"Siapa yang telpon mas?" tanya Kanaya yang baru saja keluar dari toilet. Rey meletakan ponselnya diatas nakas. Pria tampan itu berjalan mendekati sang istri. "Reno," jelas nya."Kenapa?" Kanaya menatap wajah suami nya."Vera sudah tertangkap," jawab Rey.Seketika Kanaya terdiam, wanita itu terduduk dibibir ranjang, entah harus senang atau sedih, yang jelas saat ini perasaan Kanaya benar-benar tengah kecewa. Hanya dalam waktu satu malam semua nya berubah drastis, teman-teman yang selama ini begitu dekat dengan nya sekita menjadi musuh."Reno bertanya, apa kamu mau menemui Vera?" ucap Rey kemudian.Nampak Kanaya berulang kali menghela napas, sebelum akhirnya menanggapi ucapan Rey. "Iya, aku ingin menemui Vera mas, aku harus bertanya kenapa dia tega melakukan ini," sahut Kanaya.Rey menangkub bahu Kanaya. "Apa kamu yakin Nay?" tanya nya.Kanaya mengangguk, tentu Kanaya masih sangat berharap jika semua ini hanya sebuah kesalah pahaman semata. Kanaya masih berfikir jika Vera tidak mungkin
"Sudah dari dulu aku membenci mu Nay, aku sangat membenci kamu! Kamu selalu mendapat pujian dan sanjungan, bahkan ketika aku yang bekerja keras, tapi tetap hanya kamu yang didaulat Dokter terbaik." Tangis Vera pecah, raut wajahnya memerah, kedua tangan nya mengepal menahan kesal."Kamu terlahir dari keluarga kaya, kamu memiliki segalanya, kamu hidup berkecukupan, kamu bisa mendapatkan apapun dengan mudah. Tapi kenapa hal sepele pun tetap kamu perebutkan Nay? Seakan tidak ada celah walau sedikit untuk aku menunjukan diri," gadis itu memegangi tiang besi dihadapan nya, kedua bola matanya menatap penuh kebencian pada Kanaya.Setiap kata yang keluar dari mulut Vera membuat Kanaya termangu, rasanya Kanaya masih tidak percaya jika Vera mengatakan hal demikian. Selama ini dia tidak pernah protes, namun nyatnya dia menyimpan begitu banyak keluhan."Bahkan ketika aku bertanya tentang Rey, kamu mengatakan dia saudara mu. Aku tahu kalau kamu hanya ingin mencari sensasi, seolah tidak mau mengakui
"Hati-hati dijalan ya sayang! Nikmati liburan nya, lupain semua kejadiaan kemarin. Semoga setelah kembali dari Bali, Mama dapat kabar baik dari kalian." Sarah memeluk menantunya sebelum mereka bertolak menuju Bandara."Amin.. makasih ya Mah, udah terus suport Naya, semoga doa baik Mama di ijabah Allah," sahut Kanaya haru.Sarah menyunggingkan senyum, melepaskan kepergian anak dan menantunya dengan bahagia. Tentu Sarah sangat berharap jika setelah ini kehidupan Rey dan Kanaya tidak lagi mendapat masalah berat, apa lagi seperti kemarin."Ya sudah, kalian hati-hati ya!" pesan Adit pada putra dan menantunyaSebelum berlalu masuk kedalam mobil, Rey dan Kanaya mencium punggung tangan kedua orang tuanya.Rey mengulum senyum melihat Kanaya yang sudah kembali seperti sedia kala. Wanita itu sudah tidak lagi bersedih dan terus menduga jika Fahmi telah melakukan sesuatu padanya."Apa kamu bahagia Nay?" tanya Rey.Kanaya yang tengah sibuk bertukar kabar dengan Dinda menoleh, menatap Rey yang duduk
"Kamu bahagia sayang?" Rey berbisik ditelinga istrinya. "Jangan tanya, tentu aku sangat bahagia," sahut Kanaya haru, dia tidak menyangka jika suaminya mau meuwujudkan keinginan Kanaya untuk berlibur bersama sahabat nya. "Trimakasih sudah hadir dalam hidup ku Nay." Rey mengecup pucuk kepala Kanaya, rasa bahagia tengah menyelimuti hatinya."Harusnya aku yang bilang gitu. Makasih ya untuk semuanya." Kanaya bergelayut manja pada lengan Rey, membuat Dinda yang duduk dibelekang mereka tak henti menggoda. "Soswit banget, jadi pengen nikah juga." Ucapan Dinda sontak mendapat sahutan dari pria tampan yang duduk disampingnya. "Ya udah yuk, nikah sama aku!" ajak Rian serius, namun Dinda hanya menanggapi nya dengan candaan. Mobil Alphard yang mereka tumpangi mulai memasuki kawasan resot. Pemandangan indah laut biru dengan pasir putih menyambut kehadiran mereka. Keindahan yang tersaji membuat mereka semua tidak henti berdecak kagum. Lokasi resot yang terletak didekat bibir pantai menjadi daya
"Bisa nggak sih nggak us-" Dinda menggantukan ucapannya saat netranya menangkap petugas Hotel didepan pintu."Kenapa marah-marah Din?" tanya Kanaya yang juga tengah membuka pintu kamarnya. Wanita itu mengernyitkan dahi, menatap heran pada shabat nya itu, bahkan petugas Hotel yang berdiri diambang pintu membawa troly makanan pun nampak tak enak hati.Dinda melirik sekitar, bukan hanya Kanaya dan petugas Hotel yang menatap aneh padanya, namun Rian pun berekspresi sama, membuat Dinda kikuk sendiri."Ahh, tadi aku lagi telpon temen Nay," kilah Dinda seraya menunjukan ponsel yang kebetulan tengah digenggam nya."Oh, aku kirain kamu kenapa," sahut Kanaya. "Ya udah aku masuk ya, laper. Kalian makan berdua gih biar nggak kesepian!" goda Kanaya. Sontak Dinda melirik Rian yang melepar senyum kearahnya."Mau bareng Din?" tanya Rian kemudian."Nggak usah Kap, saya mau mandi dulu soalnya," bohong Dinda seraya menutup pintu kamar Hotel itu.Setelah menyantap makan siang, Rey dan Kanaya benar-benar
"Selamat datang Tuan Rey, saya tidak menyangka memiliki kesempatan bertemu dengan seorang Perwira sekaligus pewaris Hamzah group," ucap seorang pria yang merupakan rekan bisnis Papanya.Rey menyunggikan senyum. "Saya pun merasa terhormat bisa bertemu dengan anda Pak. Papa saya menitip salam sekaligus memohon maaf karena tidak bisa hadir," sahut Rey.Pria paruh baya yang usianya sama seperti sang Papa pun tersenyum. "Tidak masalah Tuan Rey, saya paham jika Tuan Adit sangat sibuk akhir-akhir ini," timpal nya.Acara itu dimulai tepat pukul tujuh malam. Banyak hal yang mereka bahas, meski bukan lah bidang Rey selama ini, namun sedikit-sedikit dia paham dengan apa yang saat ini sedang mereka perbincangkan. "Trimakasih atas waktunya Tuan Rey, saya yakin Hamzah group akan semakin maju jika nanti Tuan Rey sudah terut bergabung," ucap pria paruh baya itu.Rey mengangguk, pria itu membubuhkan tanda tangan sebelum beranjak meninggalkan lokasi.Rey sengaja tidak membawa serta Kanaya untuk menghad
Hoek.. hoek.. Tidak terhitung sudah yang ke berapa kali Kanaya mengalami mual seperti saat ini. Namun hingga kini wanita itu masih juga tetap tidak mau memeriksakan diri, tentu saja sikap keras kepalanya membuat Rey kesal sendiri, dia yang sudah sangat hawatir namun Kanaya nampak santai dan enggan menuruti permintaanya. Tiga hari sudah mereka berada dipulau Dewata. Namun Kanaya dan Rey belum pernah sekalipun berjalan-jalan mendatangi tempat-tempat Wisata yang ada disana. Bukan karena tak mau, namun setelah perayaan ulang tahun Kanaya yang Rey buat ditepi pantai beberapa hari lalu, Kanaya tiba-tiba mengalami mual-mual yang membuat tubuhnya melemas, itu sebabnya Kanaya malas untuk bepergian, padahal sebelumnya dialah yang paling antusias. Alhasil hanya Dinda dan Rian lah yang berjalan-jalan. "Ayo dong Nay kita ke Dokter! Atau paling nggak kamu izinin aku buat panggil Dokter. Aku hawatir tau nggka sih?" protes Rey. Pria itu dengan telaten mengelap mulut istrinya yang basah karena baru
"Nih diminum dulu Nay, biar perut nya enakan!" Rey membantu Kanaya duduk dan memberikan minuman jahe yang tadi dipesannya. Wanita itu kembali merebahkan tubuhnya setelah menenggak beberapa teguk minuman yang suaminya bawa. Meski begitu Rey masih tidak bisa menghilangkan rasa cemasnya. Tentu hal itu membuat Kanaya tak enak hati, dengan sadar dia sudah membuat suaminya hawatir."Udah dong mas! Kok masih gitu mukanya." Kanaya menepuk sisi ranjang, meminta suaminya ikut naik kesana. Rey menghela napas, pria itu ikut merangkak naik, dan dengan telaten memijat kaki istrinya. "Gimana aku mau tenang Nay, lihat kamu kaya gini aku jadi hawatir. Harusnya kita bisa liburan, ini malah aku buat kamu sakit begini."Sudut bibir Kanaya terangkat, wanita itu mengecup pipi kanan suaminya. Sebenarnya Kanaya bisa saja meminta Dokter yang ada disana untuk mengecek kondisi tubuhnya agar Rey tidak lagi hawatir. Namun entah mengapa Kanaya masih enggan, walau sebenarnya dia sudah yakin karena hampir dua bula
Ceklek.. Pintu ruangan VVIP itu terbuka, terlihat Sarah dan Amy serta seorang bayi mungil dalam dekapannya. Kedua wanita itu menyorot ke atas ranjang, dimana Rey tengah bersandar menatap kedatangan mereka. Sesaat mereka terdiam, benar-benar tidak tahu jika ternyata Rey sudah membuka matanya. Sudut bibir Kanaya terangkat, membentuk lengkungan indah. Dia memang sengaja tidak memberi tahu keluarganya, membiarkan ini sebagai sebuah kejutan. Wanita itu bangkit menghampiri Mama dan Ibu mertuanya, lantas mengambil alih bayi yang Amy gendong. "Kenapa pada diem disini?" Ucapan kanaya menyadarkan dua wanita paruh baya itu dari lamunan mereka, bola mata keduanya berkaca-kaca, memandang penuh haru pada Rey yang juga sedang menatap kearah mereka dengan tetesan air mata."Rey, kamu sudah sadar nak?" Sarah berjalan cepat menghampiri putranya, saat dalam perjalanan dia sempat bertanya-tanya mengapa Rey sudah di pindahkan ke ruang VVIP. Ada harapan jika putranya sudah sadar, namun dia tidak terlal
Disela-sela kesibukan nya menjadi seorang ibu, Kanaya tidak pernah absen mengurus suaminya. Tiga hari sudah berlalu, kondisi Rey pun sudah membaik. Namun sayang pria itu masih belum membuka matanya.Dokter menyatakan jika Rey mengalami patah tulang kaki dan retak bahu sebelah kanan, serta dadanya yang memar akbitan terjatuh dari ketinggian. Jika mendengar penjelasan Rio, bahwa parasut yang berkembang setelah terjadi ledakan hanya milik Rey dan Deri. Namun sayang Deri mendarat di titik lokasi cukup jauh dari mereka. Sedangkan parasut dua prajurit lainnya tidak sempat berkembang ketika mereka jatuh, begitu pun milik Rio, namun dia masih selamat karena Rey membantunya, jadilah mereka terjatuh bersama dan menyebabkan patah tulang dan lain sebagainya. Rey dan Rio masih sempat sadar dan berusaha menolong teman lainnya, namun sayang hanya mereka yang selamat. Mereka tidak sadarkan diri karena dehidrasi dan tidak memiliki tenaga untuk mecari makanan selama tiga hari belum di temukan. Untung
Sirine Ambulance begitu nyaring mengiri perjalanan mereka menuju Rumah Sakit. Seperti tidak ada habisnya, air mata Kanaya terus mengalir membasahi pipinya. Satu tangannya mengusap wajah Rey, sementara tangan lain menggenggam jari jemari Suaminya begitu erat. Sakit ketika melihat suaminya tak berdaya seperti ini, namun ada setitik rasa syukur karena Rey bisa bertahan. Tidak tergambar seperti apa perasaan Kanaya, di satu sisi dia bahagia bisa melihat Rey selamat, namun di sisi lain ia pun terluka karena keadaan Rey seperti ini."Bertahan Mas!" Kanaya terus mengecup punggung tangan suaminya, wajah tampan yang sangat ia rindukan itu sudah ada di hadapannya. Wajah tampan yang selalu tergambar di malam-malam sunyi yang ia rasakan, malam penuh dengan sejuta rindu yang haus akan bertemu."Anak kita sudah lahir, dia sangat tampan seperti kamu Mas. Dia terus menangis, pasti karena dia ingin bertemu ayahnya." Lagi Kanaya terus membisikan kata-kata di telinga Rey, berharap pria itu merespon apa
"Rey.."Pandangan semua orang tertuju pada dua buah Brankar yang mendorong Rey dan Rio. Sesat semua orang yang ada disana termangu, diam dan tak mengatakan apapun. Otak mereka masih mencerna apa yang sebenarnya terjadi."Tuan Adit.." sapa Lukman, pria yang bertugas menyambut kedatangan para anggota Militer itu nampak menghampiri Keluarga salah satu prajuritnya."Komandan Lukman, Rey masih selamat?" tanya Adit dengan raut kagetnya.Lukman mengernyitkan dahi. "Apa Rian belum memberi tahu. Rey memang selamat," jelasnya.Seketika tangis Kanaya kembali pecah, ia yang semula tak percaya buru-buru mengejar Brankar yang tengah di dorong menuju sebuah Ambulance. Disusul Amy yang turut mengejar putrinya. "Jadi Rey masih selamat? Rian bilang dia tidak selamat," sahut Adit.Flashback.."Bertahan Rey, inget Kanaya, anak kalian sudah lahir.." Terus saja Rian membisikan sesuatu ke telinga sahabatnya, berharap Rey bisa bertahan sebelum mereka tiba di Rumah Sakit yang ada di Wamena.Sudah dipastikan t
Matahari bersinar begitu cerah di hari ini. Namun tak secerah wajah Kanaya dan seluruh keluarganya. Dua buah mobil melaju beriringan menuju Bandara Halim Perdana Kusuma, sebab siang ini seluruh korban tragedi meledaknya Helikopter yang tengah bertugas di Irian Jaya akan segera tiba.Semua perisapan pemakaman dan hal lainnya di siapkan oleh Anggota Militer. Karena mereka akan di kuburkan mengikuti prosedur kemiliteran.Pandangan Kanaya terlihat kosong, wanita itu hanya diam memandangi luar jendela. Tidak lagi ada air mata yang mengalir di Pipinya. Semua telah ia tumpahkan ketika dirinya baru tersadar beberapa jam lalu. Tidak ada yang tahu apa yang tengah wanita itu fikirkan, sebab dirinya hanya diam dan enggan membuka suara. Bayi yang baru Kanaya lahirkan pun tak diperdulikannya.Di dalam mobil itu ada Arga kakak iparnya, Amar sang Papa, serta Amy mamanya. Sementara mertuanya membawa mobil lain yang di kemudikan sopir mereka. Sedangakn Bayi Kanaya dan Rey sengaja di tinggalkan bersama
"Kanaya..."Pandangan semua orang tertuju pada Sarah dan Kanaya, rupanya apa yang mereka bahas sedari tadi didengar pula oleh kedua wanita berbeda usia itu."Kalian bohong kan? mas Rey nggak kenapa-napa kan?" Lagi Kanaya mengulangi apa yang sudah ia tanyakan. Berharap jika semua itu hanya candaan seluruh keluarganya.Buru-buru Amy memghampiri putrinya, begitupun dengan Adit yang turut mendekati Sarah."Sayang, bangun nak!" Air mata Amy tak mampu ia tahan lagi, melihat putrinya yang histeris seperti ini membuatnya sedih."Pah, Rey nggak kenapa-napa kan Pah? Dia sudah di temukan dalam keadaan selamat kan?" tanya Sarah penuh harapan.Lidah Adit terasa kelu, mulut nya tak mampu menjawab apa yang istrinya tanyakan. Sungguh dia pun syok dan sedih mengetahui Rey telah ditemukan, namun dalam keadaan tak bernyawa.Perkataan ibu mertuanya sontak membuat Kanaya terdiam, mencerna maksud ucapan wanita paruh baya itu. Dia mulai memahami jika memang telah terjadi sesuatu pada Rey. Namun seluruh kelu
Penyusuran terus dilanjutkan setelah Jenazah Deri di efakuasi menggunakan Helikopter. Rasa sedih mereka belum menghilang, namun tugas harus tetap berjalan, terus melanjutkan pencarian di tengah duka yang di rasa. Namun kali ini tidak seperti sebelumnya, sebab semangat mereka terkikis oleh penemuan Jenazah salah satu rekan mereka."Kap, bagaimana kalau ternyata Kapten Rey sudah tidak ada juga?" Tiba-tiba saja Yanto mengatakan sesuatu yang membuat Rian kesal. "Bicara apa kamu To? Berdoa yang baik-baik, jangan asal bicara," sergahnya tak suka.Yanto menghela napas dalam, terus saja dia teringat akan rekannya Ari yang hingga kini belum juga di temukan.Penemuan tadi seakan menjadi pertanda bahwa tidak akan ada anggota lain yang masih hidup. Apa lagi dihari ke tiga ini.Suara anggota Militer terus saja bersahutan menggema didalam hutan itu. Namun nihil, tetap tidak ada respon, maupun tanda yang menunjukan dimana keberadaan Rey dan tiga rekan lainnya. Jujur, jika sebenarnya Rian pun mulai m
"Hati-hati sayang." Amy membantu putrinya turun dari mobil, sementara Sarah menggendong cucunya. Setelah tiga hari di rawat, akhirnya Mariana memperbolehkan Kanaya pulang. Sedari kemarin kondisinya pun sudah membaik, namun pihak keluarga sengaja menunda kepulangan nya. Ketiga wanita itu berjalan beriringan memasuki kediamana Amar, sementara mereka memutuskan Kanaya untuk tinggal disana. Sebab disana Anita bisa menemani, agar Kanaya tidak terlalu memikirkan suaminya. Tiga hari berlalu, nyatanya hingga kini keberadaan Rey dan ke-4 anggota lain nya tak juga di temukan. Namun mereka tidak menyerah begitu saja, sampai saat ini penyusuran terus dilakukan, bahkan sengaja di perluas.Sempat beberapa kali keluarga memergoki Kanaya menangis seorang diri dikala malam, wanita itu menatap ponselnya seraya terus menghubungi Rey. Membuat keluarga tidak kuasa membendung kesedihan mereka. Pastilah Kanaya sangat hawatir dengan kondisi Rey yang hampir lima hari ini tidak ada kabar beritanya.Perlahan A
Deru Mesin Helikopter beradu dengan suara bising baling-balingnya. Satu persatu anggota Militer turun menggunakan tali guna menyusuri lokasi meledekanya Helikopter yang kemarin tengah melakukan Patroli.Persenjataan lengkap dengan keamanan memadai lah yang di izinkan untuk menyusuri lereng Pegunungan Nduga. Bagaimana pun mereka harus tetap waspada, karena mereka tidak tahu apa yang ada dibawah sana. Bisa saja Klompok kriminal kini ada dibawah mengintai mereka.Rian sebagai Kapten yang lebih dulu memutuskan turun, di susul beberapa anggota lainnya.Sisa puing-puing masih banyak tersangkut diatas pepohonan, parasut milik salah satu anggoa Militer pun nampak terbentang diantara rimbun nya dedaunan.Tentu keberadaan parasut itu menjadi secerca harapan untuk mereka semua. Pandangan Rian mengedar, menilik sekitar lereng, seraya menunggu anggotnya turun."Kap, ada parasut." Salah satu anggota Militer yang pada dadanya tertulis nama Yanto menunjuk parasut itu."Semoga mereka semua selamat, ka