Home / Urban / Tentang Mao / Chapter 14

Share

Chapter 14

Author: _MamsFa
last update Last Updated: 2024-10-29 19:42:56

Di kediaman super mewah. 

Mao dan Zaki masih dalam mode terkejut. Saling lempar pandang dengan artian masing masing. Pasalnya, tuan besarnya itu langsung meminta untuk segera di peluk. Sesuai dengan job desk gadis yang saat ini masih diam mematung. 

Tersadar, Mao langsung buru buru. Berjalan beberapa langkah menghampiri. "Ba.. baik tuan"

Zaki juga mengambil alih kursi roda dan menghadapkan tuan besarnya itu. 

Mao dan tuan besarnya berbagi pandang. Mao bahkan harus mereguk ludah bahwa klien sultannya ini benar benar tampan. 

O M G. 

Sinyal pertolongan serta kehampaan tersampaikan dan diterima Mao saat ia sudah mensejajarkan tingginya. Entah kenapa, kali ini ia sedikit gugup dan grogi. Apa ada Zaki yang mengawasi atau ada hal lain? 

"Bbu.. ka"

"Hah? "

"Ya tuan. Ada apa?"

"B..b..ba..ju"

"HAH? "

Locked Chapter
Continue to read this book on the APP

Related chapters

  • Tentang Mao   Chapter 15

    Adam mendengus saat ajakan makan malamnya diabaikan begitu saja oleh kakaknya yang baru pulang dari kantor dan bergegas menuju kamar.Suara bantingan pintu mengisyaratkan bahwa ada sesuatu yang membuat Rafa berbuat sedemikian sampai mengabaikan adik tercinta dengan makanan yang sudah tersaji."Ada apa lagi sih? Heraaaaan. Jadi orang dewasa banyak banget masalahnya" gumam Adam yang semangat 45 memindahkan nasi kedalam piring.Urusan kakaknya bisa diurus nanti, tapi masalah perut. Maaf, Adam tidak bisa menundanya terlalu lama."Terlalu sayang untuk dilewatkan haha" Humor Adam seorang diri.Beda lagi dengan Rafa yang langsung merebahkan tubuhnya diatas kasur tanpa mengganti setelan kemeja. Wajahnya kusut bukan main. Ia patah. Ia kecewa.Istilah bucin memang tepat untuk seorang CEO yang lebih mengedepankan praduga sepihak tanpa memilih menuntaskan rasa keingintahuannya yang merujuk p

  • Tentang Mao   Chapter 16

    Mao baru selesai mandi. Ia menuju dapur untuk segera menuntaskan rasa laparnya dan hanya menghela napas saat seoonggok indomie yang tersisa di lemari. Hanya satu. Telor pun habis dan ia lupa memasak nasi.Biasanya Mao selalu menyetok bahan bahan makanan supaya hal seperti ini tidak terjadi. Ia tipe orang yang satu piring harus terdiri minimal 2 macam. Dan, nyatanya saat ini hanya tersisa satu bungkus,apa boleh buat. Daripada kelaparan dan mogok tidur.Mao harus menjadwalkan diri besok bahwa ia harus ke warung.Baru saja menyalakan kompor, Mao mendengar suara pintu tertutup. Ia segera mengintip dan tersenyum lebar. Belum menyadari raut wajah sang tamu yang amat sangat kusut."Rafa... " Panggil Mao senang. Ia bahkan tidak sungkan untuk memeluk pria yang masih mengenakan jas itu lebih dulu.Yang disapa hanya berdehem tanpa menunjukkan minat lebih seperti biasa. Mao bantu melepaskan jas dan menyampirkannya di kursi. Membuka dua

  • Tentang Mao   Chapter 17

    Baik Rafa dan Mao keduanya masih sama sama terdiam. Deru tangis sang gadis menjadi alunan malam yang terdengar memilukan.Mao juga belum memberi penjelasan apa apa. Padahal Rafa sangat menantikan itu dan sengaja menekan sisi egoisnya untuk tidak pulang dan memilih mendengarkan alasan. Ia ingin sekali merengkuh Mao dan menenangkan tangisnya. Tapi, seakan ada yang menahan dan membiarkan begitu saja Mao dipeluk kehampaan."Apa kamu hanya ingin menangis? Aku pulang saja kalau begitu,kasian Adam ditinggal seharian"Rafa menyerah. Detik ke menit yang sudah disediakan terbuang begitu saja. Ia butuh istirahat. Badannya butuh sandaran. Hatinya pun sama. Lelah."Raf.. " Cicit Mao disela senggukan tangisnya. Ia merasa sangat bersalah.Mao terkesan menyepelekan sebuah hubungan."Jangan per..pergi. Aaku mmau je..jelasin""Oke"Keduanya sedang mempersiapkan diri. Mao yang bersiap untuk menuntaskan kesal

  • Tentang Mao   Chapter 18

    "Beliau adalah ibuku"Terjawab sudah apa yang selama ini mengganjal bagi Rafa. Entah harus lega atau justru sekarang ia merasa bersalah. Bersalah karena membuat Mao mengingat dan mengungkap alasan dibalik ini semua.Rafa merengkuh badan Mao yang kembali bergetar melepas tangis. Mengecup sisi kanan kepalanya yang terbalut untaian helai rambut yang hanya sebatas bahu. "Maaf Mao"Sikap dingin dan nada datar mendadak lenyap dengan perasaan sayang yang kian menggelora. Rafa sungguh menaruh harapan besar di hubungannya ini. Bahwa kelak Maudy lah yang akan bersanding dengannya. Menjadi istri seutuhnya sambil merajut kebahagiaan bersama."Aaku yang seharusnya.. hiks.. minta maaf Raf. Aku belum bisa ungkapin ini semua karena hiks..""Hei udah cukup Mao. Jangan nangis terus. Mata kamu bisa bengkak nanti"Mao meluk Rafa kian erat sambil mengangguk dan menggumam kata maaf yang terus dilafal be

  • Tentang Mao   Chapter 19

    Setelah adegan 17 tahun keatas itu batal dilaksanakan. Baik Rafa dan Mao jadi saling salah tingkah. Masing masing sibuk bermain handpone hanya untuk mengutak atik sosial media yang bahkan tidak ada pemberitahuan apa apa. Kecuali Rafa yang mengirim spam pesan ke adiknya dengan tumpahan kata kata yang tidak patut dicontoh.Malam kian larut dan keduanya butuh istirahat. Rafa memilih undur diri dengan muka malu malunya persis layaknya anak abg yang baru saja menyatakan cinta.Setelah kepergian Rafa, Mao loncat loncat dengan mengipasi wajahnya yang terus merasa panas dan jantungnya yang masih berdebar kencang."Aissssssssh.. Udah dong jantung, sana ikut tuan lu. Masih jedag jedug aja heran" Omel Mao dengan menepuk bagian dadanya.Ia mengatur napas berulang kali. Mengatur diri supaya lebih rileks."Hampir aja... "Mao memegang bibirnya yang masih terasa berminyak. Setidaknya

  • Tentang Mao   Chapter 20

    let's enjoy!Sesuai agenda. Mao saat ini sudah berkeliling supermarket dengan dorongan belanja yang sudah hampir memenuhi isinya. Bahkan, hal yang menurutnya tidak termasuk kedalam belanja bulanan ikut serta ambil bagian.Awalnya, Mao hanya ingin berbelanja di warung seperti yang selama ini menjadi kebiasaannya, lagipula jarak yang ditempuh hanya beberapa rumah warga saja tapi semua mendadak berubah haluan.Ulah siapa lagi memang, kalau bukan kekasihnya itu yang merengek meminta ikut, setelah Mao mengirimkan pesan singkat. Padahal seharusnya kekasihnya itu sudah berada dikantor, bukan berleha menemani belanja.Ya, sejak semalam.Mao sedang belajar mencoba merubah sikapnya untuk terbuka di hubungan ini. Ia tidak lagi ingin bersikap apatis, semaunya dan jujur terhadap apapun. Ia ingin hubungan ini berjalan semestinya. Simbiosis mutualisme."Mao, coba deh wangi kan? Cocok nih

  • Tentang Mao   Chapter 21

    Masih lanjut dengan ke-bucinan Rafa yang berhasil meluluhkan Mao untuk bersantai dulu dan menikmati sarapan pagi yang hampir menjelang siang itu.Enjoy!Sudah berapa kali Rafa menegur sikap makan Mao yang terkesan tidak sopan. Berbunyi kecipak saat makan memang dinilai kurang baik bukan? Rafa ingat ajaran papahnya dulu saat Adam, adiknya makan dengan gaya yang berantakan.Namun, memang susah dan sudah tabiatnya dari sana. Mao hanya bisa menyengir kala mendengar dirinya sendiri berbunyi kecapan dengan Rafa yang hanya menggeleng pasrah."Percuma. Balik lagi kan? Udah deh nikmatin aja makananya. Enak bangetttt ini" Protes Mao sambil menyuapkan nasi goreng kambing ke mulutnya.Rafa sendiri hanya memesan kopi espresso. Mao sudah hapal, bahwa kekasihnya itu tidak bisa sarapan pagi meski satu jam lagi mendekati pukul 12 siang.Jika

  • Tentang Mao   Chapter 22

    Mesin mobil Rafa baru dua detik lalu dimatikan. Ia bersiap mengantar Mao pulang kembali ke kosan di jam yang sudah hampir mendekati pukul 10 malam. Namun, iris matanya melebar saat melihat dua mobil ambulan berjajar tidak jauh dari mobilnya terparkir.Mao juga sedang fokus disana. Menurunkan setengah kaca mobilnya dan mendapati tiga orang berpakaian APD lengkap sedang mondar mandir."Maaf ada apa ya pak? " Tanya Rafa setelah turun dari mobil. Mendekati seorang bapak yang juga warga disekitaran sini."Satu keluarga ada yang terpapar virus mas. Itu mau dibawa petugas puskesmas ke rumah sakit"Rafa undur diri setelah mengucapkan terima kasih dan kembali masuk kedalam."Kenapa? Ada apa? "Mao terlihat panik. Petugas itu berdiri di dua rumah dari kosannya berada."Satu keluarga terpapar virus. Mungkin setelah pasien dibawa ke rumah sakit akan diadakan strelisasi dan swab untuk warga yang kontak dekat""

Latest chapter

  • Tentang Mao   Chapter 25

    Keduanya menoleh bersamaan pada sumber suara yang berada tujuh langkah didepan mereka. Adam menepuk kening. Ia lupa tujuan awalnya datang ke kamar abangnya.Lagi dan lagi. Salahkan Rafa yang berbuat seenaknya dan berakhir menyuguhkan pemandangan menyedihkan bagi Adam yang jomblo.Ketukan sepatu yang beradu lantai terdengar mendekat dan hanya menyisakan jarak tak jauh dari kakak beradik itu berdiri. "Ada apa ini? " Ulang orang tersebut. Belum sempat Adam menjawab, ada yang lebih dulu bersuara dengan nada dinginnya."Ada perlu apa? Sehingga anda repot repot datang kesini di pagi hari? "Keduanya beradu pandang. Menampilkan makna tersirat yang terlihat berselisih tanpa perlu diungkapkan.Seorang tamu tak diundang menampilkan senyum kecilnya yang hanya bertahan 2 detik lalu dikembalikan pada sisi wajahnya tegas dan seolah tak terbantahkan oleh siapapun. Tangan kanannya ia selipkan pada kantong celana yang lengkap berpakaian khas

  • Tentang Mao   Chapter 24

    Adam melongo di ruang tamu. Kegiatannya yang sedang menonton film kartun di jam setengah 7 pagi dengan sepiring pancake pisang terhenti. Sapaan selamat pagi yang dilontarkan sang lawan bicara pun ia gantung dan memilih lari terbirit birit ke kamar abangnya berada. "Astagaaaaa, masih pagi dan kalian mau ciuman aja? Plis donggg. Gak kasian apa sama gua yang masih jomblo! " Sungut Adam yang untuk kedua kalinya, berhasil mengagalkan padu kasih mereka. Jangan salahkan Mao yang masih mematung dengan kejadian kilat barusan. Rafa yang memang mengambil kesempatan di waktu yang menurutnya pas. Dasar lelaki! "Siaaaal. Kenapa muncul terus sih? Gak sekolah? Sana berangkat. Gausah ganggu orang dewasa! " Rafa mendorong badan Adam yang menurutnya minimalis dan jauh dari kata 'Macho' yang selalu berhasil membuat adiknya itu bertekad untuk memperbagus badannya dengan gym. Dan entah kapan itu terlaksana. Sampai saat ini aja, Adam masih og

  • Tentang Mao   Chapter 23

    Adam membuka pintu utama dengan lebar diiringi wajah panik sang kakak yang sedang menggendong Mao menuju kamar pribadinya. Ia yang tidak tau apa apa hanya mengekori dua pasangan insan tersebut untuk melihat apa yang terjadi.Direbahkannya Mao dengan penuh kelembutan setelah menyusun beberapa anak bantal untuk menambah kenyamanannya,melepas sepatu, mengurai rambutnya yang terlilit ikatan.Jika tidak dalam kondisi saat ini, Adam pasti sudah berteriak BUCIN terhadap abangnya dan mencibir habis habisan mereka yang selalu berakhir dengan Adam dan Rafa yang saling melempar sindiran bocah.Nasib memang Adam yang belum mau memiliki kekasih dan masih terlalu enjoy menikmati dunianya sambil menyelam bersama para game kesayangan. Padahal di sekolah banyak cewek cewek yang mencoba menarik perhatiannya dengan beragam cara dan selalu diabaikan."Hei sayang. Tenang ya. Tenang" Bisikan Rafa terdengar sebagai dendangan peri peri penolong yang

  • Tentang Mao   Chapter 22

    Mesin mobil Rafa baru dua detik lalu dimatikan. Ia bersiap mengantar Mao pulang kembali ke kosan di jam yang sudah hampir mendekati pukul 10 malam. Namun, iris matanya melebar saat melihat dua mobil ambulan berjajar tidak jauh dari mobilnya terparkir.Mao juga sedang fokus disana. Menurunkan setengah kaca mobilnya dan mendapati tiga orang berpakaian APD lengkap sedang mondar mandir."Maaf ada apa ya pak? " Tanya Rafa setelah turun dari mobil. Mendekati seorang bapak yang juga warga disekitaran sini."Satu keluarga ada yang terpapar virus mas. Itu mau dibawa petugas puskesmas ke rumah sakit"Rafa undur diri setelah mengucapkan terima kasih dan kembali masuk kedalam."Kenapa? Ada apa? "Mao terlihat panik. Petugas itu berdiri di dua rumah dari kosannya berada."Satu keluarga terpapar virus. Mungkin setelah pasien dibawa ke rumah sakit akan diadakan strelisasi dan swab untuk warga yang kontak dekat""

  • Tentang Mao   Chapter 21

    Masih lanjut dengan ke-bucinan Rafa yang berhasil meluluhkan Mao untuk bersantai dulu dan menikmati sarapan pagi yang hampir menjelang siang itu.Enjoy!Sudah berapa kali Rafa menegur sikap makan Mao yang terkesan tidak sopan. Berbunyi kecipak saat makan memang dinilai kurang baik bukan? Rafa ingat ajaran papahnya dulu saat Adam, adiknya makan dengan gaya yang berantakan.Namun, memang susah dan sudah tabiatnya dari sana. Mao hanya bisa menyengir kala mendengar dirinya sendiri berbunyi kecapan dengan Rafa yang hanya menggeleng pasrah."Percuma. Balik lagi kan? Udah deh nikmatin aja makananya. Enak bangetttt ini" Protes Mao sambil menyuapkan nasi goreng kambing ke mulutnya.Rafa sendiri hanya memesan kopi espresso. Mao sudah hapal, bahwa kekasihnya itu tidak bisa sarapan pagi meski satu jam lagi mendekati pukul 12 siang.Jika

  • Tentang Mao   Chapter 20

    let's enjoy!Sesuai agenda. Mao saat ini sudah berkeliling supermarket dengan dorongan belanja yang sudah hampir memenuhi isinya. Bahkan, hal yang menurutnya tidak termasuk kedalam belanja bulanan ikut serta ambil bagian.Awalnya, Mao hanya ingin berbelanja di warung seperti yang selama ini menjadi kebiasaannya, lagipula jarak yang ditempuh hanya beberapa rumah warga saja tapi semua mendadak berubah haluan.Ulah siapa lagi memang, kalau bukan kekasihnya itu yang merengek meminta ikut, setelah Mao mengirimkan pesan singkat. Padahal seharusnya kekasihnya itu sudah berada dikantor, bukan berleha menemani belanja.Ya, sejak semalam.Mao sedang belajar mencoba merubah sikapnya untuk terbuka di hubungan ini. Ia tidak lagi ingin bersikap apatis, semaunya dan jujur terhadap apapun. Ia ingin hubungan ini berjalan semestinya. Simbiosis mutualisme."Mao, coba deh wangi kan? Cocok nih

  • Tentang Mao   Chapter 19

    Setelah adegan 17 tahun keatas itu batal dilaksanakan. Baik Rafa dan Mao jadi saling salah tingkah. Masing masing sibuk bermain handpone hanya untuk mengutak atik sosial media yang bahkan tidak ada pemberitahuan apa apa. Kecuali Rafa yang mengirim spam pesan ke adiknya dengan tumpahan kata kata yang tidak patut dicontoh.Malam kian larut dan keduanya butuh istirahat. Rafa memilih undur diri dengan muka malu malunya persis layaknya anak abg yang baru saja menyatakan cinta.Setelah kepergian Rafa, Mao loncat loncat dengan mengipasi wajahnya yang terus merasa panas dan jantungnya yang masih berdebar kencang."Aissssssssh.. Udah dong jantung, sana ikut tuan lu. Masih jedag jedug aja heran" Omel Mao dengan menepuk bagian dadanya.Ia mengatur napas berulang kali. Mengatur diri supaya lebih rileks."Hampir aja... "Mao memegang bibirnya yang masih terasa berminyak. Setidaknya

  • Tentang Mao   Chapter 18

    "Beliau adalah ibuku"Terjawab sudah apa yang selama ini mengganjal bagi Rafa. Entah harus lega atau justru sekarang ia merasa bersalah. Bersalah karena membuat Mao mengingat dan mengungkap alasan dibalik ini semua.Rafa merengkuh badan Mao yang kembali bergetar melepas tangis. Mengecup sisi kanan kepalanya yang terbalut untaian helai rambut yang hanya sebatas bahu. "Maaf Mao"Sikap dingin dan nada datar mendadak lenyap dengan perasaan sayang yang kian menggelora. Rafa sungguh menaruh harapan besar di hubungannya ini. Bahwa kelak Maudy lah yang akan bersanding dengannya. Menjadi istri seutuhnya sambil merajut kebahagiaan bersama."Aaku yang seharusnya.. hiks.. minta maaf Raf. Aku belum bisa ungkapin ini semua karena hiks..""Hei udah cukup Mao. Jangan nangis terus. Mata kamu bisa bengkak nanti"Mao meluk Rafa kian erat sambil mengangguk dan menggumam kata maaf yang terus dilafal be

  • Tentang Mao   Chapter 17

    Baik Rafa dan Mao keduanya masih sama sama terdiam. Deru tangis sang gadis menjadi alunan malam yang terdengar memilukan.Mao juga belum memberi penjelasan apa apa. Padahal Rafa sangat menantikan itu dan sengaja menekan sisi egoisnya untuk tidak pulang dan memilih mendengarkan alasan. Ia ingin sekali merengkuh Mao dan menenangkan tangisnya. Tapi, seakan ada yang menahan dan membiarkan begitu saja Mao dipeluk kehampaan."Apa kamu hanya ingin menangis? Aku pulang saja kalau begitu,kasian Adam ditinggal seharian"Rafa menyerah. Detik ke menit yang sudah disediakan terbuang begitu saja. Ia butuh istirahat. Badannya butuh sandaran. Hatinya pun sama. Lelah."Raf.. " Cicit Mao disela senggukan tangisnya. Ia merasa sangat bersalah.Mao terkesan menyepelekan sebuah hubungan."Jangan per..pergi. Aaku mmau je..jelasin""Oke"Keduanya sedang mempersiapkan diri. Mao yang bersiap untuk menuntaskan kesal

DMCA.com Protection Status