Josephine langsung membersihkan semua obrolan yang ada pada grup chat teman SMA nya. Sebenarnya ia masih ingin sekali bercengkrama dengan teman-temannya dulu. Terutama pada tim pemandu sorak yang juga ada dalam grup member.
Namun pengakuan-pengakuan yang diucapkan oleh teman-temannya itu membuatnya sangat risih. Dalam hati ia ingin sekali bisa membanggakan sosok lelaki yang menikah dengannya, tapi apa yang bisa ia banggakan dari sosok Nicko selain kebaikan.Jo langsung meletakkan ponselnya dan menyunggingkan senyum dengan terpaksa begitu suaminya masuk ke dalam kamar. Melihat perangai yang tak biasa, sang suami pun mencoba untuk mencari tahu."Ada apa, Sayang?" tanya Nicko."Hmm tidak apa-apa, aku hanya memeriksa ponselku saja. Kau mengantuk?" tanyanya berusaha menyembunyikan sesuatu."Hmm tidak juga," balas Nicko kemudian melepas celana panjangnya, menyisakan boxer dan mengambil tempat di sisi Josephine.Nicko memperhatikan istrinya yang seolah kehilangan semangat. Sejak pagi perempuan yang menemaninya dua tahun belakangan ini lebih banyak berdiam diri."Kau ingin sesuatu?" tanya laki-laki bermata hazel sambil memegang kemudi. Namun perempuan di sampingnya hanya menggeleng pelan."Mungkin ice cream, atau ada tempat yang ingin kau tuju, biar aku mengantarmu ke sana," Laki-laki ini mencoba untuk menawari lagi. Berharap bisa menyenangkan hati istrinya."Sudah, aku mau pulang saja," jawab sang istri singkat dan membuat suaminya hanya bisa mengangkat bahu saja.Sang istri kembali menekuni ponselnya. Sibuk memperhatikan obrolan pada group chating sekolahnya dulu.Semua tampak antusias membicarakan reuni yang akan dibicarakan sebentar lagi."Hei aku sangat merindukan kalian," tulis salah seorang temannya."Aku juga," sahut yang lain."Bagaimana kabar kapten pemandu sorak kita, kudengar i
Tanpa sadar Josephine menutup mulutnya, saat mendengar apa yang diucapkan oleh sang suami. Dalam hati ia berkata apakah ia telah salah dalam pengucapan. Namun jika tidak diungkapkan tentunya tak akan nyaman karena ganjalan di hati.Perempuan berambut pirang ini pun segera memperjelas maksud dari ucapannya. Takut kalau suaminya tersinggung."Bukan ... Bukan begitu maksudku. Maksudku mmm aku,—" jawab Josephine yang bingung bagaimana cara mengungkapkan perasaannya.Ia ingin sekali bisa membanggakan sang suami. Meski ia begitu mencintai Nicko, tapi kadang merasa lelah dengan semua hinaan yang ia terima.Ada sisi kewanitaannya yang ingin dimanja, ingin mendapatkan sentuhan kemewahan seperti kerabat dan temannya. Diam-diam ia ingat bagaimana kehidupan masa lajangnya yang gemerlap. Sebagai idola sekolah, tentu saja banyak laki-laki yang mencoba mencuri perhatiannya dengan banyak hadiah."Lalu apa yang sebenarnya kau ing
Nicko mendapati Josephine dengan pakaian tidur yang minim saat dirinya selesai mencuci peralatan makan. Istrinya duduk di atas ranjang dan dengan menyilangkan kaki. Membiarkan gaun tidurnya sedikit tersingkap.Setelah apa yang terjadi barusan, ia pun mulai merasa bersalah. Terlebih saat makan malam tadi Nicko hanya diam tak berkata apapun.Jo sangat membenci suasana dingin seperti saat ini. Untuk itulah ia bermaksud menghangatkan malam dengan menggoda suamimya ke atas ranjang."Sepertinya ajakan untuk bercinta akan meluluhkan suamiku," pikir Jo.Laki-laki itu pun melangkah dan mendekat ke arah tempat tidur. Membuat wajah Jo terlihat sedikit cerah. Ia pun mulai menunjukkan senyum manis untuk sang suami.Nicko pun membalas tersenyum, kemudian mengambil bantal yang biasa ia pakai untuk tidur, dan bersiap membawanya keluar. Melihat hal ini, Josephine pun merasa kecewa dan langsung bertanya pada suaminya."Saya
Suasana pagi ini masih sama seperti kemarin. Pasangan muda ini masih bersikap dingin satu sama lain. Sikap yang tidak biasa mereka tampilkan, dan tentu saja ini membuat Ayah dan Ibu Josephine dapat menangkap kejanggalan yang ada pada diri mereka.Hal ini tentu saja dimanfaatkan oleh Daisy yang memang sangat membenci menantunya itu. Wanita ini pun mulai merencanakan sesuatu untuk purinya."Jo, kau pulang jam berapa hari ini?" tanya sang Ibu."Seperti biasa Bu, jam enam sore," kata Jo sambil membereskan tasnya. Sementara Nicko berdiri tak jauh dari mereka sambil mencuci piring. Diam-diam ia pun mendengarkan percakapan antara mertuanya dengan Istrinya. Laki-laki ini sudah menduga kalau sang mertua pasti merencanakan sesuatu."Apa kau tak bisa meninggalkan sebentar saja pekerjaanmu itu?" tanya Daisy."Tidak mungkin Bu. Aku di hotel Emerald menjabat General Manager dan masih baru di sana. Banyak standar operasional dan prod
Sebenarnya Jo malas sekali untuk menemui Ibu dan keluarga Brighton yang tengah menunggu di Lobby. Namun ia sudah terlanjur berjanji untuk menjamu mereka makan siang.Perempuan ini begitu kecewa akan reaksi suaminya pagi tadi. Bisa-bisanya Nicko tidak mencegahnya. Bahkan meski ia memancing sang suami namun laki-laki itu sama sekali bergeming.Bahkan saat mengantaranya bekerja pun sang suami tak membahas rencananya dengan sang Ibu. Laki-laki itu justru mendendangkan tembang lawas dari Rolling Stone ketimbang berbicara dengannya."Menyebalkan," dengusnya.Ponsel Jo kembali membunyikan notifikasi. Itu dari Ibunya Daisy, yang mengabarkan tentang kehadirannya. Sekali lagi, sang Ibu masih menyanjung Nate yang datang dengan hadiah untuknya. Dengan sedikit malas dan tak memeperbaiki penampilannya, Jo pun menuju ke bawah dan menemui tamunya.***Perempuan itu melangkah dengan malas-malasan menuju lobby. Kembal
Keluarga Brighton dan Daisy sengaja memilih hidangan mewah yang ada di hotel Emerald. Bahkan mereka pun tak segan memesan makanan untuk dibawa pulang."Huh, katanya orang kaya, tapi kenapa kelakuannya memalukan sekali," batin Jo.Kemudian ia mengingat akan bunga mawar pemberian Nate. Ukuran bunganya standar, tidak gemuk seperti mawar Belgia, pasti itu bunga biasa yang ada di pasar bunga," pikir Jo lagi."Hmm kau hebat sekali ya Jo, sudah bisa menjadi General Manager di hotel yang mewah seperti ini," kata Ellen sambil memperhatikan keadaan hotel Emerald."Ya, aku bersyukur mendapat kesempatan dari Bos Richmond untuk memimpin hotel ini," kata Jo."Itu sungguh luar biasa, mengingat usiamu yang masih muda," tambah Nyonya Brighton."Tak salah kan Bu, jika aku memilih Josephine untuk menjadi seorang pendamping, dia tak hanya cantik, tapi juga cerdas," Nate yang sedari tadi diam Ikut-ikutan memuji, dan membuat Jo
Tiba-tiba saja Jo merasa tidak enak dengan pembicaraan antara Ibunya dan juga Ellen Brighton. Perempuan muda ini merasa ada suatu kejanggalan di sana. Ia pun memutuskan untuk memperhatikan pembicaraan mereka lebih lanjut."Tentu saja kau bisa mencicilnya. Ini berlian langka, sahabat para wanita terhormat seperti kita," tambah Ellen dengan bangga.Wanita sosialita itu pun mengambil tas nya dan mengambil sesuatu di sana. Sebuah kalung liontin gaya raindrops dari berlian diambilnya, lalu memamerkan pada Daisy."Kau lihat ini, yang ini harganya mencapai satu miliar. Memang mahal, tapi kau bisa juga memilikinya dengan cara mencicilnya jika mau."Daisy mengusap perhiasan mewah itu dengan lembut. Ia membayangkan bagaimana dirinya akan tampil sempurna dan mengagumkan jika memiliki benda itu.Menyesal sekali ia memiliki menantu seperti Nicko yang tidak bisa memberikannya apa-apa. Jangankan membeli untuk dirinya, membelikan kebu
Melihat nama itu, otomatis Jo harus segera merespons, karena ia tahu jika Tuan Evans menelepon, itu pasti ada kaitannya dengan pekerjaan. Perempuan itu pun berpamitan dan minta undur diri sejenak."Permisi, saya mohon ijin untuk menera telepon, " kata Josephine dengan sopan. Dalam hati perempuan ini merada lega karena tak harus berlama-lama dengan mereka.***"Nyonya Windsor, bisakah Anda menemui saya di ruang konferensi sebentar, ada yang perlu saya bicarakan!" pinta Tuan Evans."Mmm Anda sudah berada di ruang konferensi, Tuan?" tanya Josephine mencoba untuk meyakinkan."Tentu Nyonya, ini penting," jawab Raymond Evans.Wakil direktur Richmond itu pun menutup panggilannya dan menunggu kehadiran istri Bosnya.Sambil menggeleng ia pun bergumam, "Ada saja ide dari Tuan Muda. Benar-benar pribadi yang unik."Atas nama kesopanan, Josephine pun kembali pada tamu-tamunya dan mengangguk. Meminta i