Semua orang pulang saat hari sudah mulai malam. Hanya Hastari yang masih tetap tinggal di rumah Adhikari karena rencananya ia akan menginap sampai beberapa hari ke depan seperti permintaan Kinanti.
“Gimana, kamu suka sama kamar baru kita?” Adhikari memeluk tubuh Kinanti dari arah belakang.
“Suka, Mas. Suka banget malah.” Kinanti membalik tubuhnya menghadap Adhikari.
Adhikari langsung mencium bibir Kinanti dengan lembut. “Ini malam pertama kita di rumah baru, Sayang.”
Adhikari menggiring Kinanti ke tempat tidur. Perlahan ia mulai membuka pakaiannya dan pakaian Kinanti. Puas menciumi tubuh Kinanti barulah Adhikari memposisikan miliknya tepat di depan milik Kinanti yang sudah basah.
“Pelan-pelan, Mas.”
“Iya, Sayang. Engghhh ....” Erang Adhikari saat ia berhasil memasuki milik Kinanti.
Adhikari terus mengeluar masukkan miliknya di dalam inti tubuh Kinanti hingga membuat ked
Adhikari berlari memasuki gedung rumah sakit untuk mencari keberadaan Hastari. Tadi setelah selesai meeting, ia langsung mengecek ponselnya dan betapa terkejutnya ia saat melihat banyak panggilan tak terjawab dan pesan dari mama mertuanya yang memintanya untuk segera datang ke rumah sakit.“Mama!” seru Adhikari. Ia lalu berlari menghampiri sang mama mertua.Hastari menoleh ke arah Adhikari. Ia sedikit lega melihat Adhikari sudah datang.“Ada apa, Ma?!” Adhikari panik saat melihat Hastari menangis.Hastari menangis sesenggukan seraya memegang lengan Adhikari. “Kinanti dia ada di dalam.”“Kinanti? Ada apa dengan Kinanti, Ma?!” seru Adhikari.“Kinanti jatuh, dia pendarahan. Dan ... dan bayi kalian nggak bisa diselamatkan. Kinanti keguguran dan harus dikuret.” Ucap Hastari seraya menangis.Tubuh Adhikari lemas seketika. Sendi tubuhnya tak mampu menopang tubuhnya hingga ia luruh d
Hari ini Kinanti sudah diperbolehkan pulang dari rumah sakit. Ruwina dan Panji sengaja datang ke rumah Adhikari untuk menyambut kepulangan menantu mereka. Ruwina bahkan juga mempersiapkan masakan kesukaan Kinanti untuk makan siang mereka nanti.“Ma! Adhi udah pulang!” seru Panji saat ia melihat mobil Adhikari memasuki pekarangan rumah.“Iya, Pa.” Ruwina berjaln tergesa ke luar rumah.“Mama, Papa,” sapa Kinanti.Ruwina langsung memeluk tubuh menantunya itu.“Ayo kita masuk. Mama sudah siapin makan siang masakan kesukaan kamu,” ucap Ruwina. Ia berharap dengan kehadirannya di rumah anaknya ini dapat membuat suasana rumah sedikit ramai agar menantunya itu tak terus larut dalam kesedihan.“Makasih ya, Ma.” Kinanti mengulas senyumannya.Ruwina berjalan beriringan dengan Kinanti lalu Panji dan Hastari berjalan mengekori mereka. Sedangkan Adhikari membawa tas berisi pakaian kotor dan
“Selamat sore, Bu Direktur.” Sapa Dini seraya membuka pintu ruang kerja Rosaline.“Kamu Din, aku kira siapa. Udah mau balik kamu?” Rosaline mengalihkan perhatiannya sejenak dari lapopnya.“Pulang yuk, aku malas pulang ke rumah soalnya rumah lagi nggak ada orang. Papa dan Mamaku pergi ke Solo buat hadirin acara kondangan saudara.” Dini mendudukan dirinya di kursi depan Rosaline.“Ya udah ke apartemen aku aja.”“Ya makanya itu aku datang ke sini soalnya aku juga mau ngikut kamu pulang.”“Mobil kamu gimana?”“Aku nggak bawa mobil soalnya tadi pagi aku diantar sama Raka.”“Ya udah. Bentar aku beresin ini dulu.”“Oke, aku tunggu.”Setelah Rosaline merapikan pekerjaannya, barulah ia mengajak Dini keluar dari ruangannya. Mereka berjalan menuju tempat parkir
Hubungan rumah tangga Adhikari dan Kinanti semakin hari semakin harmonis meskipun di antara mereka belum juga diberikan kesempatan untuk memiliki sang buah hati dari pernikahan mereka. Namun terkadang Kinanti merasa jika keberuntungannya berkurang karena belum juga diberi kesempatan oleh Sang Maha Pencipta untuk kembali mengandung sang buah hati setelah kegugurannya satu tahun yang lalu.Adhikari mengerutkan keningnya saat melihat Kinanti yang berdiri mematung melihat ke arah taman samping rumahnya. Padahal tak ada satu hal pun yang bisa menarik perhatian untuk terus menerus dilihat seperti yang kini sedang dilakukan istrinya itu. Dengan langkah perlahan, ia mendekati Kinanti.“Ada apa? Akhir-akhir ini kamu sering melamun.” Adhikari memeluk tubuh Kinanti dari belakang seperti yang biasa ia lakukan.“Mas?! kamu bikin aku kaget aja!” seru Kinanti.“Siapa suruh kamunya malah melamun. Sangking sibuknya melamun kamu sampai nggak n
Adhikari berjalan cepat menuju ruangannya seraya melihat ke arah jam yang melingkar di pergelangan tangannya.“Aku terlambat sepuluh menit,” gumam Adhikari. Tak biasanya ia terlambat seperti ini sepanjang ia bekerja di perusahaan ini. Ini semua gara-gara ia harus melayani istri tercintanya yang pagi tadi menginginkan satu sesi percintaan lagi. Padahal sore harinya mereka juga sudah melakukannya sebelum mereka berkunjung ke rumah orangtuanya.“Selamat pagi, Pak,” sapa sekertaris Adhikari saat atasannya itu melewati mejanya.“Selamat pagi, Luna.” Adhikari meneruskan langkahnya akan memasuki ruangannya.“Pak, Anda diminta datang ke ruangannya Pak Jagat.”“Sekarang?”“Iya, Pak.”&n
Rosaline tiba di ruangannya dengan suasana hati yang buruk. Ia tak menyangka bahwa perwakilan dari Paraduta Grup adalah mantan kekasihnya. Kemarin ia hanya diberitahu bila yang akan meeting dengannya adalah salah satu direktur dari Paraduta Grup. Kemarin ia bertemu dengan Brmal Paraduta, jadi ia pikir yang akan meeting dengannya adalah Barmal Paraduta atau paling tidak orang yang lainnya. Setelah sekian lama ia tak menyangka jika mantan kekasihnya itu sekarnag sudah menjabat menjadi direktur di Paraduta Grup.“Sialan, aku pikir Om Barmal atau siapa gitu yang meeting. Ternyata dia!” seru Rosaline.“Ayo tenang, Rose ... kamu bisa ngadepin masa lalu suram kamu itu. Tunjukkan kalau kamu wanita tegar dan kuat. Tunjukan kalau kamu sekarang udah nggak butuh dia lagi.” Rosaline menguatkan dirinya sendiri dari badai masa lalu yang sewaktu-waktu bisa menghantamnya.“Rose!” 
Hari-hari Adhikari selalu gelisah setelah beberapa saat lalu ia bertemu lagi dengan mantan kekasihnya. Sesosok wanita dari masa lalunya sudah mengusik hidup tenangnya. Entah mengapa ia malah ingin sekali bertemu lagi dengan mantan kekasihnya itu. Dari beberapa hari yang lalu ia sudah tak sabar menunggu hari ini tiba. Hari di mana ia bisa bertemu lagi dengan mantan kekasihnya atas nama pekerjaan.Kali ini bukan Adhikari-lah yang datang ke Artiz Grup melainkan orang dari Artiz Grup-lah yang akan datang ke kantornya ini. Dari tadi pagi yang ia lakukan hanya mondar-mandir tanpa bisa berkonsentrasi dengan pekerjaannya. Ia hanya sibuk memikirkan Rosaline yang akan datang menemuinya. Bahkan berkali-kali ia melihat pantulannya di depan cermin. Ia tak ingin ber[enampilan buruk di depan sang mantan kekasih.Terdengar pintu ruang kerjanya diketuk, setelah ia menyuruhnya masuk barulah Luna memasuki ruangannya.“Pak, orang-orang dari Artiz Grup sudah samapai lobi.&rdqu
Rosaline terkejut saat mendengar bel pintu apartemennya berbunyi. “Malam-malam begini siapa yang datang?” gumam Rosaline seraya melihat ke arah jam yang menempel di dinding menunjukkan pukul sembilan malam.Rosaline mendesah lega setelah melihat jika Jasmine-lah yang datang. Ia pun langsung membuka pintunya.“Kak.” Jasmine langsung masuk melewati Rosaline yang berdiri di ambang pintu.“Malam-malam gini kamu kenapa ke sini?” tanya Rosaline. Ia kembali menutup pintunya lalu menuju ke dapur untuk membuatkan minum adiknya ini.“Kamu mau aku bikinkan minum apa?”“Terserah yang penting dingin.” Jasmine menghempaskan dirinya di atas sofa dan menyalakan TV.Rosaline datang dengan dua gelas es jeruk di tangannya. “ Nih minum dulu.”“Makasih, Kak.” Jasmine langsung meneguk setengah gelas es jeruknya.“Ada apa kamu malam-malam datang ke sini? Emangny