Setelah selesai menyuapi Rangga, Suci membereskan peralatan makan dan akan dibawa ke dapur. melihat Kepergian Suci, Rangga memutuskan untuk melihat rekaman ulang CCTV semalam saat ia pulang ke rumah.Betapa terkejutnya ia, saat ia melihat adegan dimana dirinya tanpa sadar mengucapkan nama Siska dihadapan Suci. Rangga menyugar rambutnya, pikirannya melayang pada Suci yang saat ini pasti mulai memikirkan bagaimana tentang perasaan sesungguhnya dirinya pada Siska."Mas?" Suci Kembali masuk, Rangga segera mematikan ponselnya dan menatap wajah cantik Suci."Mandilah, aku akan menyiapkan air un-""Kenapa kau tidak jujur padaku?"kening Suci mengkerut mendengar pertanyaan Rangga. Ia tak mengerti, arah pembicaraan yang dimaksud oleh Rangga."Aku pulang dalam keadaan mabuk, dan menyebutkan nama wanita lain di hadapanmu, tapi kau terlihat biasa-biasa saja dan tidak terlihat kecewa sama sekali. kau begitu pintar menyembunyikan luka hatimu," Rangga turun dari pembaringan, lalu berjalan ke arah Su
Mendengar jawaban Rangga, perlahan-lahan Suci mulai membuka matanya yang tadi tertutup rapat oleh kedua tangannya. "Cepat pakai celana, mas!" tegur Suci, ia merasa kesal dengan sikap dan tingkah laku Rangga yang terlihat kekanak-kanakan. bisa-bisanya Ia hanya memakai dalaman saja, dan belum juga memakai celana jeans-nya.Rangga kian mendekati tubuh Suci, membuat wanita itu memundurkan tubuhnya."Mas!" Rangga Seperti menulikan pendengarannya, Ia terus mendekat ke arah Suci, membuat wanita cantik itu terpojok ke dinding."Akh!" ucapnya saat punggungnya menempel pada dinding. Ia sudah tak dapat bergerak lagi."Aku seperti bernostalgia," ucap Rangga sambil terus melangkah mendekat pada Suci."Mas, ini benar-benar memalukan!" Suci hendak menutup kedua matanya, namun tangannya sudah di pegang oleh Rangga. belum sempat untuk menghindar, wajah Rangga kian mendekat dan bibirnya dengan lembut mencumbu, mengecap manisnya bibir Suci.Mendapatkan perlakuan seperti itu, Suci tidak dapat berbuat a
Saat menuruni anak tangga, Suci dan Rangga dapat melihat bahwa di ruang tamu, sudah ada Rahayu yang terlihat menatap wajah keduanya dengan tatapan mata penuh permusuhan. Suci hanya dapat menghela nafas berat, Sebenarnya ia tidak ingin berdebat dengan ibu mertuanya itu."Apa kalian akan pergi?" tanya Rahayu saat keduanya telah menuruni anak terakhir tangga. Rangga dan suci saling mengangguk mengiyakan pertanyaan yang dilontarkan oleh Rahayu." apa yang akan kalian lakukan menemui wanita sialan itu? ""Ibu, tolong jaga ucapan ibu. Wanita Yang Ibu sebut dengan kata-kata yang tidak pantas itu adalah ibu Suci yang merupakan mertuaku. Suka tidak suka, beliau adalah bagian dari keluarga kita. tanda seru sanggah Rangga dengan raut wajah penuh kekecewaanRahayu membuang pandangannya ke arah lain. ia merasa dirinya sudah tidak diperlukan lagi berada di rumah ini. Namun, ia tidak ingin berkecil hati. Ia aka terus membujuk Rangga agar bisa melepaskan Suci."Bagaimana kalau ibu mengatakan, bahwa a
“Jangan seperti itu sayang, jika kita menunda pertemuan ini, aku merasa kasihan pada ibumu. Aku yakin, ibumu pasti sudah memikirkan ini jauh sebelum semua hal yang terjadi dalam kehidupan kita. Aku lebih memilih untuk ikut bersamamu, ketimbang mendengarkan ucapan ibu. Aku harap, rasa percaya yang aku tanamkan pada diri ini akan berbuah manis pada kehidupan kita.” Rangga mencoba untuk menasehati Suci agar tidak menunda pertemuan yang sudah ia sepakati dengan ibunya.“Apa aku siap, mas? Aku takut, kenyataan yang akan kita dengar justru akan membuat luka hatiku semakin terasa sakit,” Suci berusaha untuk bersikap tenang. Namun, ia tidak bisa mengelak bahwa dirinya benar-benar telah diselimuti rasa ketakutan yang berlebihan. Terlebih saat mertuanya mengatakan bahwa anak yang dinyatakan telah meninggal dunia, nyatanya masih hidup sampai detik ini. Bagaimana bisa, Rahayu bersikap begitu egois dengan melakukan hal yang bertentangan dengan hukum itu.“Sudahlah sayang, kita akan tetap menemui i
Suci tak dapat lagi menyembunyikan sesuatu yang sejak tadi membuatnya gelisah. Ia tidak ingin berpura-pura menyukai semua makanan yang telah disiapkan oleh ibunya, namun hatinya berkata lain.Melihat ekspresi wajah Suci yang terlihat tidak baik-baik saja, Rangga menghentikan aktivitas makannya dan berdiri di belakang tubuh Suci, lalu mencoba untuk mengelus lembut kedua pundak istrinya itu. Rangga mencoba untuk menenangkan pikiran Suci, ia tahu bahwa mental istrinya belum sepenuhnya pulih semenjak insiden di Rumah sakit itu.Melihat ada yang aneh, Lestari meletakkan sendok makannya diatas piring. Ia tidak lagi melanjutkan makannya.Lestari merasa gagal sebagai ibu. Ia bingung menghadapi situasi yang terlalu begitu rumit ini.Lestari menatap wajah Suci yang terlihat lebih tenang setelah mendapatkan sentuhan lembut dari sang suami. Lestari berusaha untuk meyakinkan diri bahwa Rangga berbeda dari Ibunya, walaupun ia adalah anak kandung Rahayu, tapi Lestari begitu berharap agar pria yang s
Sandi pasrah saat kamar yang ia tempati, pintunya didobrak dari luar, menimbulkan suara yang memekakkan telinga.“Kau Sandi?” tanya seorang pria berbadan besar yang menatapnya tajam.Sandi tak kunjung menjawab, ia begitu terkejut sampai tak mampu berkata-kata.“Nyonya Lestari, sedang menunggu kedatangan mu!”Belum reda rasa keterkejutannya, kini ia harus kembali dikejutkan dengan nama yang baru saja diucapkan oleh pria yang ada dihadapannya ini.“Lestari, masih hidup?”Tak ingin membuang waktu, Sandi segera membopong tubuh Sandi, namun saat tangannya tidak sengaja menyentuh punggung Sandi, pria itu berteriak kesakitan.Sandi penasaran dan melihat luka belakang pria itu, benar adanya. Ia memiliki luka yang cukup parah. Terlambat sedikit saja, nyawanya bisa terancam.Sandi tidak memiliki alasan selain membungkukkan badannya, lalu menyuruh agar Sandi naik ke atas tubuhnya.Tanpa berpikir panjang, Sandi menurut saja.Lestari merasa tak nyaman saat Suci terlihat gemetar lagi. Ia tak pernah
Suci dapat melihat sorot mata rangga yang begitu terluka.Suci tidak dapat menampik bahwa ucapan yang baru saja keluar dari mulut ibunya itu, telah menyakiti hati suaminya. sebagai seorang istri, suci belum dapat berbuat banyak Ia hanya mampu untuk menghibur Rangga dengan cara menggenggam erat tangan pria yang saat ini sedang tidak baik-baik saja itu. walaupun Rangga mengatakan bahwa dirinya dalam keadaan baik tapi Suci tahu bahwa Rangga tidak dalam keadaan yang baik.terlebih ini menyangkut persoalan ibunya.“Maaf, kalau ibu sudah kelewatan. Tapi, ini bukan waktunya untuk kita santai. Kita harus memikirkan bagaimana caranya, agar Sandi bisa pergi setelah mendapatkan penanganan dari dokter. Rumah Sakit bukan tempat yang aman bagi Sandi. Ibu yakin, Rahayu pasti akan mencari keberadaan Sandi.”Rangga kali ini setuju dengan pendapat ibu mertuanya itu. Ia yakin, pasti ibunya akan mencari keberadaan pria yang saat ini sedang terbaring lemah di ruang ICU.Rangga memilih untuk duduk di deretan
Rangga dan suci berjalan menyusuri koridor Rumah Sakit, mereka hendak pergi menuju ke salah satu ruang perawatan, yaitu tempat dimana sandi beristirahat. Mereka tidak jadi pulang ke rumah, karena Suci bersih keras untuk sementara waktu berada di rumah sakit ini sampai hujan reda.Setibanya di depan pintu ruangan tersebut jemari suci terlulur untuk membuka pintu ruangan secara perlahan-lahan.Saat pintu sudah terbuka, Rangga dan suci dapat melihat seorang pria paruh baya yang saat ini sedang terbaring lemah di atas bed pasien. Suci juga dapat melihat pergelangan tangan kiri pria tersebut terpasang selang infus.“Lebih Baik istirahat dulu di sofa itu sayang, “ucap Rangga pada suci. Suci hanya bisa mengikuti arahan Rangga, ia tidak ingin berdebat pada suaminya itu. Walaupun sebenarnya, ia ingin melihat lebih dekat lagi, wajah pria bernama Sandi itu.Suci dapat melihat Rangga berjalan ke arah bed pasien tempat di mana Sandi sedang terlelap tidur.Rangga dapat melihat dengan jelas raut w
"Sepertinya, kita salah kamar."Rangga dan Joni saling tatap, lalu mengalihkan pandangannya pada Suci."Apa maksudmu, sayang?" tanya Rangga."Wanita itu, dia tidak mungkin Siska. wajahnya...sama sekali, tidak mirip dengan Siska. aku yak-""Maaf, tapi itulah Siska. wanita yang wajahnya rusak dan bertubuh kurus itu Siska." Potong Joni. Saat Suci akan mematahkan perkataan Joni, seorang dokter dan perawat datang menghampiri mereka."Siapa diantara kalian, yang bernama Rangga?" tanya dokter itu sambil tersenyum."Saya, dok. " Rangga maju selangkah, agar bisa lebih dekat dengan sang dokter bertubuh gempal itu."Saya harap, kedatangan anda bisa sedikit membantu kesembuhan Siska," Mendengar nama Siska disebut, Suci kembali menolehkan kepalanya pada kaca jendela ruangan itu.Suci kembali mendekatkan wajahnya pada kaca jendela ruangan itu. Berkali-kali ia menggelengkan kepalanya, air matanya menetes begitu saja tanpa dapat ia cegah. Siska yang dulu terlihat begitu cantik dengan wajah yang semp
Sandi yang telah sepenuhnya pulih dari luka yang dideritanya, telah kembali ke rumah. Lebih tepatnya, rumah yang disediakan oleh Lestari. Ia begitu menjaga keamanan mantan sahabatnya itu, dari orang-orang yang bisa saja kembali akan melukainya."Bagaimana, sudah kau urus semuanya?"Joni mengangguk mengiyakan.Lestari mendesah lega, karena semua rencana yang telah ia rancang sudah mulai menemui titik terang."Baguslah, kalau begitu tugasmu kali ini adalah mengantarkan anak menantuku ke Rumah Sakit-""Anda serius?"potong Joni. Pria itu nampak menatap wajah majikannya itu begitu serius."Maaf, apabila tindakan saya tidak sopan. tapi, terlalu berisiko jika harus kembali mempertemukan Rangga dengan mantan kekasihnya itu. saya hanya kasihan pada Suci." Lanjutnya tanpa berani memandang wajah Lestari.wanita itu sempat ingin memprotes, namun hal itu urung ia ucapkan karena paham bahwa Joni sudah mengetahui seluk beluk tentang keluarganya.Joni bukan sekedar anak buah Lestari. Namun, pria itu
Lestari menatap wajah Suci, sebenarnya ia tidak ingin menyakiti buah hatinya itu. Tapi, sebagai seorang wanita, Lestari tidak cukup kuat untuk menahan beban pikiran saat melihat penderitaan Siska.“Maafkan, ibu sayang. Ibu kasihan melihat keadaan Siska. Dia benar-benar membutuhkan bantuan kita. Ibu tahu, kau akan kembali terluka saat suamimu menolongnya. Tapi, ibu yakin kau akan merasa kasihan jika melihat keadaannya.”Suci mengalihkan pandangannya pada suaminya. Ia ingin melihat dan mendengar, apa yang akan diucapkan oleh Rangga. Suci ingin mendengar, jawaban yang akan keluar dari bibir pria itu.Rangga yang ditatap seperti itu, mengalihkan pandangannya. Ia tidak dapat langsung memberikan jawaban atas apa yang diinginkan oleh ibu mertuanya itu. Jujur saja, banyak hal yang dulu pernah ia alami bersama dengan Siska. Ia tidak menampik, bahwa kehadiran Siska dulu pernah mengisi ruang dalam hatinya.“Apa jawabanmu, mas?” Suci tidak dapat bersabar lagi. Ia tidak ingin menunggu lebih lama l
Rangga hanya diam menatap isi karung yang telah dibuang oleh seseorang di depan pagar rumahnya.“Apa kita laporkan ke polisi saja, mas?” tanya Suci saat melihat isi karung yang membuat perutnya bergejolak ingin muntah.“Tega sekali mereka,”“Hubungi Polisi, kita akan lihat apa yang sebenarnya mereka inginkan. Jangan-jangan ini perbuatan Anton.” Pikir Rangga dengan mata yang masih menatap tubuh anjing yang telah mati. Bukan hanya satu, melainkan tiga ekor anjing yang sudah tidak bernyawa.***Pemberitaan tentang Karung berisi anjing yang telah mati menjadi topik hangat untuk, dibicarakan diberbagai macam platform media elektronik. Keluarga Rangga kembali menjadi bulan-bulanan pembicaraan media sosial manapun. Hal itu, membuat pria itu kembali harus ekstra berhati-hati saat pergi ke suatu tempat, terutama untuk keselamatan Suci, istrinya.“Ini adalah hasil petisi tanda tangan para karyawan yang tidak menginginkan kehadiran mu, di kantor ini.” Anton membuka rapat koordinasi dengan para p
"Apa kau mau aku pecat, hah! mengganggu saja!" ucap Rangga pada seorang wanita yang terlihat menundukkan kepalanya saat pintu kamar telah terbuka."Ma-maaf pak, tapi tadi ada mobil berhenti di depan gerbang. terus melemparkan sesuatu di dalam karung. penjaga di depan gerbang, tidak berani membukanya tanpa persetujuan anda." Jawab wanita itu.Rangga menggeleng, otaknya terasa ingin pecah. namun, ia berusaha untuk tetap tegar menghadapi kenyataan bahwa ada saja manusia yang mencoba untuk mengganggu waktunya."Baiklah, dengarkan aku baik-baik. biarkan karung itu ditempatnya, tunggu sampai aku turun ke bawah, yang terpenting. kamera pengawas sudah merekam aksi orang tersebut. mengerti?""Baik, pak. saya akan memberikan informasi ini pada para penjaga." wanita itu bergegas untuk pergi meninggalkan Rangga."Ada apa mas?" tanya Suci, saat Rangga kembali masuk.ke dalam kamar dan menutup pintu."Hanya masalah kecil, tapi mereka membesarkan semuanya."Rangga menatap tubuh Suci yang sudah terbal
Rangga masih belum beranjak dari tempat duduknya. pria itu terlihat kesal karena sudah mendapatkan penolakan mentah-mentah oleh Suci. wanita itu nampak lebih segar setelah keluar dari kamar mandi.Suci memang menolak berhubungan dengan Rangga. hal itu karena bagian bawah tubuhnya masih merasa sakit karena ulah Rangga saat di kantor tadi."Masih marah?" Rangga menatap dingin wanita cantik yang saat ini sedang menatapnya."Sayang..." Suci mendekat, duduk di samping pria yang masih menampilkan wajah enggannya.Rangga mendesah pasrah, ia tidak mungkin bisa terus-terusan marah pada istrinya itu."Aku kesal, tidak dapat menikmati makananku." Jawab Rangga dengan senyum liciknya."Jadi, kau pikir aku ini makanan?"Rangga tertawa terbahak-bahak mendengar pertanyaan Istrinya itu.Suci terlihat sedikit terkejut, dengan respon yang diberikan oleh suaminya itu. setelah beberapa lama tidak melihat wajah Rangga yang tertawa lepas Seperti ini, rasanya hal ini begitu menakjubkan.Suci merengkuh tubuh
Rangga mendekatkan wajahnya pada Suci, membuat wanita itu seketika mundur dan tidak dapat berbuat apa-apa karena kepalanya telah terpojok ke kaca jendela mobil."Mas, berhenti!"Rangga menghentikan gerakannya, alisnya terangkat satu. raut wajahnya terlihat agak kesal karena ucapan Suci."Mas, tolonglah. ini di jalanan, masa mau ciuman di dalam mobil?""Tidak ada yang salah, kita adalah suami istri yang sah!" Rangga terlihat kesal, pria itu kembali memperbaiki posisi duduknya pada kursi yang diduduki."Mas, jangan marah. dengarkan aku, setelah itu... terserah dirimu mau melakukan apa pun yang mas mau."Rangga menoleh, menatap wajah sang istri dengan senyum liciknya."Aku sempat menatap sorot mata Anton yang begitu kosong. apa mungkin selama ini Anton berpura-pura saja menjadi jahat?"Rangga semakin mengerutkan keningnya . ia masih merasa aneh dengan cara berpikir Suci. bagaimana bisa, apa motifnya?Rangga menggeleng, bentuk dari tidak setujunya ucapan yang baru saja Suci ucapkan."Tapi
Suci sedang bersandar pada mobil, menunggu Rangga yang sedang mengambil kunci mobilnya yang tertinggal di ruangannya.“Suci?”Mendengar namanya dipanggil, Suci sedikit terkejut. Terlebih, ia mengenali suara itu. Walaupun ragu, Suci akhirnya menoleh . Karena tidak mungkin dirinya berpura-pura tidak mendengar sapaan itu. “Anton?”Pria itu menyunggingkan senyumnya. Seperti tidak terjadi apa-apa.“Pertemuan ini terasa canggung,” ujar Anton. Langkah kakinya semakin mendekat pada tubuh Suci.Suci berdehem beberapa kali, untuk menghilangkan rasa gugupnya.“Sebenarnya…hal ini tidak perlu terjadi. Aku, masih berharap agar kau tetap jadi asisten, mas Rangga.” Anton menghentikan langkahnya, tepat dihadapan Suci.Pria itu terlihat masih tersenyum menanggapi perkataan Suci. Namun, senyumannya justru membuat wanita cantik itu terlihat tidak suka. Lebih tepatnya, rasa takut yang terlihat jelas pada wajah Suci.“Kenapa ekspresi mu seperti itu? bukankah kita teman?”“Teman?”Anton mengangguk, mengiy
Setelah puas menikmati permainan singkat yang telah Rangga lakukan, Suci segera membasuh tubuhnya di toilet ruangan Rangga. Ia tidak ingin jika bertemu dengan karyawan di kantor ini, mereka dapat mencium aroma tubuh Rangga yang masih menempel pada tubuhnya.“Sudah?” tanya Rangga yang melihat tubuh istrinya itu baru keluar dari toilet.Suci mengangguk, lalu memilih untuk duduk di Sofa.Rangga dapat melihat bagaimana lelahnya sang istri setelah mendapatkan hukuman atas kesalahannya karena main kabur dari rumah. Namun, siapa sangka jika Suci tidak menyadari hal itu. Rangga memang sengaja akan mengerjai Suci di kantor, itulah sebabnya mengapa ia memilih untuk berangkat pagi-pagi sekali.“Mas, apa hari ini kau ada rapat?”Rangga mencoba untuk mengingat.“Hari ini tidak, tapi besok jam sebelas akan ada Rapat yang membahas soal petisi tanda tangan untuk aku dikeluarkan dari kantor ini, dan di pindahkan ke kantor cabang.” Jawab Rangga, wajahnya sama sekali tidak mengisyaratkan kesedihan. Pri