“Jaga mulutmu dan jangan pernah memfitnah ibuku!” Anton menepis tangan Rangga, pria itu masih menyunggingkan senyum liciknya.“Kalau kau tidak percaya, tanyakan saja pada ibu yang kau banggakan itu! Jadi sekarang, aku bukanlah lagi anak buah mu, jadi jangan pernah menyuruhku lagi untuk melakukan hal yang kau inginkan!”“Agghhhhhhh! Sialan!!” teriak Rangga dengan tatapan membara saat melihat Anton Meninggalkan dirinya sendiri.Selang setelah kepergian Anton, seorang pria dengan kaca mata besarnya masuk ke dalam ruangan.“Ini bukti yang saya dapatkan. Anda bisa memeriksanya. “Ucap pria itu sambil menyerahkan sebuah map coklat pada Rangga.Rangga segera mengambil map tersebut dan mengisyarakat agar orang itu pergi dari ruangan. ia masih butuh waktu untuk sendiri. Pria berkacamata besar itu adalah seseorang yang telah di kirimkan Lestari untuk memata-matai Anton selama ini.Rangga memilih untuk duduk terlebih dahulu, pikirannya masih terasa begitu panas dengan semua macam alasan yang An
“Apa maksud ucapanmu, Mas?”“Apa.kau sama sekali tidak merasa bahwa, Anton menaruh harapan padamu?”FlashbackSaat Suci akan mengantarkan minuman ke ruangan yang sudah diarahkan oleh seniornya, pintu yang hendak di ketuk nya, terbuka dari dalam. Suci terkejut dan segera mundur agar tubuhnya tidak terlalu dekat dengan orang yang berada di dalam.“Pegawai baru?” tanya pria dengan senyum manisnya.Suci menanggapi pertanyaan itu dengan sebuah anggukan. Ia tidak berani menatap terlalu lama pria yang merupakan asisten pribadi pemilik perusahaan ini.“Kopi?” tanyanya lagi tanpa mengalihkan pandangannya dari Suci.“I, iya pak…” jawab Suci terbata-bata.“Nama saya, Anton.” Pria itu mengulurkan tangannya, berharap agar Suci menerima uluran tangannya.Suci kebingungan, kedua tangannya saat ini sedang memegang nampan yang berisi minuman kopi untuk Anton.Melihat raut wajah Suci yang gelisah, membuat Anton tersenyum.“Ayo, silahkan masuk!” Anton memundurkan tubuhnya agar Suci dapat masuk ke dalam
“Bagaimana dengan anak kami, Bu, jika aku terjun ke dunia bisnis?” tanya Suci bimbang atas saran yang diberikan oleh Ibunya.“Jangan khawatir, anak kalian akan aman bersama dengan ibu. Jadi, jangan patah semangat. Akan ada hal baik yang akan menunggu kalian.”Walaupun belum menjalankan apa yang dikatakan oleh mertuanya itu, Rangga tersenyum puas mendengar jawaban sang ibu mertua.Ia juga merasa mampu untuk melewati ini semua. Keesokan harinya, Rangga datang ke kantor dan memulai pekerjaannya. Walaupun sempat berpapasan dengan Anton, Rangga memilih untuk bungkam dan tidak menegur mantan asistennya itu.Beberapa karyawan yang melihat hal itu pun, nampak jelas menyetujui apa hal yang dilakukan Rangga.Walaupun sebagian mereka banyak yang tidak menyukai watak Rangga yang terlihat sombong, namun hal itu tidak berpengaruh, karena bagi mereka yang menjadi karyawan lama dan menetap di kantor ini, mereka sangat paham bahwa Anton hanyalah asisten pribadi Rangga.Namun, tidak ada angin dan huja
Keesokan harinya, sebelum menuju ke pabrik, Suci memutuskan untuk pergi ke rumah Lestari untuk melihat Asmara. Baru sehari saja tidak melihat bayinya itu, sudah membuat dirinya begitu rindu dan ingin memeluk tubuh sang bayi.“Suamimu tidak ikut?”Suci menggeleng, sambil sesekali menciumi pipi Asmara. Bayi berusia dua bulan itu nampak begitu menikmati dekapan dan ciuman yang Suci berikan.“Pasti berat untuk Rangga. Tapi, jika ia menyerah, semua orang yang membencinya akan tertawa dan meremehkan Rangga.”Suci mengerti maksud ucapan Ibunya itu. Suaminya itu tidak bisa bersantai dan harus bekerja keras untuk mendapatkan apa yang seharusnya menjadi miliknya.“Aku masih belum percaya, jika Anton akan melakukan semua ini. Padahal, Mas Rangga sudah menganggapnya seperti saudara sendiri.”“Kenyataannya, mereka saudara sayang. Inilah hidup, tidak dapat kita prediksi akan ada apa yang terjadi di masa yang akan datang. Namun, ibu sangat bangga pada suamimu yang begitu tegar dalam menghadapi ini s
Raut wajah Anton tampak kaget mendengar jawaban yang diutarakan oleh Rangga. pria di hadapannya kini terkesan tidak terlalu memperdulikan dengan ketidak kehadiran Anton di sampingnya. Rangga seperti memperlihatkan bahwa Anton tidak terlalu dibutuhkan dalam pekerjaannya.“Suci?”Rangga mengangguk mengiyakan, lalu kembali menatap tumpukan dokumen yang berada di atas mejanya. “Aku tidak akan membiarkan Suci Kembali bekerja. Apa sekarang kau sudah jatuh miskin, mempekerjakan istrimu Kembali di kantor ini? Lagi pula, bukankah kalian sudah mendapatkan anak yang diculik oleh ibumu itu, lalu mengapa tidak kau suruh Suci untuk merawat bayi itu?”Panjang lebar Anton mengutarakan uneg-unegnya, namun Rangga hanya mengangkat kedua bahunya, pertanda tidak peduli dengan ucapan yang Anton katakan.“Aku tidak akan pernah berhenti, sampai kalian bercerai!” Anton kembali tersenyum licik.Rangga mendongak menatap wajah Anton yang dulu begitu baik padanya, kini berbalik terus mencoba untuk menyerangnya.
Keesokan harinya, Rangga dan Suci berangkat ke kantor, dari rumah Lestari. Semalam, mereka memutuskan untuk bermalam di rumah Lestari, sekalian untuk bisa melepas rindu pada Asmara.“Kapan mas akan melakukan tes DNA?” pertanyaan itu tiba-tiba saja muncul di kepala Suci. Jujur, ia ingin segera mengetahui bahwa Asmara benar-benar darah daging mereka. “Mungkin lusa sayang,” jawab Rangga. Keduanya kini tengah berada di perjalanan menuju ke kantor. Mulai saat ini, Suci sudah resmi menjadi asisten baru suaminya itu. Entah apa yang akan dilakukannya di kantor, tapi Suci bertekad untuk belajar dan berusaha untuk meyakinkan diri bahwa dirinya layak untuk pekerjaan ini.Untuk masalah Roti, Suci bisa mencuri waktu. Ia akan tetap mencoba terus membuat Roti. Jika tidak memungkinkan di pabrik, Ia bisa meminta Rangga untuk menyiapkan semua peralatan yang dibutuhkannya saat di rumah.Setelah sampai di kantor, beberapa orang yang mengenalnya terlihat segan untuk menegur Suci, mereka takut jika Suci
Setelah puas menikmati permainan singkat yang telah Rangga lakukan, Suci segera membasuh tubuhnya di toilet ruangan Rangga. Ia tidak ingin jika bertemu dengan karyawan di kantor ini, mereka dapat mencium aroma tubuh Rangga yang masih menempel pada tubuhnya.“Sudah?” tanya Rangga yang melihat tubuh istrinya itu baru keluar dari toilet.Suci mengangguk, lalu memilih untuk duduk di Sofa.Rangga dapat melihat bagaimana lelahnya sang istri setelah mendapatkan hukuman atas kesalahannya karena main kabur dari rumah. Namun, siapa sangka jika Suci tidak menyadari hal itu. Rangga memang sengaja akan mengerjai Suci di kantor, itulah sebabnya mengapa ia memilih untuk berangkat pagi-pagi sekali.“Mas, apa hari ini kau ada rapat?”Rangga mencoba untuk mengingat.“Hari ini tidak, tapi besok jam sebelas akan ada Rapat yang membahas soal petisi tanda tangan untuk aku dikeluarkan dari kantor ini, dan di pindahkan ke kantor cabang.” Jawab Rangga, wajahnya sama sekali tidak mengisyaratkan kesedihan. Pri
Suci sedang bersandar pada mobil, menunggu Rangga yang sedang mengambil kunci mobilnya yang tertinggal di ruangannya.“Suci?”Mendengar namanya dipanggil, Suci sedikit terkejut. Terlebih, ia mengenali suara itu. Walaupun ragu, Suci akhirnya menoleh . Karena tidak mungkin dirinya berpura-pura tidak mendengar sapaan itu. “Anton?”Pria itu menyunggingkan senyumnya. Seperti tidak terjadi apa-apa.“Pertemuan ini terasa canggung,” ujar Anton. Langkah kakinya semakin mendekat pada tubuh Suci.Suci berdehem beberapa kali, untuk menghilangkan rasa gugupnya.“Sebenarnya…hal ini tidak perlu terjadi. Aku, masih berharap agar kau tetap jadi asisten, mas Rangga.” Anton menghentikan langkahnya, tepat dihadapan Suci.Pria itu terlihat masih tersenyum menanggapi perkataan Suci. Namun, senyumannya justru membuat wanita cantik itu terlihat tidak suka. Lebih tepatnya, rasa takut yang terlihat jelas pada wajah Suci.“Kenapa ekspresi mu seperti itu? bukankah kita teman?”“Teman?”Anton mengangguk, mengiy
"Sepertinya, kita salah kamar."Rangga dan Joni saling tatap, lalu mengalihkan pandangannya pada Suci."Apa maksudmu, sayang?" tanya Rangga."Wanita itu, dia tidak mungkin Siska. wajahnya...sama sekali, tidak mirip dengan Siska. aku yak-""Maaf, tapi itulah Siska. wanita yang wajahnya rusak dan bertubuh kurus itu Siska." Potong Joni. Saat Suci akan mematahkan perkataan Joni, seorang dokter dan perawat datang menghampiri mereka."Siapa diantara kalian, yang bernama Rangga?" tanya dokter itu sambil tersenyum."Saya, dok. " Rangga maju selangkah, agar bisa lebih dekat dengan sang dokter bertubuh gempal itu."Saya harap, kedatangan anda bisa sedikit membantu kesembuhan Siska," Mendengar nama Siska disebut, Suci kembali menolehkan kepalanya pada kaca jendela ruangan itu.Suci kembali mendekatkan wajahnya pada kaca jendela ruangan itu. Berkali-kali ia menggelengkan kepalanya, air matanya menetes begitu saja tanpa dapat ia cegah. Siska yang dulu terlihat begitu cantik dengan wajah yang semp
Sandi yang telah sepenuhnya pulih dari luka yang dideritanya, telah kembali ke rumah. Lebih tepatnya, rumah yang disediakan oleh Lestari. Ia begitu menjaga keamanan mantan sahabatnya itu, dari orang-orang yang bisa saja kembali akan melukainya."Bagaimana, sudah kau urus semuanya?"Joni mengangguk mengiyakan.Lestari mendesah lega, karena semua rencana yang telah ia rancang sudah mulai menemui titik terang."Baguslah, kalau begitu tugasmu kali ini adalah mengantarkan anak menantuku ke Rumah Sakit-""Anda serius?"potong Joni. Pria itu nampak menatap wajah majikannya itu begitu serius."Maaf, apabila tindakan saya tidak sopan. tapi, terlalu berisiko jika harus kembali mempertemukan Rangga dengan mantan kekasihnya itu. saya hanya kasihan pada Suci." Lanjutnya tanpa berani memandang wajah Lestari.wanita itu sempat ingin memprotes, namun hal itu urung ia ucapkan karena paham bahwa Joni sudah mengetahui seluk beluk tentang keluarganya.Joni bukan sekedar anak buah Lestari. Namun, pria itu
Lestari menatap wajah Suci, sebenarnya ia tidak ingin menyakiti buah hatinya itu. Tapi, sebagai seorang wanita, Lestari tidak cukup kuat untuk menahan beban pikiran saat melihat penderitaan Siska.“Maafkan, ibu sayang. Ibu kasihan melihat keadaan Siska. Dia benar-benar membutuhkan bantuan kita. Ibu tahu, kau akan kembali terluka saat suamimu menolongnya. Tapi, ibu yakin kau akan merasa kasihan jika melihat keadaannya.”Suci mengalihkan pandangannya pada suaminya. Ia ingin melihat dan mendengar, apa yang akan diucapkan oleh Rangga. Suci ingin mendengar, jawaban yang akan keluar dari bibir pria itu.Rangga yang ditatap seperti itu, mengalihkan pandangannya. Ia tidak dapat langsung memberikan jawaban atas apa yang diinginkan oleh ibu mertuanya itu. Jujur saja, banyak hal yang dulu pernah ia alami bersama dengan Siska. Ia tidak menampik, bahwa kehadiran Siska dulu pernah mengisi ruang dalam hatinya.“Apa jawabanmu, mas?” Suci tidak dapat bersabar lagi. Ia tidak ingin menunggu lebih lama l
Rangga hanya diam menatap isi karung yang telah dibuang oleh seseorang di depan pagar rumahnya.“Apa kita laporkan ke polisi saja, mas?” tanya Suci saat melihat isi karung yang membuat perutnya bergejolak ingin muntah.“Tega sekali mereka,”“Hubungi Polisi, kita akan lihat apa yang sebenarnya mereka inginkan. Jangan-jangan ini perbuatan Anton.” Pikir Rangga dengan mata yang masih menatap tubuh anjing yang telah mati. Bukan hanya satu, melainkan tiga ekor anjing yang sudah tidak bernyawa.***Pemberitaan tentang Karung berisi anjing yang telah mati menjadi topik hangat untuk, dibicarakan diberbagai macam platform media elektronik. Keluarga Rangga kembali menjadi bulan-bulanan pembicaraan media sosial manapun. Hal itu, membuat pria itu kembali harus ekstra berhati-hati saat pergi ke suatu tempat, terutama untuk keselamatan Suci, istrinya.“Ini adalah hasil petisi tanda tangan para karyawan yang tidak menginginkan kehadiran mu, di kantor ini.” Anton membuka rapat koordinasi dengan para p
"Apa kau mau aku pecat, hah! mengganggu saja!" ucap Rangga pada seorang wanita yang terlihat menundukkan kepalanya saat pintu kamar telah terbuka."Ma-maaf pak, tapi tadi ada mobil berhenti di depan gerbang. terus melemparkan sesuatu di dalam karung. penjaga di depan gerbang, tidak berani membukanya tanpa persetujuan anda." Jawab wanita itu.Rangga menggeleng, otaknya terasa ingin pecah. namun, ia berusaha untuk tetap tegar menghadapi kenyataan bahwa ada saja manusia yang mencoba untuk mengganggu waktunya."Baiklah, dengarkan aku baik-baik. biarkan karung itu ditempatnya, tunggu sampai aku turun ke bawah, yang terpenting. kamera pengawas sudah merekam aksi orang tersebut. mengerti?""Baik, pak. saya akan memberikan informasi ini pada para penjaga." wanita itu bergegas untuk pergi meninggalkan Rangga."Ada apa mas?" tanya Suci, saat Rangga kembali masuk.ke dalam kamar dan menutup pintu."Hanya masalah kecil, tapi mereka membesarkan semuanya."Rangga menatap tubuh Suci yang sudah terbal
Rangga masih belum beranjak dari tempat duduknya. pria itu terlihat kesal karena sudah mendapatkan penolakan mentah-mentah oleh Suci. wanita itu nampak lebih segar setelah keluar dari kamar mandi.Suci memang menolak berhubungan dengan Rangga. hal itu karena bagian bawah tubuhnya masih merasa sakit karena ulah Rangga saat di kantor tadi."Masih marah?" Rangga menatap dingin wanita cantik yang saat ini sedang menatapnya."Sayang..." Suci mendekat, duduk di samping pria yang masih menampilkan wajah enggannya.Rangga mendesah pasrah, ia tidak mungkin bisa terus-terusan marah pada istrinya itu."Aku kesal, tidak dapat menikmati makananku." Jawab Rangga dengan senyum liciknya."Jadi, kau pikir aku ini makanan?"Rangga tertawa terbahak-bahak mendengar pertanyaan Istrinya itu.Suci terlihat sedikit terkejut, dengan respon yang diberikan oleh suaminya itu. setelah beberapa lama tidak melihat wajah Rangga yang tertawa lepas Seperti ini, rasanya hal ini begitu menakjubkan.Suci merengkuh tubuh
Rangga mendekatkan wajahnya pada Suci, membuat wanita itu seketika mundur dan tidak dapat berbuat apa-apa karena kepalanya telah terpojok ke kaca jendela mobil."Mas, berhenti!"Rangga menghentikan gerakannya, alisnya terangkat satu. raut wajahnya terlihat agak kesal karena ucapan Suci."Mas, tolonglah. ini di jalanan, masa mau ciuman di dalam mobil?""Tidak ada yang salah, kita adalah suami istri yang sah!" Rangga terlihat kesal, pria itu kembali memperbaiki posisi duduknya pada kursi yang diduduki."Mas, jangan marah. dengarkan aku, setelah itu... terserah dirimu mau melakukan apa pun yang mas mau."Rangga menoleh, menatap wajah sang istri dengan senyum liciknya."Aku sempat menatap sorot mata Anton yang begitu kosong. apa mungkin selama ini Anton berpura-pura saja menjadi jahat?"Rangga semakin mengerutkan keningnya . ia masih merasa aneh dengan cara berpikir Suci. bagaimana bisa, apa motifnya?Rangga menggeleng, bentuk dari tidak setujunya ucapan yang baru saja Suci ucapkan."Tapi
Suci sedang bersandar pada mobil, menunggu Rangga yang sedang mengambil kunci mobilnya yang tertinggal di ruangannya.“Suci?”Mendengar namanya dipanggil, Suci sedikit terkejut. Terlebih, ia mengenali suara itu. Walaupun ragu, Suci akhirnya menoleh . Karena tidak mungkin dirinya berpura-pura tidak mendengar sapaan itu. “Anton?”Pria itu menyunggingkan senyumnya. Seperti tidak terjadi apa-apa.“Pertemuan ini terasa canggung,” ujar Anton. Langkah kakinya semakin mendekat pada tubuh Suci.Suci berdehem beberapa kali, untuk menghilangkan rasa gugupnya.“Sebenarnya…hal ini tidak perlu terjadi. Aku, masih berharap agar kau tetap jadi asisten, mas Rangga.” Anton menghentikan langkahnya, tepat dihadapan Suci.Pria itu terlihat masih tersenyum menanggapi perkataan Suci. Namun, senyumannya justru membuat wanita cantik itu terlihat tidak suka. Lebih tepatnya, rasa takut yang terlihat jelas pada wajah Suci.“Kenapa ekspresi mu seperti itu? bukankah kita teman?”“Teman?”Anton mengangguk, mengiy
Setelah puas menikmati permainan singkat yang telah Rangga lakukan, Suci segera membasuh tubuhnya di toilet ruangan Rangga. Ia tidak ingin jika bertemu dengan karyawan di kantor ini, mereka dapat mencium aroma tubuh Rangga yang masih menempel pada tubuhnya.“Sudah?” tanya Rangga yang melihat tubuh istrinya itu baru keluar dari toilet.Suci mengangguk, lalu memilih untuk duduk di Sofa.Rangga dapat melihat bagaimana lelahnya sang istri setelah mendapatkan hukuman atas kesalahannya karena main kabur dari rumah. Namun, siapa sangka jika Suci tidak menyadari hal itu. Rangga memang sengaja akan mengerjai Suci di kantor, itulah sebabnya mengapa ia memilih untuk berangkat pagi-pagi sekali.“Mas, apa hari ini kau ada rapat?”Rangga mencoba untuk mengingat.“Hari ini tidak, tapi besok jam sebelas akan ada Rapat yang membahas soal petisi tanda tangan untuk aku dikeluarkan dari kantor ini, dan di pindahkan ke kantor cabang.” Jawab Rangga, wajahnya sama sekali tidak mengisyaratkan kesedihan. Pri