Beranda / Romansa / Terbelenggu Cinta sang Pewaris / Chap 6. Aku suka perempuan liar!

Share

Chap 6. Aku suka perempuan liar!

Penulis: NAS
last update Terakhir Diperbarui: 2024-10-29 19:42:56

Chicago, Illinois.

Emma bekerja sebagai penjaga toko bunga di Monroe Flowers & Gifts. Sebuah toko yang namanya di ambil dari nama jalan tempat toko bunga tersebut berada. Pemiliknya bernama Ann, seorang perempuan cantik dan baik hati yang sudah menjadi teman sekaligus mentor bagi Emma selama lebih dari tiga tahun.

Kemarin tokonya mendapat pesanan besar untuk sebuah acara pertemuan. Si pembeli meminta Emma sendiri yang turun tangan untuk mengantar bunga. Ann tak mengerti mengapa si pembeli meminta Emma harus mengantar bunga. Dia akhirnya menyuruh Charles—rekan kerja Emma, membantu pengantaran karena pengantaran bukan tugas Emma.

Emma dan Charles sudah tiba sejak pukul delapan kurang sepuluh menit di sebuah gedung tinggi berlantai seratus yang terkenal di Chicago. Mereka berderap menuju lantai sembilan puluh empat—tempat acara pertemuan diadakan.

“Kenapa mereka harus jauh-jauh memesan ke tempat kita?” Charles kebingungan.

Emma mengangkat kedua bahunya. “Mungkin yang terdekat sudah kehabisan bunga segar,” jawabnya.

Mereka asyik berbincang sampai Emma tak memperhatikan sebuah pamflet yang terpasang di dalam lift barang. Setelah tiba di lantai sembilan puluh empat dengan membawa kereta dorong pengangkut barang, Emma dan Charles membagi tugas agar pekerjaan mereka cepat selesai.

Masing-masing mengerjakan dua puluh lima meja. Mereka meletakkan rangkaian bunga di atas setiap meja dan mengaturnya supaya terlihat indah dipandang.

“Ms Emma,” panggil suara laki-laki dari belakangnya.

Emma terkesiap dan berbalik. Ia melihat si pembeli yang kemarin datang ke toko. “Ya?” sapa Emma dengan ramah.

Si pembeli melirik ke arah Charles dan raut wajahnya tampak tak senang. Dia berbicara pada Emma sembari berbisik meminta Emma menuju lantai sembilan puluh tujuh dan bertemu atasannya.

“…, Anda harus menemui Jeremy McFarrons untuk mengambil sisa pembayaran,” terang si pembeli.

Emma sedikit curiga dengan sikapnya, tetapi memilih mengabaikan dan mengikuti permintaan si pembeli. Pasalnya, sebelum berangkat Ann juga berpesan bahwa si pembeli akan membayar sisanya di tempat.

Emma dan Charles telah menyelesaikan tugas mereka dalam waktu tiga puluh menit. Mereka melihat satu per satu tamu mulai berdatangan karena acara akan dimulai pukul sembilan. Emma kemudian menuju ke lantai sembilan puluh tujuh, sedangkan Charles lebih dulu turun dan menunggu Emma di depan gedung.

Begitu tiba di lantai tersebut, Emma hanya melihat dua buah meja resepsionis dan dua ruang tertutup yang letaknya berseberangan.

Emma disambut oleh dua orang perempuan berparas cantik yang berada di balik meja resepsionis.

“Selamat pagi,” sapa keduanya yang berdiri dan tersenyum pada Emma.

Emma hanya tercengang ketika melihat dua orang perempuan yang menyambutnya. “Apa-apaan?” batinnya.

Sebenarnya tak ada yang aneh dengan mereka, hanya saja untuk menjadi seorang penerima tamu, pakaian yang mereka kenakan agak sedikit berbeda dari pegawai kantoran yang biasa dirinya lihat sehari-hari.

Kemeja menerawang dengan dalaman berwarna mencolok dan tiga kancing bagian atas kemeja yang sengaja dibuka. Mereka benar-benar memamerkan dada yang tampak kencang dan padat di balik kemeja.

Emma hanya mematung di depan lift sembari bertanya-tanya dalam hati. “Apa gaya pakaian kantoran seperti ini wajar?”

“Ada yang bisa dibantu?” sapa penerima tamu berambut pirang.

Emma terkesiap dan langsung tersadar dari lamunannya. Jika dirinya yang seorang perempuan saja sampai tercengang, bagaimana dengan laki-laki yang melihat mereka.

“Hai, saya Emma. Saya diminta datang untuk bertemu Jeremy McFarrons,” ungkap Emma sambil tersenyum canggung.

Si penerima tamu berambut pirang menghubungi atasannya, kemudian keluar dari mejanya untuk mengantar Emma menuju sebuah ruang tutup yang terletak di sisi kiri. Sedangkan penerima tamu yang satunya lagi kembali duduk di kursinya.

“Oh oke, dengan rok sependek itu, aku bahkan bisa melihat celana dal … hmm perusahaan apa ini?” batin Emma.

Lagi-lagi Emma hanya dapat bertanya-tanya dalam hati seraya memperhatikan si penerima tamu berambut pirang yang berlenggak-lenggok di depannya.

Si penerima tamu berambut pirang membukakan pintu, mempersilakan masuk, lalu pergi meninggalkan Emma bersama seorang laki-laki yang seharusnya bernama Jeremy McFarrons.

Dia bangkit untuk menyambut Emma. “Halo, saya Jeremy.”

Jeremy mengenakan kemeja biru tanpa dasi dan kedua lengan kemejanya digulung sampai ke siku. Rambutnya berwarna hitam dan berpotongan rapi. Wajah Jeremy sedap dipandang mata dan tubuhnya proporsional, hanya saja guratan pada dahinya tak dapat menutupi usianya yang tak lagi muda.

Emma mengira-ngira usianya mungkin sudah lebih dari lima puluh tahun. Ia ikut memperkenalkan diri.

“Saya Emma dari Monroe Flowers & Gifts,” ucapnya dengan tersenyum tipis.

“Wow, kau sangat cantik dilihat dari dekat, Emma,” puji Jeremy sambil menggenggam tangan Emma.

Emma memaksakan senyumannya. “Terima kasih.”

Ia mengerutkan alisnya. “Dari dekat?” tanya Emma dalam hati.

Jeremy memandang Emma dari atas sampai bawah dengan tatapan yang membuat Emma tak nyaman. Emma perlahan menarik tangannya dari genggaman Jeremy karena sepertinya Jeremy tak ingin melepaskan tangan miliknya.

Jeremy meminta Emma duduk di sebuah sofa besar berwarna krem dan terlihat mahal, sedangkan dia kembali ke meja kerja untuk mengambil ponselnya. Jeremy mengetik sesuatu pada ponselnya sembari menuju sofa.

“Aku baru saja mentransfer sisa pembayaran pada rekening toko bungamu,” ungkap Jeremy yang baru saja duduk di sofa tunggal tak jauh dari Emma.

“Aneh! Bukankah aku disuruh ke sini untuk mengambil sisa pembayaran?” Emma menggerutu dalam hati. “Kalau dia mentransfer, untuk apa aku ke sini? Apa aku pamit sekarang saja, ya?”

Jeremy meletakkan ponselnya di meja, kemudian lagi-lagi menatap Emma dari wajah sampai kakinya. Dia melihat Emma sedang melamun dan menyentuh lutut Emma.

“Aku akan meminta Tracy membuatkan minuman untukmu, Emma.”

Emma terkesiap dan hendak menolak. “Ti—“

Belum selesai Emma berbicara, Jeremy sudah lebih dulu bangkit menuju meja kerjanya. Dia menghubungi seseorang bernama Tracy.

Setelah dia menutup telepon, Jeremy kembali ke tempat Emma berada. Namun, sekarang dia duduk di sebelah Emma.

Dia berbicara tentang jabatannya di gedung itu dan acara pertemuan yang sebentar lagi akan dimulai di lantai bawah. Jeremy juga mengatakan dirinya mengenal beberapa tamu penting yang akan menghadiri acara tersebut.

Emma sama sekali tak tertarik mendengar ocehan Jeremy. Ia hanya mengangguk-angguk seraya tersenyum. Sesekali balik menatapnya karena posisi duduk mereka bersebelahan. Jika boleh memilih, Emma ingin segera kembali ke toko bunga, membantu Ann dan Lulu.

Emma menoleh ke arah pintu. Lagi-lagi menggerutu dalam hati. “Kenapa Tracy tak datang-datang? Dia buat minuman apa, sih?”

Jeremy terus berbicara dan terus mendekat pada Emma. Sudut mata Emma menangkap tatapan Jeremy mengarah ke dadanya. Sontak Emma berpura-pura menyentuh hidung untuk menutupi tubuhnya karena merasa tak nyaman.

Emma perlahan bergerak menjauh, tetapi Jeremy justru mendekat. Emma pikir itu hanya kebetulan. Ia kembali bergerak sedikit menjauh dan lagi-lagi Jeremy mendekat. Sampai akhirnya Emma berada di ujung sofa.

“Emma, aku sudah lama memperhatikanmu,” ungkap Jeremy sambil menatap dada Emma.

Emma yang heran menoleh pada Jerremy. “Apa maksud Anda?”

Keduanya sudah berdekatan dan saling berhadapan. Emma melihat Jeremy sekarang menatap bibirnya dan ujung jari Jeremy membelai tangan Emma.

Emma terperanjat dan menepis tangannya. “Apa yang Anda lakukan?!” ketus Emma.

“Kau terlalu cantik untuk bekerja di toko bunga, Emma,” terang Jeremy dengan suara berat dan hidung kembang kempis.

Jeremy mengatakan dirinya hampir setiap hari melewati toko bunga tempat Emma bekerja. Dia dari dalam mobil memperhatikan Emma yang setiap pagi selalu membersihkan kaca.

Dia sengaja menyuruh asistennya memesan bunga dari tempat Emma bekerja untuk acara pertemuan dan meminta Emma yang mengantarnya. Jeremy ingin bertemu dengan Emma secara langsung.

Emma mengerutkan alisnya. Ia merasa ngeri dengan laki-laki yang berada di hadapannya. “Apa maksud Anda?”

“Jangan pura-pura bodoh, Emma! Kau sengaja memamerkan senyuman pada laki-laki untuk menggoda mereka, ‘kan?” tanya Jeremy sedikit berbisik.

Emma semakin mengernyit. Ia tak paham dengan kata-kata Jeremy yang mengatakan dirinya menggoda laki-laki. Padahal dirinya hanya tersenyum pada pembeli toko dan tetangga sekitar toko.

“Apa itu namanya menggoda?” batin Emma tak terima. “Apa orang ini psikopat?”

Emma hendak bangkit dan tak ingin lagi menunggu Tracy, tetapi Jeremy justru mendekat untuk mencium dirinya.

Emma menampar dan mendorong Jeremy menjauh. “Apa yang Anda lakukan!!” pekik Emma.

Mendapat tamparan dari Emma justru membuat Jeremy semakin panas dan bergairah. Dia menggenggam sebelah pergelangan tangan Emma, kemudian menarik Emma yang sudah bangkit dari sofa agar kembali duduk. Dia memojokkan Emma di ujung sofa.

“Aku punya segalanya! Aku bisa memberi yang kau mau, Emma! Kau hanya perlu … memuaskan aku,” ungkap Jeremy sembari mencoba mencium Emma.

Emma mendorong bahu Jeremy dengan sebelah tangan lainnya. “Tolong!” teriak Emma.

“Aku suka perempuan liar!” desah Jeremy yang sudah terlalu bergairah.

Jeremy menangkap dan menahan pergelangan tangan Emma yang mendorong bahunya dalam genggamannya lalu menindih Emma.

Emma mencoba memberontak, sayangnya tenaga Jeremy terlalu besar untuknya.

“Argh!” pekik Emma ketika Jeremy semakin mendekat.

Jeremy menahan kedua tangan Emma ke sisi kepala, lalu kembali mencoba mencium Emma. Namun, Emma memalingkan wajah untuk menghindar dan justru membuat Jeremy menggigit leher Emma.

“Argh! Tolong!” Emma berusaha melepaskan tangan dari Jeremy. “Tolong!”

“Hm, aku suka wangimu, Emma,” bisik Jeremy di telinga Emma.

Jeremy sama sekali tak berhenti. Dia justru menahan kedua tangan Emma di atas kepala dengan satu tangan dan tangan lainnya meremas dada Emma. Dia juga berusaha mengoyak seragam kerja Emma.

“Bajingan!” teriak Emma yang merasa jijik, kemudian meludahi Jeremy. “Lepaskan aku! Tolong!!”

Emma hampir menyerah karena tak ada satu orang pun datang menolong Emma. Ia mulai terisak-isak karena tak berdaya.

“Apa tak ada orang di luar?” tanya Emma dalam hati dengan air mengalir dari sudut matanya.

Bab terkait

  • Terbelenggu Cinta sang Pewaris   Chap 7. Cepat pergi, Emma!

    Emma berhasil mengangkat kakinya dari tindihan saat Jeremy mengubah posisinya menjadi membungkuk di atas tubuh Emma. Ia tanpa ragu menendang pangkal paha Jeremy dengan sangat keras sampai Jeremy terjungkal dan genggaman tangannya pada Emma terlepas. “Aw! Aw!” Jeremy berteriak kesalitan. Emma bangkit dari posisinya dan melempar wajah Jeremy dengan ponsel yang berada di meja. “Dasar psikopat berengsek!” maki Emma yang langsung berlari menjauh. “Aw, aduh! Kemari kau, Perempuan Sialan!!” geram Jeremy saat melihat Emma menuju pintu. Jeremy bangkit dari sofa sembari meraung-raung kesakitan. Dia kesulitan mengejar Emma yang sudah bersiap membuka pintu untuk melarikan diri. Emma terkejut saat membuka pintu dan perempuan yang tadi mengantar dirinya hampir terjatuh ke arahnya. Ia memelotot ke arah perempuan yang sedang membawa gelas minuman di atas baki karena tak menolong dirinya sejak tadi dan malah menguping di depan pintu. “Dasar perempuan jalang!” umpat Emma sambil mendorong tubuh si

  • Terbelenggu Cinta sang Pewaris   Chap 8. Apa yang dia lakukan di Chicago?!

    “Emma, bukankah kemarin aku menyuruhmu cuti?” tanya Anna yang terkejut saat melihat Emma sudah berada di Monroe Flowers & Gifts pagi itu. Lulu dan Charles yang baru saja tiba di Monroe Flowers & Gifts juga terkejut saat melihat Emma. “Kau seharusnya istirahat di rumah, Em!” protes Lulu. Charles yang kemarin bersama Emma juga khawatir. “Kau yakin tak apa-apa, Em?” Kemarin Charles sempat merasa bingung saat Emma tiba-tiba menghubungi dirinya untuk mengganti tempat bertemu. Dia melihat wajah pucat dan tubuh gemetar temannya saat masuk ke dalam mobil. Charles tak berani mengajak perempuan itu berbicara karena terlihat sangat terguncang. Emma baru menceritakan yang dirinya alami setelah mereka tiba di Monroe Flowers & Gifts. Ia sebenarnya tak ingin bercerita, tetapi terpaksa bercerita. Pasalnya, kejadian itu dialami saat sedang bekerja. Ia merasa perlu mengatakan yang terjadi pada atasannya. Ann, Lulu dan Charles sangat geram. Mereka meminta Emma melaporkan Jeremy si Psikopat ke kanto

  • Terbelenggu Cinta sang Pewaris   Chap 9. Ada … yang mengikutiku.

    Emma sungguh perempuan yang tangguh. Ia seakan lupa kejadian menakutkan dan menjijikkan yang dilakukan oleh seorang laki-laki tua bangka. Seorang laki-laki yang seharusnya sibuk memikirkan keluarga, tetapi malah sibuk melecehkan perempuan hanya karena merasa memiliki uang dan kekuasaan. Emma bahkan tak memikirkan sama sekali kejadian yang baru dialaminya kemarin dan malah memikirkan suami yang menggugat cerai dirinya. Ia duduk dengan sebuah sendok di tangan sembari menatap kosong ke arah piringnya. “Apa yang mereka semua lakukan di Chicago?” gumam Emma dalam hati. Emma mengaduk-aduk makan siang dan tak menyuap sama sekali makanannya. “Kenapa Mia sangat panik? Apa Nate melihatku? Apa dia tahu aku sangat membenci Nate?” batinnya. “Em, makananmu!” pekik Lulu saat melihat makanan Emma berceceran. Emma tersadar dari lamunannya karena suara Lulu. “Maaf …,” ucapnya. Itu adalah jam makan siang Monroe Flowers & Gifts dan Emma sedang makan siang bersama Lulu serta Ann. Ia lupa sejenak deng

  • Terbelenggu Cinta sang Pewaris   Chap 10. Dia … ada di depan restoran.

    Emma dan rekan kerjanya di The 177 N Restaurant & Bar kompak melihat ke arah pintu yang ditarik ke arah luar restoran. Mereka menunggu seseorang masuk ke dalam restoran dan perlahan mulai tampak wajah bulat dengan mata kecil melongok di pintu. Suara mengembus napas terdengar bersamaan di dalam restoran itu saat wajah tak asing yang muncul. Wajah milik laki-laki bertubuh tambun yang memakai kaos putih, celana pendek cokelat dan sepatu kets hitam. “Halo semua!” sapa Jack—si pengantar sayur, sembari menyengir lebar. “Ya Tuhan, Jack.” Emma memegang dada karena jantungnya berdetak sangat cepat. “Oh, sht!” umpat Sue. Andy—salah seorang koki, berjongkok karena kakinya lemas. “Damn it, Man. Aku hampir terkena serangan jantung!” Hampir semua yang sedang berkumpul di sekitar Emma mengumpat pada Jack. Bahkan Sue sudah bersiap dengan kotak tisu di tangannya untuk berjaga-jaga. Jack tercengang dengan umpatan yang mereka tunjukkan padanya. “Apa? Ada apa? Kenapa kalian semua memakiku? Apa sala

  • Terbelenggu Cinta sang Pewaris   Chap 11. Kenapa kau meninggalkanku, Emma?

    “Semua sudah sesuai perintah Anda dan ini yang Anda minta, Sir,” terang Jacob meletakkan amplop berisi beberapa lembar foto di atas meja atasannya. Nate memasang wajah datar dan dingin saat mengambil amplop itu. Ia menyandarkan tubuh pada kursi kebesarannya, menyilangkan kaki di atas meja sembari membuka amplop. Nate melihat satu per satu foto yang diambil oleh orang suruhannya. “…, sejauh ini dia pegawai di dua tempat, Sir. Dia bekerja di ….” Jacob mulai menyampaikan semua informasi secara detail yang diperoleh dari orang suruhannya. Tanpa ada yang terlewat sedikit pun. “…, terkadang dia juga bekerja paruh waktu di waktu liburnya,” tutup Jacob. Nate meremas foto-foto dari Jacob kemudian mendengus kesal. “Dia meninggalkan aku hanya untuk hidup seperti ini?!” ketusnya. Ia melemparkan foto-foto yang sudah lecek dalam genggamannya ke arah Jacob. Bulatan kertas itu berhasil mengenai Jacob yang hanya tertunduk. Ia menatap Jacob dengan geram. “Dia meninggalkan aku hanya untuk hidup se

  • Terbelenggu Cinta sang Pewaris   Chap 12. Aku membencimu, Bajingan!

    Emma diantar kembali ke Monroe Flowers & Gifts oleh Nate. Ia masih tampak sangat pucat saat masuk ke dalam toko bunga. Ann langsung menyuruh Charles yang baru kembali dari pengantaran untuk mengunci pintu serta membalik tulisan di pintu menjadi tutup. Ann menoleh pada Emma dan menggenggam tangan Emma. “Kau tak apa-apa, Emma? Apa dia melakukan sesuatu padamu?” Emma menelan air liur dan memaksakan senyuman. “Aku baik-baik saja, Ann,” jawabnya. Bagaimana mungkin Ann percaya setelah melihat Emma dibawa paksa oleh laki-laki tak dikenal. Belum lagi, seorang laki-laki lain menghalangi dengan menunjukkan senjata api pada Ann dan Lulu. Setelah mereka pergi, datang lagi dua laki-laki menyeramkan memaksa Ann menyerahkan rekaman kamera CCTV. “Siapa dia, Emma?” Lulu penasaran. “Orang gila,” sebut Emma tanpa ekspresi. Lulu justru semakin penasaran dengan jawaban Emma. Sayangnya, Ann mengedipkan mata agar Lulu berhenti bertanya. “Seandainya aku tadi ada di sini!” Charles kesal. “Kau tak akan

  • Terbelenggu Cinta sang Pewaris   Chap 13. Aku memperingatkanmu, Emma!

    Emma bekerja keras untuk keluarga kecilnya di beberapa tempat. Ia bekerja di Monroe Flowers & Gifts mulai dari Senin sampai Jumat, sedangkan di The 177 N Restaurant & Bar dari Selasa sampai Sabtu. Di hari liburnya, Emma kerja paruh waktu di sebuah pusat perbelanjaan. Ia bekerja empat jam selama tiga hari dalam seminggu menyesuaikan waktu kerja di dua tempat lain. Emma yang tangguh tetap bekerja di akhir pekan bahkan setelah mengalami pelecehan dari mantan suaminya. “Emma, kau harus menulis kaligrafi untuk lima ini dulu, ya,” terang Lulu sambil menyodorkan catatan berisi pesan yang harus ditulis kaligrafi. “Mereka sudah memesan dari Jumat kemarin dan Charles harus mengantarkan pagi ini.” “Oke, Lu,” jawab Emma yang langsung mengambil catatan dari Lulu. Jumat lalu, Emma terpaksa pulang lebih cepat setelah dibawa paksa oleh Nate. Ia merasa tak enak dengan Ann karena masalah pribadinya membuat kerjaan terhambat. Untungnya, Ann tak mempermasalahkan. Emma masuk ke dalam ruang kaligrafi.

  • Terbelenggu Cinta sang Pewaris   Chap 14. Karena kita belum selesai, Emma!

    “Cih! Adik? Adik yang bisa ditiduri?” geram Emma sembari mencerocos. “Mereka sudah bertunangan dan akan menikah, tetapi dia masih berani melecehkan aku! Dasar orang gila!” “Dia bahkan menanyakan kenapa aku meninggalkannya?!” ketus Emma di dalam ruang kaligrafi setelah Mia pergi. “Aku membencimu, keluargamu dan Mia!” Semua bermula sejak Nate mengenalkan Emma sebagai kekasih di hadapan Mia. Sejak hari itu, Emma menyadari bahwa Mia tak pernah menyukai dirinya. Ia pernah mempermasalahkan hal itu pada Nate. Namun, Nate mengatakan Mia seperti adiknya. Emma mencoba tak mengambil pusing. Hanya saja, dirinya selalu dipandang sinis dan direndahkan oleh Mia. Sering kali, dirinya melihat Mia di kediaman Mordha karena diundang oleh Josephine bahkan diminta menginap. Ia juga sudah muak dibanding-bandingkan dengan Mia oleh Josephine. Tak tanggung-tanggung, Emma ditertawakan oleh Mia setelah kena teguran dari Josephine. Emma masih mengingatnya dengan baik meski sudah bertahun-tahun berlalu. Ia mem

Bab terbaru

  • Terbelenggu Cinta sang Pewaris   Chap 45. Kenapa kau menceraikan aku dulu?!

    “Kau mau datang padaku atau aku datang padamu, Emma?” tanya seorang laki-laki dari balik ponsel. Emma sedang bersama sang buah hati saat nomor tak dikenal menghubungi. Perempuan beranak satu itu tadinya tak ingin menerima panggilan, tetapi perasaannya berkata lain. Untung saja, Emma mengikuti perasaannya karena jika tidak laki-laki itu sudah berdiri di depan apartemennya. Emma membelalakkan mata saat mendengar suara lawan bicaranya. “Nate? Dari mana kau tahu nomorku?” “Apa itu penting, Emma?” Nate kembali bertanya. “Aku sudah di depan gedung apartemenmu. Kau yang keluar atau aku yang masuk, hm?” Dada Emma berdetak sangat kencang. Tanpa sadar, kepalanya justru menoleh pada sang buah hati yang sedang asyik belajar mewarnai. “Aku yang keluar!” tegas perempuan yang terpaksa harus meninggalkan putranya sejenak. “Mom—” Suara bocah kecil itu terpotong karena sang ibu dengan cepat menutup mulutnya. “Tunggu saja aku di restoran dekat apartemen ini. Aku akan memberi nama restoran lewat pe

  • Terbelenggu Cinta sang Pewaris   Chap 44. Kau harus memuaskan aku, Fynn.

    Kelap-kelip lampu dansa mengikuti ingar bingar musik di klub malam Kota London. Sebuah klub ternama yang ramai didatangi pengunjung yang ingin menikmati musik, hiburan sampai minuman keras untuk melepas penat.Seorang perempuan cantik duduk sendiri menunggu hiburan. Dia perlu meluapkan kekesalan karena tunangan yang terang-terangan menolak dirinya. Jika tunangannya ingin bersikap keras kepala, dia pun akan melakukan hal sama karena dia berniat mempertahankan miliknya.Di saat sang perempuan sibuk menenggak minuman pahit dalam gelas kristal, datang seseorang yang segera mengambil tempat di sebelah perempuan itu. Tamu yang ditunggu-tunggu rupanya laki-laki tampan bertubuh tinggi bak model terkenal.“Kau sudah datang dari tadi, ya?” tanya laki-laki yang mengenakan kemeja berwarna silver.Perempuan cantik berambut hitam itu tak menjawab. Tubuh kesepian yang lama tak tersentuh menuntut ingin dimanja. Dia langsung naik ke atas pangkuan laki-laki bay

  • Terbelenggu Cinta sang Pewaris   Chap 43. Kau pernah mencintaiku, Nate!

    Nate baru saja mendarat di Bandara London Heathrow dan wajahnya tampak sangat tak ramah pagi itu. Bukan karena mengantuk, melainkan karena kesal. Bagaimana tak kesal jika perempuan yang dicari olehnya bersembunyi di negaranya. Bodohnya lagi, orang suruhannya tak dapat melacaknya. Nate baru mengetahui keberadaan Emma dari seorang mata-mata. Laki-laki tampan yang sedang kesal itu berniat langsung menemui sang perempuan. Dia sudah tak dapat lagi menahan perasaannya. Apalagi, perempuan yang pernah menikah dengannya seolah sedang bermain kucing-kucingan dengannya. Akan tetapi, Nate mengurungkan niat. Laki-laki yang sedang tampak kejam itu tak boleh membuat takut sang perempuan. Ia tak ingin lagi ditinggalkan karena tujuan sekarang mencari tahu yang terjadi di masa lalu. Jika perempuan yang digugat cerai tak melakukan seperti kesalahan, Nate akan merebutnya kembali. Mia bergegas berlari untuk menyambut tunangannya. “Nate Sayang, kenapa kau tak bilang akan pulang?” “Apa aku tak boleh pula

  • Terbelenggu Cinta sang Pewaris   Chap 42. Kau tampan, tetapi kurang ajar!

    “Apa aku harus membawamu ke negara lain, Em?” David bertanya dari balik ponsel. Emma tercekat dan matanya membulat. “Aku saja belum bekerja di sini, Dave!” Perempuan cantik yang sudah meninggalkan restoran itu baru berniat ingin menikmati keindahan kota London bersama keluarga dan temannya. Sebab, kemarin seorang pengurus rumah tangga akhirnya berhasil didapatkan. Namun, tak disangka-sangka keberadaan dirinya malah diketahui sang mantan mertua. Emma dalam perjalanan kembali ke apartemen saat dihubungi temannya. Ia kemudian menceritakan kejadian yang baru dialami. Kebetulan restoran yang tadi didatangi olehnya hanya selisih dua gedung dari bangunan menjulang tinggi. Sebuah bangunan yang akan menjadi kantornya selama beberapa bulan ke depan. David belum mulai bekerja persis seperti Emma. Hanya sekedar mengunjungi kantor yang baru buka beberapa bulan lalu. Setelah mendengar cerita dari temannya, laki-laki berambut pirang itu geram. Dia hendak mendatangi Emma untuk menghibur, tetapi pe

  • Terbelenggu Cinta sang Pewaris   Chap 41. Ethan … ayahmu sudah lama meninggal.

    “Apa kau begitu menyukai kedua pamanmu, Ethan?” Emma mengangkat kedua alisnya sembari menunggu jawaban sang buah hati. “Kau mengajak main Uncle Dave dan menelepon Uncle Jeff … hampir setiap hari.” Anak laki-laki bertubuh seratus sentimeter itu mengangguk dengan cepat. “Tentu saja.” “Dan kau tak menyukaiku? Padahal aku ibumu!” Emma berpura-pura merajuk. “Aku yang melahirkanmu, tetapi kau tak pernah mengajakku bermain seperti kau dengan Dave. Kau juga tak bercerita padaku seperti kau bercerita pada Jeff.” Bocah mungil itu memeluk sang ibu. “Aku menyukai Mommy, tetapi aku anak laki-laki, Mom. Aku harus bermain dan bercerita pada sesama laki-laki!” Emma yang sedang merajuk pun tertawa mendengar alasan putranya. Ia berjongkok agar tubuh mereka sejajar, lalu dikecup kening sang buah hati. Perempuan itu tak menyangka kesulitan yang dialami saat mengandung putranya sama sekali tak sia-sia karena putranya adalah sumber kekuatan. Emma tak pernah merasa anaknya adalah beban baginya. Ia tak t

  • Terbelenggu Cinta sang Pewaris   Chap 40. Cari perempuan ini secepatnya!

    David menatap sepasang iris mata cokelat milik teman yang diam-diam disukai olehnya. “Bagaimana jika aku meminta kau menikah denganku, Em?” Emma terkesiap karena pertanyaan yang mengejutkan. Ia balik menatap laki-laki tampan berambut agak panjang yang berada di sebelahnya sembari mengejapkan mata beberapa kali. “A-Apa maksudmu, Dave?” tanyanya kebingungan. “Bukankah tadi kau bertanya cara membayar hutangmu padaku?” David mengingatkan perempuan itu. “Dan aku menjawab, bagaimana jika aku meminta kau menikah denganku? Untuk membayar hutangmu.” Laki-laki itu menyunggingkan senyuman seraya menaikkan alisnya beberapa kali. “Apa yang akan kau lakukan, Em?” Tak sedikit orang mengatakan bahwa perempuan dan laki-laki tak dapat berteman. Bukan tanpa alasan, melainkan sudah banyak kejadian. Itu juga yang terjadi pada David. Anak laki-laki dari pemilik Doxon Group sudah menyukai temannya sejak lama mereka masih remaja. Selama lima belas tahun atau dapat dikatakan setengah hidupnya, dia memend

  • Terbelenggu Cinta sang Pewaris   Chap 39. Jangan mempersulit dirimu, Em!

    David yang memiliki nama lengkap David John Doxon memang bukan orang sembarang. Laki-laki itu putra pertama sekaligus anak laki-laki satu-satunya dari pemilik Doxon Group. Dia menjabat sebagai COO atau disebut juga sebagai tangan kedua dari CEO yang tak lain adalah ayahnya. Dan cepat atau lambat, Doxon Group juga akan menjadi miliknya. Seperti Mordha Oil & Gas Company, perusahaan milik ayah David bergerak di bidang minyak dan gas bumi. Kedua perusahaan itu sama-sama masuk ke dalam delapan perusahaan minyak dan gas terbesar di seluruh dunia. Mereka berdua sangat kompetitif sampai perusahaan lainnya menyebut mereka sebagai rival sejati. Sebagai pimpinan operasional perusahaan, dia bertanggung jawab mengawasi dan mengambil keputusan. Termasuk kantor yang baru buka beberapa bulan lalu di London, Inggris. Oleh sebab itu, David akan bertugas di sana selama beberapa bulan ke depan. Emma berkali-kali menolak saat David menawarkan pekerjaan dengan alasan tak ingin merepotkan. Namun, perempua

  • Terbelenggu Cinta sang Pewaris   Chap 38. Aku suka tinggal di Chicago, Mom.

    Selama satu minggu, Nate sudah beberapa kali menghancurkan barang karena kesal. Sang pewaris tampan dan kejam itu masih belum menemukan keberadaan Emma. Ia sudah memerintahkan asistennya agar menambah orang lagi yang dapat membantu orang suruhan mereka. Nate tetap melakukan pekerjaannya meski berada di Chicago. Ia sibuk mengurusi pekerjaan, mendengar rengekan tunangan, cerocosan ibu dan memantau pencarian Emma. Kepala yang ditumbuhi rambut cokelat alami miliknya serasa ingin pecah. Sebab itu, Nate memilih menghancurkan barang daripada kepala orang. “Bukankah sudah aku bilang kalau pekerjaanku di sini belum selesai?” Nate sedikit mendesis di ponsel karena rengekan sang tunangan. “Apa tak ada yang bisa kau kerjakan di London selain meneleponku setiap saat?” “Aku meninggalkan pekerjaanku untukmu, Nate!” Mia terdengar tak terima dengan kata-kata dari laki-laki yang dicintainya. “Well, apa aku memintamu?” Nate menantang perempuan yang sedang kesal di balik ponsel. “Kau boleh kembali ke

  • Terbelenggu Cinta sang Pewaris   Chap 37. Ibu tirimu memang sialan!

    “Emma …,” panggil suara laki-laki dari belakangnya. Emma terdiam karena suara di belakangnya sembari mencoba menebak-nebak siapa pemilik suara berat dan dalam. Hampir mirip seperti suara Nate, tetapi sedikit berbeda. “Kau … Emma, ‘kan?” Laki-laki itu memastikan. Emma sedikit demi sedikit menoleh ke arah asal suara. Matanya lebih dulu menatap kemeja biru gelap yang menutupi tubuh tegap dan kuat. Ia mengira-ngira laki-laki itu memiliki tinggi yang sama dengan Nate jika dilihat dari tinggi bahu di hadapannya. Perempuan yang hendak masuk ke dalam restoran ayam cepat saji itu menelan air liur. “Dia bukan Nate karena aku hapal suaranya,” batinnya. “Lalu … dia siapa?” Laki-laki berambut pirang agak gelap sedikit meninggikan suara. “Melgren!” tegurnya. “Jangan pura-pura tak mengenaliku!” Emma perlahan-lahan mengangkat kepala sampai mata cokelat tua beradu tatap dengan sepasang iris mata biru pucat. Perempuan itu mengejapkan mata beberapa kali dengan mulut sedikit terbuka karena laki-laki

DMCA.com Protection Status