Saking lemasnya, Archie langsung jatuh bersimpuh. Lututnya terasa perih karena benturan keras dengan lantai marmer.
Bos dari TVC itu mulai mengacak-acak rambutnya sambil meracau terus-terusan seperti orng tidak waras."Tidak ini tidak mungkin ... Bagaimana bisa?" tanyanya terus meracau.Melihat keadaan Bos mereka yang kacau, delapan petugas keamanan yang mengelilingi Russell dan Nicko pun hanya saling pandang. Mereka semua tak mengerti akan perubahan yang terjadi pada Bosnya.Sementara Nicko dan Russell tampak tenang sambil melipat tangan di depan dada."Ha ha kau terlihat seperti orang gila," sindir Nicko."Benar Tuan Muda, dia tampak sangat berbeda dengan beberapa menit sebelumnya. Tadi terlihat begitu sok jago, sampai tak takut akan pistol yang kuarahkan pada kepalanya," tanggap Russell."Ya, dia rampak begitu kuat sebelumnya, tapi ternyata ia tak lebih dari anak-anak yang hanya bisa merengPrang!Vas bunga dari kristal itu pun pecah berkeping-keping. Bunga indah berwarna yang ada di dalamnya pun ikut terjatuh berserakan di atas lantai.Suasana lobi yang awalnya sedikit sibuk pun mendadak berubah mencekam. Beberapa pegawai wanita, tallent yang kebetulan ada di sana menjerit histeris. Sementara petugas keamanan dan Archie sama-sama mematung."Bagaimana? Apa kalian masih mengira kalau aku bermain-main? Atau menganggap pistol ini adalah korek api?" tanya Russell dengan sengit dan tangan yang masih menggenggam senjata mengarah pada pengawal-pengawal itu."Ja ... Jadi itu senjata betulan?" tanya seorang pengawal."Ya, apa kau masih ragu, dan ingin mencobanya? Katakan padaku bagian mana dari tubuhmu yang ingin kutembak? Jantung, kepala?" tanya Russell.Nicko yang baru saja meniup kepalan tangannya dan menempelkan pada telinga untuk meredam bising pun mulai angkat bicara."Kalian semua
Perlahan orang-orang Archie menjauh dari pria yang harusnya mereka lindungi. Terlebih saat mendapati Bos mereka perlahan bersimpuh di hadapan pemuda yang tadinya akan mereka pukuli.Archie memeluk lutut Nicko begitu erat. Ia telah menyesal telah memanggil dirinya sampah."Maafkan saya ... Saya benar-benar tidak tahu kalau ternyata Anda adalah Bos besar dari Tuan Brenan. Jika saya tahu, pasti saya akan menyambut Anda selayaknya tamu teristimewa di tempat kami," katanya menyesali."Huh aku sudah katakan padamu kalau jangan sampai kau menyesal. Namun ternyata kau malah memilih jalan ini.""Ampuni saya Tuan ... Ampuni saya yang tidak mengindahkan perkataan Anda!" kembali pria ini meminta ampunan Nicko.Namun pemuda 25 tahun ini bergeming. Ia tak ingin memberi respons apapun terhadap permintaan Archie. Semua sudah bisa ditebak olehnya, Archie pasti menginginkan Lloyd untuk berinvestasi lagi."Ha ha kau sekarang
Hanya dengan satu panggilan saja, anak buah Russell yang lain telah datang dan memenuhi kantor televisi TVC. Kesemuanya berwajah garang dan bersiap-siap untuk mengosongkan gedung milik Archie Horisson.Salah seorang anak buah Russell berdiri di dekat meja informasi dan meminta petugas di san mengumumkan untuk mengosongkan kantor."Nona, apakah pengumuman yang kau sampaikan akan bisa menjangkau seluruh ruangan ini?" tanya salah satu anak buah Russell sambil menunjuk microphone yang ada di sana.Resepsionis itu terlihat sedikit ketakutan, tapi ia tetap meladeni pria berpakaian hitam-hitam yang mendatanginya."Ya Tuan, bahkan ini bisa didengar sampai rooftop," katanya.Anak buah Russell pun langsung mengambil alih tempat perempuan di meja informasi. Dengan suara baritonnya, ia pun mulai membuat pemberitahuan."Perhatian untuk semua, dikarenakan stasiun televisi TVC tidak beroperasi lagi, maka silakan kosongka
Daisy mengangguk mendengarkan ucapan Adrian. Wanita paruh baya itu justru merangkul Adrian yang baru datang membawakan hadiah untuk putri bungsunya.Ia sama sekali tak peduli akan keadaan menantunya yang terlihat lelah. Kelelahan yang diakibatkan mencoba menyelamatkan dirinya dari jeratan hukum."Kau dengar apa kata Adrian kan? Menyenangkan perempuan itu tidak dengan kue. Lagipula memberi kue juga hanya satu potong," cibir Daisy."Hmm sepertinya menantu Nyonya yang miskin ini memang hanya mampu membeli sepotong kue. Itu pun hasil mengumpulkan uang saku yang diberikan oleh Istrinya," timpal Adrian.Daisy dan Edmund tertawa mendengar perkataan Adrian. Yah selama ini Nicko memang diberikan uang oleh putrinya untuk kebutuhannya.Nicko yang tak merokok tentu saja bisa menghemat pengeluaran. Dulu, ia menggunakan uang dari Josephine untuk membeli bahan bakar dan Service mobilnya.Namun semenjak ia mengetahui kalau diri
"Kalian!" kata Nicko sambil mengarahkan jari telunjuknya pada Adrian yang telah melemparkan bingkisan untuk istrinya.Sambil berkacak pinggang, Adrian pun mengarahkan pandangan sinis ke arah Nicko."Kenapa memangnya? Kau tidak suka?" balas Adrian sambil menendang cake yang tergeletak dan mengotori lantai."Cih! Pantas Josephine enggan memilihmu. Ternyata karena kelakuanmu yang tak pantas ini ya!" balas Nicko.Melihat Nicko berani menghina Adrian, Daisy pun naik pitam. Ia tak bisa membenarkan tindakan menantunya pada Adrian yang dianggap sosok ideal untuk menjadi bagian dari keluarganya."Jangan dengarkan dia Adrian. Saat ini Josephine belum ingin bersamamu karena dibawah tekanan menantu tak berguna ini!" bujuk Daisy yang tak ingin Adrian tersinggung.Pemuda berambut pirang dan lurus ini pun mengangguk pada Daisy,"Tenang saja Nyonya Windsor, saya sependapat dengan Anda. Mana mungkin putri Anda
Mendengar ucapan sang Ayah, jelas-jelas Jo tersinggung. Ia tak mengira sang Ayah yang sudah ditolong oleh suaminya malah ikut-ikutan merendahkan.Sejenak ia melirik ke arah suaminya dan mendapati perangainya yang tak biasa. Napas Nicko tampak memburu dan garis rahangnya tampak tegas dari biasanya. Suatu pemandangan yang tak biasa dilihat oleh Josephine.Perempuan berparas anggun itu pun menyentuh punggung sang suami dengan lembut. Kedua mata aquanya berkedip ke arah sang suami seolah mengirimkan kode khusus.Perlahan rahang Nicko sedikit mengendur, tangannya pun tak lagi mengepal kuat. Josephine pun melangkah mendekat pada Adrian. Ini pertama kalinya ia menyunggingkan senyum pada keturunan keluarga Law di depannya."Adrian aku ingin bertanya sesuatu padamu," katanya dengan lembut."Tanyakanlah Josephine, atau kau menginginkan sesuatu? Kau tentu bisa mengatakan kepadaku, aku akan menurutinya," katanya dengan suara keras
Nicko yang mendengar ucapan Adrian langsung mengangkat tinjunya dan nyaris memukul lelaki itu. Namun Josephine menghalanginya."Nicko!" serunya sambil membulatkan mata.Karena posisi tubuhnya yang membelakangi Adrian, Josephine pun menggerakkan bibirnya dan membentuk kata tunggu. Nicko yang mulai mengetahui maksud Josephine lewat gerak bibir dan tatapan istrinya pun akhirnya mengalah.Perlahan ia menurunkan tinjunya dan membiarkan Jo melanjutkan rencananya."Hmm, Adrian bisa kau tunggu di sini sebentar, aku akan bersiap-siap dulu. Sekali lagi kutanya padamu, kau akan menuruti apapun keinginanku kan?" Josephine mengulangi pertanyaannya dengan manja."Tentu Josephine ku yang cantik," rayu Adrian."Baiklah, kalian berdua jangan ada yang ribut!" katanya berlalu.Adrian memandang Nicko dengan remeh. Berkali-kali ia bergumam tentang rencananya bersama Josephine malam ini. Bahkan ia sudah membayangka
Suara ketukan pintu itu semakin terdengar jelas. Daisy mengetuk semakin lama semakin keras.Mau tak mau, Nicko harus melepaskan tangannya dari tubuh molek sang istri. Begitu juga Josephine, ia pun mulai mendengus kesal sambil turun dari pangkuan sang suami."Huh, ada-ada saja Ibu," keluhnya kesal.Nicko yang telah bertelanjang dada, pun segera memakai kaosnya, dan membuka pintu kamarnya dengan sedikit malas."Bagus kau yang membuka pintu!" amuk Daisy."Ada masalah apa Bu?" tanya Nicko masih bersikap sopan, sementara Jo berdriri di belakangnya, mengekor."Apa yang kau katakan pada putriku hingga ia bisa memperlakukan Adrian seperti seorang pembantu!" Jo yang mendengar ucapan Daisy pun langsung menyela."Bukankah ia yang mengatakan akan melakukan apapun untukku. Jadi kusurh saja ia membersihkan lantai.Lagipula bukankah ia yang menjatuhkannya?" protes Jo sambil melirik Adrian yang sedang berdiri di