Happy Reading ❤️
"Bagaimana dengan penjualan di sini?" tanya Rangga saat memperhatikan Tokonya yang terlihat sudah mulai ramai pengunjung."Bagus Pak, setelah insiden beberapa saat lalu, antusiasme mereka untuk mencicipi kue kita bertambah. Walaupun sebenarnya ada sedikit kendala." Jawab salah seorang karyawan yang bertugas sebagai bagian pemasaran produk Roti."Apa itu?"Karyawan tersebut terlihat gelisah dan menundukkan kepalanya. Seperti takut menyampaikan pendapatnya."Katakan saja, aku harus tahu semua informasi tentang Toko.""Dua hari yang lalu, Pak Restu datang dan mengatakan bahwa istri anda adalah mantan kekasihnya. Anda disebut sebagai orang yang merusak rencana pernikahannya.Anton yang sedari tadi diam, terlihat begitu antusias untuk mendengarkan perkataan Karyawan tersebut."Saya juga sedikit bingung, apa tujuannya mengatakan hal tersebut. Beberapa pengunjung nampak jelas merekam perkataannya, namun anehnya tidak ada berita yang terlihat di laman media sosial manapun. Seperti ada yang me
Siska tidak senang dengan keputusan Rahayu yang merestui pernikahan Rangga dan Suci. Itu sebabnya, pagi ini Ia datang dengan membawa Soto ayam kampung favorit Rahayu. Ia ingin kembali meraih hati ibu angkatnya itu."Selamat Pagi!" ucapnya saat memasuki ruang makan, dimana Rangga, Suci dan Rahayu Sedang menikmati sarapannya.Rangga memutar bola matanya, malas dengan kedatangan Siska yang akan memperkeruh suasana pagi hari ini.Rahayu memaksakan senyumnya saat Siska memeluk tubuhnya dan menyodorkan makanan yang ia bawa."Apa ini?""Tentu saja makanan favorit ibu." Jawab Siska terlihat bangga dengan hal yang ia lakukan."Kebetulan, sudah lama ibu tidak merasakannya.""Ah, benarkah? Aku pikir, menantu Ibu pernah memasaknya. Atau jangan-jangan, istri Mas Rangga belum tahu makanan favorit ibu. Wah, wah…mengejutkan sekali."Suci meletakkan sendok makannya di atas piring yang masih tersisa makanan. Ia menatap wajah Siska yang terlihat menatapnya."Apa itu masalah buatmu?"Rangga tersenyum pua
Suci tak berani mengangkat kepalanya. Namun, ia dapat merasakan tangan Rangga mulai menyentuh kepalanya dan disandarkan pada bahunya, Seperti memberikan kekuatannya pada diri Suci.Mendapatkan perlakuan seperti itu malah membuat Suci terbawa perasaan dan menumpahkan air matanya.Rangga mengelus lembut rambut Suci. Walaupun sebenarnya ia masih kesal dengan ulah Suci yang lebih memilih mengabarkan kejadian ini pada Mantannya itu, tapi Ia tak tega jika harus memarahi Suci dalam keadaan seperti ini.Beberapa saat kemudian, Seorang dokter dan perawat keluar dari ruangan."Bagaimana kondisi Ayah saya, dok?" Suci bangkit dari tempat duduknya dan langsung menghambur ke arah sang dokter yang tampak lelah, namun masih dapat menyunggingkan senyumnya."Alhamdulillah, pasien telah melewati masa kritisnya."Suci mendesah lega saat mengetahui keadaan Ayahnya baik-baik saja. "Apa sebelumnya pasien baru menjalani sebuah operasi besar?" kembali dokter memberikan pertanyaan."Iya, beberapa Minggu yang
Rangga melepaskan Jas hitamnya, lalu dilemparkan ke arah Suci."Untuk apa?" tanya Suci tak mengerti maksud Rangga memberikan Jasnya."Apa kau mau menjadi bahan tontonan orang-orang yang sudah mulai berdatangan?"Suci mengedarkan pandangannya ke sekeliling dan melihat beberapa orang telah memasuki area pantai."Tapi, saya–"Rangga mendekat dan mencengkram bahu Suci."Warna bra yang kau kenakan terlalu mencolok. Merah berarti menantang dan Sepertinya kau suka bila orang menatap dadamu."Mata Suci terbelalak ketika menatap ke arah dadanya. Segera ia memakai Jas yang diberikan oleh Rangga. Suci menundukkan kepalanya, ia begitu malu dengan kejadian ini. Seharusnya, Ia tidak bermain ombak yang menyebabkan bajunya basah. "Lebih baik kita pulang. Setelah itu kita kembali ke rumah sakit.""Lalu, tujuan anda mengajak saya ke pantai?" tanya Suci yang masih penasaran alasan Rangga mengajaknya ke tempat ini."Menenggelamkan dirimu sebentar agar tidak selalu bersikap seperti anak kecil. Tapi, ren
Suci memaksakan diri saat dirinya telah selesai mengganti pakaian basahnya untuk keluar dari kamar mandi. Tiba-tiba saja, kepalanya kembali terasa berdenyut-denyut dan pandangannya sedikit kabur."Apa kau sudah siap?" Suci dapat mendengar suara Rangga."Pak–" baru akan melangkahkan kakinya, tubuhnya oleng dan ia hampir jatuh ke lantai jika Rangga tidak bergerak cepat berlari ke arahnya."Apa kepalamu Kembali terasa pusing?" Suci mengangguk mengiyakan, ia pasrah saat tubuhnya terasa di dalam gendongan Rangga."Bagaimana dengan Ayah? Pasti ia akan salah paham aku tak berada disampingnya." Ucap Suci saat tubuhnya telah dibaringkan di atas kasur."Aku akan menjenguk keadaan Ayahmu. Jadi, jangan berpikiran buruk. Kau harus menjaga kesehatanmu, karena kau bertanggung jawab atas bayi yang saat ini berada dalam kandunganmu."Suci tersenyum getir meresapi kata-kata Rangga. Pria itu tak sepenuhnya perhatian pada dirinya. Rangga hanya memikirkan bayi yang saat ini sedang dikandungnya."Iya, say
"Cepat hubungi kekasihmu itu!"Tubuh Siska bergetar hebat saat tangan orang yang dipanggil dengan sebutan 'Ayah' , itu mendorong tubuhnya ke arah tas yang tergeletak di atas meja riasnya."Cepat!" bentaknya tak sabar.Dengan tangan gemetar, Siska mencari nomor telepon Rangga dan berusaha untuk menghubungi pria itu."Hal-hallo, Rangga tolong aku…" ***Rangga tidak menjawab ucapan Siska. Namun, Ia masih setia mendengar Isak tangis Siska di seberang sana. Ada sesuatu yang tidak beres dan Rangga tidak dapat menampik jika ia memiliki tanggung jawab atas kehidupan adik angkatnya itu."Putar balik mobilnya, kita ke rumah Siska."Anton sempat terkejut, namun Ia tetap menjalankan perintah Rangga."Lepaskan Siska!" teriak Rangga marah saat melihat tubuh Siska yang tidak berdaya berada di bawah tubuh pria bertubuh gempal itu.Anton menggeleng tak mampu berkata-kata. Pria bertubuh gempal itu tersenyum sinis dan bangkit dari tempat tidur."Dimana uangku?" tanyanya tanpa rasa malu sedikitpun."Ka
"Ibu…" Rahayu masih berharap agar Suci dapat menjawab pertanyaannya. Wanita paruh baya itu masih menampakkan senyum saat menjabat tangan dengan Juwari."Maaf, saya baru bisa menjenguk anda. Tapi, saya harap anda tidak salah paham."Juwari mengalihkan pandangannya, wajahnya terlihat tidak suka dengan kehadiran Rahayu."Jujur saja, Suci ini anak saya satu-satunya. Dan wajar bagi saya untuk menuntut sebuah kebahagiaan pada suaminya untuk membahagiakan putri saya."Rahayu kembali menatap Suci yang terlihat menundukkan kepalanya. Tak mendapatkan respon, kembali Rahayu menatap ke arah besannya yang masih saja memalingkan wajahnya."Saya tidak mengerti maksud ucapan anda.""Anak anda adalah kriminal.""Ayah!"Juwari tersenyum miring menanggapi bentakan keras Suci. Gadis kecilnya sudah bisa meninggikan suaranya untuk membela Suaminya."Mengapa tiba-tiba anda mengatakan hal itu?" Rahayu mencoba untuk menenangkan diri, tidak ingin terbawa perasaan."Saya punya buktinya. Sampai anak yang dikand
"Tapi, Bu–""Sudahlah, ini keputusan Ibu. Kalau Rangga macam-macam, ngomong sama ibu." Rahayu tidak memberikan kesempatan untuk Suci menolak penawaran Restu."Kalian bawa belanjaan itu, sekalian bawa Mobil ke Bengkel," lanjutnya sambil menatap dua bodyguardnya.Kedua pria itu saling pandang, namun selang beberapa saat keduanya tampak mengangguk mengiyakan permintaan Rahayu.Suci menghela nafas panjang saat mobil Restu telah berhenti di depan pintu pagar . Ia berharap agar Rangga tidak melihat orang yang telah mengantarkan dirinya pulang. Harapan Suci, pria berhati dingin itu sedang keluar bersama dengan Siska."Mari Restu, ikut masuk." Ajak Rahayu saat ketiganya telah turun dari mobil.Suci benar-benar merasa frustasi. Padahal di sepanjang perjalanan menuju ke Rumah, Rahayu terus membombardir Restu dengan berbagai pertanyaan perihal hubungan keduanya. Tapi, kelihatannya Rahayu masih belum puas dan memberikan peluang agar Restu bisa masuk kembali ke dalam kehidupan Suci. atau jangan-ja
"Sepertinya, kita salah kamar."Rangga dan Joni saling tatap, lalu mengalihkan pandangannya pada Suci."Apa maksudmu, sayang?" tanya Rangga."Wanita itu, dia tidak mungkin Siska. wajahnya...sama sekali, tidak mirip dengan Siska. aku yak-""Maaf, tapi itulah Siska. wanita yang wajahnya rusak dan bertubuh kurus itu Siska." Potong Joni. Saat Suci akan mematahkan perkataan Joni, seorang dokter dan perawat datang menghampiri mereka."Siapa diantara kalian, yang bernama Rangga?" tanya dokter itu sambil tersenyum."Saya, dok. " Rangga maju selangkah, agar bisa lebih dekat dengan sang dokter bertubuh gempal itu."Saya harap, kedatangan anda bisa sedikit membantu kesembuhan Siska," Mendengar nama Siska disebut, Suci kembali menolehkan kepalanya pada kaca jendela ruangan itu.Suci kembali mendekatkan wajahnya pada kaca jendela ruangan itu. Berkali-kali ia menggelengkan kepalanya, air matanya menetes begitu saja tanpa dapat ia cegah. Siska yang dulu terlihat begitu cantik dengan wajah yang semp
Sandi yang telah sepenuhnya pulih dari luka yang dideritanya, telah kembali ke rumah. Lebih tepatnya, rumah yang disediakan oleh Lestari. Ia begitu menjaga keamanan mantan sahabatnya itu, dari orang-orang yang bisa saja kembali akan melukainya."Bagaimana, sudah kau urus semuanya?"Joni mengangguk mengiyakan.Lestari mendesah lega, karena semua rencana yang telah ia rancang sudah mulai menemui titik terang."Baguslah, kalau begitu tugasmu kali ini adalah mengantarkan anak menantuku ke Rumah Sakit-""Anda serius?"potong Joni. Pria itu nampak menatap wajah majikannya itu begitu serius."Maaf, apabila tindakan saya tidak sopan. tapi, terlalu berisiko jika harus kembali mempertemukan Rangga dengan mantan kekasihnya itu. saya hanya kasihan pada Suci." Lanjutnya tanpa berani memandang wajah Lestari.wanita itu sempat ingin memprotes, namun hal itu urung ia ucapkan karena paham bahwa Joni sudah mengetahui seluk beluk tentang keluarganya.Joni bukan sekedar anak buah Lestari. Namun, pria itu
Lestari menatap wajah Suci, sebenarnya ia tidak ingin menyakiti buah hatinya itu. Tapi, sebagai seorang wanita, Lestari tidak cukup kuat untuk menahan beban pikiran saat melihat penderitaan Siska.“Maafkan, ibu sayang. Ibu kasihan melihat keadaan Siska. Dia benar-benar membutuhkan bantuan kita. Ibu tahu, kau akan kembali terluka saat suamimu menolongnya. Tapi, ibu yakin kau akan merasa kasihan jika melihat keadaannya.”Suci mengalihkan pandangannya pada suaminya. Ia ingin melihat dan mendengar, apa yang akan diucapkan oleh Rangga. Suci ingin mendengar, jawaban yang akan keluar dari bibir pria itu.Rangga yang ditatap seperti itu, mengalihkan pandangannya. Ia tidak dapat langsung memberikan jawaban atas apa yang diinginkan oleh ibu mertuanya itu. Jujur saja, banyak hal yang dulu pernah ia alami bersama dengan Siska. Ia tidak menampik, bahwa kehadiran Siska dulu pernah mengisi ruang dalam hatinya.“Apa jawabanmu, mas?” Suci tidak dapat bersabar lagi. Ia tidak ingin menunggu lebih lama l
Rangga hanya diam menatap isi karung yang telah dibuang oleh seseorang di depan pagar rumahnya.“Apa kita laporkan ke polisi saja, mas?” tanya Suci saat melihat isi karung yang membuat perutnya bergejolak ingin muntah.“Tega sekali mereka,”“Hubungi Polisi, kita akan lihat apa yang sebenarnya mereka inginkan. Jangan-jangan ini perbuatan Anton.” Pikir Rangga dengan mata yang masih menatap tubuh anjing yang telah mati. Bukan hanya satu, melainkan tiga ekor anjing yang sudah tidak bernyawa.***Pemberitaan tentang Karung berisi anjing yang telah mati menjadi topik hangat untuk, dibicarakan diberbagai macam platform media elektronik. Keluarga Rangga kembali menjadi bulan-bulanan pembicaraan media sosial manapun. Hal itu, membuat pria itu kembali harus ekstra berhati-hati saat pergi ke suatu tempat, terutama untuk keselamatan Suci, istrinya.“Ini adalah hasil petisi tanda tangan para karyawan yang tidak menginginkan kehadiran mu, di kantor ini.” Anton membuka rapat koordinasi dengan para p
"Apa kau mau aku pecat, hah! mengganggu saja!" ucap Rangga pada seorang wanita yang terlihat menundukkan kepalanya saat pintu kamar telah terbuka."Ma-maaf pak, tapi tadi ada mobil berhenti di depan gerbang. terus melemparkan sesuatu di dalam karung. penjaga di depan gerbang, tidak berani membukanya tanpa persetujuan anda." Jawab wanita itu.Rangga menggeleng, otaknya terasa ingin pecah. namun, ia berusaha untuk tetap tegar menghadapi kenyataan bahwa ada saja manusia yang mencoba untuk mengganggu waktunya."Baiklah, dengarkan aku baik-baik. biarkan karung itu ditempatnya, tunggu sampai aku turun ke bawah, yang terpenting. kamera pengawas sudah merekam aksi orang tersebut. mengerti?""Baik, pak. saya akan memberikan informasi ini pada para penjaga." wanita itu bergegas untuk pergi meninggalkan Rangga."Ada apa mas?" tanya Suci, saat Rangga kembali masuk.ke dalam kamar dan menutup pintu."Hanya masalah kecil, tapi mereka membesarkan semuanya."Rangga menatap tubuh Suci yang sudah terbal
Rangga masih belum beranjak dari tempat duduknya. pria itu terlihat kesal karena sudah mendapatkan penolakan mentah-mentah oleh Suci. wanita itu nampak lebih segar setelah keluar dari kamar mandi.Suci memang menolak berhubungan dengan Rangga. hal itu karena bagian bawah tubuhnya masih merasa sakit karena ulah Rangga saat di kantor tadi."Masih marah?" Rangga menatap dingin wanita cantik yang saat ini sedang menatapnya."Sayang..." Suci mendekat, duduk di samping pria yang masih menampilkan wajah enggannya.Rangga mendesah pasrah, ia tidak mungkin bisa terus-terusan marah pada istrinya itu."Aku kesal, tidak dapat menikmati makananku." Jawab Rangga dengan senyum liciknya."Jadi, kau pikir aku ini makanan?"Rangga tertawa terbahak-bahak mendengar pertanyaan Istrinya itu.Suci terlihat sedikit terkejut, dengan respon yang diberikan oleh suaminya itu. setelah beberapa lama tidak melihat wajah Rangga yang tertawa lepas Seperti ini, rasanya hal ini begitu menakjubkan.Suci merengkuh tubuh
Rangga mendekatkan wajahnya pada Suci, membuat wanita itu seketika mundur dan tidak dapat berbuat apa-apa karena kepalanya telah terpojok ke kaca jendela mobil."Mas, berhenti!"Rangga menghentikan gerakannya, alisnya terangkat satu. raut wajahnya terlihat agak kesal karena ucapan Suci."Mas, tolonglah. ini di jalanan, masa mau ciuman di dalam mobil?""Tidak ada yang salah, kita adalah suami istri yang sah!" Rangga terlihat kesal, pria itu kembali memperbaiki posisi duduknya pada kursi yang diduduki."Mas, jangan marah. dengarkan aku, setelah itu... terserah dirimu mau melakukan apa pun yang mas mau."Rangga menoleh, menatap wajah sang istri dengan senyum liciknya."Aku sempat menatap sorot mata Anton yang begitu kosong. apa mungkin selama ini Anton berpura-pura saja menjadi jahat?"Rangga semakin mengerutkan keningnya . ia masih merasa aneh dengan cara berpikir Suci. bagaimana bisa, apa motifnya?Rangga menggeleng, bentuk dari tidak setujunya ucapan yang baru saja Suci ucapkan."Tapi
Suci sedang bersandar pada mobil, menunggu Rangga yang sedang mengambil kunci mobilnya yang tertinggal di ruangannya.“Suci?”Mendengar namanya dipanggil, Suci sedikit terkejut. Terlebih, ia mengenali suara itu. Walaupun ragu, Suci akhirnya menoleh . Karena tidak mungkin dirinya berpura-pura tidak mendengar sapaan itu. “Anton?”Pria itu menyunggingkan senyumnya. Seperti tidak terjadi apa-apa.“Pertemuan ini terasa canggung,” ujar Anton. Langkah kakinya semakin mendekat pada tubuh Suci.Suci berdehem beberapa kali, untuk menghilangkan rasa gugupnya.“Sebenarnya…hal ini tidak perlu terjadi. Aku, masih berharap agar kau tetap jadi asisten, mas Rangga.” Anton menghentikan langkahnya, tepat dihadapan Suci.Pria itu terlihat masih tersenyum menanggapi perkataan Suci. Namun, senyumannya justru membuat wanita cantik itu terlihat tidak suka. Lebih tepatnya, rasa takut yang terlihat jelas pada wajah Suci.“Kenapa ekspresi mu seperti itu? bukankah kita teman?”“Teman?”Anton mengangguk, mengiy
Setelah puas menikmati permainan singkat yang telah Rangga lakukan, Suci segera membasuh tubuhnya di toilet ruangan Rangga. Ia tidak ingin jika bertemu dengan karyawan di kantor ini, mereka dapat mencium aroma tubuh Rangga yang masih menempel pada tubuhnya.“Sudah?” tanya Rangga yang melihat tubuh istrinya itu baru keluar dari toilet.Suci mengangguk, lalu memilih untuk duduk di Sofa.Rangga dapat melihat bagaimana lelahnya sang istri setelah mendapatkan hukuman atas kesalahannya karena main kabur dari rumah. Namun, siapa sangka jika Suci tidak menyadari hal itu. Rangga memang sengaja akan mengerjai Suci di kantor, itulah sebabnya mengapa ia memilih untuk berangkat pagi-pagi sekali.“Mas, apa hari ini kau ada rapat?”Rangga mencoba untuk mengingat.“Hari ini tidak, tapi besok jam sebelas akan ada Rapat yang membahas soal petisi tanda tangan untuk aku dikeluarkan dari kantor ini, dan di pindahkan ke kantor cabang.” Jawab Rangga, wajahnya sama sekali tidak mengisyaratkan kesedihan. Pri