Siulan itu bersua bersamaan jejakan kaki yang berirama merdu keluar dari bangunan apartemen mewah. Ia begitu bersuka cita saat deretan digit fantastis tertera masuk melalui notifikasi m-bangking.
Entah bergelar sultan apa kliennya itu atau konglomerat dari bidang usaha apa, entahlah dan sungguh ia tidak peduli. Tugasnya selesai, dompet aman dan hatinya riang begitulah suasana sisa harinya yang ia habiskan malam ini dengan duduk lesehan ditemani makanan angkringan mulai dari usus goreng, nasi kucing,dimsum mentai, berbagai olahan sate, nasi bakar, bakso iga sapi larva dan makanan lainnya yang mampu menggugah selera laparnya berkali kali lipat.
Suasananya yang sehabis hujan memang membuat pengujung angkringan ini sedikit lebih ramai dari biasanya. Jajaran payung berwarna warni menjadi hiasan dengan percikan air hujan yang masih menjuntai alami.
Mao,wanita berhati suka cita itu tengah duduk di pinggir tenda yang memperlihatkan jalanan luar dimana orang lalu lalang berlindung atap payung atau menerobos beralas tas atau apapun itu untuk menghalau rintik itu turun menghujam.
Fokusnya masih disana sampai sebuah notifikasi berbunyi dua kali yang lagi membuat ia tersenyum. Mao merasa hangat seketika meski sekarang hawanya sedang berhembus dingin.
*Pelanggan room 385
Terima kasih nona, pelayanan anda sungguh memuaskan.Majikan saya sangat menyukai anda. Oiya, ada tambahan bonus akan saya transfer segera.YESSS, REKENINGKU KIAN GENDUTTT SELAMAAAAT SAYANG, Mao berteriak histeris dalam hati.
*Rafz
Baca pesan. Kamu dimana? Kenapa gak ada dirumah? Plis, jgn buat aku marah sama kamu! !!!Sebelum menarikan jarinya, tiba tiba saja pikiran Mao melalang buana membayangkan sosok seorang Rafan Malik Zaidan yang sudah hampir 5 bulan ini mengisi hari harinya. Perasaan senang karena mendapat bonus yang tidak diduga dengan cepat terkikis oleh bayangan yang memaksanya untuk kembali diputar. Dimana Mao yang terlalu lelah menghadapi dunia.
Bukan, bukan karena dirinya yang terlalu memandang buruk dunia atau tidak bersyukur atas karunia Tuhan sehingga memunculkan statement tersebut. Tapi, mungkin saat ini tidak hanya Mao yang mengutip kata 'lelah', diluaran sana bahkan sudah banyak manusia yang sudah atau sedang berdiri diambang 'menyerah'.
Tepatnya, sudah satu tahun berlalu. Semua tatanan kehidupan seakan bergejolak paksa saat virus tak kasat mata hadir secara membabi buta memburu siapapun yang ia kehendaki dengan rakus.
Rontaan kepedihan serta kehilangan seakan memberi warna baru yang menutup cahaya pelangi pengharapan terhadap dunia. Banyak manusia yang terdampar hingga mengais pilu demi meraih asa memungut keping keping pendar uang hanya untuk bertahan hidup.
Rafa begitu sapaan akrab itu biasa terdengar. Pria baik hati dan oh jangan lupakan bentuk rincian wajahnya yang tergurat hampir mendekati sempurna dan proposi badannya yang memiliki kotak kotak menggiurkan, persis seperti oppa oppa yang keberadaannya sedang digandrungi pecinta drama korea, tak terkecuali Mao yang sangat menggilai salah satu personil boyband bahkan hampir tak pernah absen nonton siaran langsungnya dan jiwa fangirl nya akan muncul secara mengejutkan.
Rafa Malik yang sudah memiliki followers di i*******m nya yang hampir 1 juta pengikut itu memilih menjalin hubungan dengan seorang yang pesimis terhadap dunia dan kepasrahannya terhadap sesuatu dibanding menjalin hubungan dengan wanita lain yang jelas jelas begitu mengagumi sosoknya.
Bahkan, setiap hari dm i*******m nya tak pernah absen sapaan mesra yang terkadang langsung diblokir nya tanpa ampun.
Kejam memang, namun begitulah adanya. Sok ganteng, tapi emang gantenggggg BANGET. Sok kecakepan, emanggggg cakep bangetttt duuuuuh duuuuuh. Bingung netizen julid harus bully apaaa!
Pilihan introvert sejatinya tidak pernah berkenalan dengan kepribadian seorang Maudy atau Mao sapaannya. Sosok gadis periang,humble dan selalu menumbuh kembangkan sifat optimis.
Namun, sayangnya semua hal positif yang pernah menjadi tameng sosok dirinya perlahan terkikis saat embun air matanya mulai menggenangi muaranya kala itu.
Kehilangan keluarga satu satunya yaitu ibu yang meninggal karena terpapar virus dan yang lebih memilukan ia tidak bisa mencium, memeluk atau bahkan melihat untuk terakhir kalinya wajah damai sang ibu. Adalah hal menyakitkan bagi dirinya.Beliau seolah tak bisa terjamah sekalipun meski seluruh dunia tau bahwa Mao adalah anak kandung satu satunya. Tempat dahaga mereguk kasih dan sayang itu telah pergi jauh dan gadis 24 tahun itu kehilangan arah.
Belum selesai rasa duka itu terobati dan sampai kapan pun tidak pernah sembuh. Mao harus dihadapkan bahwa tempat kerjanya yang sudah berhasil membiayai kebutuhan sehari hari dengan sang ibu selama kurang lebih 3 tahun harus rela gulung tikar dan semua karyawannya di PHK tak kenal senior atau junior tanpa pesangon.
Pondasi sisa serakan kepingan hati yang belum selesai ia bangun kembali setelah ditinggal orang yang amat berharga dalam hidupnya, membuat Mao makin kian terpuruk.
Kehilangan, hampa, kesedihan melebur hancur menjadi satu. Terseok hingga pincang hidupnya, Mao berusaha bangkit meski tertatih untuk kembali menyebar berbagai kertas lamaran namun sayang semua seolah sedang disibukkan dengan cara bertahan hidup didalam sebuah virus yang semakin merajalela.
Mao tersenyum pilu mengingat itu semua dan segera mengalihkan pandang saat dering handponenya sudah merengek untuk diangkat.
"Yaaak Maudy Malik! Apa jarimu sedang amnesia sehingga lupa huruf abjad dan berakhir mengabaikan pesanku!”
Mao mengerlingkan matanya. Rafa selalu saja menyematkan nama belakangnya seolah mereka adalah sepasang suami istri dimana sang suami begitu menghawatirkan istrinya yang tampak tak kunjung pulang ke istana.
Helooowww, macam anak abg saja!
Biasanya jika mereka sedang berada jarak yang dekat, Mao sigap protes dan berakhir dengan cubitan maut yang mampir di perut lemak milik ke kasihnya itu. Perut lemak? Tentu tidak. Mao hanya tidak pernah mengaku jika Rafa memiliki badan yang bagus. Itu saja.
"Mohon maaf pak. Anda sepertinya salah sam.. "
"MAUDYYYY! ASTAGA. Share lock sekarang atau handpone kamu aku pasang chip untuk dilacak""Huhuhu.. Dasar manusia tidak sabaran. ANGKRINGAN MENTAI LANGGANANKU!!""JANGAN MEMBENT .."Tut.. Tut..
Mao tertawa perlahan membayangkan wajah murka sang kekasih dan segera menghabiskan minuman setelah itu ia memakai kembali masker berwarna lilac menunggu dalam beberapa menit kedepan, pemilik nama Rafa Malik Zaidan itu akan segera sampai dengan wajahnya yang marah tapi menggemaskan.Tidak percaya? Sini cepetan kamu datang deh!
Tak peduli jarak dekat atau jauh bahkan kalau harus ditempuh ber mil mil, pria itu akan mampu mencapai waktu dalam beberapa menit. Berani taruhan?
Hasil dari main kejar kejaran versi Mao dan Rafa kemarin berujung pada pembebasan Mao dalam melakukan kegiatan apapun menjadi sangat sulit dan ruang geraknya selalu mudah terbaca. Katakanlah pria ber-zodiak capricon itu kekasih yang overprotektif dan super nyebelin yang sukses membuat Mao badmood seharian ini."Mao.. " panggil Rafa yang sedang lelah mengganti channel tv namun sepertinya siaran yang diinginkan tidak ada yang bagus dan berakhir menekan tombol merah."Hm" tetap pada usaha merajuknya dan tidak menoleh sedikitpun. Pura pura memainkan permainan cacing yang sama sekali tidak menaikkan moodnya.Oh ayolah. Ini bukan waktunya hari libur. Mao harus bekerja dan menyuapkan rekeningnya supaya tetap gemuk dan bukan berakhir didalam kosnya yang tidak seluas milik Rafa yang bangunan rumahnya dirancang khusus oleh arsitek negeri jepang.Mao jadi terin
Maaf,Jika satu kriteria yang kamu pendam, belum terbesit nama iniMungkin aku terlalu cepat masuk dan semuanya terjadi tanpa sempat berceritaMungkin belum saatnya bibir ini lugas berbicara tentang siapa diri iniTerasa kelu dan kepercayaan diriku perlahan musnahIzinkan aku terus menyapa namamu selagi aku mampuBiarkan aku puas untuk menyesap memori setiap kali kita bertemuBiarkan aku kembali memilihmu untuk menitip lelahkuSampai...Sampai rasanya tiba tiba bibir ini berbicara seperti air keran yang mengalir derasDan aku berharapAku tetap menjadi tempatmu berceloteh disetiap detiknya.Nanti ...Di waktu terbaik untuk mengu
Pagi kembali datang. Mao baru selesai mengangkat dua kantong plastik berukuran sedang berisikan sampah kedepan rumahnya karena biasanya setiap hari senin, rabu dan jumat,sampah sampah itu diangkut. Nyapu dan ngepel juga tak absen menjadi sarapan paginya sebelum memulai aktivitas yang lain. Jangan lupakan, suara channel TV yang menyumbang kebisingan disaat para penghuni kamar kos lain masih terlalu asik menyelam lelapnya, maklum sekarang jatahnya para pencari libur.Long weekend. Tiga hari berturut turut. Ajib bukan?Mao juga memberi rehat dirinya untuk absen bekerja hari ini,oh tidak dua hari sama kemarin dan itu gara gara Rafa, kekasihnya."Hah, kasusnya makin nambah korban jiwa aja. Kemarin artis, pejabat, masyarakat umum. Semua kena imbasnya tanpa mengenal kasta" Mao bergumam lirih sambil mengalihkan tayangan dari berita ke acara kartun kucing dan anjing.Ia melirik ke samping, bingkai foto dirinya dengan sang ibu tertata apik menjadi pem
Entah sudah yang keberapa kali dalam sebulan, Mao melakukan swab test. Itu salah satu syarat demi menunjang pekerjaannya di era pandemi yang mengharuskannya selalu steril dalam memerangi virus. Kali ini, setelah ia membawa hasil negatif kepada calon pelanggannya,Mao masih harus disemprot disinfektan terlebih dahulu baru ia dibawa ke salah satu ruangan luas dan minim cahaya oleh salah satu maid disana.Tidak seperti awal awal,Mao sudah sangat terbiasa dan tenang. Raut gelisah, gugup dan perasaan takut yang pernah campur aduk kini sudah terkikis dan menampilkan wajah tenang serta penuh senyum."Ini minuman teh hijau nona, silahkan. Mohon menunggu sebentar akan saya panggilkan""Terima kasih"Hanya berselah lima menit dari kata 'menunggu. Mao bisa melihat jelas kliennya itu. Berdiri dihadannya dengan mengulurkan tangan yang masih terayun tanpa sambutan."Saya negatif juga. Apa perlu saya tes swab yang kedua kalinya untuk meyakinkan anda?"
Dugaan Mao ternyata salah.Kamus 'Tuan Besar' yang mampu digambarkan dirinya itu pasti sudah keriput, berumur dan ubanan. Belum lagi suaranya yang memberat sesuai umur yang kian menua.Setelah melalui dilema yang lumayan menyita, Mao pada akhirnya menyetujui kesepakatan dan melanggar prinsipnya untuk tidak menerima klien pria demi menyuapkan rekeningnya dengan harga yang tinggi.Disinilah Mao berada, diantarkan keruangan yang dua kali lipat luasnya dengan ruang tamu dilengkapi ornamen hiasan yang Mao taksir bernilai ratusan juta itu. Mirip dengan kamar bangsawan yang menjamur kemewahan tapi tidak dengan ini yang sarat akan kemuraman.Disana, ada sesosok pria tengah membelakangi mereka yang terlihat hanya punggungnya dan memakai kaos saja. King kasur yang Mao yakini empuk dan super nyaman itu terlihat miris dimana seprai dan selimut menjuntai ke sembarang arah.Belum lagi, sisa makanan berserakan menampilkan kesan
Mao masih salah tingkah saat kalimatnya masih menggantung dan yang lebih memalukan melongo dengan mulut setengah terbuka saat melihat calon kliennya.Entah pahatan dari mana ia berasal. Hatinya terus berujar kata maaf untuk Rafa saat Mao berani memuja orang lain disaat dirinya sudah memiliki kekasih."Hehehe.. Sekali kali ya Raf, ada yang lebih tampan dari kamu nih. Makannya jangan sombong! Huhuhu" Lagi, Mao hanya bersuara lirih."Ayo Nona. Kita keluar"Zaki mempersilahkan sebelum tuan besarnya itu bertindak lebih karena beliau tidak suka jika ada yang membantah perintahnya. Kejut setrum seperti yang tadi dilakukan bukan hal pertama bagi Zaki, terlampau sering dan menjadi biasa."Nona.. "Mao segera tersadar dan tak sengaja pandangan matanya bertemu dengan telaga hitam pekat yang menyimpan begitu kecamuk dalam sana. Sorotnya begitu dingin namun tersimpan banyak sekali luka.
Lagi dan lagi, Mao harus menerima rentetan celotehan panjang kali lebar kali tinggi milik Rafa yang saat ini duduk disampingnya sambil menyuapkan cemilan cake yang ia beli sebelum mampir ke kosan.Mao menduga, bibir milik kekasihnya itu habis di charge 100 persen sehingga begitu tahan lama dan sampai membuat telinga Mao kepanasan. Salahnya sendiri memang yang kebiasaan mengheningkan dering handpone ketika berada diluar rumah entah karena alasan apa.Sebagian kapasitas otaknya ia gunakan untuk mendengar setia rentetan kaset rusak yang didendangkan Rafa. Waktu 1 jam rasanya belum cukup puas menahan mulut itu untuk tidak lagi cuap cuap. Jangan sampai cerita didalam kartun yang telinganya mengeluarkan asap akan benar terjadi, bisa viral nanti.Mao juga saat ini sedang kalang kabut meski diluar nampak biasa aja, namun siapa sangka sesungguhnya ia sedang berpikir keras bahwa harus ada kejelasan tentang apa yang telah terjadi belakangan ini.Bagaimanapun,
Flashback OnSatu tahun yang lalu. Mao menyaksikan sendiri bagaimana kerusuhan yang terjadi disemua minimarket, pasar dan semua warung warung yang menyediakan kebutuhan sehari hari.Saling sikut, saling mendahului, saling berteriak satu sama lain, saling menjatuhkan begitu jelas dalam jangkauan matanya. Tak peduli wanita, pria, nenek,kakek, remaja, anak anak semua seolah gelap mata dan berubah rusuh berebut semua yang terpajang bahkan penjarahan terjadi disana.Kemunculan berita yang mengatakan dunia sedang dilanda pandemi dan mengharuskan mengambil tindakan lockdown, masyarakat seolah berbondong bondong menyetok kebutuhan harian mereka dengan brutal disana.Mao yang saat itu baru saja akan berganti shift kerja dengan temannya,harus menyaksikan kengerian itu dan hanya menahan sesak dan tangis. Buru buru, ia menghubungi sang ibu untuk jangan keluar rumah dan mengunci semua pintu, jendela sampai pemerintah mengambil tindakan cepat untuk ma
Keduanya menoleh bersamaan pada sumber suara yang berada tujuh langkah didepan mereka. Adam menepuk kening. Ia lupa tujuan awalnya datang ke kamar abangnya.Lagi dan lagi. Salahkan Rafa yang berbuat seenaknya dan berakhir menyuguhkan pemandangan menyedihkan bagi Adam yang jomblo.Ketukan sepatu yang beradu lantai terdengar mendekat dan hanya menyisakan jarak tak jauh dari kakak beradik itu berdiri. "Ada apa ini? " Ulang orang tersebut. Belum sempat Adam menjawab, ada yang lebih dulu bersuara dengan nada dinginnya."Ada perlu apa? Sehingga anda repot repot datang kesini di pagi hari? "Keduanya beradu pandang. Menampilkan makna tersirat yang terlihat berselisih tanpa perlu diungkapkan.Seorang tamu tak diundang menampilkan senyum kecilnya yang hanya bertahan 2 detik lalu dikembalikan pada sisi wajahnya tegas dan seolah tak terbantahkan oleh siapapun. Tangan kanannya ia selipkan pada kantong celana yang lengkap berpakaian khas
Adam melongo di ruang tamu. Kegiatannya yang sedang menonton film kartun di jam setengah 7 pagi dengan sepiring pancake pisang terhenti. Sapaan selamat pagi yang dilontarkan sang lawan bicara pun ia gantung dan memilih lari terbirit birit ke kamar abangnya berada. "Astagaaaaa, masih pagi dan kalian mau ciuman aja? Plis donggg. Gak kasian apa sama gua yang masih jomblo! " Sungut Adam yang untuk kedua kalinya, berhasil mengagalkan padu kasih mereka. Jangan salahkan Mao yang masih mematung dengan kejadian kilat barusan. Rafa yang memang mengambil kesempatan di waktu yang menurutnya pas. Dasar lelaki! "Siaaaal. Kenapa muncul terus sih? Gak sekolah? Sana berangkat. Gausah ganggu orang dewasa! " Rafa mendorong badan Adam yang menurutnya minimalis dan jauh dari kata 'Macho' yang selalu berhasil membuat adiknya itu bertekad untuk memperbagus badannya dengan gym. Dan entah kapan itu terlaksana. Sampai saat ini aja, Adam masih og
Adam membuka pintu utama dengan lebar diiringi wajah panik sang kakak yang sedang menggendong Mao menuju kamar pribadinya. Ia yang tidak tau apa apa hanya mengekori dua pasangan insan tersebut untuk melihat apa yang terjadi.Direbahkannya Mao dengan penuh kelembutan setelah menyusun beberapa anak bantal untuk menambah kenyamanannya,melepas sepatu, mengurai rambutnya yang terlilit ikatan.Jika tidak dalam kondisi saat ini, Adam pasti sudah berteriak BUCIN terhadap abangnya dan mencibir habis habisan mereka yang selalu berakhir dengan Adam dan Rafa yang saling melempar sindiran bocah.Nasib memang Adam yang belum mau memiliki kekasih dan masih terlalu enjoy menikmati dunianya sambil menyelam bersama para game kesayangan. Padahal di sekolah banyak cewek cewek yang mencoba menarik perhatiannya dengan beragam cara dan selalu diabaikan."Hei sayang. Tenang ya. Tenang" Bisikan Rafa terdengar sebagai dendangan peri peri penolong yang
Mesin mobil Rafa baru dua detik lalu dimatikan. Ia bersiap mengantar Mao pulang kembali ke kosan di jam yang sudah hampir mendekati pukul 10 malam. Namun, iris matanya melebar saat melihat dua mobil ambulan berjajar tidak jauh dari mobilnya terparkir.Mao juga sedang fokus disana. Menurunkan setengah kaca mobilnya dan mendapati tiga orang berpakaian APD lengkap sedang mondar mandir."Maaf ada apa ya pak? " Tanya Rafa setelah turun dari mobil. Mendekati seorang bapak yang juga warga disekitaran sini."Satu keluarga ada yang terpapar virus mas. Itu mau dibawa petugas puskesmas ke rumah sakit"Rafa undur diri setelah mengucapkan terima kasih dan kembali masuk kedalam."Kenapa? Ada apa? "Mao terlihat panik. Petugas itu berdiri di dua rumah dari kosannya berada."Satu keluarga terpapar virus. Mungkin setelah pasien dibawa ke rumah sakit akan diadakan strelisasi dan swab untuk warga yang kontak dekat""
Masih lanjut dengan ke-bucinan Rafa yang berhasil meluluhkan Mao untuk bersantai dulu dan menikmati sarapan pagi yang hampir menjelang siang itu.Enjoy!Sudah berapa kali Rafa menegur sikap makan Mao yang terkesan tidak sopan. Berbunyi kecipak saat makan memang dinilai kurang baik bukan? Rafa ingat ajaran papahnya dulu saat Adam, adiknya makan dengan gaya yang berantakan.Namun, memang susah dan sudah tabiatnya dari sana. Mao hanya bisa menyengir kala mendengar dirinya sendiri berbunyi kecapan dengan Rafa yang hanya menggeleng pasrah."Percuma. Balik lagi kan? Udah deh nikmatin aja makananya. Enak bangetttt ini" Protes Mao sambil menyuapkan nasi goreng kambing ke mulutnya.Rafa sendiri hanya memesan kopi espresso. Mao sudah hapal, bahwa kekasihnya itu tidak bisa sarapan pagi meski satu jam lagi mendekati pukul 12 siang.Jika
let's enjoy!Sesuai agenda. Mao saat ini sudah berkeliling supermarket dengan dorongan belanja yang sudah hampir memenuhi isinya. Bahkan, hal yang menurutnya tidak termasuk kedalam belanja bulanan ikut serta ambil bagian.Awalnya, Mao hanya ingin berbelanja di warung seperti yang selama ini menjadi kebiasaannya, lagipula jarak yang ditempuh hanya beberapa rumah warga saja tapi semua mendadak berubah haluan.Ulah siapa lagi memang, kalau bukan kekasihnya itu yang merengek meminta ikut, setelah Mao mengirimkan pesan singkat. Padahal seharusnya kekasihnya itu sudah berada dikantor, bukan berleha menemani belanja.Ya, sejak semalam.Mao sedang belajar mencoba merubah sikapnya untuk terbuka di hubungan ini. Ia tidak lagi ingin bersikap apatis, semaunya dan jujur terhadap apapun. Ia ingin hubungan ini berjalan semestinya. Simbiosis mutualisme."Mao, coba deh wangi kan? Cocok nih
Setelah adegan 17 tahun keatas itu batal dilaksanakan. Baik Rafa dan Mao jadi saling salah tingkah. Masing masing sibuk bermain handpone hanya untuk mengutak atik sosial media yang bahkan tidak ada pemberitahuan apa apa. Kecuali Rafa yang mengirim spam pesan ke adiknya dengan tumpahan kata kata yang tidak patut dicontoh.Malam kian larut dan keduanya butuh istirahat. Rafa memilih undur diri dengan muka malu malunya persis layaknya anak abg yang baru saja menyatakan cinta.Setelah kepergian Rafa, Mao loncat loncat dengan mengipasi wajahnya yang terus merasa panas dan jantungnya yang masih berdebar kencang."Aissssssssh.. Udah dong jantung, sana ikut tuan lu. Masih jedag jedug aja heran" Omel Mao dengan menepuk bagian dadanya.Ia mengatur napas berulang kali. Mengatur diri supaya lebih rileks."Hampir aja... "Mao memegang bibirnya yang masih terasa berminyak. Setidaknya
"Beliau adalah ibuku"Terjawab sudah apa yang selama ini mengganjal bagi Rafa. Entah harus lega atau justru sekarang ia merasa bersalah. Bersalah karena membuat Mao mengingat dan mengungkap alasan dibalik ini semua.Rafa merengkuh badan Mao yang kembali bergetar melepas tangis. Mengecup sisi kanan kepalanya yang terbalut untaian helai rambut yang hanya sebatas bahu. "Maaf Mao"Sikap dingin dan nada datar mendadak lenyap dengan perasaan sayang yang kian menggelora. Rafa sungguh menaruh harapan besar di hubungannya ini. Bahwa kelak Maudy lah yang akan bersanding dengannya. Menjadi istri seutuhnya sambil merajut kebahagiaan bersama."Aaku yang seharusnya.. hiks.. minta maaf Raf. Aku belum bisa ungkapin ini semua karena hiks..""Hei udah cukup Mao. Jangan nangis terus. Mata kamu bisa bengkak nanti"Mao meluk Rafa kian erat sambil mengangguk dan menggumam kata maaf yang terus dilafal be
Baik Rafa dan Mao keduanya masih sama sama terdiam. Deru tangis sang gadis menjadi alunan malam yang terdengar memilukan.Mao juga belum memberi penjelasan apa apa. Padahal Rafa sangat menantikan itu dan sengaja menekan sisi egoisnya untuk tidak pulang dan memilih mendengarkan alasan. Ia ingin sekali merengkuh Mao dan menenangkan tangisnya. Tapi, seakan ada yang menahan dan membiarkan begitu saja Mao dipeluk kehampaan."Apa kamu hanya ingin menangis? Aku pulang saja kalau begitu,kasian Adam ditinggal seharian"Rafa menyerah. Detik ke menit yang sudah disediakan terbuang begitu saja. Ia butuh istirahat. Badannya butuh sandaran. Hatinya pun sama. Lelah."Raf.. " Cicit Mao disela senggukan tangisnya. Ia merasa sangat bersalah.Mao terkesan menyepelekan sebuah hubungan."Jangan per..pergi. Aaku mmau je..jelasin""Oke"Keduanya sedang mempersiapkan diri. Mao yang bersiap untuk menuntaskan kesal