Home / Romansa / Tentang Rasa / Bab 27 Cinta atau Obsesi?

Share

Bab 27 Cinta atau Obsesi?

Author: Mei Bertha
last update Last Updated: 2021-05-22 12:54:32

Dering ponsel mengalihkan perhatian Rinjani yang sedang menyuapi Agam. Gadis itu meletakkan piring yang dipegangnya di nakas, lalu mengambil ponsel miliknya.

“Arsha. Sebentar, ya,” ujar Rinjani yang dijawab anggukan oleh Agam.

“Halo, Sha. Gimana?”

Halo, Rin. Bu Meggy minta aku kabarin kamu, kalau besok ada ujian dan nggak bakal ada susulan. Jadi, besok kamu harus datang.”

Mendengar ucapan Arsha, Rinjani diam sejenak. Mata gadis itu melihat Agam dengan sorot bimbang.

Karena tak kunjung ada jawaban, Arsha kembali memastikan jika sambungan telepon masih terhubung. Rin? Kamu masih di sana, ‘kan?

Locked Chapter
Continue to read this book on the APP

Related chapters

  • Tentang Rasa   Bab 28 Akan Dipisahkan?

    Agam yang sedang memeluk Rinjani menatap aneh kepada sepupunya. Kerutan di dahi pria itu menandakan bahwa dia sedang berpikir apa yang sebenarnya terjadi.“Sha! Kenapa melamun?” tanya Agam yang sudah kelewat penasaran.Terlihat jika Arsha terkejut dengan pertanyaan Agam. Gadis istu sedikit gelagapan saat menjawab, “A-nggak papa, kok.” Arsha menjada ucapannya sambil berusaha menormalkan suaranya. “Ini, aku bawakan buah untukmu, dimakan, ya.”Agam sebenarnya masih curiga dengan tingkah aneh Arsha. Karena, tatapan gadis itu terlihat tidak suka dengan hubungan dia dan Rinjani.Memang, sih, sejak awal Arsha tidak setuju. Tapi, bukankah akhirnya dia turut senang? Kenapa sekarang terlihat tidak suka? Tidak mungkin ‘kan, kalau Arsha cemburu? Konyol!“Hei, kenapa kamu menatapku begitu? Dasar sepupu tidak tau adab!” maki Arsha yang mendapati Agam terus menatapnya aneh sambil tersenyum.&ld

    Last Updated : 2021-05-23
  • Tentang Rasa   Bab 29 Agam Menghilang

    “Agam, dokter sudah mengizinkan kamu pulang. Besok pagi kita akan pulang. Tapi, bunda minta satu hal ke kamu,” ujar Eisha dengan nada serius. Agam yang tengah bermain ponsel menoleh. “Apa, Bund?” “Jangan kasih tau Rinjani soal kepulanganmu. Dan kita juga nggak akan pulang ke rumah, tapi ke vila,” jelas Eisha tak mau menatap putranya, karena dia tidak akan sanggup melihat kekecewaan di mata Agam. “Tapi kenapa?” Agam bertanya dengan nada sendu. Eisha menggenggam tangan putranya seraya berkata, “Kamu tau, ‘kan, bagaimana kondisi mental Rinjani?” “Justru itu, Bunda. Agam nggak mau sampai Rinjani sakit. Apalagi gara-gara Agam.” Eisha menghela napas lelah. “Dengarkan bunda. Kita h

    Last Updated : 2021-05-27
  • Tentang Rasa   Bab 30 Curiga

    Dengan menggandeng Rinjani, Arsha membawa sahabatnya itu menuju parkiran rumah sakit. Keduanya bergegas masuk ke dalam mobil dan Arsha segera melajukan mobilnya dengan kecepatan sedang.“Sudah, Rin, jangan menangis. Agam baik-baik saja,” ujar Arsha berusaha menenangkan Rinjani.“Tapi kenapa dia nggak ngabarin aku, Sha? Apa aku setidak penting itu?”Ucapan Rinjani seolah menampar Arsha. Namun, mau bagaimana lagi. Semua yang Arsha dan Eisha lakukan adalah agar Rinjani tidak terlalu bergantung kepada Agam. Meski sayangnya itu semua berakhir sia-sia.Arsha berusaha untuk tetap fokus mengendarai, meski pikirannya berkecambuk. Melihat reaksi Rinjani yang begini membuat gadis itu semakin ketakutan. Arsha takut jika hal buruk terjadi pada Agam maka Rinjan

    Last Updated : 2021-05-30
  • Tentang Rasa   Bab 31 Kekhawatiran Hanna

    Dua hari telah berlalu begitu cepat. Setiap harinya, Rinjani akan mengunjungi Agam setelah selesai kampus. Seperti malam ini, gadis itu baru sampai rumah.“Habis temenin Agam lagi, Rin?” tanya Tama saat Rinjani tengah menutup pintu.“Iya, Pa. Rin ke kamar dulu, ya, Pa. Mau mandi.” Tanpa menunggu jawaban Tama, gadis itu segera berlalu ke kamar.Badannya terasa sangat lelah. Dan pikiran buruk semakin hari semakin menguasai otaknya. Arsha dan Eisha semakin mencurigakan dan Agam yang bersikap seolah tidak ada apa-apa, membuat kepala Rinjani semakin berdenyut nyeri.“Argh! Sebenarnya apa yang kalian rahasiakan dariku!”Rinjani hilang kendali saat sampai di kamar. Dia melempar tasnya begitu saja

    Last Updated : 2021-06-02
  • Tentang Rasa   Bab 32 Kalian Aneh

    Sementara itu, di kamar lain, Rinjani sedang bergerak gelisah dengan mata terpejam. Bulir-bulir keringat sudah membasahi tubuhnya. Dan bibir pucatnya terus saja bergumam. “Nggak! Dava, jangan bawa Agam. Nggak!” Rinjani masih berusaha mengatur napasnya yang memburu. Sesekali tangannya juga mengusap keringat yang membanjiri pelipis. Mata gadis itu terpejam berusaha meredam rasa pusing yang tiba-tiba saja menjalar. Rinjani masih tidak bisa memahami maksud dari mimpinya barusan. Di mana dia sedang berada di sebuah tempat sunyi yang sangat asing. “Halo! Ada orang di sini? Bisa tolong bantu aku?” teriak Rinjani sambil melihat ke sekeliling. Terlihat sekeliling Rinjani

    Last Updated : 2021-06-09
  • Tentang Rasa   Bab 33 Ketidaktahuan Rinjani

    “Ayo, Gam, aku antar ke kelas,” ujar Arsha setelah perdebatan kecil mereka selesai.Agam hanya mengangguk mengiyakan. Karena dia paham, jika tidak akan bisa menolak sepupunya itu.“Sha,” panggil Agam sedikit ragu. “Mm, nanti setelah mengantarku, kembalilah ke kelasmu. Aku yakin Rinjani salah paham. Aku tidak bisa menjelaskannya, jadi tolong bantu aku, ya ….”“Udah tenang aja, nggak usah terlalu dipikirkan. Aku yakin nanti Rinjani akan mengerti.” Semoga saja, dia tidak marah padaku.Arsha dan Agam berjalan beriringan menuju ke kelas pria itu. Sebenarnya, Agam sangat ingin menghampiri Rinjani. Tidak dipungkiri jika dia benar-benar merindukan gadis itu.

    Last Updated : 2021-06-14
  • Tentang Rasa   Bab 34 Pamit: Agam Pergi?

    Mobil yang dikendarain oleh Rinjani berhenti membelok dan berhenti di depan sebuah kedai. Itu adalah kedai es krim yang biasa Rinjani datangi bersama Arsha.Varen tetap berada di dalam mobil. Pria itu memilih untuk mengawasi Rinjani dari kejauhan.“Sampai kapan aku akan mengawasi gadis itu?” Varen termenung sambil terus menatap kedai di seberang jalan.Tangan Varen terulur mengambil beberaa camilan yang memang selalu ada di mobilnya. Setelah itu, dia mengambil laptop dan dan mulai menghidupkannya untuk menonton film.Hanya Varen yang bisa sesantai ini dalam misi pengawasan. jikaArsha tahu, bisa dipastikan ada benjolan di kepala pria itu akibat keganasan Arsha.Asik menikmati film yang diputar, Varen terlonjak kaget ketika mobil Rinjani berlalu di hadapannya.“Mau ke mana lagi sih? Bikin repot sumpah!” gerutu Varen sambil membereskan kekacauan di mobil dengan cepat dan menyusul Rinjani.Meski kesal, Varen tetap

    Last Updated : 2021-06-24
  • Tentang Rasa   Bab 35 Histeris dan Obat Penenang

    Air mata terus mengalir membasahi pipi gadis itu. Rinjani merasa kalut, bayang-bayang perginya Dava kini kembali memenuhi otaknya. Dan hal itu memicu ketakutan Rinjani tentang Agam.Dengan cepat, Rinjani mengambil ponselnya yang tergeletak di nakas. Dia mencari nomor Agam dan segera melakukan panggilan keluar.Beberapa kali Rinjani mencoba menghubungi Agam, tetapi tidak satu pun panggilannya dijawab. Hal itu membuat tangis Rinjani semakin menjadi.Rinjani memeluk lututnya sambil terus-menerus menghubungi Agam. Tanpa sadar, gadis itu bahkan telah menggigiti jarinya.Setelah puluhan kali mencoba dan tetap tidak ada jawaban, Rinjani baru teringat Arsha. Dia segera mencari kontak Arsha dan mengubunginya.Panggilan pertama terhubung, tetapi masih belum diangkat. Tulisan bordering tertera di layar ponsel Rinjani.Rinjani merasa kesal. “Angkat, Sha!”Panggilan Rinjani berhenti karena yang di seberang sana tidak menerima panggilan

    Last Updated : 2021-07-09

Latest chapter

  • Tentang Rasa   Bab 40 Cinta Tanpa Syarat

    Seperti hari-hari biasa sejak satu bulan yang lalu, Agler selalu mengunjungi Rinjani yang berada di rumah perawatan khusus. Kejiwaan gadis itu sedikit terganggu dan akan mengamuk ketika mengingat bahwa Agam telah tiada. Mau tidak mau, Agler harus terus menerus berperan menjadi Agam sampai Rinjani benar-benar pulih. Seorang suster membuka pintu rumah rawat ketika Agler mengetuknya. “Silakan masuk, Tuan. Nona Rinjani baru saja meminum obat dan sedang berbaring.” “Terima kasih,” sahut Agler seraya melangkah masuk. “Hai, Rin Sayang,” sapa Agler seraya mengecup dahi gadis pucat yang tengah berbaring. “Agam, kamu sudah datang ....” seperti biasa, kalimat itulah yang Agler dengar sebulan terahir setiap mengunjungi Rinjani. Semakin hari, hati pria itu semakin teriris setiap mendengar Rinjani memangilnya Agam. Bohong jika tidak ada rasa yang perlahan tumbuh mengingat bagaimana perannya ketika di samping Rinjani. Agler semakin nyaman menjalankan perannya sebagai seorang kekasih. Tawa Rinj

  • Tentang Rasa   Bab 39 Agler Menjadi Agam

    Mata yang dua telah dua hari perlahan mulai terbuka. Tatapannya terlihat kosong sebelum kembali menangis.“Agam! Agam!” teriak Rinjani membangunkan Tama dan Hanna yang menunggui Rinjani di ruangan tersebut.Tama bergegas memluk Rinjani ketika putrinya berusaha melepas jarum infus di tangannya.“Rin Sayang, kamu tenang, ya. Agam sebentar lagi ke sini,” bisik Tama membuat gerakan berontak Rinjani terhenti.“Benar?” tanya Rinjani dengan tatapan berbinar.“Iya, Sayang. Nanti saat dia selesai dengan kuliahnya, dia akan ke sini,” ucap Tama seraya menangkup wajah putrinya.Hanna berlari keluar tidak tahan melihat keadaan putrinya. Wanita paruh baya itu terduduk di depan ruang rawat seraya menangis terisak.“Tante?” Arsha yang memang tidak ada jadwal kuliah hari ini berniat datang pagi untuk menggantikan orang tua Rinjani menemani gadis itu, justru menemukan Hanna tenga menangis di luar ruang rawat.Hanna bergegas menghapus air matanya. “Sha, Rinjani sudah sadar. Agam. Agler maksud tante. Dia

  • Tentang Rasa   Bab 38 Kebenaran

    Tanpa dapat ditahan, air mata mengalir begitu saja dari kedua mata Rinjani. Tatapannya menyiratkan kesedihan dan rasa rindu menatap sosok pria yang berdiri di ujung anak tangga.Tanpa menunggu dipersilakan oleh sang tuan rumah, Rinjani bergegas berlari masuk ke dalam Villa tersebut. Tanpa permisi, gadis itu langsung berhampur memluk pria berkaos hitam yang terlihat seperti baru bangun tidur.“Agam, aku rindu,” ucap Rinjani ditengah isak tangisnya masih mendekap erat pria tersebut.Namun, ketika Rinjani sadar pria di depannya tidak membalas pelukannya, dia pun melepaskan dengan tida rela.Keduanya saling memandang dengan tatapan yang berbeda. Ada luka dan kekecewaan yang tergambar jelas di sorot mata Rinjani. Namun, lain halnya dengan pria di depannya yang menatap datar pada Rinjani.“Kau siapa?” tanya pria itu membuat Rinjani semakin menangis.Rinjani mencengkeram kedua lengan pria di depannya seraya berkata. “Agam, ini aku, Rinjani.”Terlihat pria itu sedikit tersentak sebelum ahirny

  • Tentang Rasa   Bab 37 Masih Berharap

    Arsha melangkahkan kainya memasuki ruangan di mana Rinjani tengah terbaring. Terlihat mata gadis itu masih tertutup karena obat penennag masih menguasai tubuhnya dan membuat kesadarannya hilang.“Sha, Tante titip Rinjani sebentar, ya. Tante mau ambil baju,” ucap Hanna ketika melihat Arsha memasuki ruangan tersebut.“Iya, Tante. Tante tenang aja, Arsha akan di sini jagain Rin.”Hanna bangkit dari duduknya, mengecup pucuk kepala Rinjani sebelum berjalan keluar dari ruang rawat tersebut.Ketika wanita itu hendak membuka pintu, terlihat daun pintu bergerak dan muncullah sosok laki-lai yang selama ini selalu menemani di sampingnya.“Pa, sudah selesai mengurus administrasi?” tanya Hanna.“Sudah, Ma. Mama mau ke mana?” tanya Tama yang melihat Hanna menjinjing tasnya dan kunci mobil milik mereka.“Mama mau ambil baju ganti buat Rin. Papa mau nitip sesuatu?”Tama mendekat mengambil kunci mobil di genggaman tangan istrinya. “Ayo, Papa yang antar. Papa nggak tenang kalau Mama pergi sendiri.”Akh

  • Tentang Rasa   Bab 36 Agam Pergi

    Tanpa mengangkat kepalanya, Pria tersebut memberikan sebuah kotak yang dibungkus dengan kertas kado dan pita merah sebagai hiasan.“Terima kasih.” Rinjani mengalihkan atensinya dari kotak tersebut. “Ini dari siapa, ya?”Tanpa menjawab pertanyaan Rinjani, pria bertopi itu bergegas pergi dari sana, meninggalkan gadis itu dengan penuh tanda tanya.“Eh? Mas! Ini dari siapa?” tanya Rinjani sekali lagi sedikit berteriak karena pria bertopi it uterus berjalan menjauh.“Rin? Ada apa?” tegur Arsha membuat Rinjani menoleh.Rinjani mengangkat kotak kado di tangannya. “Ada yang kasih kado, tapi orangnya pakai topi sama masker. Dan pas aku tanya ini dari siapa, dia malah pergi.”“Coba buka. Siapa tau ada nama pengirim di dalamnya,” ujar Arsha sambil melihat kotak kado itu dengan tatapan penasaran.“Masuk dulu aja. Kita buka di dalam, yuk,” ajak Rinjani sambil lebih

  • Tentang Rasa   Bab 35 Histeris dan Obat Penenang

    Air mata terus mengalir membasahi pipi gadis itu. Rinjani merasa kalut, bayang-bayang perginya Dava kini kembali memenuhi otaknya. Dan hal itu memicu ketakutan Rinjani tentang Agam.Dengan cepat, Rinjani mengambil ponselnya yang tergeletak di nakas. Dia mencari nomor Agam dan segera melakukan panggilan keluar.Beberapa kali Rinjani mencoba menghubungi Agam, tetapi tidak satu pun panggilannya dijawab. Hal itu membuat tangis Rinjani semakin menjadi.Rinjani memeluk lututnya sambil terus-menerus menghubungi Agam. Tanpa sadar, gadis itu bahkan telah menggigiti jarinya.Setelah puluhan kali mencoba dan tetap tidak ada jawaban, Rinjani baru teringat Arsha. Dia segera mencari kontak Arsha dan mengubunginya.Panggilan pertama terhubung, tetapi masih belum diangkat. Tulisan bordering tertera di layar ponsel Rinjani.Rinjani merasa kesal. “Angkat, Sha!”Panggilan Rinjani berhenti karena yang di seberang sana tidak menerima panggilan

  • Tentang Rasa   Bab 34 Pamit: Agam Pergi?

    Mobil yang dikendarain oleh Rinjani berhenti membelok dan berhenti di depan sebuah kedai. Itu adalah kedai es krim yang biasa Rinjani datangi bersama Arsha.Varen tetap berada di dalam mobil. Pria itu memilih untuk mengawasi Rinjani dari kejauhan.“Sampai kapan aku akan mengawasi gadis itu?” Varen termenung sambil terus menatap kedai di seberang jalan.Tangan Varen terulur mengambil beberaa camilan yang memang selalu ada di mobilnya. Setelah itu, dia mengambil laptop dan dan mulai menghidupkannya untuk menonton film.Hanya Varen yang bisa sesantai ini dalam misi pengawasan. jikaArsha tahu, bisa dipastikan ada benjolan di kepala pria itu akibat keganasan Arsha.Asik menikmati film yang diputar, Varen terlonjak kaget ketika mobil Rinjani berlalu di hadapannya.“Mau ke mana lagi sih? Bikin repot sumpah!” gerutu Varen sambil membereskan kekacauan di mobil dengan cepat dan menyusul Rinjani.Meski kesal, Varen tetap

  • Tentang Rasa   Bab 33 Ketidaktahuan Rinjani

    “Ayo, Gam, aku antar ke kelas,” ujar Arsha setelah perdebatan kecil mereka selesai.Agam hanya mengangguk mengiyakan. Karena dia paham, jika tidak akan bisa menolak sepupunya itu.“Sha,” panggil Agam sedikit ragu. “Mm, nanti setelah mengantarku, kembalilah ke kelasmu. Aku yakin Rinjani salah paham. Aku tidak bisa menjelaskannya, jadi tolong bantu aku, ya ….”“Udah tenang aja, nggak usah terlalu dipikirkan. Aku yakin nanti Rinjani akan mengerti.” Semoga saja, dia tidak marah padaku.Arsha dan Agam berjalan beriringan menuju ke kelas pria itu. Sebenarnya, Agam sangat ingin menghampiri Rinjani. Tidak dipungkiri jika dia benar-benar merindukan gadis itu.

  • Tentang Rasa   Bab 32 Kalian Aneh

    Sementara itu, di kamar lain, Rinjani sedang bergerak gelisah dengan mata terpejam. Bulir-bulir keringat sudah membasahi tubuhnya. Dan bibir pucatnya terus saja bergumam. “Nggak! Dava, jangan bawa Agam. Nggak!” Rinjani masih berusaha mengatur napasnya yang memburu. Sesekali tangannya juga mengusap keringat yang membanjiri pelipis. Mata gadis itu terpejam berusaha meredam rasa pusing yang tiba-tiba saja menjalar. Rinjani masih tidak bisa memahami maksud dari mimpinya barusan. Di mana dia sedang berada di sebuah tempat sunyi yang sangat asing. “Halo! Ada orang di sini? Bisa tolong bantu aku?” teriak Rinjani sambil melihat ke sekeliling. Terlihat sekeliling Rinjani

DMCA.com Protection Status