Katanya, mencari tempat tinggal yang sesuai keinginan itu sulit. Kadang, cocok harganya tapi tidak cocok tempatnya. Kadang juga, cocok tempatnya ... harganya mahal.Namun, entah kebetulan atau keberuntungan, Gisca langsung deal untuk menyewa kamar indekos yang didatanginya. Ini adalah tempat kedua yang didatanginya sehingga Gisca tak perlu berkeliling ke tempat ketiga, keempat dan seterusnya. Pasti melelahkan.Tempatnya memang tidak terlalu besar. Ukurannya 3x5 meter yang letaknya di lantai dua, tapi Gisca rasa tempat ini lumayan nyaman. Selain sudah tersedia kasur dan lemari, kamar mandi di dalam pun menjadi pertimbangan utama Gisca. Andai saja Gisca 'rewel' mungkin akan seharian mencari tempat tinggal yang benar-benar sesuai ekspektasinya.Ah, lagian bagi Gisca yang terpenting untuk saat ini adalah ... ia punya tempat tinggal. Itu saja. Harga yang disanggupinya, tanpa deposit dan tidak butuh waktu lama untuk menemukan tempatnya anggap saja bonus.Saat ini Gisca sedang merebahkan dir
Sore ini, Gisca baru selesai mandi. Ia sedang mengeringkan rambutnya dengan handuk kecil, dibantu kipas angin karena tidak ada hairdryer.Ia lalu menyadari ponselnya berkedip. Mengeceknya, Gisca mendapati panggilan tak terjawab dari Sela.Gisca mulai berpikir. Kira-kira apa yang membuat Sela menghubunginya, padahal jelas-jelas tadi pagi Gisca sengaja berbohong dengan mengatakan kalau dirinya sudah sampai di rumah. Itu artinya tidak ada yang perlu mereka bicarakan lagi, kan? Terlebih Sela itu orang sibuk, memangnya apa yang membuat wanita itu sampai menghubunginya?Daripada penasaran, Gisca memutuskan menghubungi Sela balik. Selama beberapa saat ia menunggu sampai kemudian terdengar suara Sela di ujung telepon sana."Halo, Gis?""Sela, tadi kamu nelepon ya? Maaf tadi aku lagi mandi, jadi nggak sempat angkat. Ada apa?""Kapan kamu berangkat laginya?" tanya Sela to the point."Memangnya kenapa?""Aku pengen ketemu dan bicara sama kamu."Mendadak Gisca deg-degan sekaligus penasaran. Apa i
"Permisi...."Suara seorang pria membuat ketegangan Gisca perlahan berubah menjadi ketenangan. Itu artinya, ada orang lain antara dirinya dengan Saga. Siapa pun orang itu, setidaknya bisa menyelamatkannya.Padahal Gisca hampir saja mengambil sapu atau apa pun yang bisa digunakannya untuk memukul Saga."Ah sial, harusnya tadi tutup pintunya," gumam Saga yang bisa terdengar oleh Gisca.Sementara itu, Gisca secepatnya keluar ke depan kamarnya, menghampiri pria yang berdiri di sana. Ia berharap pria tersebut bisa membebaskannya dari Saga. Sungguh, Gisca sangat ketakutan sekarang sehingga seperti orang linglung yang tidak tahu harus berbuat apa."Iya?" tanya Gisca pada penjaga indekos. Ya, rupanya orang yang memanggilnya adalah pria yang Gisca yakini merupakan penjaga tempat ini. Meski baru bertemu satu kali, tapi Gisca lumayan hafal wajahnya."Tadi ada kurir nganterin ini," jawab penjaga indekos seraya menyerahkan bingkisan yang Gisca yakini berisi makanan. "Gisca, kan?" tanyanya memastik
Barra sebenarnya merasa cemas, tapi ia sedikit lebih tenang setelah mendatangi rumah indekos yang akan menjadi tempat tinggal Gisca setidaknya satu bulan ke depan. Ia agak tenang lantaran berpikir kalau kemungkinannya sangat kecil Saga bisa menemukan tempat itu.Namun, meskipun begitu Barra tetap berusaha waspada. Untuk itu ia sengaja mengirimkan pesan pada Gisca agar tidak memberikan alamat rumah indekos tersebut pada siapa pun, termasuk Sela.Bukan tanpa alasan Barra melakukannya. Ia hanya khawatir ... bagaimana jika Saga mengetahui semua itu dari Sela? Bukankah sangat berbahaya. Untuk itu, tidak memberi tahu siapa pun adalah cara terbaik.Barra yang baru saja mengirimkan pesan pada Gisca, mendapatkan notifikasi bahwa makanan yang dipesannya untuk wanita itu sudah tiba sekitar lima menit yang lalu.Ia yang hendak meletakkan kembali ponselnya tiba-tiba menyadari ada pesan masuk dari nomor penjaga rumah indekos. Ya, mereka sempat bertukar nomor tadi siang sebelum Barra pergi dari sana
Barra sebenarnya tidur di sofa. Namun, saat sudah tertidur lelap selama beberapa jam, pria itu terbangun di tengah malam lantaran ingin buang air kecil. Barra pun ke kamar mandi. Hanya saja setelah menuntaskan urusannya tersebut, alih-alih kembali ke sofa, ia malah spontan menjatuhkan tubuhnya ke atas tempat tidur. Sama sekali tidak ada unsur kesengajaan.Sepertinya efek nyawanya yang belum sepenuhnya kumpul sehingga kesadarannya hanya setengah-setengah. Ia lupa kalau di kasur ada Gisca. Sampai pada akhirnya mereka tidur berdua dalam ranjang yang sama. Hanya tidur.Gisca yang tidur cukup nyenyak, juga tidak menyadari kehadiran Barra di sampingnya. Justru ia secara tidak langsung malah merasa nyaman. Sangat nyaman hingga membenamkan diri pada lengan kekar milik Barra.Jadi kesimpulannya, baik Barra maupun Gisca sama-sama tidak sadar. Ya, tak ada unsur kesengajaan di sini. Murni khilaf. Itu sebabnya saat bangun tidur Gisca terkejut mendapati Barra di sampingnya. Mungkin Barra akan sama
Barra masuk ke kamar mes-nya dengan lesu. Setelah berpisah dengan Riana dalam kondisi masih ‘marahan’ di pusat kebugaran, Barra memang memutuskan kembali ke mes. Tentunya sebelumnya ia mampir sebentar untuk membeli banyak makanan dan camilan agar Gisca tidak perlu pergi jika ingin makan sesuatu.Tiba di kamar, Barra mendapati Gisca sedang menempelkan ponsel ke telinga. Setelah meletakkan dua kantong belanja sekaligus mengisi daya ponselnya, Barra lalu menghampiri Gisca.“Itu stok makanan buat kamu,” kata Barra setelah Gisca melepaskan ponsel dari telinganya.“Wah, makasih banyak.” Gisca tampak antusias.“Ngomong-ngomong kamu habis nelepon siapa? Kelihatannya serius banget.”“Sela.”Barra yang baru saja duduk di sofa langsung terkesiap. “Sela kamu bilang?”Gisca mengangguk. “Tapi nggak tersambung.”“Ngapain kamu nelepon dia? Kamu bodoh atau apa?”“Aku tahu, Saga tahu alamat indekosku pasti dari Sela. Tapi aku nggak tahu apa yang terjadi di antara mereka. Bukankah Sela harus menjelaskan
"Ngomong-ngomong tadi Mas Barra ke mana?"Gisca sengaja mengalihkan pembahasan. Ia ingin mengutuk dirinya sendiri yang berbicara blak-blakan seperti tadi. Tak yakin bisa melewati semua ini jika bukan Barra yang berada di sampingnya? Bukankah itu sangat berlebihan?"Sebetulnya saya ada janji sama pacar saya pagi ini. Olahraga bareng. Tapi bisa-bisanya saya lupa. Parahnya lagi ponsel saya pakai acara lowbatt segala."Gisca mulai mengerti. "Pantesan perginya buru-buru banget. Terus pacar Mas Barra marah?""Ya begitulah." Barra jadi ingat lagi betapa marahnya Riana tadi."Tapi yang penting udah baikan, kan, sekarang?""Entahlah," jawab Barra lesu."Pasti belum," tebak Gisca. "Lagian bisa-bisanya lupa padahal udah janjian, ditambah ponselnya mati. Dobel banget kesalahannya. Wajarlah pacarnya marah.""Kamu sadar saya lupa gara-gara siapa?""Emangnya gara-gara siapa?" Gisca bertanya balik."Ini gara-gara kamu yang minta dibikinin sarapan pagi-pagi.""Bisa-bisanya kesalahan sendiri tapi malah
Seumur hidup Gisca, waktunya lebih banyak dihabiskan untuk bekerja. Bahkan, saat ia masih sekolah dulu, apa pun dilakukannya demi bisa menghasilkan uang. Entah itu bekerja paruh waktu di Toserba, rumah makan dan lain-lain.Gisca adalah putri tunggal. Namun, kepergian sang ibu membuat bapaknya memutuskan menikah lagi dengan Rumina. Semenjak saat itu, Gisca bukan lagi putri satu-satunya karena ada Reza dan Salsa yang otomatis menjadi saudara dengannya.Seperti saudara tiri di dongeng-dongeng, mereka semua jahat. Gisca bukan hanya turut membantu ayahnya mencari uang, tapi juga harus rela mengalah tidak melanjutkan pendidikannya ke perguruan tinggi. Terpaksa memahami bahwa Salsa lebih berhak.Teganya lagi, Gisca sempat disuruh menikah dengan pria tua demi harta. Gisca yang menolak, membuktikan dirinya bisa bekerja lebih keras agar kebutuhan rumah tangga terpenuhi.Kerja, kerja, kerja ... seolah menjadi motto hidup Gisca yang tumbuh dalam keluarga dengan ekonomi pas-pasan.Itu sebabnya Gis
Kemenangan Gisca dan Saga sebagai pasangan terfavorit maupun Riana sebagai pemeran utama terbaik serta semua pemenang lainnya sama sekali bukanlah rekayasa, melainkan murni hasil akumulasi dari penilaian juri khusus serta voting secara umum.Gia TV dan khususnya penanggung jawab acara serta tim kreatif sama sekali tidak pernah merencanakan tentang Gisca, Saga dan Riana akan berada dalam satu frame sekalipun tahu hal itu bisa membuat rating melonjak tinggi.Memang benar kehadiran mereka bertiga sebelumnya sudah digadang-gadang menjadi sasaran empuk media sebagai bahan pemberitaan, itu sebabnya beberapa pemburu berita sudah mengantisipasi untuk terus memperhatikan gerak-gerik mereka di tempat duduk masing-masing, berjaga jika sewaktu-waktu ada interaksi antara mereka.Namun, tidak pernah ada yang menduga ternyata Gisca malah yang pertama membuka ‘pintu’ komunikasi antara mereka. Ya, permintaan maaf Gisca dalam pidato kemenangan sudah pasti ditujukan untuk Riana. Hal itu membuat tim krea
Kesuksesan Teman tapi Khilaf membawa nama Gisca dan Saga menjadi pasangan paling hits dan favorit pada beberapa bulan belakangan ini. Padahal mereka bukan artis, tapi mereka terkenal selayaknya pasangan artis. Dulu, posisi tersebut sempat diraih oleh Riana dan Barra saat mereka baru menikah.Memang benar bahwa roda itu berputar tanpa bisa ditebak. Mungkin sebelumnya Gisca dan Saga pernah berada di posisi yang membuat siapa pun bisa terpuruk bahkan hancur. Dan kini roda mereka telah berputar. Namun terlepas dari itu, baik Gisca maupun Saga menanggapinya dengan tidak berlebihan. Mereka bersikap apa adanya sebagai pasangan yang bahagia.Dalam kata lain, dengan predikat pasangan paling hits atau tanpa predikat tersebut, situasinya akan tetap sama, bahwa Gisca adalah istri yang terbaik bagi Saga. Begitu juga sebaliknya bahwa Saga merupakan suami terhebat bagi Gisca.Selain menjadikan mereka pasangan ter-hits, Teman tapi Khilaf juga membuat Gisca dan Saga masuk ke salah satu nominasi dalam
Saat ini Riana baru saja menikmati makan malam bersama Romeo. Romeo yang menyempatkan mampir ke rumah Riana padahal sedang sibuk-sibuknya memproduksi sebuah film. Ah, bahkan Riana juga sebenarnya sedang mempersiapkan diri untuk syuting drama series yang akan dimulai beberapa hari lagi di Bali. Apa makan malam ini bisa mereka anggap sebagai bentuk saling menyemangati kesibukan masing-masing? Atau jangan-jangan sebagai pelepas rindu karena bisa jadi setelah ini mereka akan jarang bertemu akibat kesibukan tersebut.Namun yang pasti, status mereka belum berubah sedikit pun dari yang tadinya sutradara-cast menjadi teman. Ya, mereka masih teman sekalipun interaksi mereka seperti orang pacaran.“Respons orang-orang tentang Teman tapi Khilaf lumayan juga ya, Mas,” kata Riana.“Iya, tim produksi pun udah mulai dibentuk dan merencanakan banyak hal untuk film-nya. Cuma belum tahu juga waktu pastinya karena saya masih harus mengerjakan film lain.”“Mas Romeo yang akan menjadi sutradaranya?”Romeo
Tuti itu cantik khas kembang desa. Tidak kalah cantik dari Riana atau Gisca. Selain itu, Tuti sudah banyak membantu Barra semenjak pria itu menjadi Yanto sehingga bisa beradaptasi dengan hidup barunya itu. Namun, Barra masih tak habis pikir dengan perkataan Tuti yang ingin membatalkan pernikahan dengan sang pacar demi seorang Yanto yang secara status bukan siapa-siapa. Hanya mas-mas penjual bakso yang tidak terlalu good looking.Tuti memang jujur atau hanya sedang membual seperti yang pernah Barra lakukan untuk membuat Gisca terbuai? Barra tidak tahu. Dan konyolnya Barra yang sebenarnya tidak memiliki perasaan apa-apa pada Tuti, beberapa hari ini mendadak terus memikirkan wanita itu. Apa Tuti berhasil membuatnya terbuai?Barra tahu betul bahwa tidak seharusnya ia mempertimbangkan ajakan Tuti untuk menjalin hubungan, karena sama saja ia menjadi orang ketiga dalam hubungan Tuti dengan calon suaminya. Barra tak mau jadi perusak hubungan atau perebut pacar orang. Sialnya, Barra yang norma
“Apa yang akan terjadi kalau Mas Barra tidak melarikan diri dan memalsukan kematiannya?”“Kenapa tiba-tiba nanya itu?” Saga balik bertanya pada istrinya.Gisca sendiri tidak tahu alasan pastinya. Ya, pertanyaan barusan benar-benar lolos begitu saja. Apa mungkin karena mereka baru saja melihat liputan Riana saat menaburkan bunga di lautan? Entahlah. Berita tentang aktivitas Riana tersebut tak henti-hentinya berseliweran sehingga mengundang pembahasan orang-orang, tak terkecuali Gisca dan Saga yang memang tahu fakta sebenarnya.“Kamu tahu sendiri pembahasan ini pasti larinya ke situ lagi,” sambung Saga.“Ya. Aku tahu pembahasan ini otomatis akan mengingatkan kita pada sesuatu yang sepakat kita lupakan. Tapi serius, aku udah sepenuhnya berdamai dengan keadaan. Aku juga udah memaafkan diri sendiri tentang kesalahan bodohku. Itu sebabnya aku bisa se-santai ini saat membahasnya,” jelas Gisca. “Aku juga udah nggak dihantui penyesalan dan rasa bersalah yang sempat aku rasakan terutama perasaa
Di saat Gisca dan Saga menjalani hidup baru dengan bahagia dan bahkan hendak menerbitkan novel Teman tapi Khilaf, berbeda dengan Riana yang sedang menikmati peran gandanya sebagai new mom sekaligus aktris yang disibukkan dengan proyek film terbarunya, yang akan menjadi film keduanya setelah kesuksesan Selingkuhan Suamiku.Selain itu, Riana masih menerima tawaran untuk membintangi beberapa iklan, promosi berbayar di Instagram dan terutama tanggung jawabnya sebagai brand ambasador Starlight.Itu sebabnya Riana baru sempat mendatangi lautan tempat ditemukannya barang-barang pribadi milik mantan suaminya. Sebenarnya Riana tak punya kewajiban datang apalagi sampai membawa bunga untuk ditaburkan. Namun, ia merasa perlu melakukannya.Dengan didampingi oleh manajernya, Riana baru saja turun dari kapal dan bersiap kembali ke mobilnya. Setidaknya apa yang dilakukannya hari ini akan menjadi salam perpisahan terakhirnya untuk pria yang pernah sangat dekat dengannya, yang kemudian menjelma menjadi
Berkat kerja sama yang serius tapi menyenangkan antara penulis ternama Sakina Adriana dengan Gisca dan Saga sang pemilik kisah, dalam beberapa bulan novel Teman tapi Khilaf akhirnya selesai ditulis. Novel tersebut bahkan sudah siap untuk dicetak atau diterbitkan. Hanya tinggal satu langkah terakhir untuk memastikannya.Novel itu akan terbit di bawah naungan Penerbit Aluna, tempat Sakina menerbitkan novel-novelnya. Saat ini Gisca menatap novel di tangannya. Dengan cover romantis menggunakan gambar asli dirinya dengan Saga, benar-benar membuat Gisca merasa terharu. Seumur hidupnya, Gisca tak pernah membayangkan akan ada novel yang dirinya sendiri sebagai pemeran utamanya.“Novel ini nggak mungkin selesai kalau bukan Bu Sakina yang menulisnya,” kata Gisca. “Jujur, sejak awal Bu Sakina itu udah menjadi pendengar yang baik dan nggak heran bakalan sukses menuliskan apa yang Bu Sakina dengar dari kami sehingga sekarang udah menjadi novel setebal empat ratusan halaman ini,” kata Gisca. “Untuk
“Dia adalah siapa?” tanya Gisca tak sabaran. Bisa-bisanya Saga malah menggantung kalimatnya padahal Gisca sudah sangat penasaran.“Barra belum meninggal,” kata Saga dengan santainya, seolah apa yang dikatakannya bukanlah hal besar.Berbeda dengan Saga yang santai, justru Gisca sangat terkejut. Jujur saja, berita meninggalnya Barra yang belakangan ini mencuat tidak membuatnya senang maupun sedih, tapi tetap saja fakta jika pria itu masih hidup mengejutkan baginya.“Lalu kenapa kalau belum meninggal? Kamu mau mempertemukanku dengannya? Apa orang yang akan kita temui adalah dia?” tanya Gisca setelah menstabilkan ekspresinya.“Tentu bukan. Untuk apa aku mempertemukanmu dengannya? Menurutku, Barra sudah menjadi bagian dari masa lalu. Baik masa lalumu maupun masa laluku. Meskipun aku tahu dia masih hidup, aku merasa nggak ada gunanya untuk berurusan dengannya lagi,” jelas Saga.“Tapi bagaimana bisa? Sedangkan berita yang beredar….”“Dia memanipulasi keadaan dengan memalsukan kematiannya. Se
Saat Gisca dan Saga menjalani kehidupan yang bahagia sambil perlahan melupakan skandal yang pernah terjadi, sementara itu Riana tidak jauh berbeda. Wanita itu sangat nyaman dengan kehidupannya bersama putri semata wayangnya, Raline.Seiring berjalannya waktu, Riana sudah belajar lebih banyak tentang berdamai dengan keadaan. Ia yang awalnya seolah hanya diam demi menjaga reputasinya, kini mulai menyadari bahwa langkah yang diambilnya adalah paling tepat.Riana sadar, seandainya ia mengamuk atau membalas dendam, hal itu hanya akan membuang-buang energinya lantaran tidak akan mengubah kenyataan. Itu sebabnya ia mantap untuk menganggap semua yang terjadi padanya adalah ujian dalam hidupnya. Ia juga tidak akan menyesali apa pun lagi.Sekarang, yang Riana tahu Barra sudah meninggal. Sejujurnya terkadang ia tak pernah membayangkan hubungannya dengan Barra berakhir begini. Namun, Riana tak bisa berbuat apa-apa kalau sudah berurusan dengan takdir. Dan satu hal yang pasti, jika suatu saat nanti