Beberapa jam lalu …Russell yang mendapatkan perintah dari Nicko untuk membeli Rumah Sakit pun langsung menyelidiki siapa pemilik Rumah Sakit Royal. Sampai akhirnya dalam hitungan lima menit saja ia sudah mengantongin informasi termasuk skandal yang melibatkannya.Russell tersenyum begitu mendapati informasi tentang keluarga William Jackson, kebiasaan dan hutang yang menumpuk menjadi senjata baginya. Saat itu ia tidak langsung menuju rumah sakit melainkan mampir menemui Evelyne.“Selamat siang Nyonya, apakah Anda yang bernama Evelyne Jackson,” kata Russell sopan.Evelyne bergidik saat melihat pria berpakaian serba hitam itu. Sosoknya yang tinggi besar membuatnya takut, apalagi ia belum pernah melihat pria ini sebelumnya.“Kehadiranku kemari ingin memberikan penawaran kerjasama pada Anda.”Evelyne masih tak berkutik. Ia masih berdiri diantara pintu yang terbuka. Russell pun langsung menyerahkan folder berisi tentang perjanjian hutang piutang dengan Tuan Millet dan juga perselinghkuhan
Sharon tampak melangkah tergopoh-gopoh setelah mendapatkan panggilan ke ponsel pribadinya. Anak buah Russell yang mengawasinya pun diacuhkan, entah apa maksud perempuan ini.Tentu saja anak buah Russell mengikutinya, berjaga-jaga kalau ada sesuatu yang tidak diinginkan terjadi. Ia tak peduli dengan meja resepsionis yang saat ini kosong.Persetan dengan antrian yang ada di depan meja resepsionis, tugasnya bukan untuk mengurusi rumah sakit. Ia adalah salah satu jajaran pengawal yang dipekerjakan oleh keluarga Lloyd dan berada di bawah pimpinan Russell.Tugas dan tanggug jawabnya adalah menjamin keamanan keluarga Lloyd, bukan mengurus rumah sakit. Orang-orang yang mengantri tampak berteriak-teriak memaki mereka karena tak juga mendapatkan pelayanan. Bahkan mereka berpikir kalau resepsionis itu bersama dengan pasangannya.“Untuk apa kau mengikutiku! Bukankah kalian sudah mendapatkan apa yang kalian inginkan?” tanya Sharon pada anak buah Russell yang mengawasinya.“Bukankah kau sudah tahu
Sharon memegangi tungkai kakinya, bibirnya yang penuh sensual pun mengerucut kesal akan sikap Russell terhadapnya. William yang melihat kekasihnya terjatuh pun langsung duduk dan membantunya.“Sayang, ini sakit sekali. Dia telah mendorongku dengan kuat. Ayo lakukan sesuatu!” runtuknya memberi perintah pada pria yang lebih pantas dipanggil ayah olehnya dibandingkan dijadikan pasangan.Tentu saja William tak bisa tahan jika harus mendengar Sharon merengek. Rengekan manja itu selalu membuatnya ingin dekat dengan pacar gelapnya itu. Biasanya hal ini menjadi kode untuknya mendapatkan apa yang diinginkan oleh seorang pria. William biasa berbagi kehangatan ranjang dengan Sharon setelah membuat perempuan itu berhenti merengek.Berbelanja adalah aktivitas favorit Sharon, dan hal itu pulalah yang seringkali menjadi alasan untuknya merengek. Kadang kala ia menciptakan suatu drama dengan mengatakan dirinya dibully.“Tenang saja Sayang, aku tak akan membiarkan siapapun mencoba untuk melukaimu!” Wi
Kedua bola mata hijau Sharon melirik ke arah William yang kini hanya menunduk, tak berani menunjukkan wajahnya. Keangkuhan yang semenjak tadi dipamerkan olehnya mendadak sirna.Keadaan sudah berubah, William tidak punya apa-apa lagi. Masih terekam jelas dalam otaknya saat Evelyne membalikkan ucapannya yang akan melakukan banding untuk merebut hartanya kembali. Ya, dia sudah tidak bisa melakukannya. Jangankan untuk menyewa pengacara yang memiliki kredibilitas baik, untuk membiayai dirinya sendiri saja ia tidak tahu harus bagaimana lagi. Uang yang ada di dalam rekeningnya jumlahnya tidak seberapa, apalagi di dalam sakunya hanya ada dua puluh delapan dolar saja untuk membayar biaya parkir.“Ah bodohnya aku bisa terpikat dengan perempuan tak tahu diri ini. Benar-benar sial nasibku mengenal Sharon.”William memang bodoh, ia telah membuang seseorang yang seperti berlian demi sebongkah kaca yang berkilau. Meskipun berkilau, yang namanya kaca memang tidak bernilai apapun, beda dengan berlian
Nicko masih mendampingi istrinya yang kini terbaring di ruang perawatan rumah sakit internasional. Sementara putranya Ian duduk di pangkuannya dan bersandar pada dadanya. Anak kecil itu masih saja menangis sesenggukan ketakutan akan terjadi sesuatu pada ibunya.Ian sudah kehilangan Ibu kandungnya dan ayah kandung mendekam dalam penjara seumur hidupnya. Ayah angkatanya begitu menyayangi dirinya, tapi seringkali tak ada waktu karena terlalu sibuk bekerja. Selama ini yang lebih banyak menghabiskan waktu dengannya adalah Jospehine. Jo selalu berbicara pada guru yang mengajari Ian setiap kali proses home scholing selesai.Jo yang selalu mendampinginya belajar dan juga bermain. Tak jarang mereka menghabiskan waktu di taman bersama, atau saat Ian mencoba mainan baru hadiah dari Nicko ataupun pasangan tua Lloyd.Kehangatan seperti ini selalu dinantikan olehnya, tak mau semuanya segera berakhir. Sesuatu yang sederhana tapi begitu hangat.“Ayah, apa Ibu akan baik-baik saja?” tanya Ian masih dip
Ian pun langsung memeluk Nicko dengan erat menyampaikan kebahagiaan yang begitu mendalam.Nicko menyentuh tangan Jo dengan erat, dan saat itulah ia merasa Jo balas menggenggam erat tangannya.“Jo, kau sudah sadar?”Pelan-pelan Jo membuka matanya, semuanya tampak asing bagi perempuan berambut pirang ini. Ia berada di ruangan yang tak ia ketahui. Kesemuanya berwarna putih, dan cahayanya terang sekali.Mata aquanya tampak terbuka lebar dan bola matanya berputar-putar mencari sesuatu.“Jo, sayang,” panggil Nicko yang kini semakin dekat dengan tubuhnya.“Nicko,” panggilnya lirih.Suara yang lembut nan teduh itu begitu dikenal olehnya. Itu adalah suara sang suami, lelaki yang tadi pagi beradu argumen dengannya.Pelan-pelan ia menoleh ke arah sang suami yang berada di sebelah kiri tempat tidurnya.“Nick,” panggilnya dan senyuman pun mulai terukir di wajahnya walau hanya sekilas.Jo memberi tekanan pada kedua telapak tangannya berusaha untuk mengangkat tubuhnya. Ingin ia meluapkan kebahagiaan
“Jadi kau mengkhawatirkan keadaan Ibu?” tanya Jo sambil mengelus-elus rambut Ian.Mata teduhnya terus menerus memandang Ian dengan tatapan yang melindungi. Seolah ia tahu apa yang ada dalam pikiran anak itu.Jo kembali menceritakan dongeng sang jagoan yang melawan raksasa pada Ian. Dongen sebelum tidur yang menjadi favoritnya dan seringkali dibacakan oleh Jo.Pelan-pelan anak itu pun merasa kalau dirinya aman dan Jo tidak akan meninggalkan dirinya. Dengan apa yang dilakukan oleh Jo, Ian pun yakin kalau dirinya tidak akan pernah mengalami hari-hari yang buruk seperti sebelumnya.Nicko yang melihatanya pun tersenyum, meskipun masih tersimpan tanda tanya siapa sebenarnya nenek jahat yang dimaksud oleh Ian. Diam-diam Nicko mengagumi sosok Jo yang begitu piawai dalam mengasuh anak.Jo tahu bagaimana mengatur ritme emosinya dan membuat seorang anak menjadi tenang. Saat itulah ia mulai berpikir untuk mungkinkah istrinya sudah siap untuk memiliki anak sendiri, menyiapkan seorang adik bagi Ian
William Jackson hanya mengangkat tangannya meratapi kepergian Sharon. Perempuan yang dua tahun terakhir ini dianggap sebagai perempuan yang bisa mendampinginya seumur hidup. Melewati malam-malam yang indah bersama ternyata meninggalkannya.William sudah berencanan untuk melamar Sharon, dan meninggalkan Evelyne sendirian. Memang rumah yang selama ini ditinggal rencananya akan menjadi tempat tinggal bagi Evelyne dan putranya. Nanti ia akan membeli rumah yang lebih megah untuk ditempati bersama Sharon.Namun kenyataan berkata lain, ia justru merana dan tak mendapat apapun. Bahkan uang lima puluh dolar yang didapat karena mengikuti perintah Russell pun diambil paksa oleh Sharon sebagai ganti dari uang seribu dolarnya yang diberikan oleh Evelyne.“Hmm apa maksud semua ini Evelyne, apa kau tidak juga puas dengan semua harta yang kau rebut. Kenapa kau masih merebut uang milik Sharon dan membuatnya mengambil uangku,”