Dari dalam sedan mewahnya, Nicko mengamati J Couture yang makin lama makin menjauh dari pandangan mata. Ada sedikit penyesalan atas apa yang baru dilakukan olehnya.
Sepertinya situasi yang dihadapi bersama Jo membuat Nicko melakukan tindakan diluar kendali. Seharusnya ia bisa melakukan cara lain untuk membalas hinaan pelayan angkuh itu. Membayar semua koleksi dan memberikan pada yang membutuhkan misalnya."Ah bodoh sekali aku," runtuknya dalam diam.Tentu ia mengkhawatirkan kalau ada yang mengetahui akan tindakannya dan membuat Ayahnya mungkin murka. Atau bisa saja identitasnya akan terbongkar dan ia akan mendapatkan julukan miliyarder sakit jiwa."Anda memikirkan sesuatu Tuan Muda?" tanya Russell yang berada di samping kemudi."Hmm Russell, aku hanya ingin tahu apakah ada yang melihat tentang kejadian di butik J Couture tadi?" tanya Nicko yang masih memiliki kekhawatiran."Masalah itu Anda tak perlu mengkhawatirJo masih menatap bayangan pasangan muda yang diiringi oleh petugas bellboy. Semakin lama memperhatikan ia semakin rindu akan sosok suaminya.Tak dapat dipungkiri kalau belakangan ini tidurnya tak pernah nyenyak. Dia sudah terbiasa tidur dalam dekapan erat sang suami dengan posisi sendok."Sampai kapan begini terus," batinnya mengeluh."Sudah ... Sudah, aku sedang kerja, tak seharusnya aku memikirkan rumah tanggaku," batinnya kemudian dan bermaksud menghibur diri.Bagaimanapun juga Jo harus fokus dalan bekerja, mengingat posisinya sebagai tulang punggung keluarga. Ditambah lagi kepercayaan yang diberikan oleh Bos Richmond untuknya yang tak boleh disia-siakan.Tanpa disadari oleh Jo, seseorang melangkah mendekati dan menegurnya."Josephine Windsor? Aku tak mengira akan berjumpa denganmu di sini," tegur seorang wanita tiba-tiba. Jo pun segera memalingkan wajah pada pemilik suara itu dan membalas sapaann
Apa yang diucapkan oleh dokter Ryan tentu saja membuat Jo tak bisa berhenti memikirkannya. Hingga kini, saat sang suami menjemput pun dirinya masih berpikir akan hal itu."Apa jangan-jangan dokter Dolores suka dengan suamiku ya? Walau bagaimanapun suamiku ini sangat tampan," pikirnya."Jo, sayang apa kau memikirkan sesuatu?" tanya Nicko pada akhirnya kemudian meraih tangan sang istri dalam genggaman.Sepertinya Nicko tak tahan lagi untuk berlama-lama perang dingin dengan istrinya. Walaupun dia tahu kalau sebenarnya ia tak melakukan kesalahan, tapi sebagai laki-laki ia tetap harus mengaku salah dan mencoba memenangkan hati istrinya kembali."Jo, maafkan aku soal apa yang terjadi belakangan ini," katanya sambil meraih telapak tangan istrinya dan menempelkan pada dadanya. Lalu melepaskannya, karena harus berkonsentrasi pada kemudi, sebab sebentar lagi ia akan melewati jalur cepat.Jo yang masih kepikiran dengan ucapan dok
Benar dugaan Nick, ucapannya barusan mampu membuatnya terbakar emosi dan berjalan ke arahnya sambil mengacungkan kepalan tangan. Saat itu Nicko hanya bersikap tenang, saking tenangnya saat suami Catherine berada di depannya ia pun tak menghindar, malah berteriak pada istrinya,"Jo, lepaskan ikatan kakakmu, bawa ke kamar dan kunci pintunya!"Jo pun mengangguk dan berlari melakukan instruksi suaminya. Saat itulah Nicko merendahkan sedikit tubuhnya ke arah samping dan membuat tinju Armando meleset.Tampaknya apa yang dilakukan oleh Nicko membuat Armando geram. Pria itu pun berbalik dan mencoba untuk memukul pemuda yang dianggap miskin itu.Armando yang sudah terbakar emosi karena merasa dipermainkan oleh Nicko pun semakin geram. Bahkan ia kali ini justru mengayunkan tinjunya lebih cepat. "Begitu caramu berkelahi?" ejek Nicko."Huh! Bangsat kau!" maki Armando kali ini menggunakan kakinya untuk menendang Nicko. Namun
Josephine cuma menunduk mendengar perkataan kakak perempuannya. Hari ini sudah dua kali dirinya mendengar ungkapan kalau ia beruntung memiliki suami seperti Nicko.Perempuan ini kemudian tersenyum dan memandang ke arah kakaknya. Kemudian mengusap pundaknya agar merasa lebih baik."Sudahlah, kau di sini saja dulu."Sedikit kekecewaan terpancar pada Josephine saat mengetahui Ayah dan Ibunya tak ada di rumah. Andai saja mereka ada, tentu saja kejadian tadi tak akan ada."Kau tahu Jo, aku berhutang pada suamimu," kata Catherine sambil menggenggam kedua tangan adiknya."Berhutang?" tanya Jo tak mengerti. Ia mencoba untuk mencerna maksud dari kakaknya."Pasti hutang yang dimaksud adalah nyawa. Suamiku kan tak punya uang," pikir Jo.Melihat ekspresi adiknya, Catherine akhirnya menceritakan apa yang terjadi padanya hari ini. Dengan tatapan yang lurus ke arah dinding.Mendengar pengakuan C
Hari sudah gelap, Catherine sudah tertidur pulas setelah menangis seharian sambil ditemani oleh Jo. Malam ini Daisy dan Edmund tidak pulang karena harus menghadiri jamuan di tempat temannya."Huh, paling-paling berjudi," pikir Jo saat mendapatkan pesan dari Ibunya.Setelah yakin kalau Catherine benar-benar tenang, Jo pun bangkit dan menatap bayangannya di depan cermin, lalu menatap ke jendela."Semuanya aman, kurasa."Jendela kamar Josephine memiliki dua lapisan penutup. Bagian dalam adalah kaca, sedangkan bagian luar berupa daun jendela dari kayu. Suaminya pun sudah mengganjal stick golf pada handle bagian dalam dengan posisi saling bersilangan.Jo pun mengganti pakaiannya dengan gaun tidur satin berwarna merah maron. Kemudian menuliskan pesan untuk kakaknya kalau ia bersama Nicko, dan meletakkannya di atas nakas.***Jo membuka pintu kamar Catherine secara perlahan dengan maksud mengejutkan
Kedua pasangan muda itu tampak bahagia pagi ini. Jo tampak bermanja sambil menemani suaminya memasak. Sementara Catherine hanya duduk dan memandangi mereka.Saat mereka sedang asyik menikmati kehangatan sebelum sarapan pagi, saat itulah mereka mendengar teriakan dari arah depan."Nickoooo! kemari kau menantu tak berguna!"Semuanya sudah tahu siapa pemilik suara itu. Siapa lagi kalau bukan Daisy."Huh, ada apa Ibu berteriak seperti itu," keluh Jo."Sudahlah, biar kulihat dulu. Bisa kau teruskan ini?" tanya Nicko sambil menunjuk pada pancake yang dibuatnya.Jo pun mengangguk, dan saat itu Catherine ikut berdiri dan mendekat pada adiknya."Aku akan membantumu, aku terbiasa membuatkan sarapan untuk Armando dan keluarganya," balas Catherine."Kau membuat sarapan untuk mereka?" tanya Jo tak percaya. Sebab setahu Josephine, keluarga Blanc memiliki banyak pelayan."Ya, Armand
Nicko yang berada dibelakang Edmund pun melihat mertuanya dengan pandangan heran. Apa yang dilakukan oleh Ayah Josephine ini sungguh aneh. Pria ini memperhatikan koleksi batu-batuan yang tak berharga.Dalam hati ia berpikir bagaimana mungkin orang yang katanya dari keluarga terhormat dan kaya tak bisa membedakan permata yang asli dan palsu.Sementara Jo masih saja mencerca Daisy dengan pertanyaan dari mana mereka semalam."Katakan padaku, darimana Ibu semalam?" tanya Jo mendesak Ibunya, dan membuat wanita yang pernah melahirkannya terlihat gugup."Apa Ibu dan Ayah pergi berjudi lagi?" tanya Jo mencerca.Akibat desakan-desakan yang terus menerus itulah akhirnya Daisy mengaku kemana mereka pergi. Mereka diajak oleh perkumpulan sosialita Daisy untuk mencoba keberuntungan. Saat itu pun, Daisy dan Edmund mendapatkan kemenangan yang melimpah, hingga mampu berbelanja banyak dan Edmund mengikuti lelang permata.Jo merem
Mendengar keputusan Nicko yang meminta Jo untuk tidak bekerja tentu membuat Daisy merasa kecewa. Wanita itu justru mengkhawatirkan kesusahan yang akan mereka dapat."Kau ini semakin lama semakin kurang ajar saja, berani benar mempengaruhi Jo untuk ikut-ikutan menjadi pemalas sepertimu!" protes Daisy.Kali ini Jo dan Catherine hanya saling pandang, kemudian melirik ke arah Nicko. Hampir saja Jo membuka mulut untuk melakukan pembelaan pada suaminya. Namun sayang ia kalah cepat dengan ocehan Ibunya."Kau ini kan pengangguran, makan pun kami yang mengurus. Sangat tidak pantas bagimu menyuruh Jo untuk tidak bekerja hari ini. Memangnya kalau Jo tidak bekerja kau mampu memberinya makan?" tambah Daisy."Jika aku tak bekerja hari ini atau besok kita masih bisa makan Bu, bahkan sampai satu bulan ke depan. Lagipula aku kan masih memiliki tabungan tiga ratus juta," sanggah Josephine yang menganggap kekhawatiran Ibunya ini berlebihan.