Rio dan orang tuanya membulatkan keberaniannya memohon ampunan kepada Inara. Dengan berniat baik ingin bertanggung jawab atas semua yang dilakukan oleh Rio. Mereka berangkat menuju rumah Inara. Sesampai disana seperti biasa mereka harus melalui pemeriksaan ketat oleh penjaga dan pengawal ayah Inara.
Keluarga Inara yang masih dirundung kesedihan karna yang telah dialami putrinya sempat menolak kedatangan tamu itu. Namun karena ayah Rio memohon kepada penjaga akhirnya papa Inara yang penasaran siapa tamu itu membolehkan mereka masuk"Silahkan masuk, harap tinggalkan identitas bapak disini."Setelah dipersilahkan masuk, mereka diantar kedalam rumah. Mengetahui ketatnya penjagaan rumah itu membuat papa dan mama Rio gemetar membayangkan nasib anaknya."Ya Alloh Rio, semoga masih ada pengampunan untukmu, Ayah sudah tidak tahu lagi Rio, melihat seperti ini keluarga gadis yang telah kau ambil paksa kehormatannya Ayah sudah tidak bisa berbuat apa apa selain pasrah."Mama Rio hanya menangis, sedangkan Rio hanya tertunduk pasrah. Rio hanya berharap Inara mau memaafkan perbuatannya, dia sudah pasrah apabila pada akhirnya Inara tetap memintannya masuk kedalam penjara.Terlihat penjaga yang tadi mengantarkan ke dalam keluar menghampiri dan meminta mereka masuk menunggu di dalam."Silahkan masuk, Bapak Ibu dan Mbak Inara masih bersiap, silahkan menunggu di dalam!"Ayah Rio hanya tertunduk dengan posisinya saat ini yang sedang mengantar seorang buronan dan pemerkosa anak walikota. Papa Inara nampak keluar bersama mamanya, mereka masih belum tahu siapa yang datang bertamu."Selamat malam, maaf kalau boleh saya tahu bapak dan Ibu ini siapa dan ada keperluan apa?""Sebelumnya perkenalkan saya Dokter Rudi dan ini istri saya, mohon maaf kami telah mengganggu waktu bapak dan ibu.""Tidak bapak, kami tidak terganggu, langsung saja bapak bagaimana apa ada yang bisa saya bantu?" Papa Inara masih bersikap baik kepada ayah dan mama Rio karena mereka belum tahu siapa mereka sebenarnya."Kami bermaksud mengantar anak kami Rio kesini untuk memohon maaf dan bertanggung jawab atas apa yang telah dilakukannya kepada putri bapak."Suasana berubah hening dan tegang, Papa Inara yang ramah kini memasang muka geram dan menahan emosinya. Lama papa Inara diam tidak menjawab kata kata ayah Rio, tak ada satu orang pun yang berani bersuara."Coba ulangi sekali lagi bapak, bapak tadi siapa dan maksud bapak apa datang kesini?" Papa Inara meminta ayah Rio mengulangi sekali lagi perkataanya."Kami adalah orang tua Rio bapak, putra kami bersalah telah melakukan tindakan pelecehan kepada putri bapak dan kami." perkataan ayah Rio dan berganti bentakan Papa Inara yang marah."Diaaaaaaam! Jangan berkata apa apa lagi kalian, bagus kalian datang kesini punya nyali kalian menampakkan diri kalian."Rio segera bangun dan berlutut dibawah kaki Papa Inara."Ampuni saya pak, saya khilaf, saya telah bersalah kepada Inara saya mohon ampun!"Papa Inara diam tidak berkata sedikitpun dengan menarik nafas panjang."Bangun kamu!" bentak papa Inara kepada Rio.Rio menuruti perintah papa Inara dan,Plaak, plaak, plaak!!Tamparan berkali kali dari tangan papa Inara mendarat di wajah Rio."Masih punya nyali kamu datang kesini memohon ampunan kami, dia putri kami satu satunya kamu telah merusaknya dan menodainnya."Inara yang mendengar dari dalam, dia memutuskan untuk keluar dan menghampiri Rio. Inara hanya diam menatap tajam Rio. Rio yang dari tadi menunduk tidak menyadari bahwa Inara kini ada dihadapanny bersama papanya."Akhirnya kamu menyerahkan diri Rio setelah apa yang kamu lakukan kepadaku, tega kamu Rio kenapa Rio?" Inara kembali menangis meluapkan emosinya."Maaf aku tidak bisa memberi kata maaf untukmu Rio, papa mencarinya bukan, dia sekarang ada dihadapan papa, papa suruh ajudan papa membawanya ke penjara pa.""Kamu dengar kata kata anakku kan, kamu dengar apa yang dia minta?""Pak Pram, pak Pram," papa Inara berteriak kencang memanggil ajudannya itu."Siap pak.""Dia yang kita cari sekarang datang menyerahkan dirinya, bawa dia pergi dan serahkan kepada petugas agar dia bertanggung jawab atas apa yang dilakukannya di balik jeruji besi, bawa dia pak Pram!"Rio hanya tertunduk pasrah, dan memberanikan diri untuk berkata kepada Inara sambil berlutut dihadapan Inara."Saya terima Inara, saya memang pantas mendapatkan ini Inara, aku hanya mohon ampuni aku Inara, aku khilaf yang tak dapat membendung hasratku dan juga perasaanku kepadamu Inara," air mata penyesalan Riopun jatuh.Ayah Rio hanya pasrah terdiam melihat putranya yang sedang dalam ambang kehancuran, dan akan menebus kesalahnnya di jalur hukum."Ayo bangun kamu, ikut saya!"Ajudan papa Inara segera membawa Rio kedepan untuk diserahkan kepada pihak berwajib. Namun disaat Rio sedang berjalan bersama ajudan papa Inara, mama Rio yang dari tadi diam menangis melihat putranya itu tiba tiba berganti bersujud dihadapan Inara dan Papanya."Saya mohon bapak walikota, saya mohon pak, ampuni anak saya, saya hanya mempunyai dia pak, dia satu satunya putra saya, saya mohon Inara ampuni Rio, jangan bawa anak saya tolong, tolong, biarkan saya saja yang menjalani hukuman itu karna saya sudah salah mendidik dia," Mama Rio terus memohn ampun untuk anaknya dengan berlutut dan menangis.Namun Inara dan papanya yang terlanjur marah mencoba tidak mempedulikannya. Mama Rio terus menangis kini dia berganti berlutut dan bersujud dibawah kaki mama Inara yang dari tadi hanya diam."Saya mohon ibu, ibu juga sama dengan saya yang hanya mempunyai satu satunya anak, ibu hanya punya Inara, saya mohon ibu ampuni anak saya, kami janji anak kami akan bertanggung jawab kepada Inara bu.""Sudah ma, ayo kita pulang, biarkan Rio bertanggung jawab untuk semua tindakannya." Ayah Rio yang sudah tampak menyerah dengan usahanya mendapatkan ampunan dari Inara dan keluarganya."Gak pa, mama gak mau pulang mama mau ikut Rio nemeni Rio pah," sambil menangis dan masih berlutut mama Rio menolak ajakan papa Rio untuk pulang.inara yang masih menyimpan luka pergi meninggalkan mereka dan tidak mempedulikan mereka. Hatinya hancur, sifatnya yang pemaaf kini telah hilang.Papa dan mama Inara mencoba membuka pikiran mereka dan berbicara baik baik kepada orang tua Rio."Bangunlah bu, kita bicara dulu.""Saya mohon maaf apabila saya bersikap kasar ke pada bapak dan ibu, itu semua karena emosi saya kepada anak bapak ibu yang telah menodai anak kami satu satunya yang sebentar lagi akan menikah."Ayah Rio memberanikan diri untuk menawarkan solusi terbaik yaitu Rio akan bertanggung jawab menikahi Inara. Ayah Rio masih terus berusaha menyelamatkan putranya yang saat ini sedang diserahkan kepada pihak berwajib untuk mempertanggung jawabkan perbuatannya."Mohon maaf sekali lagi bapak atas apa yang telah dilakukan anak saya Rio, kami menerima jika memang tidak ada jalan lain selain memproses Rio secara hukum.""Kami tadinya berniat datang kemari untuk menyelesaikan ini secara kekeluargaan, mengingat bapak seorang walikota dan saya juga seorang pimpinan utama di sebuah rumah sakit, ini semua demi nama baik keluarga kita yang sudah terlanjur tercoreng karena putra kami."Papa Inara yang mencoba memahami maksud perkataan ayah Rio mencoba menanyakan apa keinginannya."Maksud bapak apa diselesaikan secara kekeluargaan?""Rio akan menikahi Inara pak, ini semua agar nama keluarga bapak tidak tercemar dan juga malu.""Tapi Inara sudah mempunyai calon suami mana mungkin saya menikahkan anak saya dengan putra bapak yang telah menodai anak saya?"Ayah Rio yang terus mencari cara untuk membela Rio masih berusaha bernegosiasi dengan papa Inara."Kami hanya menawarkan kepada bapak, jika bapak tidak berkenan kami tidak memaksa, kami terima keputusan anak kami akan lanjut diproses hukum, namun ini juga menghindari malu bagaimana mungkin Inara menikah dengan calon suaminya dengan keadaannya yang seperti ini, ini akan berpengaruh nanti dirumah tangganya, bagaimana jika suami Inara menerimanya dengan terpaksa dan malah berbuat yang tidak tidak kepada Inara pak, kami juga memikirkan masa depan Inara."Papa dan mama Inara hanya terdiam, mencoba menerima apa yang mereka katakan. Mereka meminta ayah dan mama Rio untuk memberikan mereka waktu untuk berpikir. Ayah dan mama riopun setuju mereka berpamitan pulang dan berharap orang tua Inara menerima tawaran mereka. Namun malam ini mereka harus merelakan Rio bermalam dibalik jeruji besi."Kami kalau begitu pamit pulang, mohon maaf sekali kali lagi kami mohon maaf bapak, kami berharap bapak bisa menerima pertanggung jawaban kami dan putra kami bapak.""Baiklah biarkan kami berpikir malam ini, kita bicarakan lagi besok, bapak bisa menemui saya besok di kantor ataupun datang kerumah ini kembali."Ayah dan mama Rio pergi meninggalkan rumah Inara dengan sedikit lega karena papa Inara yang mulai membuka hatinya untuk permohonan maafnya. Mereka pulang membawa harapan bahwa putranya akan bisa keluar dari balik jeruji besi dan keluarga Inara menerima pertanggung jawaban putranya untuk menikahi Inara. Papa dan mama Inara hanya terdiam berdua ditengah malam, mereka yang tak dapat memejamkan matanya mencoba berdiskusi tentang tawaran keluarga Rio. "Gimana menurut mama, apa kita harus memutus hubungan Inara dan Arga, dan menerima Rio serta mengampuninnya?" "Mama gak tau pa, mama jadi kepikiran apa yang dikatakan ayah Rio, gimana kalo Arga tau dan malah meninggalkan Inara, atau dia tahu tapi terpaksa menerima Inara yang sudah ternoda dan malah nantinya menyia nyiakan Inara setelah mereka nikah, atau kemungkinan buruknya adalah Inara hamil tanpa suami." mama Inara menarik nafas panjang setelah menyampaikan itu semua."Gimana kalo menurut papa sendiri pa?" "Sama ma, papa ingin Rio dihu
"Sudah yakin mau mencabut laporanmu?" "Sudah Pa, aku tidak mau mengorbankan nama baik papa, bukan karena aku menerima maaf dan memberi ampunan pada laki laki itu." "Papa dan mama akan menemanimu mulai hari ini dan seterusnya papa dan mama tidak akan mengijinkanmu pergi sendi tanpa ada yang mendampingi."Mereka pergi untuk mencabut laporan, dalam perjalanan papa Inara menghubungi orang tua Rio dan mengabarkan bahwa Inara bersedia mencabut laporan dan tuntutannya kepada Rio. Hesti mencoba menghubungi Inara berkali kali dia mengkhawatirkan keadaan Inara yang pergi tanpa pamit saat di villa dan tanpa kabar, namun Inara hanya melihat ponsel nya yang berdering dan mengabaikannya. Inara masih trauma dengan kejadian malam itu, dia hanya diam dan tidak mau merespon semua panggilan dan pesan yang masuk bahkan dari Arga tunangannya. "Nara handphone mu dari tadi bunyi, kamu tidak mau jawab telponnya, siapa tau itu penting dari tempat kerjamu." "Biarkan saja ma, Nara masih belum siap untuk be
"Tentu saja saya simpati bu, sangat simpati bahkan, apa yang terjadi kepada Inara semua karena anak saya, saya uang semestinya tidak pantas meminta pengampunan apalagi sampai meminta membebaskan anak saya." "Jangan seperti itu bu, saya tau perasaan ibu kita sama sebagai orang tua tidak ingin melihat anaknya menderita, begitu juga dengan ibu, sudahlah apa yang terjadi tidak usah dibahas lagi, kita pikirkan saja apa yang harus kita lakukan selanjutnya yang tentunya terbaik untuk anak anak kita." Dalam hati mama Rio dia merasakan kekaguman kepada sikap bijaksana mama Inara yang menyikapi permasalahan sebesar ini dengan hati yang dingin. Ini membuat mama Rio menyadari mengapa anaknya bisa jatuh hati kepada Inara, mungkin bukan saja karena kecantikannya namun juga karena sifat baiknya yang diwariskan oleh mamanya. Tak berapa lama terdengar panggilan petugas untuk keluarga Rio dan Inara. Orang tua Rio dan Inara masuk ke dalam ruangan dan menandatangani surat pernyataan bahwa kedua belah
Tak terasa dua jam Rio tertidur, namun dia dibangunkan oleh suara dering telpon. Dalam keadaan masih mengantuk dan sedikit belum sadar sepenuhnya dia lihat handphonenya. Lagi lagi Hesti yang menelpon, dia yang sedang menghindari Hesti akhirnya dia menjawab juga panggilannya yang dulang ulang berkali kali. "Halo Hes, ada apa?" "Ya ampun Rio akhirnya kamu angkat juga telpon aku, pesan pesanku juga tidak ada satupun yang kamu balas hanya kamu baca saja, kamu kenapa sich?" "Maaf Hes aku lagi sibuk banget, o ya maaf aku gak sempat berpamitan waktu pulang dari Villa aku buru buru ada urusan." "Sesibuk itu ya sampai balas pesan pribadi aku dan jawab telponku aja kamu gak sempat." Mendengar kata kata keluhan yang keluar dari Hesti membuat Rio risih. "Wajib banget ya aku lapor semua aktifitasku ke kamu Hes, memang hubungan kita itu apa? dah ya Hes aku mandi dulu aku harus siap siap ke rumah sakit." Rio yang nampak kesal dengan sikap Hesti langsung mematikan telponnya. "Nyebelin banget
Sesampainya ditempat psikolog mereka harus menunggu karena ada beberapa klien, sampai tibalah saat panggilan untuk Rio. Rio yang ditemani Nasrul bertemu dengan psikolog itu dan segera menceritakan apa yang terjadi pada Inara. Dengan geram psikolog itu mendangar cerita Rio, namun dibalik itu dia juga bersimpati kepada Rio yang berani bertanggung jawab. Hampir satu jam mereka berdiskusi Rio membuat kesepakatan dengan psikolog itu apabila nantinya dia akan dipertemukan dengan Inara dengan membawanya kerumah Inara secara privat untuk proses pemulihannya. "Nas makasih banget ya kamu dah bantui aku, kamu emang temen aku yang baik dari dulu, kamu selalu ada buat ngebantu aku." "Ah bisa aja kamu, sama sama sekarang mumpung kamu masih libur kamu pakai kesempatan libur yang gak panjang ini buat fokua ke Inara, aku doakan semoga baik baik saja." "Ok Nas, kamu aku antar dulu balik ke rumah sakit buat ambil mobilmu habus itu aku mau langsung ke rumah Inara ketemu sama orang tuanya." "Gak usah
"Alhamdulillah akhirnya papa melihat senyummu kembali lagi nak." Rio yang belum berani menatap wajah Inara hanya tertunduk. Waktu telah menunjukkan pukul 22:00 Rio dan psikolog itu berpamitan pulang. Mama dan papa Inara mengucapkan terima kasih dan menunjukkan perasaan bahagianya setelah melihat perubahan Inara. Sebelum beranjak pergi psikolog yang bernama Rosyi itu mengatakan besok pagi dia akan datang lagi untuk melanjutkan terapinya, dia juga tidak lupa meberi pesan kepada Inara untuk tetap semangat. Mendengar pesan itu Inara hanya mengangguk dan tersenyum. Sesekali Rio memberanikan diri melirik ke arah Inara untuk menatapnya, dia lega kini wajah Inara yang muram sudah kembali seperti semula. Rio dan psikolog itu berjalan keluar untuk pulang, namun disaat langkah kaki Rio beranjak pergi dari rumah Inara, terdengar Inara memanggilnya. "Rio, terima kasih." kata singkat dan dengan senyuman itu membuat hati Rio berdetak kencang lagi. Dia hanya membalas kata singkat Inara dengan angg
"Rio? ada dirumah Inara, ada apa ini? kenapa dia juga tidak menyapaku padahal dia jelas melihatku, bahkan senyum pun tidak." Hesti berjalan menuju pintu rumah Inara sambil terus berpikir dan penasaran kenapa Rio ada disini. Setelah memencet bel tampak dari dalam pelayan membukakan pintu dan menanyakan Hesti mau menemui siapa. Pelayan menyuruhnya masuk dan menunggu. Tak berapa lama Inara keluar dan menemui Hesti. "Nara, apa kabar kamu sayang? aku telpon kamu tapi nomer kamu gak aktif." Sapa Hesti sambil memeluk sahabatnya. "Maaf Hes aku baru hari ini nyalakan hand phone, dari kemarin aku gak enak badan pengen istirahat aja gak mau diganggu siapa siapa, kamu apa kabar maaf ya aku gak sempat pamit waktu itu." "Gak papa, gak masalah kok." Hesti penasaran dengan keberadaan Rio yang keluar dari rumah Inara , lalu dia bertanya kepada Inara. "Ra aku tadi di gerbang ketemu sama Rio, dia dari sini Ra?" Mendengar pertanyaan itu, Inara tampak kebingungan akan jawab apa, dia sempat terdiam s
Beberapa minggu setelah kejadian itu, Inara memutuskan untuk mulai kembali ke aktivitasnya dia mulai masuk mengajar sebagai dosen setelah cuti lumayan lama. Papa dan mama Inara sempat tidak mengijinkan putrinya itu beraktivitas kembali namun setelah Inara menjelaskan alasannya yang sudah mulai jenuh dan juga mungkin dengan mengajar dia bisa lebih terhibur maka orang tua Inara akhirnya mengijinkannya. Inara sempat ragu, karena dia takut disaat dia masuk Inara mendapat hinaan atas kejadian yang menimpannya, namun ketakutan Inara itu tidak terjadi, keadaan di kampus Inara nampak tenang saja ketika Inara datang, rupanya berita soal kejadian itu cepat di take down oleh papa Inara sehingga tidak sampai terdengar di kampus Inara. Beberapa dosen menanyakan kesehatan Inara yang cuti karena sakit hampir tiga minggu. Jam mengajar telah selesai, kegiatan hari ini membuat Inara kembali bersemangat kembali, dia mulai melupakan kejadian yang dia alami. Keluar dari kelas Inara menuju taman untuk be
"Aku benci kamu Inara, aku benci kamu." Dalam perjalanan Rio terus meracau, dia tidak hentinya mengungkapkan kekecewaannya kepada Inara. Hesti memanfaatkan keadaan ini dengan baik, dia tak ingin menyia nyiakannya. Mobilnya terus melaju menuju sebuah tempat penginapan. Dia ingin memanfaatkan keadaan Rio yang sedang tidak sadar ini dengan sebaik mungkin. Sesampainya di sebuah hotel, Hesti segera membawa Rio masuk kedalam kamar yang telah dipesannya. Hesti merebahakan tubuh Rio yang sedang tidak sadar diatas ranjang. Dia melepas seluruh baju pengantin yang masih menempel pada tubuh Rio. Disaat itulah Hesti mulai bertindak nekat, dia meraba seluruh badan Rio. "Sayang, lampiaskan seluruh luka hatimu kepadaku. Aku akan mengobatimu dan mulai saat ini aku akan mendapatkanmu seutuhnya."Hesti dengan agresif menyerang tubuh Rio yang masih dalam pengaruh alkohol. Dia mencium seluruh tubuh Rio, melumat habis bibirnya dan tak melewatkan satuapun bagian tubuh Rio. Hesti melepas seluruh bajunya hi
Penghulu dan juga papa Inara segera bersiap untuk melanjutkan akad nikah itu. Dari kejauhan nampak Hesti dan Arga yang tersenyum sengit dan bertatapan seakan tidak sabar menunggu sebuah pertunjukkan drama yang akan segera dimulai. Sementara Rio sudah duduk dihadapan papa Inara yang akan menjadi wali nikah untuk putrinya, Rio tertunduk tak menatap papa Inara yang ada dihadapannya. "Nak Rio bisa kita mulai kan?" Rio memgangkat kepalanya yang tertunduk, dia menoleh kearah Inara dan Rio hanya mengengguk kecil me jawab pertanyaan penghulu yang akan membimbing acara akad nikah itu. Penghulu pun memulai acara akad nikah antara Rio dan Inara, dua membaca sebuah doa sebelum ijab qabul itu diucapkan. Setelah itu penghulupun mempersilahkan papa Inara untuk melantunkan ijab qabul itu. "Saudara Rio, saya nikahkan dan kawinkan kau dengan putri saya Inara Darmawan binti Darmawan dengan mas kawin uang sebesar tiga juta tujuh ratus lima puluh ribu dan seperangkat alat sholat dibayar tunai." Suara l
"Batal? apa yang batal maksudnya ma?" Celetuk Ayah Rio yang baru saja mendengar percakapan terakhir antara Rio dan mamanya. "Rio ingin membatalkan pernikahannya dengan Inara." "Apa apaan kamu Rio, kamu ini kenapa semalam kamu sudah menghilang tiba tiba dari acara malam midodaren sekarang kamu mau mebatalkan pernikahanmu dengan Inara, kamu ini kenapa Rio? sekarang juga kamu siap siap dan kita pergi kerumah Inara!" "Gak yah aku gak akan melanjutkan pernikahan ini sampai Inara memberikan bukti bahwa anak yang ada dalam kandungannya benar benar anak Rio." Pernyataan Rio membuat ayahnya semakin marah. Ayah Rio tak menerima alasan apapun yang disampaikan oleh putranya, dia tetap memaksa Rio untuk bersiap melanjutkan acara pernikahannya di pagi ini. "Kamu tau Rio sebagai lelaki yang bertanggung jawab apapun itu kami harus tetap melanjutkan pernikahanmu, tepati janjimu kepada Inara. Bagaimanapun kamu yang telah menodainya dan sekarang kamu malah berkelit mencari alasan untuk membatalkan
"Arga..bisa bisanya kamu menjatuhkan tuduhan seperti itu sama aku tega sekali Arga kamu setelah sekian tahun aku menjaga kesetiaanku hanya buat kamu, aku hamil bukan karena selingkuh tapi karena pelecehan yang dilakukan Rio asal kamu tahu itu. Papa percaya aku pa semua yang dikatakan Arga iti tidak benar dan fitnah." "Tapi kamu menikmatinya kan Inara sampai sampai kamu hamil, halah mengaku saja kamu Inara, aku sudah lama tau kelakuanmu yang gampang sekali terjerat rayuan laki laki, sudahlah mungkin karena Rio tahu tingkah aslimu makanya dia ragu kan karena bukan hanya dia yang menanamlan bibitnya dirahimu." Hujatan dan hinaan Arga tak kunjung henti hentinya, hingga amarah dan emosi Inara terpancing, dan,,Plaaaaaak!! "Tutup mulutmu, aku tidak mengira laki laki yang aku kenal selama ini bermulut busuk sepertimu Arga." Inara meluapkan amarahnya yang sudah tidak bisa dia tahan karena mendengar kata kata Arga yang semakin menjadi jadi. Bukannya berhenti namun Arga semakin semangat mengu
Dia terus mengulang ulang rekaman itu. Disaat dia memutar rekaman itu papa Inara yang mendengar keributan dari kamar putrinya dan segera.menuju kamar Inara. "Ada apa ini?" Tanya papa Inara dengan nada tinggi. "Kebetulan sekali papamu juga ada disini, aku akan putar sekali lagi perlngakuan dosamu ini." Rio segera.mengulang kembali memutar rekaman itu dengan wajah yang memerah karena terbakar api amarah. "Hentikan Rio cukup Rio, semua yang kamu dengar itu tidak benar Rio. Aku bersumpah ini anakmu Rio, hentikan Rio. Fitnah Rio itu semua fitnah aku tidak pernah berbicara seperti itu Rio." Tangisan Inara pecah memenuhi ruang kamarnya. Mama dan papa Inara hanya terdiam setelah mendengar rekaman yang diputar oleh Rio. Mereka tak tau lagi apa yang harua mereka katakan. "Saya memutuskan untuk membatalkan pernikahan ini. Kamu minta Arga menikahimu Inara, seperti yang kamu katakan Arga adalah ayah dari anakmu, aku sudah memintamu jujur tapi kamu, kamu malah marah dan masih berkelit. Bapak ib
Melihat Inara yang sudah mulai menunjukkan bahwa dirinya telah menerima Rio dan juga kehamilannya membuat kemarahan Hesti semakin memuncak. Hesti dengan licik merekam semua cerita Inara, dia mebawa rekaman itu kepada seorang teman. Meminta temannya untuk mengedit rekaman itu dan menjadikan sebuah cerita baru yang akan siap menghancurkan pernikahan Inara dan juga Rio. Rekaman baru telah Hesti dapatkan, dia menghubungi Arga dan menceritakan semua rencananya yang telah dia siapkan dengan rapi. Keesokan harinya tepat dua hari sebelum pernikahan Rio berlangsung, Hesti menelpon Rio dengan berpura pura mengucapkan selamat kepadanya dan mengatakan ingin menemuinnya. "Halo Rio, selamat ya akhirnya temenku yang satu ini menemukan pelabuhan hatinya. Oh iya bisa gak kita ketemh sebentar aja, aku pengen ngobrol bentar." "Ok Hes, kebetulan aku juga lagi diluar, kita ketemu dicafe biasanya ya." "Ok Rio sampai ketemu nanti, hati hati ya calon pengantin." Hesti sudah tidak sabar ingin menunjukka
Hesti menyeret keluar tubuh Rio dan mengajaknya pergi meninggalkan Arga yang sedang kalap. Rio dan Hesti masuk kedalam mobil, melihat Rio yang penuh luka di wajahnya Hesti membersihkan wajah Rio. "Ya Alloh Rio apa yang sebenarnya terjadi sampai seperti ini?" "Aku tadi sudah menceritakkan jujur kepada Arga apa yang sebenarnya terjadi Hes, dan Arga langsung memukulku seperti ini." "Gila kamu Rio, sudah tau mereka masih belum putus posisinya kamu bicara seperti itu pantas saja Arga langsung kalap. Ya Alloh Rio Rio kamu ini." "Cepat atau lambat Arga juga harus tau Hes. Aw Hes pelan pelan sakit. Udah hes udah nanti saja ini sekarang ayo kita pergi dari sini aku gak mau sampai Arga menyusul kita kesini dan malah membuat masalah baru." Melajukan mobilnya meninggalkan cafe itu dan menuju sebuah tempat yang biasa dia kunjungi. Sepanjang perjalanan mereka menghabiskan dengan cerita antara Rio dan Inara yang berhasil membuat Hesti semakin memanas. Sesuai dengan rencanannya kini Hesti akan m
Setelah Arga dan Hesti bertemu, mereka melakukan strategi mereka untuk mengelabui Rio. Arga menghubungi Rio untuk mengabari Rio jika dia siap untuk bertemu. Saat telpon terhubung dan Arga berbicara dengan Rio, saat itulah Hesti melakukan perannya. Hesti mendekat kepada Arga dan berbicara dengan nada manja. "Sayang telpon siapa sich?" Hesti dengan sengaja memanggil Arga untuk mengelabui Rio. Benar saja Rio ketika mendengar suara itu langsung bertanya kepada Arga. "Siapa itu Ga?" Tanya Rio. "Inara, biasa dia lagi kambuh manjanya kalau habis lama tidak ketemu." Jawab Arga dan diikuti dengan suara Hesti yang kembali memanggil manja kepada Arga. "Sayang telpon siapa kok lama sekali, siapa sich sayang. Ayo keburi mama sama papa datang tutup dulu telponnya sayang kita lanjutkan lagi. Ayo sayang!" Hesti kembali memainkan perannya sebagai Inara yang sedang merayu Arga. "Aduh Rio maaf ya, kita lanjut nanti ya ngobrol nya kita langsung ketemuan di cafe aja ya aku kirim alamatnya. Ini Inara
"Menghabiskan dua malam bersama Inara di puncak." Kata kata itu terngiang ngiang di benak Rio setelah dia berbicara dengan Arga. Benar seperti yang telah direncanakan oleh Arga, dia membuat Rio akan berpikir negatif soal kehamilan Inara saat ini setelah mendengar kata katanya. Rio mencoba mengira ngira apa yang sebenarnya terjadi, namun dia masih tetap berusaha untuk berpikir positif soal Inara. "Tidak mungkin, Inara bukan perempuan seperti itu pasti Arga sedang mengada ada, Inara hanya melakukan itu bersamaku saat malam itu dan dia sedang hamil anakku bukan anak Arga." Runtuk dalam hati Rio disaat dia masih kepikiran soal kata kata Arga. Tapi semua tidak semudah itu, tanpa dia sadar perasaan ragu itu muncul dalam benaknya ketika kata kata Arga terngiang ngiang datang kembali dalam benaknya. Tak ingin berpikiran buruk soal Inara, dia mencoba menghubungi Inara, namun beberapa kali dia mencoba memghubungi Inara tak juga dijawab. Pikiran Rio semakin kacau, dia memutuskan untuk pergi ke