Suci mencoba untuk mendorong tubuh Rangga agar bisa terlepas dari ciuman pria itu. Suci berusaha agar tidak membuka mulutnya sampai Rangga benar-benar menyerah dan menghentikan ciumannya."Apa kau pikir, pikiranku begitu picik. Sampai-sampai harus mengorbankan dirimu? Dan jangan pernah menyinggung soal perceraian!" Rangga menatap dingin wajah wanita yang kini menatapnya dengan tatapan penuh kebencian."Bibirmu manis, aku suka."Suci memalingkan wajahnya ke arah jendela. Ia malas untuk menanggapi atau berdebat dengan Rangga. Malam ini begitu melelahkan dan yang ingin ia lakukan hanyalah berbaring di atas kasur untuk meregangkan otot-otot tubuhnya.Rangga menyentuh bibirnya, merasakan sisa-sisa rasa manis yang ditinggalkan oleh Suci.***Semenjak kejadian semalam, baik Rangga maupun Suci belum ada yang berniat untuk bertegur sapa terlebih dahulu. Keduanya sama-sama diam dan tak ingin saling pandang satu sama lainnya."Hallo, selamat Pagi!" Rangga dan Suci saling pandang dan melihat ke a
"Kalian–" Suci tak mampu meneruskan perkataannya. Ia terlalu bingung dan terkejut dengan situasi yang saat ini sedang terjadi. Rangga tak terlalu memperdulikan ekspresi wajah Suci, pria itu langsung bangkit dan berjalan meninggalkan kedua wanita yang saat ini terlihat kebingungan.Tidak ingin membuat suasana semakin tegang, Suci memutuskan untuk berlalu begitu saja tanpa melihat ke arah Siska yang terlihat bangun dan mengambil baju yang tadi telah dilemparnya."Kenapa kau kembali lagi?" tanya Rangga saat melihat Suci memasuki kamar."Ponselku tertinggal, maaf kalau kedatangan saya,telah mengganggu waktu kalian."Rangga bangkit dari duduknya dan berjalan ke arah Suci yang telah berhasil mengambil ponselnya dan dimasukkan ke dalam tas selempangnya."Aku akan mengantarmu."Suci berbalik dan melihat Rangga telah berdiri di belakangnya."Tapi, Pak–""Aku tidak ingin mendengar penolakanmu."Suci mendesah pasrah dengan keputusan Rangga."Bagaimana dengan wanita itu?""Aku rasa, Ia sudah per
Sedikit kecewa karena sikap Rangga yang tidak mengiyakan permintaan Suci untuk makan di warung pinggir jalan, membuat suasana hati Suci berubah menjadi buruk. Wanita itu sama sekali tidak menampakkan Senyum di wajahnya sejak awal kedatangannya ke Pabrik pembuatan Roti.Beberapa karyawan yang sudah mengetahui wajah Suci mencoba untuk tersenyum dan menyapanya. Namun, wanita itu tampak hanya diam saja. Rangga dapat melihat itu semua dari kejauhan. Mungkin saja, ini pengaruh dari kehamilannya. Pikir Rangga saat menatap wajah Suci dari balik kaca pembatas Ruangan."Ayo pulang!" ajak Rangga saat sudah selesai mengawasi bagian produksi Roti.Suci nampak menurut saja dan melangkahkan kakinya keluar bersama dengan Rangga.***Restu terdiam sejenak saat melihat wanita yang tidak dikenalnya masuk ke dalam ruangan dengan diantar oleh asistennya."Maaf Pak, katanya beliau ini adalah teman kecil anda dan mengenal Pak Rangga Ramadhan." Asistennya memberikan informasi sebelum keluar dari ruangan Rest
"Apa rencanamu?" Rangga tak lantas menjawab, Ia masih menikmati makanan yang tersaji di hadapannya.Merasa percuma jika diteruskan berbicara dengan Rangga, Rahayu memutuskan untuk melihat keadaan Suci. Ia tidak ingin mempercayai ucapan Rangga yang menuduh menantunya itu pernah tidur dengan orang lain selain dengan Rangga. Rahayu telah merencanakan semuanya dengan sangat baik dan ia tidak mungkin salah mengatur strategi yang tepat untuk mempersatukan Suci dan Rangga. Walaupun Ia sangat salah dengan merencanakan sesuatu yang begitu picik, tapi Rahayu sungguh menginginkan anaknya mendapatkan wanita yang baik."Suci, lebih baik kita memeriksakan kesehatanmu."Suci meraih tangan Rahayu."Ibu, maaf. Tapi, aku benar-benar tidak mengerti kenapa perutku terus merasa mual dan pusing. Tapi…" Suci menundukkan kepalanya dan terlihat begitu bingung untuk meneruskan perkataannya."Lanjutkan, sayang…" pinta Rahayu mencoba untuk menenangkan Suci."Pusingku akan hilang jika mencium aroma Rambut Mas Ra
Anton menatap tak percaya hal yang saat ini dilihatnya. Betapa lahapnya Rangga saat menghabiskan makanannya yang Anton sendiri tidak pernah sekalipun tahu, jika Bosnya itu menyukai makanan yang biasa dijajakan di pinggiran jalan raya."Ini rahasia kita berdua."Anton menelan ludahnya. Sepertinya Rangga mengetahui isi pikirannya.Setelah selesai menghabiskan makanannya, Rangga terlihat begitu santai dan kembali berkutat dengan dokumen yang tadi dibiarkan begitu saja.Hal itu benar-benar membuat Anton merasa curiga jika ada yang salah dengan Rangga.Rangga sendiri bingung dengan kemauan yang ia miliki soal makanan yang sangat diinginkan oleh Suci itu. Seumur hidupnya, baru kali ini Rangga merasakan bagaimana rasanya Pecel lele. Ikan yang terlihat berwarna hitam itu terlihat begitu menggiurkan dan rasanya juga tidak terlalu buruk. Justru, Rangga menyukai rasa gurih manis Ikan tersebut.***"Enak?" tanya Rahayu saat memperhatikan wajah menantunya yang sejak tadi hanya menyuapkan sedikit ma
"Iya, tapi hanya sebatas pernikahan diatas kertas." Suci menghela nafas berat, lalu turun dari kasur.Rangga hanya diam memperhatikan istrinya itu yang masuk ke dalam kamar mandi. Rangga Kembali membuka bajunya dan bersiap untuk menyegarkan badannya yang sudah terasa begitu lengket.Sampai kamar mandi, Rangga dapat melihat Suci sedang duduk di pinggiran Bathtub dan salah satu tangannya dimasukkan ke dalam air untuk mengukur suhu hangat pada air.Saat Suci berbalik, Wanita itu nampak terkejut dan hampir saja terpeleset jika Rangga tidak segera meraih pinggang rampingnya."Apa aku seperti hantu?"Suci menggeleng cepat, berusaha untuk menjauh dari jangkauan Rangga, karena wajahnya terlalu dekat dengan dada Rangga. Ini bukan kali pertamanya Suci melihat dada berotot milik Rangga, namun tetap saja. Ia merasa tak pantas jika harus sedekat ini dengan mantan Bosnya itu."Saya sudah menyiapkan yang anda inginkan. Saya, permisi dulu."Ekspresi wajah Rangga berubah saat mendapati Suci yang terlih
Wajah Siska yang tadinya sumringah mendadak pucat saat Suci memperjelas statusnya sebagai Istri Rangga."Tapi Rangga masih memiliki hutang yang harus dibayar dan sampai kapanpun hutang itu tidak akan pernah lunas!" sanggah Siska dengan senyum meremehkan."Benarkah demikian? Tapi, Sepertinya Mas Rangga tidak pernah sekalipun menceritakan hal ini padaku. Itu artinya…" Suci menggeser posisi duduknya menjadi lebih dekat dengan Rangga. Tangannya bergelayut di lengan kokoh sang suami dan menyandarkan kepalanya pada lengan pria yang terlihat diam saja mendengarkan perdebatan dua wanita ini. "Itu artinya, kau tidak berarti apa-apa bagi Mas Rangga," Lanjutnya sambil menatap wajah Siska yang terlihat memerah menahan amarahnya.Rangga hanya diam saja dan sengaja menatap wajah Siska. Menunggu reaksi yang akan dilakukan oleh wanita yang dulu pernah singgah di dalam hatinya."Rangga, aku tidak terima direndahkan Seperti ini!" Siska bangkit dari tempat duduknya dan berlari keluar dari Toko. Membuat b
Rangga menggerakkan rahangnya penuh dengan amarah. Memang ucapannya sudah kelewat batas, namun tidak seharusnya Suci mengatakan hal yang menyulut emosi Rangga. Lagipula, posisi Mobil dalam keadaan berhenti. Lantas untuk apa mengatakan hal itu?Belum selesai pemikirannya, Pintu Mobil telah terbuka dan Suci terlihat turun dari mobil."Suci!"Tidak ada sautan, wanita itu terus berjalan ke depan dan berakhir dengan terduduk. Dari balik kaca mobil, Rangga baru menyadari bahwa istrinya itu sedang mengeluarkan isi perutnya.Rangga bergegas untuk turun dari mobil dan mendekati tubuh Suci."Kau tidak apa-apa?" Rangga menyentuh pundak Suci.Wanita berambut panjang itu tidak menjawab. Ia masih memuntahkan cairan yang terlihat begitu bening.Merasa sudah tak ada lagi yang dikeluarkan, Suci perlahan bangkit dari duduknya dengan dibantu oleh Rangga."Merepotkan sekali!" ucap Rangga saat keduanya telah kembali ke dalam mobil.Suci tidak ambil pusing dengan sikap yang ditujukan oleh Rangga. Yang Ia i
"Sepertinya, kita salah kamar."Rangga dan Joni saling tatap, lalu mengalihkan pandangannya pada Suci."Apa maksudmu, sayang?" tanya Rangga."Wanita itu, dia tidak mungkin Siska. wajahnya...sama sekali, tidak mirip dengan Siska. aku yak-""Maaf, tapi itulah Siska. wanita yang wajahnya rusak dan bertubuh kurus itu Siska." Potong Joni. Saat Suci akan mematahkan perkataan Joni, seorang dokter dan perawat datang menghampiri mereka."Siapa diantara kalian, yang bernama Rangga?" tanya dokter itu sambil tersenyum."Saya, dok. " Rangga maju selangkah, agar bisa lebih dekat dengan sang dokter bertubuh gempal itu."Saya harap, kedatangan anda bisa sedikit membantu kesembuhan Siska," Mendengar nama Siska disebut, Suci kembali menolehkan kepalanya pada kaca jendela ruangan itu.Suci kembali mendekatkan wajahnya pada kaca jendela ruangan itu. Berkali-kali ia menggelengkan kepalanya, air matanya menetes begitu saja tanpa dapat ia cegah. Siska yang dulu terlihat begitu cantik dengan wajah yang semp
Sandi yang telah sepenuhnya pulih dari luka yang dideritanya, telah kembali ke rumah. Lebih tepatnya, rumah yang disediakan oleh Lestari. Ia begitu menjaga keamanan mantan sahabatnya itu, dari orang-orang yang bisa saja kembali akan melukainya."Bagaimana, sudah kau urus semuanya?"Joni mengangguk mengiyakan.Lestari mendesah lega, karena semua rencana yang telah ia rancang sudah mulai menemui titik terang."Baguslah, kalau begitu tugasmu kali ini adalah mengantarkan anak menantuku ke Rumah Sakit-""Anda serius?"potong Joni. Pria itu nampak menatap wajah majikannya itu begitu serius."Maaf, apabila tindakan saya tidak sopan. tapi, terlalu berisiko jika harus kembali mempertemukan Rangga dengan mantan kekasihnya itu. saya hanya kasihan pada Suci." Lanjutnya tanpa berani memandang wajah Lestari.wanita itu sempat ingin memprotes, namun hal itu urung ia ucapkan karena paham bahwa Joni sudah mengetahui seluk beluk tentang keluarganya.Joni bukan sekedar anak buah Lestari. Namun, pria itu
Lestari menatap wajah Suci, sebenarnya ia tidak ingin menyakiti buah hatinya itu. Tapi, sebagai seorang wanita, Lestari tidak cukup kuat untuk menahan beban pikiran saat melihat penderitaan Siska.“Maafkan, ibu sayang. Ibu kasihan melihat keadaan Siska. Dia benar-benar membutuhkan bantuan kita. Ibu tahu, kau akan kembali terluka saat suamimu menolongnya. Tapi, ibu yakin kau akan merasa kasihan jika melihat keadaannya.”Suci mengalihkan pandangannya pada suaminya. Ia ingin melihat dan mendengar, apa yang akan diucapkan oleh Rangga. Suci ingin mendengar, jawaban yang akan keluar dari bibir pria itu.Rangga yang ditatap seperti itu, mengalihkan pandangannya. Ia tidak dapat langsung memberikan jawaban atas apa yang diinginkan oleh ibu mertuanya itu. Jujur saja, banyak hal yang dulu pernah ia alami bersama dengan Siska. Ia tidak menampik, bahwa kehadiran Siska dulu pernah mengisi ruang dalam hatinya.“Apa jawabanmu, mas?” Suci tidak dapat bersabar lagi. Ia tidak ingin menunggu lebih lama l
Rangga hanya diam menatap isi karung yang telah dibuang oleh seseorang di depan pagar rumahnya.“Apa kita laporkan ke polisi saja, mas?” tanya Suci saat melihat isi karung yang membuat perutnya bergejolak ingin muntah.“Tega sekali mereka,”“Hubungi Polisi, kita akan lihat apa yang sebenarnya mereka inginkan. Jangan-jangan ini perbuatan Anton.” Pikir Rangga dengan mata yang masih menatap tubuh anjing yang telah mati. Bukan hanya satu, melainkan tiga ekor anjing yang sudah tidak bernyawa.***Pemberitaan tentang Karung berisi anjing yang telah mati menjadi topik hangat untuk, dibicarakan diberbagai macam platform media elektronik. Keluarga Rangga kembali menjadi bulan-bulanan pembicaraan media sosial manapun. Hal itu, membuat pria itu kembali harus ekstra berhati-hati saat pergi ke suatu tempat, terutama untuk keselamatan Suci, istrinya.“Ini adalah hasil petisi tanda tangan para karyawan yang tidak menginginkan kehadiran mu, di kantor ini.” Anton membuka rapat koordinasi dengan para p
"Apa kau mau aku pecat, hah! mengganggu saja!" ucap Rangga pada seorang wanita yang terlihat menundukkan kepalanya saat pintu kamar telah terbuka."Ma-maaf pak, tapi tadi ada mobil berhenti di depan gerbang. terus melemparkan sesuatu di dalam karung. penjaga di depan gerbang, tidak berani membukanya tanpa persetujuan anda." Jawab wanita itu.Rangga menggeleng, otaknya terasa ingin pecah. namun, ia berusaha untuk tetap tegar menghadapi kenyataan bahwa ada saja manusia yang mencoba untuk mengganggu waktunya."Baiklah, dengarkan aku baik-baik. biarkan karung itu ditempatnya, tunggu sampai aku turun ke bawah, yang terpenting. kamera pengawas sudah merekam aksi orang tersebut. mengerti?""Baik, pak. saya akan memberikan informasi ini pada para penjaga." wanita itu bergegas untuk pergi meninggalkan Rangga."Ada apa mas?" tanya Suci, saat Rangga kembali masuk.ke dalam kamar dan menutup pintu."Hanya masalah kecil, tapi mereka membesarkan semuanya."Rangga menatap tubuh Suci yang sudah terbal
Rangga masih belum beranjak dari tempat duduknya. pria itu terlihat kesal karena sudah mendapatkan penolakan mentah-mentah oleh Suci. wanita itu nampak lebih segar setelah keluar dari kamar mandi.Suci memang menolak berhubungan dengan Rangga. hal itu karena bagian bawah tubuhnya masih merasa sakit karena ulah Rangga saat di kantor tadi."Masih marah?" Rangga menatap dingin wanita cantik yang saat ini sedang menatapnya."Sayang..." Suci mendekat, duduk di samping pria yang masih menampilkan wajah enggannya.Rangga mendesah pasrah, ia tidak mungkin bisa terus-terusan marah pada istrinya itu."Aku kesal, tidak dapat menikmati makananku." Jawab Rangga dengan senyum liciknya."Jadi, kau pikir aku ini makanan?"Rangga tertawa terbahak-bahak mendengar pertanyaan Istrinya itu.Suci terlihat sedikit terkejut, dengan respon yang diberikan oleh suaminya itu. setelah beberapa lama tidak melihat wajah Rangga yang tertawa lepas Seperti ini, rasanya hal ini begitu menakjubkan.Suci merengkuh tubuh
Rangga mendekatkan wajahnya pada Suci, membuat wanita itu seketika mundur dan tidak dapat berbuat apa-apa karena kepalanya telah terpojok ke kaca jendela mobil."Mas, berhenti!"Rangga menghentikan gerakannya, alisnya terangkat satu. raut wajahnya terlihat agak kesal karena ucapan Suci."Mas, tolonglah. ini di jalanan, masa mau ciuman di dalam mobil?""Tidak ada yang salah, kita adalah suami istri yang sah!" Rangga terlihat kesal, pria itu kembali memperbaiki posisi duduknya pada kursi yang diduduki."Mas, jangan marah. dengarkan aku, setelah itu... terserah dirimu mau melakukan apa pun yang mas mau."Rangga menoleh, menatap wajah sang istri dengan senyum liciknya."Aku sempat menatap sorot mata Anton yang begitu kosong. apa mungkin selama ini Anton berpura-pura saja menjadi jahat?"Rangga semakin mengerutkan keningnya . ia masih merasa aneh dengan cara berpikir Suci. bagaimana bisa, apa motifnya?Rangga menggeleng, bentuk dari tidak setujunya ucapan yang baru saja Suci ucapkan."Tapi
Suci sedang bersandar pada mobil, menunggu Rangga yang sedang mengambil kunci mobilnya yang tertinggal di ruangannya.“Suci?”Mendengar namanya dipanggil, Suci sedikit terkejut. Terlebih, ia mengenali suara itu. Walaupun ragu, Suci akhirnya menoleh . Karena tidak mungkin dirinya berpura-pura tidak mendengar sapaan itu. “Anton?”Pria itu menyunggingkan senyumnya. Seperti tidak terjadi apa-apa.“Pertemuan ini terasa canggung,” ujar Anton. Langkah kakinya semakin mendekat pada tubuh Suci.Suci berdehem beberapa kali, untuk menghilangkan rasa gugupnya.“Sebenarnya…hal ini tidak perlu terjadi. Aku, masih berharap agar kau tetap jadi asisten, mas Rangga.” Anton menghentikan langkahnya, tepat dihadapan Suci.Pria itu terlihat masih tersenyum menanggapi perkataan Suci. Namun, senyumannya justru membuat wanita cantik itu terlihat tidak suka. Lebih tepatnya, rasa takut yang terlihat jelas pada wajah Suci.“Kenapa ekspresi mu seperti itu? bukankah kita teman?”“Teman?”Anton mengangguk, mengiy
Setelah puas menikmati permainan singkat yang telah Rangga lakukan, Suci segera membasuh tubuhnya di toilet ruangan Rangga. Ia tidak ingin jika bertemu dengan karyawan di kantor ini, mereka dapat mencium aroma tubuh Rangga yang masih menempel pada tubuhnya.“Sudah?” tanya Rangga yang melihat tubuh istrinya itu baru keluar dari toilet.Suci mengangguk, lalu memilih untuk duduk di Sofa.Rangga dapat melihat bagaimana lelahnya sang istri setelah mendapatkan hukuman atas kesalahannya karena main kabur dari rumah. Namun, siapa sangka jika Suci tidak menyadari hal itu. Rangga memang sengaja akan mengerjai Suci di kantor, itulah sebabnya mengapa ia memilih untuk berangkat pagi-pagi sekali.“Mas, apa hari ini kau ada rapat?”Rangga mencoba untuk mengingat.“Hari ini tidak, tapi besok jam sebelas akan ada Rapat yang membahas soal petisi tanda tangan untuk aku dikeluarkan dari kantor ini, dan di pindahkan ke kantor cabang.” Jawab Rangga, wajahnya sama sekali tidak mengisyaratkan kesedihan. Pri