Share

Ramuan Pembesar P3NIS

Penulis: Naraya Mahika
last update Terakhir Diperbarui: 2024-10-29 19:42:56

[Duda Premium : Papa membelikanmu madu ramuan rahasia, Josh sudah mengantarkannya ke resepsionis.]

Mada berhenti berjalan, menoleh ke arah kanan dan kiri lalu memaki dengan pelan.

“Dasar duda pengganggu. Apakah dia benar-benar kesepian hingga terus mengganggu anaknya?”

[Mada Lawana : Tentu. Terima kasih, papa.]

[Duda Premium: Itu ramuan supaya p3nismu besar.]

“Konyol,” kekehnya tidak habis pikir dengan balasan yang diberikan oleh Oscar.

“Lagipula siapa yang memerlukan ramuan pembesar kalau milikku saja sudah ….”

Mada menggantung ucapannya, teringat akan raut Jenar yang tidak bisa dia lupakan ketika sedang mengulum miliknya sehingga perlahan Mada memilih untuk menggelengkan kepala.

Dia berupaya menjernihkan benaknya dari pikiran aneh yang menyeruak.

“Ah, aku harus bertanya pada Jenar,” tutur Mada dengan kesimpulannya sendiri.

“Membahas hal ini sungguh membuat kepalaku pening. Sangat sangat pening,” racaunya pelan, berusaha agar tidak ada yang mendengar tutur konyolnya.

Laki-laki itu la
Bab Terkunci
Membaca bab selanjutnya di APP

Bab terkait

  • Terbangun di Ranjang Presdir Duda   Perebut Pria Beristri

    “Oh Tuhan, ini sangat membosankan.” Mengetuk jemarinya di atas keyboard seraya memandang layar tempatnya bekerja seperti yang dirinya lakukan berbulan-bulan kebelakang pada hari senin siang tidak pernah membuat Jenar merasa bosan seperti ini. Dia sampai berulang kali menguap ketika merasakan serangan kantuk yang luar biasa. Mada tidak ada di kantor dan hal tersebut membuat hari yang dilalui Jenar terasa sangat panjang. Secara resmi, Mada mengabarkan kepada Jenar bahwa dia memiliki urusan pribadi yang tidak bisa ditinggal lalu akan melakukan pekerjaan secara daring, tidak onsite. Secara tidak resmi, Mada mengatakan pada Jenar agar jangan merindukannya khusus untuk hari ini. Tidak ada pesan yang dibalas oleh si lelaki, dia tidak tahu kemana dan apa yang sedang dilakukan sama sekali oleh Mada. Ditambah lagi fakta bahwa pria tersebut terakhir kali terlihat aktif pada aplikasi pengirim pesan kemarin malam. “Jadi, di mana kekasihmu?” Lamina mendekat ke arah Jenar, meletakan satu pap

  • Terbangun di Ranjang Presdir Duda   Katakan, Kamu Mencintaiku 'kan?

    “Kamu salah dengar, Lila,” balas Jenar dengan santai, tidak ingin terpancing oleh emosi kendati Dalilah sibuk menggedor dirinya tanpa henti.“Apa ini memang pekerjaanmu, Lila? Kamu gemar menguntit dan mencuri dengar pembicaraan orang lain?” serang Lamina yang segera berdiri kemudian mendorong tubuhnya untuk berdiri sebelum perlahan beradu tatap dengan Dalilah.Setelah tempo hari Dalilah membahas mengenai perceraian Mada, Lamina mulai memupuk rasa tidak suka di hatinya.Bagi Lamina, jika Dalilah menggunjingkan orang lain dalam konotasi yang negatif, dia masih sedikit bisa menerimanya. Akan tetapi, berbeda jika yang digunjingkan adalah presdir Lawana.Tidak. Dia tidak bisa terima.Apalagi setelah dirinya tahu bahwa Mada serta Jenar tengah menjalin hubungan, Lamina langsung menjadi protektif dan tidak akan dia biarkan debu satu ini mengusik romansa di antara sekretaris dan atasannya ini.“Aku hanya mengatarkan setumpuk kertas dan ingin berinteraksi, Lami. Kamu tidak perlu bersikap terlal

  • Terbangun di Ranjang Presdir Duda   Sebuah Pelukan Hangat

    “Jangan kemana-mana,” ucap Mada pelan dengan mencoba menarik Jenar kembali ke dalam dekapnya.Dia tidak ingin berjauhan dengan si perempuan ketika jantung dan benaknya sedang penuh akan gemuruh.“Aku tahu dengan pasti kalau kamu ingin mengatakan bahwa jangan terlalu berlebihan karena kita sedang berada di kantor, bukan?” terkanya hingga membuat Jenar bungkam seribu bahasa.Mada benar, itulah yang dipikirkan oleh Jenar. Apakah semudah itu Mada menebak apa yang tengah dipikirkan oleh Jenar?“Jenar, jangan pergi,” tegasnya hingga Jenar menggigit bibir bawah.“A—aku tidak kemana-mana,” lirih Jenar gugup.Tubuhnya terasa begitu kaku seperti robot, berada di dalam dekapan Mada saat keduanya berada di dalam kantor terasa sangat benar sekaligus penuh akan kesalahan.Bukankah mereka sudah sepakat untuk menjalani hubungan selepas jam kerja?Jika berpelukan seperti ini, bukankah keduanya justru menyalahi aturan tidak tertulis yang keduanya tetapkan sendiri?“Tapi aku—”“Kali ini saja, Jenar. Kal

  • Terbangun di Ranjang Presdir Duda   Pemabuk Keras & Masa Lalunya

    Sudah dua hari Mada mabuk berat di dalam griya tawangnya.Jenis mabuk yang membuatnya bahkan harus berjalan dengan cara merangkak karena dunianya berputar teramat cepat dan kedua kaki tidak lagi dapat menopang bobot tubuhnya seperti biasa.Mada tidak mudah mabuk, tubuhnya sudah terbiasa sejak pertama kali dirinya mengenal alkohol.Dia bisa meneguk berbotol-botol minuman keras seperti sedang meminum air mineral dan bahkan tidak akan merasakan pusing sekecil apapun.Akan tetapi, dua malam ini di dalam keremangan griya tawangnya, Mada luruh sampai benar-benar memuntahkan isi perut hingga tersisa cairan semata. Mereka menyebut hal ini sebagai jackpot.Sebelumnya, Mada berulang kali meminta kepada Jenar untuk menemani dirinya, tetapi tidak sekalipun Jenar berkeinginan untuk menginap di griya tawang sehingga hal ini—bagi Mada—makin memperburuk keadaan dan kekalutan yang sedang bersarang di dalam hatinya.“Sugarplum,” panggilnya lirih dengan duduk bersandar dengan lutut tertekuk serta tangan

  • Terbangun di Ranjang Presdir Duda   Menantu Pilihan Oscar

    “Josh, bagaimana dengan keadaan Mada untuk dua hari terakhir ini?” Oscar yang sedang bersantai sambil mengelus anjing peliharannya seraya duduk di serambi rumah menoleh ke arah Josh yang berdiri dengan gagah di sebelahnya. “Belum ada kabar, Tuan.” Mendengar penuturan dari Josh membuat Oscar serta merta menoleh ke arahnya lalu menyipitkan mata sambil berdecak pelan. “Apa kamu menyampaikan bualan kepadaku semata?” selidiknya sebelum terdiam, merasakan semilir angin lembut khas siang hari yang menerpa wajahnya. "Tuan Oscar, saya—"“Mada pasti sedang mabuk,” gumamnya maklum seraya tersenyum miring. “Kali ini mabuknya pasti lebih parah jika dibandingkan dengan sebelumnya,” lanjut Oscar dengan membentuk kesimpulannya sendiri seraya melirik ke arah anjing yang kepalanya bergerak-gerak pelan. “Sekarang … tahun keberapa?” tanya Oscar pelan. Josh berjalan mendekat ke arah Oscar, kemudian menghitung waktu mundur sejak kematian Bianca.“Emp—maaf, Tuan Oscar. Maksud saya lima,” ralat Josh d

  • Terbangun di Ranjang Presdir Duda   Dancing With Your Ghost

    Memasuki ruang kerja Mada pada detik ini membuat Jenar tercengang. Suatu pemandangan yang niscaya tidak akan pernah dirinya lihat untuk kali kedua kini tersuguh dengan terang-terangan di hadapannya. "Ada apa denganmu?" tanya Jenar keheranan, berusaha mengulum senyum dan menyembunyikan keinginan untuk meledak dalam tawa. Dirinya gegas mendorong pintu ruang kerja Mada menggunakan punggung agar tertutup dengan sempurna disusul dengan suara sepatu hak tingginya terdengar menggema saat memasuki ruangan. "Ini tidak lucu," jedanya setelah beberapa waktu seraya membasahi bibir, membuat permukaan yang sudah lembab tersebut menjadi semakin basah. Kakinya bergerak gelisah, tumpuannya kerap berpindah dari satu sisi ke sisi yang lainnya. "Sebetulnya apa yang tengah kamu lakukan?" sambung Jenar, bibirnya terangkat untuk menunjukan seulas senyum canggung tetapi Mada tidak memberikan reaksi apapun yang berarti. Perlahan, Jenar bergerak memutar seraya memperhatikan Mada dengan sakama. "Kamu seda

  • Terbangun di Ranjang Presdir Duda   Bayang-Bayang Bianca

    “Tidak ada apa-apa, aku hanya sedang ingin berdansa denganmu,” kata Mada berkilah dengan cukup abu-abu tanpa sekalipun melepas dekapnya dari Jenar.“Secara tiba-tiba?” tanya Jenar dengan mata membulat lalu bergumam pelan sambil mengangkat kedua alisnya disusul dengan sebuah siulan, seakan sedang menggoda Mada.“Di kantor?”“Tentu. Apa ada yang salah dari itu?”Tanya dari Mada praktis membuat Jenar menggelengkan kepala lalu menyunggingkan senyum pada satu sisi wajahnya.“Oh tentu saja tidak salah. Hanya saja—”Jenar menimbang-nimbang kalimatnya sebelum sejurus kemudian menggeleng dan menyurukan tubuhnnya ke atas dada bidang si pria, merasakan detak yang berdegup kencang tersebut.“Hanya saja apa? Mengapa kamu tidak melanjutkan percakapan?” tagih Mada.Kali ini dia mendekatkan bibirnya pada kening Jenar lalu mulai mengecupnya singkat.“Kalau aku tahu kamu ingin berdansa denganku, aku akan mengganti pakaianku dengan gaun yang memiliki lebar seperti kurungan ayam agar bisa berayun-ayun.”

  • Terbangun di Ranjang Presdir Duda   Hobi Mada Lawana : Merajuk

    “Apa ini semacam lelucon dan test yang harus aku lakukan?” kekeh Jenar dengan tertawa canggung kemudian melipat bibirnya ke arah dalam dalam upaya untuk membuatnya terlihat lebih tipis jika dibandingkan dengan sebelumnya.“Bertemu dengan Pak Oscar? Seorang Oscar Lawana? Wah, sepertinya aku bermimpi dengan sangat indah semalam,” sambung si perempuan dengan mengerucutkan bibir lalu menggeleng pelan, sekelebat rasa kecewa menyeruak ke permukaan dan tercetak jelas di wajah Mada.Jenar jelas langsung menyadari perubahan pada air wajah Mada hingga membuat telapak tangannya terasa dingin.Meski demikian, Jenar mencoba untuk mengabaikan raut yang ditunjukan oleh Mada lalu berpaling.“A—aku tidak yakin untuk itu,” lanjutnya dengan diselimuti oleh kegugupan.Dirinya menjauhkan diri dari Mada, melepaskan dekap yang sejak tadi terjalin lalu memilih untuk berjalan memunggungi si lelaki.Jenar duduk di sofa yang empuk sambil memiringkan kedua kakinya ke arah kiri dan mendekap tab kerja yang sejak t

Bab terbaru

  • Terbangun di Ranjang Presdir Duda   Satu Buket Bunga Besar

    "Sebenarnya apa yang dicari oleh orang itu?" "Aku tidak tahu," jawab yang lainnya dengan suara lirih sambil melirik jam lalu diam-diam menguap lebar sebelum mengamati Mada melalui sudut mata. "Ini sudah larut, seharusnya kita sudah tutup," bisiknya dengan nada yang sudah tidak sabar. Kakinya bergoyang-goyang dan berulang kali berdecak seraya menyumpah serapah dan terus menggaruk kepala. "Tolong katakan kepada calon pembeli itu bahwa kita sudah close order." Dengan tidak sabar, dia mengatakannya dengan sedikit mendesak yang langsung di sangkal oleh rekan kerjanya. "Hush!" tukas yang lain dengan mata merebak terbuka. "Menolak calon pembeli itu tidak baik, bisa berimbas buruk kepada bisnis," balas teman bicaranya yang nampak kikuk sambil terus memandang ke arah calon pembeli tersebut. "Lama sekali," gerutunya pelan agar tidak terdengar oleh Mada. Lantas, dia menoleh untuk menatap rekannya dan berucap serius, "Maksudku ... jika saja dia meminta saran kepada kita berdua, kita pasti

  • Terbangun di Ranjang Presdir Duda   Lelaki Berteman Luka

    "Aku seharusnya tidak berada di sini, bukan?" Dia duduk dengan kedua lutut yang tertekuk sambil menyesap cairan berwarna putih kekuningan dari gelas berleher tinggi sebelum menaruhnya kembali kemudian membuka pembungkus sebuah bola cokelat dari brand Godiva. "Ck!" ucapnya seraya mendecak-decakan lidah ketika rasa manis dari cairan tersebut kembali membasahi bibir serta kerongkongan. "Kamu ingin mencobanya? Oh ayolah, percaya padaku. Aku tidak akan membeli alkohol yang memiliki cita rasa buruk," ucapnya memberikan penawaran kemudian menggeleng ketika tidak mendapatkan jawaban yang diinginkan. "No? Fine, you're lost, not mine," tutur si pria dengan menghabiskan isi dari dalam gelas itu hanya dalam satu teguk sebelum tertunduk. Gelasnya jatuh, kepalanya terasa berdenyut dan tangannya sibuk menepuk-nepuk sisi kiri keningnya. Mada menyipitkan mata, keringat sebesar bulir jagung mulai menuruni kening sampai membuatnya menghela napas berulang kali dan dengan sibuk mendecak-decakan lidah

  • Terbangun di Ranjang Presdir Duda   Mencium Penuh Nafsu

    "Je, jangan menyelundupkan kekasihmu ke sini, oke?!" "Aku tidak hanya menyelundupkannya melainkan akan tidur dengannya lalu membuat suara-suara animalistik sampai kamu terganggu," balasnya sarkastik dengan memejamkan mata karena tengah pusing dengan beban kerja yang terus berdatangan. "Mungkin kamu akan mendengar aahh dan uhh dan eeehh dan yes," tambah Jenar memanas-manasi Catherine yang tidak memiliki kekasih. "Hei!" Catherine berkacak pinggang lalu berdecak sebal sambil mengetuk jemarinya di daun pintu. "Jadi, jangan membuatku melakukan yang tidak-tidak di rumah ini, mengerti?" tanya si adik yang kakinya sedang terkilir dengan retoris kemudian mendecak-decakan lidah. "Omong-omong, semakin bertambah usiamu, sikapmu menjadi sangat menyebalkan, Cath." "Itu adalah tujuan mengapa seorang Kakak diciptakan. Tidak lain dan tidak bukan untuk membuat adiknya kesal." "You pissed me off, asshole," cebik si adik sambil memijat sisi kepala seraya memutar kembali kursi yang semula di duduki

  • Terbangun di Ranjang Presdir Duda   Laki-Laki Parlente Mencurigakan

    "Je, ada apa?"Jenar menoleh ke arah sang Kakak yang baru saja kembali dengan semangkuk mie instan berkuah penuh sayur seperti pesanannya beberapa saat yang lalu."Mada menyuruhku agar mengambil jatah cuti untuk dua hari," terangnya setelah mematikan ponsel."And by the way, thank you chef."Diiringi sebuah senyum lebar, Jenar meraih mangkuk yang masih mengepulkan asap itu dan menaruhnya di atas meja yang melintang di atas paha.Catherine mendecakan lidah sebelum menggeleng pelan dan memutuskan untuk duduk di sebelah Jenar yang tengah menyeruput kuah mie instan tersebut."Hati-hati, kamu bisa tersedak."Jenar tidak memberikan jawaban yang pasti kepada Catherine, dia memilih untuk membuat tanda 'oke' dengan jemarinya sedangkan mulutnya tidak henti bergerak seperti sebuah vacuum cleaner."Dua hari?""Yup," angguknya ditengah seruput mie instan sebelum menambahkan. "Kamis dan Jum'at aku akan bekerja di rumah.""Artinya kamu akan berada di rumah sepanjang akhir pekan," lirih Catherine yan

  • Terbangun di Ranjang Presdir Duda   Will You Be My Wife?

    "Harum," tuturnya setelah menghidu aroma buket bunga.Ada yang tidak biasa dari penampilan lelaki berusia 28 tahun itu. Dia terlihat gugup, rasa percaya dirinya perlahan menguap di udara begitu saja. "Oh Tuhan, apakah ini pertanda bahwa apa yang akan aku jalani ini adalah suatu hal yang benar?" Tubuhnya belum terlihat terlalu kekar, ukuran pakaiannya mungkin saja masih S. Tanda penuaan di sudut mata serta kening yang berkerut-kerut masih belum muncul ke permukaan. Wajahnya terlihat sangat segar berseri-seri, rahangnya sangat tajam seperti bilah pisau yang dipakai oleh juru masak di restoran terkemuka. Hanya seorang pemuda yang tengah jatuh cinta dan memantapkan hati untuk menikahi pujaan hati. Entah kapan mereka akan menikah, dia tidak tahu. karena masa depan adalah sebuah misteri, tetapi satu hal yang dirinya mengerti, secepat mungkin dirinya ingin meminang sang dara. "Bi, will you marry me? Ah, tidak. Terlalu klise, seperti seorang lelaki yang kehabisan kosa kata." Dirinya b

  • Terbangun di Ranjang Presdir Duda   Hei, Penculik Tampan!

    “Aku sedang tidak ingin pulang. Bisakah kamu menculik diriku?” “Tidak ada penculik yang terang-terangan mengatakan bahwa dirinya akan melakukan penculikan,” balasnya disertai seringai, tidak habis pikir dengan apa yang berada dalam benak Jenar. "Lagipula, apa urgensinya dan kenapa tiba-tiba kamu mengatakan hal tersebut, hum? Apa kamu tengah mabuk?" “Memangnya ada korban penculikan yang minta diculik?” balas Jenar sebelum sibuk menyunggingkan senyuman. "Dan kamu benar, aku mabuk. Dimabuk oleh cintamu." "Dasar," cibir Mada yang telinganya perlahan memerah namun berusaha keras dia tutupi karena disanjung oleh sang dara tercinta. Lengan Jenar senantiasa mengalung dibelakang leher Mada setelah berjam-jam kemudian keduanya memutuskan untuk keluar dari ruang kerja si pria setelah Lawana Corporation berangsur-angsur sepi. “Mada Lawana, ayolah, culik diriku,” rajuk Jenar untuk kali kesekian hingga Mada yang tengah menggendongnya kemudian bersandar di dalam lift hanya tertawa dengan hamba

  • Terbangun di Ranjang Presdir Duda   Nenek Lampir Stadium Akut

    "Taka!"Taka yang sedang berada di area cafetaria dan tengah menunggu pesanannya lantas menoleh ke arah sumber suara sebelum mengangguk dengan penuh rasa hormat kepada Mada."Pak Mada," sahutnya dengan sopan. "Ada yang bisa dibantu, Pak?"Tanpa membuang waktu, Mada menyamakan posisinya dengan Taka yang tengah menerima uluran roti hangat di dalam kemasan lalu memasukannya ke dalam tas sebelum kembali menatap Mada."Ada, namun tidak banyak," singkat si lelaki parlente sambil menatap pria muda di hadapannya yang tengah meregangkan tubuh lalu melambaikan tangan ketika di sapa oleh seseorang yang wujudnya belum dapat Mada lihat dan kenali."Kamu sedang bersama dengan Lamina?" tanya Mada sebelum buru-buru menggeleng kemudian menunduk untuk meralat ucapannya sendiri saat dirinya menyadari bahwa dihadapannya kini hanya ada Taka semata."Hari ini pulang dengan Lamina, 'kan?" ulangnya lagi diselingi deham sambil menggaruk pangkal hidung."Lamina? Oh benar, kami pulang berdua."Senyum Taka yang

  • Terbangun di Ranjang Presdir Duda   Kalian Bertengkar, Ya?

    [Lamina: Je, sampai kapan dirimu ingin berada di dalam ruangan Pak Mada?][Lamina: Taka menyuruhku pulang, tetapi aku ingin memastikan agar nenek lampir itu pergi lebih dahulu dan aku baru akan menyusulnya.][Lamina: Tiga panggilan tidak terjawab.]Mada mengembuskan napas lalu kembali duduk di sebelah si perempuan setelah menyampirkan selimut hangat yang menutupi bagian atas tubuh Jenar.Ponsel milik Jenar sejak tadi berada di atas meja, dekat secangkir kopi hangat yang mau tidak mau Mada buat sendiri sebab setelah pertama kali Jenar membuatkan kopi untuknya, Mada merasa tidak cocok dengan kopi buatan orang lain.Hanya Jenar yang seleranya cocok untuk Mada.[Lamina: Taka menyuruhku untuk pulang, tas kerjaku bahkan sudah ditenteng oleh dirinya. Hubungi aku secepatnya!]Mada menyesap kopi lalu berdecak seraya membasahi bibir lalu melirik ke arah ponsel yang masih menyala dengan kondisi layar terkunci tersebut, berderet-deret pesan masuk dari Lamina pada akhirnya membuat si lelaki mengem

  • Terbangun di Ranjang Presdir Duda   Jual Beli Sekretaris

    “Begini, Pak Mada.” Seorang pria paruh baya menghampiri meja Mada tepat ketika pria tersebut tengah memutar penutup ballpoin pertanda bahwa rapat yang cukup menyita waktunya usai. “Bagaimana, Pak?” jawab Mada. Mada mengerutkan kening seraya menyunggingkan senyum yang hanya bertahan beberapa detik saja sebelum melipat kedua tangan di atas meja. Beberapa pasang kolega mulai membubarkan diri setelah sebelumnya menyapa Mada penuh kehangatan. “Sepertinya … saya belum melihat kehadiran seseorang," terangnya disertai siulan. “Seseorang?” ulang Mada disertai alis yang terangkat sambil memiringkan sedikit posisinya ketika seorang office boy menghampiri untuk mengambil bungkus makanan yang telah kosong serta botol air mineral. “Ya.” Lawan bicaranya tersenyum simpul sambil menggosok kedua tangan di depan dada. “Kami semua tahu kalau Pak Mada memiliki sekretaris yang cekatan dan pekerjaannya … cukup rapi.” “Oh ya?” Mada bersikap defensif di luar keinginannya, rasanya akan ada sesuatu ya

DMCA.com Protection Status