"Yakin?" Rahayu menepuk pundak Rangga. Wanita paruh baya itu nampak tersenyum melihat wajah Rangga yang terlihat memerah. Entah apa yang dipikirkan pria itu, Namun Rahayu yakin, bagian otak kecilnya Sedang Memikirkan Suci."Suci istriku, lantas apa yang harus aku khawatirkan? Jawabannya tidak ada. selamanya , Ia akan menjadi istriku." Jawab Rangga, lantas bangkit dari tempat duduknya, berniat untuk meninggalkan ibunya."Jangan lupa soal Siska. Kau yang membuat Ibu melakukan ini semua, jadi pikirkan sebelum membuat keputusan."Rangga berbalik, Kembali menatap wajah teduh ibunya."Siska, wanita itu juga butuh perhatian kita, Bu. Aku harap, Ibu tidak lupa bahwa dia adalah korban pemerkosaan, ditambah korban kecelakaan yang disebabkan oleh diriku,"Rahayu menggeser posisi duduknya, wanita itu mengambil secangkir teh hangat yang berada di atas meja. Lalu, meminumnya sampai ditetes terakhir. Walaupun tenggorokannya sedikit merasa tak nyaman, ia tetap menghabiskan minumannya. Seperti sebuah
Rangga merasakan pergerakan tubuh Suci. Wanita itu nampak gelisah dengan posisi tidur yang tak nyaman."Apa Ac-nya terlalu dingin?"Suci menggeleng, justru Ia merasakan hawa panas di sekujur tubuhnya. Rangga mengubah posisi tidurnya dengan bersandar pada kepala Ranjang. Ia dapat melihat kening Suci berkeringat."Kau kepanasan? Kalau begitu, buka saja selimutmu." Suci membuka kedua matanya dan melihat ke arah Rangga."Keluar sekarang.""Apa?""Keluar, Pak! Saya ingin tidur dengan tenang." Pinta Suci.Rangga mengepalkan tangannya. Kesal dengan polah tingkah Suci yang kekanakan."Ini kamarku, Suci. Kau…" jari telunjuknya mengarah pada wanita yang saat ini sedang menatapnya. " Tidak berhak untuk membuat keputusan sendiri."Suci merubah posisi tidurnya, menjadi duduk dan menghadap langsung pada Rangga."Suci!" Rangga mengalihkan pandangannya ke arah lain, Ia tidak ingin menatap tubuh Suci yang terlihat begitu menggoda untuk dinikmati."Baiklah, kalau begitu. Berarti, anda harus bersiap u
"Apa kalian anak kecil! Bisa-bisanya berkelahi di pagi buta, disaat sebagian orang harus bergelut dengan pekerjaannya!"Suara Rangga menggelegar, membuat seisi rumah ketakutan. Tidak kecuali dua wanita yang tengah berdiri di hadapan Rangga, mereka terlihat begitu berantakan. Rambut keduanya seperti sapu ijuk yang tidak disisir selama satu bulan.Rangga benar-benar merasa kesal, baru saja akan membaca dokumen yang diberikan Oleh Anton, ponselnya sudah berdering. Orang rumah menelepon,Memberi kabar tentang perkelahian antara Suci dan Siska."Siapa yang ingin memberikan penjelasan padaku?"Rangga menatap bergantian, wajah Siska yang masih terlihat menunduk. Berbeda dengan Suci, wanita itu terlihat tidak takut sama sekali. Ia mampu bertahan menatap wajah dingin Rangga."Siska?" karena keduanya bungkam, Rangga memutuskan untuk mengambil penjelasan dari Siska terlebih dahulu."Aku tidak tahu pasti, tapi saat itu aku sedang akan minum air dingin. Tiba-tiba saja, kakiku terpeleset dan airnya
"Sepertinya, kita salah kamar."Rangga dan Joni saling tatap, lalu mengalihkan pandangannya pada Suci."Apa maksudmu, sayang?" tanya Rangga."Wanita itu, dia tidak mungkin Siska. wajahnya...sama sekali, tidak mirip dengan Siska. aku yak-""Maaf, tapi itulah Siska. wanita yang wajahnya rusak dan bertubuh kurus itu Siska." Potong Joni. Saat Suci akan mematahkan perkataan Joni, seorang dokter dan perawat datang menghampiri mereka."Siapa diantara kalian, yang bernama Rangga?" tanya dokter itu sambil tersenyum."Saya, dok. " Rangga maju selangkah, agar bisa lebih dekat dengan sang dokter bertubuh gempal itu."Saya harap, kedatangan anda bisa sedikit membantu kesembuhan Siska," Mendengar nama Siska disebut, Suci kembali menolehkan kepalanya pada kaca jendela ruangan itu.Suci kembali mendekatkan wajahnya pada kaca jendela ruangan itu. Berkali-kali ia menggelengkan kepalanya, air matanya menetes begitu saja tanpa dapat ia cegah. Siska yang dulu terlihat begitu cantik dengan wajah yang semp
Sandi yang telah sepenuhnya pulih dari luka yang dideritanya, telah kembali ke rumah. Lebih tepatnya, rumah yang disediakan oleh Lestari. Ia begitu menjaga keamanan mantan sahabatnya itu, dari orang-orang yang bisa saja kembali akan melukainya."Bagaimana, sudah kau urus semuanya?"Joni mengangguk mengiyakan.Lestari mendesah lega, karena semua rencana yang telah ia rancang sudah mulai menemui titik terang."Baguslah, kalau begitu tugasmu kali ini adalah mengantarkan anak menantuku ke Rumah Sakit-""Anda serius?"potong Joni. Pria itu nampak menatap wajah majikannya itu begitu serius."Maaf, apabila tindakan saya tidak sopan. tapi, terlalu berisiko jika harus kembali mempertemukan Rangga dengan mantan kekasihnya itu. saya hanya kasihan pada Suci." Lanjutnya tanpa berani memandang wajah Lestari.wanita itu sempat ingin memprotes, namun hal itu urung ia ucapkan karena paham bahwa Joni sudah mengetahui seluk beluk tentang keluarganya.Joni bukan sekedar anak buah Lestari. Namun, pria itu
Lestari menatap wajah Suci, sebenarnya ia tidak ingin menyakiti buah hatinya itu. Tapi, sebagai seorang wanita, Lestari tidak cukup kuat untuk menahan beban pikiran saat melihat penderitaan Siska.“Maafkan, ibu sayang. Ibu kasihan melihat keadaan Siska. Dia benar-benar membutuhkan bantuan kita. Ibu tahu, kau akan kembali terluka saat suamimu menolongnya. Tapi, ibu yakin kau akan merasa kasihan jika melihat keadaannya.”Suci mengalihkan pandangannya pada suaminya. Ia ingin melihat dan mendengar, apa yang akan diucapkan oleh Rangga. Suci ingin mendengar, jawaban yang akan keluar dari bibir pria itu.Rangga yang ditatap seperti itu, mengalihkan pandangannya. Ia tidak dapat langsung memberikan jawaban atas apa yang diinginkan oleh ibu mertuanya itu. Jujur saja, banyak hal yang dulu pernah ia alami bersama dengan Siska. Ia tidak menampik, bahwa kehadiran Siska dulu pernah mengisi ruang dalam hatinya.“Apa jawabanmu, mas?” Suci tidak dapat bersabar lagi. Ia tidak ingin menunggu lebih lama l
Rangga hanya diam menatap isi karung yang telah dibuang oleh seseorang di depan pagar rumahnya.“Apa kita laporkan ke polisi saja, mas?” tanya Suci saat melihat isi karung yang membuat perutnya bergejolak ingin muntah.“Tega sekali mereka,”“Hubungi Polisi, kita akan lihat apa yang sebenarnya mereka inginkan. Jangan-jangan ini perbuatan Anton.” Pikir Rangga dengan mata yang masih menatap tubuh anjing yang telah mati. Bukan hanya satu, melainkan tiga ekor anjing yang sudah tidak bernyawa.***Pemberitaan tentang Karung berisi anjing yang telah mati menjadi topik hangat untuk, dibicarakan diberbagai macam platform media elektronik. Keluarga Rangga kembali menjadi bulan-bulanan pembicaraan media sosial manapun. Hal itu, membuat pria itu kembali harus ekstra berhati-hati saat pergi ke suatu tempat, terutama untuk keselamatan Suci, istrinya.“Ini adalah hasil petisi tanda tangan para karyawan yang tidak menginginkan kehadiran mu, di kantor ini.” Anton membuka rapat koordinasi dengan para p
"Apa kau mau aku pecat, hah! mengganggu saja!" ucap Rangga pada seorang wanita yang terlihat menundukkan kepalanya saat pintu kamar telah terbuka."Ma-maaf pak, tapi tadi ada mobil berhenti di depan gerbang. terus melemparkan sesuatu di dalam karung. penjaga di depan gerbang, tidak berani membukanya tanpa persetujuan anda." Jawab wanita itu.Rangga menggeleng, otaknya terasa ingin pecah. namun, ia berusaha untuk tetap tegar menghadapi kenyataan bahwa ada saja manusia yang mencoba untuk mengganggu waktunya."Baiklah, dengarkan aku baik-baik. biarkan karung itu ditempatnya, tunggu sampai aku turun ke bawah, yang terpenting. kamera pengawas sudah merekam aksi orang tersebut. mengerti?""Baik, pak. saya akan memberikan informasi ini pada para penjaga." wanita itu bergegas untuk pergi meninggalkan Rangga."Ada apa mas?" tanya Suci, saat Rangga kembali masuk.ke dalam kamar dan menutup pintu."Hanya masalah kecil, tapi mereka membesarkan semuanya."Rangga menatap tubuh Suci yang sudah terbal
Rangga masih belum beranjak dari tempat duduknya. pria itu terlihat kesal karena sudah mendapatkan penolakan mentah-mentah oleh Suci. wanita itu nampak lebih segar setelah keluar dari kamar mandi.Suci memang menolak berhubungan dengan Rangga. hal itu karena bagian bawah tubuhnya masih merasa sakit karena ulah Rangga saat di kantor tadi."Masih marah?" Rangga menatap dingin wanita cantik yang saat ini sedang menatapnya."Sayang..." Suci mendekat, duduk di samping pria yang masih menampilkan wajah enggannya.Rangga mendesah pasrah, ia tidak mungkin bisa terus-terusan marah pada istrinya itu."Aku kesal, tidak dapat menikmati makananku." Jawab Rangga dengan senyum liciknya."Jadi, kau pikir aku ini makanan?"Rangga tertawa terbahak-bahak mendengar pertanyaan Istrinya itu.Suci terlihat sedikit terkejut, dengan respon yang diberikan oleh suaminya itu. setelah beberapa lama tidak melihat wajah Rangga yang tertawa lepas Seperti ini, rasanya hal ini begitu menakjubkan.Suci merengkuh tubuh
Rangga mendekatkan wajahnya pada Suci, membuat wanita itu seketika mundur dan tidak dapat berbuat apa-apa karena kepalanya telah terpojok ke kaca jendela mobil."Mas, berhenti!"Rangga menghentikan gerakannya, alisnya terangkat satu. raut wajahnya terlihat agak kesal karena ucapan Suci."Mas, tolonglah. ini di jalanan, masa mau ciuman di dalam mobil?""Tidak ada yang salah, kita adalah suami istri yang sah!" Rangga terlihat kesal, pria itu kembali memperbaiki posisi duduknya pada kursi yang diduduki."Mas, jangan marah. dengarkan aku, setelah itu... terserah dirimu mau melakukan apa pun yang mas mau."Rangga menoleh, menatap wajah sang istri dengan senyum liciknya."Aku sempat menatap sorot mata Anton yang begitu kosong. apa mungkin selama ini Anton berpura-pura saja menjadi jahat?"Rangga semakin mengerutkan keningnya . ia masih merasa aneh dengan cara berpikir Suci. bagaimana bisa, apa motifnya?Rangga menggeleng, bentuk dari tidak setujunya ucapan yang baru saja Suci ucapkan."Tapi
Suci sedang bersandar pada mobil, menunggu Rangga yang sedang mengambil kunci mobilnya yang tertinggal di ruangannya.“Suci?”Mendengar namanya dipanggil, Suci sedikit terkejut. Terlebih, ia mengenali suara itu. Walaupun ragu, Suci akhirnya menoleh . Karena tidak mungkin dirinya berpura-pura tidak mendengar sapaan itu. “Anton?”Pria itu menyunggingkan senyumnya. Seperti tidak terjadi apa-apa.“Pertemuan ini terasa canggung,” ujar Anton. Langkah kakinya semakin mendekat pada tubuh Suci.Suci berdehem beberapa kali, untuk menghilangkan rasa gugupnya.“Sebenarnya…hal ini tidak perlu terjadi. Aku, masih berharap agar kau tetap jadi asisten, mas Rangga.” Anton menghentikan langkahnya, tepat dihadapan Suci.Pria itu terlihat masih tersenyum menanggapi perkataan Suci. Namun, senyumannya justru membuat wanita cantik itu terlihat tidak suka. Lebih tepatnya, rasa takut yang terlihat jelas pada wajah Suci.“Kenapa ekspresi mu seperti itu? bukankah kita teman?”“Teman?”Anton mengangguk, mengiy
Setelah puas menikmati permainan singkat yang telah Rangga lakukan, Suci segera membasuh tubuhnya di toilet ruangan Rangga. Ia tidak ingin jika bertemu dengan karyawan di kantor ini, mereka dapat mencium aroma tubuh Rangga yang masih menempel pada tubuhnya.“Sudah?” tanya Rangga yang melihat tubuh istrinya itu baru keluar dari toilet.Suci mengangguk, lalu memilih untuk duduk di Sofa.Rangga dapat melihat bagaimana lelahnya sang istri setelah mendapatkan hukuman atas kesalahannya karena main kabur dari rumah. Namun, siapa sangka jika Suci tidak menyadari hal itu. Rangga memang sengaja akan mengerjai Suci di kantor, itulah sebabnya mengapa ia memilih untuk berangkat pagi-pagi sekali.“Mas, apa hari ini kau ada rapat?”Rangga mencoba untuk mengingat.“Hari ini tidak, tapi besok jam sebelas akan ada Rapat yang membahas soal petisi tanda tangan untuk aku dikeluarkan dari kantor ini, dan di pindahkan ke kantor cabang.” Jawab Rangga, wajahnya sama sekali tidak mengisyaratkan kesedihan. Pri