Di dalam sebuah apartemen, sepasang sahabat sedari kecil sedang terlibat perdebatan.
Mata wanita itu melotot, menatap tajam sahabatnya yang terlihat sangat santai. Sedangkan sang sahabat hanya memandang wanita itu tanpa banyak bicara.
"Angga, yang benar saja, masa aku harus pakai baju kayak gini sih," keluh sang wanita.
Wanita tersebut bernama Riska. Riska, Angga dan Fajar, mereka sudah berteman dari kecil. Rumah mereka juga berdekatan, orang tua mereka juga berhubungan sangat baik, sehingga tidak heran mereka sangatlah akrab.
"Nggak apa-apa, kamu pakai itu dulu. Toh juga cuma sebentar." Angga membujuk Riska supaya mau memakainya.
"Tapi nggak baju seperti ini juga kali. Pokoknya aku nggak mau pakai ini."
Riska sekali lagi memperhatikan pakaian yang sangat minim dan transparan di tangannya. Bagaimana bisa Angga menyuruhnya memakai pakaian seperti itu pikirnya.
Meskipun mereka berteman sedari kecil, bahkan mereka juga pernah mandi bersama, tapi itu kan saat mereka masih kecil. Sekarang jika Riska memakai pakaian yang terlalu terbuka, Riska akan merasa malu, meskipun itu di depan sahabatnya.
"Riska cantik, kamu tadi kan sudah janji bakal bantuin aku. Dipakai ya bajunya, hanya sebentar kok," bujuk angga.
"Nggak mau. Aku malu Angga kalau harus pakai baju kurang bahan seperti ini. Bagaimana kalau," belum selesai ucapan Riska, bell apartemen Angga berbunyi.
Mereka kompak menoleh ke arah pintu. Mereka yakin jika yang datang adalah alasan Angga meminta Riska untuk memakai lingerie.
"Sekali ini saja, ya. Aku mohon," pinta Angga dengan wajah memelas.
"Kamu mah gitu." Riska cemberut kesal dengan Angga.
Beberapa jam sebelumnya. Mereka tengah mengobrol di cafe milik Fajar. Angga mengatakan permintaannya kepada Riska. Memohon agar Riska mau membantunya untuk menjauhkan sekretarisnya yang selalu mengejarnya.
"Kenapa nggak kamu tolak langsung sih Ga?" tanya Riska heran.
"Aku udah nolak dia berkali-kali, tapi dianya saja yang bermuka tebal, tidak tahu malu."
"Lalu aku bisa bantu kamu apa?"
Angga kemudian menjelaskan rencananya untuk menghempaskan sekretarisnya yang bernama Siska. Begitu mendengar penjelasan Angga, Riska sontak langsung berdiri dan menggebrak meja.
"Kamu gila ya," ucap Riska sambil memukul Angga dengan tasnya.
"Aw, aw, berhenti Riska," ucapnya sambil menahan tangan Riska agar berhenti memukulnya. "Kali ini saja, kamu tolongin aku ya," ujar Angga.
Melihat tatapan putus asa sahabatnya, Riska akhirnya memutuskan untuk membantu Angga.
"Ok, aku bantu, tapi cuma kali ini saja. Tidak ada lain kali," ucapnya final.
" ok, nggak masalah," ucap Angga tersenyum.
*
Yang tidak Riska sangka adalah, Angga memintanya untuk memakai lingerie yang sangat seksi menurutnya. Jika Riska tahu akan disuruh memakai lingerie, Riska tidak akan menyetujui untuk membantu Angga.
Angga menarik Riska memasuki kamarnya, membiarkan Riska untuk berganti pakaian. Tidak bisa disebut pakaian sebenarnya, karena itu sebuah lingerie berwarna hitam yang akan menunjukkan lekukan tubuh Riska saat dia memakainya.
"Kamu ganti ya Ris, kali ini saja. Aku janji nggak akan ada lain kali," pinta Angga. Angga kemudian keluar dari kamarnya, untuk membukakan pintu.
Riska menatap kepergian Angga dengan cemberut. Biar bagaimanapun, sedekat apapun mereka, Riska tetap mempunyai merasa malu, apalagi jika harus memakai pakaian kurang bahan seperti yang di tangannya.
"Ah, aku pakai ini saja," gumamnya sambil mengambil kemeja Angga di lemari. Melempar lingerie yang diberikan Angga padanya tadi.
Tidak butuh waktu lama, Riska mengganti pakaiannya dengan kemeja milik Angga.
"Ini lebih baik," ucapnya sambil melihat dirinya yang memakai kemeja Angga yang kebesaran di badannya. Riska menatap pantulan dirinya di cermin. Kemeja yang kebesaran cukup untuk menutupi setengah dari pahanya.
Melihat jika kemeja Angga bisa sampai setengah pahanya, Riska memutuskan tidak akan memakai celana. Riska hanya akan menggunakan dalaman saja. Apalagi ini untuk membuat sekretaris Angga menyerah padanya.
Saat sedang bercermin, Riska mendengar suara ribut di luar. Sudah pasti itu Angga dan sekretarisnya. Dengan penuh percaya diri Riska lalu mengacak-acak rambutnya, mengusap lipstiknya hingga belepotan di pipinya, membuka dua kancing kemeja bagian atas, sehingga membuat bahunya sedikit terekspos.
"Sempurna," ucapnya sambil berkaca melihat penampilannya sekali lagi..
Riska membuka pintu kamar, membuat Siska dan Angga yang sedang duduk di sofa langsung menoleh padanya.
Mereka menatap dengan pandangan yang berbeda.
"Siapa wanita itu, kenapa berpenampilan seperti itu, apalagi dia baru keluar dari kamar Angga. Tunggu, kamar Angga," batin Siska berkecamuk saat melihat Riska keluar dari kamar Angga dengan berpenampilan berantakan seperti itu.
"Tidak kusangka, Riska bisa terlihat sangat cantik dan seksi di saat yang bersamaan. Tunggu, dia tidak memakai lingerie yang kuberikan, tapi dia memakai kemejaku," batin Angga, menilai penampilan Riska yang malah terlihat sangat seksi di matanya.
"Sayang, kenapa ribut sekali, aku masih mengantuk," ucapnya sambil melangkah mendekati Angga. Riska lalu bergelayut manja di lengan Angga.
"Sayang ayo tidur lagi." Riska menarik-narik tangan Angga.
Angga menahan senyum di bibirnya, melihat Riska yang sedang bergelayut manja di lengannya.
"Akting yang sangat sempurna," batin Angga memuji Riska.
"Sayang, dia siapa?" Riska pura-pura terkejut melihat adanya Siska disana.
Riska kemudian duduk dan memegang kemeja Angga yang melorot di bagian bahunya.
"Maaf, saya tidak tahu jika ada tamu," ucap Riska dengan tampang menyesal.
"Hanya sekertaris yang membawakan dokumen, untuk meminta tanda tanganku." Angga memeluk Riska dengan tangan kanannya, sedangkan tangan kirinya digunakan untuk merapikan rambut Riska yang berantakan.
"Oh, sekertaris kamu, apa sudah selesai?"
"Aku ke ruang kerja sebentar ya, untuk tanda tangan. Kamu temani dia sebentar," ucap Angga.
Sebelum pergi, Angga mencium kening Riska sebentar.
"Dasar cari-cari kesempatan," umpat Riska dalam hati.
Riska buru-buru tersenyum kembali, menormalkan raut wajahnya yang tadi sempat cemberut.
"Oh iya, sampai lupa, mau minum apa Mbaknya?" Riska bertanya sopan.
"Tidak perlu repot-repot, saya juga tidak akan lama disini," jawab Siska, menatap penampilan Riska sekarang.
Jika dalam kondisi normal, Riska pasti akan sangat malu tak tertahankan, tetapi ini memang tujuannya berpenampilan seperti ini, agar wanita di depannya ini berhenti mengejar Angga.
"Oh, ok kalau begitu," ucap Riska tersenyum.
"Apa dia tidak berniat untuk mengganti bajunya," batin Siska sambil menatap Riska.
"Maaf ya Mbak, kan cuma sebentar jadi saya tidak usah berganti baju. Soalnya saya sedang suka sekali memakai bajunya Angga," ucap Riska tanpa malu-malu.
Siska hanya tersenyum menanggapi ucapan Riska.
Perasaan Siska sekarang sedang campur aduk. Sudah bukan rahasia lagi, jika Siska menyukai Angga yang notabenenya adalah atasannya sendiri.
Siska selalu merasa, selama tidak ada wanita di samping Angga, dia masih punya kesempatan untuk memenangkan hati Angga.
Tujuan Siska pergi ke apartemen Angga, selain untuk meminta tanda tangan, Siska juga mencoba peruntungannya. Siska ingin menggoda Angga, dengan dia memakai baju yang seksi seperti yang dikenakannya sekarang. Siska pikir akan ada kesempatan untuknya, apalagi di dalam apartemen Angga, siska sudah mempersiapkan segalanya. Tapi rencana yang sudah disusunnya sedemikian rupa, sekarang hancur tak bersisa.
"Itu, kalau boleh tanya, kamu siapanya Pak Angga ya?" tanya Siska ragu-ragu.
"Oh, kenalkan, namaku Riska, tunangannya Angga," jawab Riska mengulurkan tangannya.
"Tu-tunangan?" ucap Siska dengan tampang bodohnya. Dia tidak menyangka jika atasan yang sudah sejak lama di kaguminya, sudah mempunyai tunangan. Apalagi tunangannya cantik.
Sebagai wanita, Siska tidak bisa, tidak merasa iri dengan kecantikan Riska. Di mata Siska, kecantikan Riska adalah kecantikan yang langka.
"Iya tunangan, kamu pasti Siska kan, sekretarisnya Angga?"
"I-iya."
"Kedepannya kita pasti akan sering bertemu, karena aku nanti akan sering ke kantornya Angga."
"Kok Siska nggak kamu kasih minum sayang?" Angga menyela percakapan tunangan palsunya dengan Siska.
"Sudah selesai, aku masih mengantuk." Riska berdiri, lalu menghampiri Angga dan memeluknya dengan manja.
"Iya, sudah selesai," ucapnya sambil menepuk pelan kepala Riska.
Siska menatap pemandangan di depan matanya dengan perasaan yang campur aduk. Untuk pertama kalinya, dia melihat Angga memperlakukan wanita selembut itu.
Tidak ingin sakit hatinya semakin menjadi, Siska meminta dokumen yang sudah di tanda tangani Angga, dan segera pergi dari apartemennya.
"Ayo sayang, kita antar Siska keluar dulu," ajak Angga, merangkul pinggang Riska dengan mesra.
"Akting yang sangat bagus sayang," ucap Angga begitu Siska sudah keluar.
"Akting yang sangat bagus sayang," ucap Angga begitu Siska sudah keluar."Terima kasih sayang untuk pujiannya," ucap Riska lalu memukul dada Angga main-main."Tunggu, kenapa kamu tidak memakai lingerie tadi, dan malah memakai kemejaku?" tanya Angga penasaran."Menurutku ini lebih baik, aku nggak mau ya, pakai pakaian kurang bahan seperti itu," jawab Riska bersungut-sungut."Kenapa aku malah merasa kamu jadi jauh lebih seksi saat memakai kemejaku," batin Angga. Tidak mungkin Angga menyuarakan pikirannya, bisa-bisa dia akan kena pukul Riska lagi.Sedang asyik-asyiknya mereka bercanda. Pintu apartemen Angga dibuka dari luar, sontak suara pintu yang terbuka, me
Fajar memukuli Angga dengan bantal sofa. Fajar merasa marah dan kecewa dengan apa yang telah dilakukan Angga pada Riska. Fajar ingin sekali memukul Angga tetapi, walau bagaimanapun, mereka tumbuh besar bersama, membuat Fajar tidak tega jika harus membuat sahabatnya babak belur. "Cukup Jar!" ucap Kakek. Kini mereka berempat tengah duduk berhadap-hadapan. Angga dan Riska merasa takut dan tertekan dengan tatapan Kakek dan Fajar. Riska yang sangat takut, menundukkan kepalanya, tidak berani menatap mereka. "Jadi," ucap Kakek meminta penjelasan. "Kakek, kan Angga sudah bilang tadi. Angga dan Riska tidak melakukan apa-apa. Sumpah," ucap Angga sambil mengangkat tangannya.
Kini, Angga dan Riska tengah duduk di dalam mobil. Mereka terdiam cukup lama, dengan pikiran yang berkecamuk. Riska menatap rumahnya dengan perasaan takut. Dia sudah membayangkan Papanya akan mengamuk nanti. Setelah beberapa jam Kakek dan Fajar pergi dari apartemen Angga. Mereka menghubungi Angga, memintanya agar segera datang ke rumah Riska, untuk menyelesaikan masalah ini. Riska yakin, pasti Kakek sudah mengatakan kesalah pahamannya pada Papanya. Tidak jauh berbeda dengan Riska. Angga juga merasa takut untuk berhadapan dengan Rosyad. Angga paham sekali dengan tabiat Papanya Riska itu. Selama itu berhubungan dengan Riska, Rosyad pasti akan bersikap protektif, tidak peduli kepada siapapun itu.
Tiba juga hari ini. Hari yang ditunggu Kakek Hadi, namun tidak, dengan kedua mempelai. Hari pernikahan Angga dan Riska. Riska tampak memaksakan senyum, menyapa para tamu yang hadir. Riska menatap wajah-wajah bahagia orang terkasih. Wajah Papanya yang tersenyum, meski begitu, Riska sadar, Papanya masih merasa sedih dan belum merelakan Riska untuk menikah. Sedih karena, kesalahpahaman yang sudah terlanjur terjadi. Jika saja kesalahpahaman itu tidak terjadi. Pernikahan ini pasti tidak akan pernah ada. Wajah Papanya pasti tidak akan menampakkan senyum yang tidak tulus seperti sekarang. "Senyum dong cantik!" kata Fajar sambil menarik pipi Riska. "Fajar, lepas!" Riska tidak ada te
Di dalam kamar Angga, kini tidak hanya dia saja yang menempati, tapi juga sang Istri.Angga keluar dari kamar mandi dengan bertelanjang dada, mengusap rambutnya yang basah dengan handuk, selepas mandi.Sementara Riska, kini tengah menghadap cermin di meja rias. Riska membersihkan make upnya terlebih dahulu sebelum dia mandi."Ka, ambilin baju dong!" perintah Angga.Riska menoleh ke Angga sebentar, kemudian beranjak dari duduknya, untuk mengambilkan baju Angga.Riska membuka lemari baju Angga, dan setelah di bukanya, Riska tidak heran lagi saat melihat, jika baju Angga warnanya hanya hitam, abu-abu dan putih. Di dominasi warna hitam. "Ini." Riska memberikan kaos berwarna hitam.
Pagi hari, Riska terbangun dari tidurnya. Saat membuka mata, Riska merasa ada yang aneh. Kamar yang ditempatinya ini, bukanlah kamarnya. "Ini dimana," pikirnya. Saat matanya menelisik ruangan itu, Riska merasa jika ada sesuatu yang menimpa perutnya. Riska lalu beralih menatap perutnya, dan melihat ada sebuah tangan yang melingkar di sana. "Tangan siapa ini?" pikir Riska. Riska menoleh ke samping, melihat ternyata Angga lah yang memeluknya. Riska kaget bukan main saat sadar, jika kini dia tengah tidur seranjang bersama dengan Angga. "Aarrgghh!" Sontak saja Riska langsung berteriak, dan refleks mendorong Angga yang tengah tertidur, hingga terjatuh ke lantai. Riska langsu
"Kamu juga lupa tadi?" tanya Riska tidak percaya.Angga mengangguk. Membelai kepala Riska dengan penuh kasih sayang.Mata Angga tanpa sengaja melihat jam di dinding yang sudah hampir jam delapan, Angga lalu mengajak Riska untuk bersiap turun kebawah.Memikirkan, jika mereka berdua tadi sama-sama melupakan pernikahan mereka, membuat Angga terkekeh geli sendiri.Riska menatap Angga dengan bingung. "Kenapa kamu tertawa seperti itu?" tanya Riska.Angga menggeleng sambil tersenyum. "Bukan apa-apa. Sana, kamu cuci muka, dan gosok gigi dulu! Mandinya nanti saja!" Angga mendorong pelan Riska, menuju kamar mandi."Kenapa nggak mandi saja sekalian sih Ga?" protes Riska."Udah sana! Aku juga belum cuci muka. Lihat! Sudah jam delapan lebih," ucap Angga sambil menunjuk jam di dinding.Riska sontak langsung melihat jam di dind
Angga yang melihat Riska menangis, langsung memeluknya dan menenangkannya. Setelah merasa Riska sudah agak tenang, Angga melepas pelukannya. Menghapus sisa air mata Riska. "Gini aja, kamu tanya sama yang lain dulu. Kalau mereka mengizinkan, aku janji, aku bakal izinin juga. Tapi kalau mereka tidak izinin, kamu tidak boleh merengek lagi kedepannya. Bagaimana?" Angga menawarkan solusi pada Riska, yang sebenarnya bukanlah solusi, karena sudah bisa dipastikan, mereka tidak akan pernah memberi Riska izin untuk itu. Riska tampak berpikir. "Sepertinya boleh juga usul Angga," pikir Riska. "Janji! Kalau mereka izinin, kamu bakal izinin aku nyetir sendiri." Riska bahkan melupakan fakta, jika tidak mungkin keluarganya memberi izin. Angga mengangguk tersenyum. Membujuk Riska seb
Mereka semua kini tengah menunggu Riska di depan ruang operasi. Bagaimanapun, Riska sekarang sedang menjalani operasi tentu saja mereka semua cemas. Tadi, sesampainya Riska di rumah sakit, tidak lama setelahnya Riska langsung tidak sadar. Akhirnya Dokter memutuskan untuk mengoperasi Riska dan juga untuk menyelamatkan bayinya. Angga yang juga sudah tiba, sudah tidak jelas lagi penampilannya. Rambut acak-acakan, pakaiannya juga sangat kusut. Khawatir tentu saja. Apalagi dia tidak bisa menemani Riska di dalam. Air mata tiada henti menetes di pipi Angga. Angga sangat takut saat ini. Takut jika sampai terjadi apa-apa dengan Riska dan anaknya. Tentu saja yang lainnya juga cemas. Tapi mereka mencoba untuk tetap berpikir waras, agar keadaan tidak menjadi lebih tegang lagi. # Saat ini Angga tengah menemani Riska yang sudah selesai operasi. Kata Dokter yang mengoperasi Riska, Riska akan baik- baik saja. Tapi Angga tetap saja khawatir karena sampai sekarang Riska masih belum sadar. S
Kehamilan Riska sekarang sudah menginjak usia delapan bulan.Siang hari ketika Riska merasa lapar, dia hendak turun ke lantai bawah untuk makan siang.Saat itu Angga sedang bekerja, sedangkan Rahmat juga sedang ada keperluan di kantor.Di rumah hanya ada Riska, kakek dan Sofia.Sofia yang sedang berada di dapur untuk menyiapkan makan siang untuk semuanya dan menantunya.Kakek sedang beristirahat di kamarnya. Di usia yang semakin tua, tubuh renta Kakek menjadi semakin cepat lelah.Terkadang hanya untuk berjalan dari kamar ke ruang tamu saja Kakek sudah merasa kelelahan.Riska yang merasa sudah lapar pun turun ke bawah menuju ke dapur, tapi sesampainya Riska di lantai bawah. Riska tidak sengaja tersandung karpet yang berada di ruang keluarga.Jika ingin ke dapur, setelah menuruni tangga, maka akan melewati ruang keluarga terlebih dahulu, baru kemudian meja makan dan dapur."Arghh!"Teriakan Riska sontak membuat kaget Sofia dan Kakek.Sofia langsung meninggalkan pekerjaannya dan langsung
"Hallo! Mau main bareng Riska?"Riska kecil menghampiri dan menyapa Fajar yang masih saja setia berada dalam gendongan Roni.Hal itu tidak lain juga karena Riska diminta Rosyad untuk mengajak Fajar bermain.Sebagai orangtua, tentu saja Rosyad mengetahui apa yang sudah terjadi pada Fajar kecil.Ditinggal pergi oleh pengasuhnya, apalagi Fajar kecil yang memang sudah terbiasa ditinggal bekerja oleh orangtuanya. Tentu saja bukanlah hal yang mudah.Rosyad tidak menyalahkan orangtua Fajar. Bagaimanapun, pekerjaan mereka adalah pekerjaan yang mulia.Fajar kecil hanya melirik Riska sebentar, kemudian menyembunyikan wajahnya di dada bidang Roni."Kamu tidak mau main sama Riska? Tapi Riska anak yang baik kok!" ucap Riska kecil.Riska kecil pun merogoh saku dressnya dan mengambil permen yang tingga dua biji."Ini, aku kasih kamu permen!" ucap Riska sambil menyodorkan permen dua biji dengan tangan mungilnya."Terima kasih Riska! Nama yang cantik, secantik anaknya!" balas Roni mengambil permen yan
Mendengar Fajar menyebutkan satu nama wanita. Yang ada di benak Sofia ada satu orang, yaitu mantan Fajar.Satu-satunya wanita yang pernah menjalin hubungan dengan Fajar, sekaligus salah satu wanita yang membuat Riska mengalami mimpi buruk."Bagaimana kamu bisa bertemu dengannya kembali?" tanya Sofia.Walaupun kejadian itu sudah lama berlalu, tapi Sofia tahu jika itu juga menjadi duri dalam daging untuk Fajar."Dia sepupu Maria!" balas Fajar sembari melepaskan pelukannya."Katakan pada Fajar, bagaimana Fajar bisa menerima wanita yang ternyata adalah sepupu dari orang yang pernah memberikan Riska mimpi buruk?"Sofia terdiam mendengarnya. Dia sama sekali tidak mengetahui hal ini."Pantas saja Fajar tidak mau menerimanya!" batin Sofia."Bukankah kamu sudah melepaskan masa lalu? Ada baiknya masa lalu itu kita lepaskan, dan dari masa lalu itu kita buat pelajaran untuk hidup kita kedepannya."Sofia mengerti itu tidak mudah untuk Fajar. Jadi yang bisa Sofia lakukan sekarang adalah menasehatin
"Kenapa harus nunggu aku lahiran? Sekarang calonnya sudah ada di depan mata lho, Jar! Masa kamu mau menggantung anak orang begitu lama sih!" protes Riska."Dua bulan itu tidak lama lagi Ris! Aku sudah membuat kelonggaran untuk mencari pasangan setelah kamu melahirkan. Jangan dorong aku lagi ya! Aku ingin nanti wanitaku bisa menerima anakmu seperti aku menerimanya! Untuk sekarang aku benar-benar tidak berniat untuk mencari pasangan!" balas Fajar panjang lebar.Riska merengut mendengar jawaban Fajar.Fajar bisa menjadi lembut selembut-lembutnya kepada orang-orang yang disayanginya. Tapi Fajar juga bisa menjadi sangat keras kepala jika dia tidak menginginkan sesuatu."Jangan jadikan anakku sebagai alasan untuk kamu menolak wanita, Jar! Atau aku akan merasa bersalah padamu!" ucap Riska."Jangan merasa bersalah! Bagaimanapun ini sudah menjadi keputusanku. Kamu adalah orang yang sangat penting untukku!" balas Fajar tidak mau kalah."Jika saja kamu tidak memintaku untuk mencari pasangan, mu
Riska sudah tidak terkejut lagi mendengar pertanyaan dari Maria."Maksud kamu gimana?" tanya Riska memastikan.Pertanyaan Maria bukanlah pertanyaan pertama yang didengarnya. Cukup sering dia mendapatkan pertanyaan serupa dari orang-orang yang melihat kedekatannya dengan Fajar.Hal serupa juga terjadi jika dia bersama dengan Angga dulu."Maaf! Bukan apa-apa!"Maria sangat tidak menyangka jika dirinya akan kelepasan bertanya seperti itu."Bodoh banget sih kamu Maria. Bisa-bisanya kamu menanyakan hal sensitif kayak gitu," rutuk Maria dalam hati."Kamu nggak perlu merasa tidak enak! Ini juga bukan pertama kalinya aku mendapatkan pertanyaan yang serupa!" ucap Riska.Melihat Maria yang terdiam dan memukuli mulutnya, Riska tahu jika Marai merasa tidak enak karena sudah menanyakan hal seperti itu.Pada akhirnya, Riska memilih untuk menjelaskan kepada Maria, supaya Maria nanti tidak salah paham kepada Fajar."Kalau kamu tanya aku suka nggak sama Fajar, maka jawaban aku suka! Jika kamu bertanya
Fajar tengah memberikan makanan ke piring Riska. Itu adalah pemandangan yang Nita tangkap begitu dia kembali dari kamar mandi."Pada akhirnya aku masihlah kalah dengan Riska! Aku yang sudah berusaha dengan sebaik yang aku bisa, ternyata masih saja kalah dengan Riska yang bahkan tidak perlu melakukan apa-apa!""Kamu sudah kembali, Nit!" ucap Mama Maria.Sontak hal itu membuat semua orang yang berada di sana langsung terdiam.Mereka masih merasa agak canggung setelah mereka mengetahui apa yang sudah Nita lakukan kepada Riska dan kenyataan bahwa Nita ternyata adalah mantan pacar Fajar."Iya, Tan!" Nita yang masih tidak tahu apa-apa pun kemudian duduk kembali di kursinya, meskipun dengan perasaan yang berdebar-debar.Nita sebenarnya merasa takut dengan keberadaan Angga disana. Hanya saja sisi egois Nita masih tidak mau menyerah untuk kembali mengejar Fajar.Jarang-jarang kesempatan berdekatan dengan Fajar terjadi. Maka dari itu Nita harus memanfaatkan kesempatan yang jarang sekali terjadi
"Nita!" ucap Riska dengan suara pelan.Namun mau sepelan apapun Riska mengucapkannya. Angga yang tepat berada di sampingnya bisa mendengarnya dengan jelas.Angga mendengar dengan jelas jika Riska mengucapkan satu nama yang benar-benar bisa membuatnya murka seketika.Orang yang sama besarnya dia benci. Seperti dia membenci Risty."Sayang! Barusan kamu bilang apa?" tanya Angga memastikan.Di mata Angga, hanya ada Riska dan Angga tidak peduli dengan keadaan disekitarnya. Apalagi Riska sekarang tengah hamil, jadi perhatian Angga sepenuhnya dia curahkan kepada Riska. Dan Angga benar-benar menghiraukan sekitarnya.Tapi meskipun begitu. Jika ada bahaya yang mengancam Riska, entah bagaimana Angga akan selalu menyadarinya.Angga pun kemudian mengikuti ke arah mana Riska melihat.Betapa syoknya dia saat melihat sosok Nita. Wanita yang paling dia benci. Tidak pernah sebelumnya Angga membenci seseorang sebagaimana dia membenci sosok Nita.Sontak saja Angga langsung menatap tajam Fajar.Tatapan An
"Berati Nita adalah mantanmu itu?" tanya Maria, tapi lebih terdengar seperti untuk memastikan."Benar sekali! Nita adalah wanita brengsek itu. Apa kamu mau tau apa yang sudah dilakukannya kepada Riska?" tanya Fajar.Lebih tepatnya Fajar mengatakan itu untuk semua orang yang ada di sana.Orang tuanya saja hanya tahu jika mantannya dulu merundung Riska karena cemburu, sampai membuat Riska mengalami mimpi buruk.Atau bisa dikatakan jika orangtua Fajar hanya mengetahui setengah dari cerita yang sesungguhnya."Nita tidak mungkin melakukan hal yang buruk seperti itu kan?" tanya Papa Maria dengan suara yang terdengar tidak yakin.Sepengetahuannya, keponakannya itu selalu bersikap baik jika berada di rumah. Tapi dia juga tahu dengan temperamen sahabatnya itu. Tidak mungkin mereka akan mengatakan hal yang buruk hanya untuk menjatuhkan seseorang. Itu bukan gaya mereka."Aku juga bukannya mau menjelek-jelekkan orang, tapi menurutku wanita itu memang sudah sangat keterlaluan karena merundung tema