Setelah mengantarkan Suci ke Villa, Rangga bergegas untuk kembali menuju ke kantor polisi. tidak ada waktu untuk bersantai, karena ia harus cepat bertemu dengan ibunya. Ada banyak hal yang ingin Ia bahas dengan ibunya itu.Di sepanjang perjalanan, Rangga memikirkan pendapat istrinya tentang orang yang telah membocorkan informasi terkait penangkapan Rahayu. Jika memang sandi adalah otak dari bocornya informasi itu, bagaimana cara Sandi menghubungi para wartawan itu. sedangkan, ponsel sandi saat ini sedang dijadikan alat bukti atas keterlibatannya Rahayu dalam beberapa kasus pembunuhan.Jika menurut Rangga Sandi bukanlah orang-orang yang patut dicurigai, baginya saat ini yang lebih mencurigakan adalah Restu. Karena pria itu lebih memiliki alasan yang jelas untuk dapat menghancurkan setiap hal yang berhubungan dengan dirinya Karena rasa cintanya pada suci.Rangga sudah tidak peduli lagi dengan keadaan saat mobilnya sudah sampai di depan gerbang kantor polisi, Ia segera turun dari mobil
“Mau saya buatkan teh, Nona?” tanya wanita paruh baya yang kemarin memergoki dirinya dan Rangga di ruang tamu. “Tidak, bi. Saya belum haus.” Suci masih sedikit malu jika bertemu dengan wanita yang belum Suci ketahui namanya itu. “Baiklah, saya tinggal beres-beres rumah dulu, ya.” Wanita itu pun meninggalkan Suci sendiri. Saat akan melangkah ke kamarnya, ponselnya berdering.Suci dapat melihat Anton yang sedang menghubungi dirinya. Kali ini, ada sedikit keraguan untuk mengangkat panggilan itu. Namun, ia mengabaikan hal itu. Dengan cepat, Suci mengangkat panggilan telepon.“Ada apa Anton?”Tidak ada jawaban. “Hallo, Anton?”“Anton, apa Rangga sudah sampai di kantor polisi?”Sunyi. Tidak ada suara yang menjawab pertanyaannya.Merasa ada yang aneh, Suci segera mematikan sambungan teleponnya.Lestari terus melangkah mendekat ke ruang rawat Sandi. Ia berharap agar Suci dan Rangga masih berada di Rumah Sakit.“Jadi, mereka sudah pergi ke kantor Polisi?” ada nada kecewa karena Suci telah
Butuh waktu yang cukup lama bagi Suci untuk menunggu kedatangan Rangga. wanita cantik itu terlihat sedang duduk di pinggiran kolam renang dan memasukkan kedua kakinya ke dalam kolam renang yang terasa begitu dingin di kulit kakinyaSuci mendongak,menatap langit yang sudah berganti dengan malamSejak kepergian Rangga, pria berwajah Tampan itu belum juga memberikan kabar. Entah apa yang terjadi, namun Suci memutuskan untuk tidak mencari tahu,apa yang terjadi di luar sana. Ia ingin sebentar saja untuk tidak memikirkan apapun.Katakanlah Suci egois, tapi Ia sedang merasakan sakit dibagian kepalanya,membuat tubuhnya terasa tak enak. Alasan? Tentu saja tidak, Suci bukanlah tipikal orang yang mencari alasan untuk menjauhi sebuah masalah.Bahkan, Ia juga mematikan ponselnya, itu sebagai bentuk protes pada Rangga, karena tidak menjawab teleponnya. Katakanlah ia kekanak-kanakan, tapi Suci benar-benar merasa kesal pada Rangga.Saat memasuki Villanya, Rangga tidak menemukan Suci di ruang tengah m
Keesokan harinya, Suci bangun dalam keadaan tubuh yang terasa begitu sakit. Suci merasa Ia seperti baru saja menyelesaikan lari jarak jauh berkilo-kilo meter, saat akan turun dari ranjangnya, butuh waktu cukup lama agar kedua kakinya dapat menyentuh lantai.“Sayang, kau sudah bangun?”Tanpa melihat wajahnya, Suci tahu bahwa itu adalah Rangga. Pria itu nampak berjalan ke arahnya sambil membawa nampan berisi susu hangat dan juga roti yang sudah diolesi dengan selai kacang kesukaan Suci. Suci memicingkan matanya, menatap aneh pada nampan yang dibawa oleh Rangga.“Dari mana mas tahu, aku suka sarapan roti dan Susu?”“Ibu!” jawab Rangga setelah meletakkan nampan tersebut di atas nakas.Suci membenarkan Selimut yang membelit tubuhnya.“Tubuhku lemas mas, suapin!” Rangga menyentuh kedua pundak Suci, lalu berucap, “ Setelah kau tahu ini, aku yakin kau tidak akan pernah merasa lelah dan lemas lagi.” Senyum manis terpancar dari wajah Rangga, membuat Suci semakin penasaran atas apa hak yang se
Sebuah kejutan besar membentang di hadapan suci. Pandangannya tertuju pada bayi mungil yang saat ini berada dalam gendongan polisi wanita itu. Melihat reaksi suci yang masih terkejut,polisi yang menggendong bayi itu mendekat ke arah suci dan menyerahkan bayi yang digendongnya.Suci tampak ragu,namun kedua tangannya tetap mengulur menerima bayi mungil yang saat ini masih dalam keadaan menangis itu. Lestari memapah tubuh Suci untuk duduk di sebuah kursi panjang di ruangan itu. beberapa saat kemudian, ada salah seorang wanita yang membawakan botol dot susu yang berikan pada Suci. dengan tangan yang masih sedikit gemetar, Suci memberikan dot susu itu ke dalam mulut sang bayi. dalam sekejap, bayi mungil itu menghentikan tangisnya dan terlihat begitu senang mendapatkan apa yang ia inginkan.Melihat bayi itu menyedot begitu kuat, mengingatkan suci bahwa air susunya sejak melahirkan itu tidak setetes pun keluar. mungkin, itu disebabkan karena dirinya yang banyak mengalami kejadian-kejadian m
Setelah mendapatkan surat persetujuan dari pihak kepolisian untuk membawa anaknya pulang, Suci terlebih dahulu ingin mengunjungi Rahayu. Namun, ibu mertuanya itu memilih untuk tidak bertemu dengannya.Mendapatkan penolakan dari Rahayu, membuat Suci sedikit kecewa. Namun, Ia tidak dapat melakukan apapun atas keputusan yang diambil oleh Rahayu. Suci hanya dapat mendoakan agar ibu mertuanya dalam keadaan sehat di balik tembok pembatas yang tidak dapat ia lewati, untuk saat ini.“Ibu sudah memiliki pengacara, jadi kita bisa sedikit bernapas lega. Besok, kita akan datang lagi untuk menjenguk ibu.” Rangga mencoba untuk menghibur Suci yang terlihat sedih saat akan keluar dari kantor Polisi.Saat akan mengambil langkah keluar, beberapa orang anak buah Rangga telah bersiap untuk mengawal langkah mereka untuk bisa menerobos gerombolan wartawan yang masih setia menunggu mereka keluar dari kantor polisi.Setelah berhasil masuk ke dalam mobil, Suci Kembali memperhatikan bayi mungil yang masih ber
“Kau sudah bisa membuatnya, mas. Kalau begitu, kau aku tugaskan untuk selalu membuatkan susu untuk anak kita!”Mendapatkan respon Seperti itu, bukannya membuat Rangga senang. Namun, pria itu nampak begitu terkejut dengan pernyataan yang baru saja keluar dari bibir Suci.“Bagaimana, kau setuju, sayang?”Rangga mengangguk lemah, tak ingin membuat Suci kecewa atas penolakan yang ia lakukan. Rangga hanya dapat pasrah saat Kembali harus membuatkan susu untuk anaknya dalam kurun waktu yang cukup lama.Ah, tidak masalah. Ia bisa mengandalkan para pelayannya dua puluh empat jam dengan tambahan gaji yang sepadan.Setelah bayi mungil itu kembali terlelap dalam tidurnya, Suci Kembali meletakkan bayi mungilnya diatas kasur.“Apa nama yang pantas kita berikan untuk anak kita, mas?” Rangga mendekat, ikut memandang wajah sang bayi.“Bagaimana kalau Asmaraloka?”"Asmaraloka?”Rangga mengangguk sambil menatap wajah istrinya itu“Karena anak ini adalah saksi cinta kita, jadi aku, memberikan nama Asma
“Jaga mulutmu dan jangan pernah memfitnah ibuku!” Anton menepis tangan Rangga, pria itu masih menyunggingkan senyum liciknya.“Kalau kau tidak percaya, tanyakan saja pada ibu yang kau banggakan itu! Jadi sekarang, aku bukanlah lagi anak buah mu, jadi jangan pernah menyuruhku lagi untuk melakukan hal yang kau inginkan!”“Agghhhhhhh! Sialan!!” teriak Rangga dengan tatapan membara saat melihat Anton Meninggalkan dirinya sendiri.Selang setelah kepergian Anton, seorang pria dengan kaca mata besarnya masuk ke dalam ruangan.“Ini bukti yang saya dapatkan. Anda bisa memeriksanya. “Ucap pria itu sambil menyerahkan sebuah map coklat pada Rangga.Rangga segera mengambil map tersebut dan mengisyarakat agar orang itu pergi dari ruangan. ia masih butuh waktu untuk sendiri. Pria berkacamata besar itu adalah seseorang yang telah di kirimkan Lestari untuk memata-matai Anton selama ini.Rangga memilih untuk duduk terlebih dahulu, pikirannya masih terasa begitu panas dengan semua macam alasan yang An
"Sepertinya, kita salah kamar."Rangga dan Joni saling tatap, lalu mengalihkan pandangannya pada Suci."Apa maksudmu, sayang?" tanya Rangga."Wanita itu, dia tidak mungkin Siska. wajahnya...sama sekali, tidak mirip dengan Siska. aku yak-""Maaf, tapi itulah Siska. wanita yang wajahnya rusak dan bertubuh kurus itu Siska." Potong Joni. Saat Suci akan mematahkan perkataan Joni, seorang dokter dan perawat datang menghampiri mereka."Siapa diantara kalian, yang bernama Rangga?" tanya dokter itu sambil tersenyum."Saya, dok. " Rangga maju selangkah, agar bisa lebih dekat dengan sang dokter bertubuh gempal itu."Saya harap, kedatangan anda bisa sedikit membantu kesembuhan Siska," Mendengar nama Siska disebut, Suci kembali menolehkan kepalanya pada kaca jendela ruangan itu.Suci kembali mendekatkan wajahnya pada kaca jendela ruangan itu. Berkali-kali ia menggelengkan kepalanya, air matanya menetes begitu saja tanpa dapat ia cegah. Siska yang dulu terlihat begitu cantik dengan wajah yang semp
Sandi yang telah sepenuhnya pulih dari luka yang dideritanya, telah kembali ke rumah. Lebih tepatnya, rumah yang disediakan oleh Lestari. Ia begitu menjaga keamanan mantan sahabatnya itu, dari orang-orang yang bisa saja kembali akan melukainya."Bagaimana, sudah kau urus semuanya?"Joni mengangguk mengiyakan.Lestari mendesah lega, karena semua rencana yang telah ia rancang sudah mulai menemui titik terang."Baguslah, kalau begitu tugasmu kali ini adalah mengantarkan anak menantuku ke Rumah Sakit-""Anda serius?"potong Joni. Pria itu nampak menatap wajah majikannya itu begitu serius."Maaf, apabila tindakan saya tidak sopan. tapi, terlalu berisiko jika harus kembali mempertemukan Rangga dengan mantan kekasihnya itu. saya hanya kasihan pada Suci." Lanjutnya tanpa berani memandang wajah Lestari.wanita itu sempat ingin memprotes, namun hal itu urung ia ucapkan karena paham bahwa Joni sudah mengetahui seluk beluk tentang keluarganya.Joni bukan sekedar anak buah Lestari. Namun, pria itu
Lestari menatap wajah Suci, sebenarnya ia tidak ingin menyakiti buah hatinya itu. Tapi, sebagai seorang wanita, Lestari tidak cukup kuat untuk menahan beban pikiran saat melihat penderitaan Siska.“Maafkan, ibu sayang. Ibu kasihan melihat keadaan Siska. Dia benar-benar membutuhkan bantuan kita. Ibu tahu, kau akan kembali terluka saat suamimu menolongnya. Tapi, ibu yakin kau akan merasa kasihan jika melihat keadaannya.”Suci mengalihkan pandangannya pada suaminya. Ia ingin melihat dan mendengar, apa yang akan diucapkan oleh Rangga. Suci ingin mendengar, jawaban yang akan keluar dari bibir pria itu.Rangga yang ditatap seperti itu, mengalihkan pandangannya. Ia tidak dapat langsung memberikan jawaban atas apa yang diinginkan oleh ibu mertuanya itu. Jujur saja, banyak hal yang dulu pernah ia alami bersama dengan Siska. Ia tidak menampik, bahwa kehadiran Siska dulu pernah mengisi ruang dalam hatinya.“Apa jawabanmu, mas?” Suci tidak dapat bersabar lagi. Ia tidak ingin menunggu lebih lama l
Rangga hanya diam menatap isi karung yang telah dibuang oleh seseorang di depan pagar rumahnya.“Apa kita laporkan ke polisi saja, mas?” tanya Suci saat melihat isi karung yang membuat perutnya bergejolak ingin muntah.“Tega sekali mereka,”“Hubungi Polisi, kita akan lihat apa yang sebenarnya mereka inginkan. Jangan-jangan ini perbuatan Anton.” Pikir Rangga dengan mata yang masih menatap tubuh anjing yang telah mati. Bukan hanya satu, melainkan tiga ekor anjing yang sudah tidak bernyawa.***Pemberitaan tentang Karung berisi anjing yang telah mati menjadi topik hangat untuk, dibicarakan diberbagai macam platform media elektronik. Keluarga Rangga kembali menjadi bulan-bulanan pembicaraan media sosial manapun. Hal itu, membuat pria itu kembali harus ekstra berhati-hati saat pergi ke suatu tempat, terutama untuk keselamatan Suci, istrinya.“Ini adalah hasil petisi tanda tangan para karyawan yang tidak menginginkan kehadiran mu, di kantor ini.” Anton membuka rapat koordinasi dengan para p
"Apa kau mau aku pecat, hah! mengganggu saja!" ucap Rangga pada seorang wanita yang terlihat menundukkan kepalanya saat pintu kamar telah terbuka."Ma-maaf pak, tapi tadi ada mobil berhenti di depan gerbang. terus melemparkan sesuatu di dalam karung. penjaga di depan gerbang, tidak berani membukanya tanpa persetujuan anda." Jawab wanita itu.Rangga menggeleng, otaknya terasa ingin pecah. namun, ia berusaha untuk tetap tegar menghadapi kenyataan bahwa ada saja manusia yang mencoba untuk mengganggu waktunya."Baiklah, dengarkan aku baik-baik. biarkan karung itu ditempatnya, tunggu sampai aku turun ke bawah, yang terpenting. kamera pengawas sudah merekam aksi orang tersebut. mengerti?""Baik, pak. saya akan memberikan informasi ini pada para penjaga." wanita itu bergegas untuk pergi meninggalkan Rangga."Ada apa mas?" tanya Suci, saat Rangga kembali masuk.ke dalam kamar dan menutup pintu."Hanya masalah kecil, tapi mereka membesarkan semuanya."Rangga menatap tubuh Suci yang sudah terbal
Rangga masih belum beranjak dari tempat duduknya. pria itu terlihat kesal karena sudah mendapatkan penolakan mentah-mentah oleh Suci. wanita itu nampak lebih segar setelah keluar dari kamar mandi.Suci memang menolak berhubungan dengan Rangga. hal itu karena bagian bawah tubuhnya masih merasa sakit karena ulah Rangga saat di kantor tadi."Masih marah?" Rangga menatap dingin wanita cantik yang saat ini sedang menatapnya."Sayang..." Suci mendekat, duduk di samping pria yang masih menampilkan wajah enggannya.Rangga mendesah pasrah, ia tidak mungkin bisa terus-terusan marah pada istrinya itu."Aku kesal, tidak dapat menikmati makananku." Jawab Rangga dengan senyum liciknya."Jadi, kau pikir aku ini makanan?"Rangga tertawa terbahak-bahak mendengar pertanyaan Istrinya itu.Suci terlihat sedikit terkejut, dengan respon yang diberikan oleh suaminya itu. setelah beberapa lama tidak melihat wajah Rangga yang tertawa lepas Seperti ini, rasanya hal ini begitu menakjubkan.Suci merengkuh tubuh
Rangga mendekatkan wajahnya pada Suci, membuat wanita itu seketika mundur dan tidak dapat berbuat apa-apa karena kepalanya telah terpojok ke kaca jendela mobil."Mas, berhenti!"Rangga menghentikan gerakannya, alisnya terangkat satu. raut wajahnya terlihat agak kesal karena ucapan Suci."Mas, tolonglah. ini di jalanan, masa mau ciuman di dalam mobil?""Tidak ada yang salah, kita adalah suami istri yang sah!" Rangga terlihat kesal, pria itu kembali memperbaiki posisi duduknya pada kursi yang diduduki."Mas, jangan marah. dengarkan aku, setelah itu... terserah dirimu mau melakukan apa pun yang mas mau."Rangga menoleh, menatap wajah sang istri dengan senyum liciknya."Aku sempat menatap sorot mata Anton yang begitu kosong. apa mungkin selama ini Anton berpura-pura saja menjadi jahat?"Rangga semakin mengerutkan keningnya . ia masih merasa aneh dengan cara berpikir Suci. bagaimana bisa, apa motifnya?Rangga menggeleng, bentuk dari tidak setujunya ucapan yang baru saja Suci ucapkan."Tapi
Suci sedang bersandar pada mobil, menunggu Rangga yang sedang mengambil kunci mobilnya yang tertinggal di ruangannya.“Suci?”Mendengar namanya dipanggil, Suci sedikit terkejut. Terlebih, ia mengenali suara itu. Walaupun ragu, Suci akhirnya menoleh . Karena tidak mungkin dirinya berpura-pura tidak mendengar sapaan itu. “Anton?”Pria itu menyunggingkan senyumnya. Seperti tidak terjadi apa-apa.“Pertemuan ini terasa canggung,” ujar Anton. Langkah kakinya semakin mendekat pada tubuh Suci.Suci berdehem beberapa kali, untuk menghilangkan rasa gugupnya.“Sebenarnya…hal ini tidak perlu terjadi. Aku, masih berharap agar kau tetap jadi asisten, mas Rangga.” Anton menghentikan langkahnya, tepat dihadapan Suci.Pria itu terlihat masih tersenyum menanggapi perkataan Suci. Namun, senyumannya justru membuat wanita cantik itu terlihat tidak suka. Lebih tepatnya, rasa takut yang terlihat jelas pada wajah Suci.“Kenapa ekspresi mu seperti itu? bukankah kita teman?”“Teman?”Anton mengangguk, mengiy
Setelah puas menikmati permainan singkat yang telah Rangga lakukan, Suci segera membasuh tubuhnya di toilet ruangan Rangga. Ia tidak ingin jika bertemu dengan karyawan di kantor ini, mereka dapat mencium aroma tubuh Rangga yang masih menempel pada tubuhnya.“Sudah?” tanya Rangga yang melihat tubuh istrinya itu baru keluar dari toilet.Suci mengangguk, lalu memilih untuk duduk di Sofa.Rangga dapat melihat bagaimana lelahnya sang istri setelah mendapatkan hukuman atas kesalahannya karena main kabur dari rumah. Namun, siapa sangka jika Suci tidak menyadari hal itu. Rangga memang sengaja akan mengerjai Suci di kantor, itulah sebabnya mengapa ia memilih untuk berangkat pagi-pagi sekali.“Mas, apa hari ini kau ada rapat?”Rangga mencoba untuk mengingat.“Hari ini tidak, tapi besok jam sebelas akan ada Rapat yang membahas soal petisi tanda tangan untuk aku dikeluarkan dari kantor ini, dan di pindahkan ke kantor cabang.” Jawab Rangga, wajahnya sama sekali tidak mengisyaratkan kesedihan. Pri